Dinar duduk melamun didalam ruang tamu apartemennya sambil di temani dengan televisi menyala yang menampilkan acara Doraemon. Pagi itu ia memang sudah bangun, karena dari semalam ia sudah uring-uringan karena bingung ingin menghabiskan liburan kemana dan bagaimana. Ingin menghampiri Lingga ke Kafe, rasanya ia memalukan. Sebenernya bukannya ia malu, tapi lebih tepatnya ia takut. Dinar takut kalau ia akan melihat Lingga dengan perempuan lain lagi, atau ia takut kalau Lingga akan kembali melontarkan berbagai kata-kata pedasnya, dan berujung mengusirnya. Dinar tidak ingin kembali menangis-nangis tidak jelas sekarang ini. Ia lelah sekarang. Dan tidak tahu kenapa ia bisa menjadi takut seperti ini dengan Lingga, padahal biasanya tidak seperti ini. Ia justru paling berani jika menentang dan bertengkar dengan Lingga.
Dulu.
Tetapi sekarang, rasanya berbeda.
Huft.
Mobil Rush berwarna hitam legam terlihat terparkir di depan sebuah rumah sejak lama disana. Dinar, si pemilik mobil itu terlihat sedang serius memperhatikan seseorang yang di perhatikannya akhir-akhir ini dari kejauhan. Lingga, dia terlihat baru saja datang dan memarkirkan motor vespanya di teras rumahnya, setelah seharian laki-laki itu bekerja di Kafe. Dinar memperhatikannya diam-diam. Setelah mendengar pernyataan yang tidak pernah Dinar sendiri dengar langsung dari mulut seorang Calvin yang bar-bar, hal itu membuatnya berpikir keras sekarang. Karena ternyata, yang terlihat dari luar belum tentu sama seperti didalamnya. Yang terlihat baik-baik saja, belum tentu di dalamnya juga baik-baik saja. Dan kejujuran Calvin benar-benar membuatnya langsung memikirkan Lingga saat itu juga. Seperti kesadarannya kemarin, kalau ia tidak pernah tahu apa
Pagi ini Dinar memutuskan untuk menanyakannya pada Lingga tentang apa yang ia pikirkan semalaman. Sekitar pukul 10 pagi lagi seperti kemarin, Dinar mendatangi rumah Lingga. Sebenarnya ia berniat datang lebih pagi lagi, hanya saja ia baru terbangun pukul 9 dan itu pun dengan cepat ia bergegas siap-siap berdandan secantik mungkin untuk menemui Lingga langsung.Mobilnya pun akhirnya tiba di depan rumah Lingga. Ia dengan cepat keluar dari mobilnya dan berlari kecil untuk segera masuk ke dalam agar bisa bertemu dengan Lingga."Assalamualaikummm. Bundaaaa?" Salam Dinar berteriak dari depan. Ia pun kemudian melangkah masuk ke dalam rumah setelah melihat Bunda baru saja turun dari lantai atas."Wa'alaikumsalam, eh, kamu, Nar?"Dinar tersenyum lebar melihatnya. Iapun melangkah menghampiri dan langsung mengecup punggung tangan Bunda setibanya."Tumben pagi-pagi kesini?"Dinar tersen
Malam itu angin berhembus dengan kencang, terasa sangat menusuk tajam hingga menembus dalam kulit putih miliknya. Sambil ditemani malam yang sepi, mereka menjadi saksi nyata kalau Dinar kembali disakiti oleh orang yang sama. Bukan rasa sakit yang dilakukan karena kekerasan fisik, melainkan dengan kata-kata yang keluar dari mulut seorang Lingga yang berhasil membuat Dinar ingin menerjunkan dirinya ke dalam jurang yang sangat dalam.Tapi sayangnya, ditempat ini tidak ada.Dinar akhirnya hanya bisa menghirup dalam-dalam udara malam itu dan menghembuskannya. Setidaknya untuk mengurangi rasa sesaknya yang begitu terasa dalam dan perih yang rasanya seperti tidak lagi dapat ditahan.Apa yang dikatakan Lingga benar-benar membuatnya ingin lupa ingatan, dan ia melupakan semua kesehariannya yang pernah dijalaninya bersama dengan Lingga dua tahun terakhir. Karena rasanya jika mengingat semuanya membuatnya sesak. Ia pun terdiam, memand
Sebuah mobil Rush hitam melaju dengan kecepatan tinggi di jalanan Ibukota Jakarta. Tapi kemudian, mobil itu terlihat memasuki jalan tol menuju Jakarta-Bandung yang ramai dengan mobil-mobil yang mengantri untuk keluar dari dalam jalan tol tersebut.Dinar yang mengemudikan mobil itu hanya bisa menunggu. Sesekali matanya melirik ke samping kanannya, melihat mobil-mobil ramai itu sudah pasti akan pergi berlibur bersama dengan keluarga, atau orang-orang terdekat lainnya, sementara ia sendiri hanya duduk dan pergi sendirian di dalam mobil ini.Di tengah lamunannya menatap mobil-mobil itu, tiba-tiba saja ponselnya berdering lagi yang entah sudah kali berapa. Terakhir kali ia meliriknya sudah belasan panggilan dan itu pun baru beberapa menit yang lalu. Iapun menatap ponselnya dan terdiam cukup lama. Ia sedang berpikir ingin mengangkatnya atau tidak. Jika ia mengangkatnya, mereka pasti akan terus berisik menanyai dim
Nrt! Nrt!Sebuah suara bel apartemen berbunyi, menandakan terdapat seseorang di luar sana yang datang dan menunggu pintu dibukakan. Seorang wanita cantik dengan senyuman merekah di bibirnya yang tidak lain adalah Dinar itu mengintip dibalik dinding pembatas dapur. Iapun dengan cepat keluar dari dalam dapur dan bergegas untuk menghampiri seseorang yang berada di balik pintu apartemennya yang sudah ia tunggu kedatangannya sejak satu jam yang lalu. Tetapi sebelum menghampirinya, tentu saja Dinar merapihkan dirinya lebih dulu dengan berkaca sambil memoleskan sedikit lipstik di bibirnya agar menarik dilihat oleh seseorang itu.Sret...
Sebuah mobil Rush baru saja tiba didepan sebuah gerbang sekolah yang ramai dengan para siswa dan siswi yang berdiri di depan gerbang, berkumpul cukup penuh menunggu beberapa anak OSIS membukakan pintu gerbang dan membiarkan mereka masuk satu persatu. Di dalam mobil, Dinar hanya menatapnya malas. Padahal ini adalah hari pertama masuk sekolah setelah libur akhir tahun, tapi anak-anak OSIS & MPK itu sudah sibuk sendiri berdiri di depan gerbang mengawasinya. Dinar menghela napasnya malas tanpa minat. Waktu pun bahkan masih menunjukkan pukul tujuh lewat seperempat menit. Baiklah, jangan tanyakan kenapa ia bisa sampai sepagi ini di sekolah, karena setelah ia pulang dari Bandung kemarin malam, ia harus memesan kamar hotel untuk satu malam karena kemarin ponselnya hilang, dan ketika ia membelinya yang baru dan mencoba
Two years ago... Seluruh calon murid SMA Cita Buana terlihat berbaris rapih dilapangan dengan menggunakan seragam SMP mereka dan perlengkapan lainnya, seperti nametag serta membawa beberapa barang-barang yang sudah diperintahkan oleh para anggota OSIS untuk menyambut sekaligus memperkenalkan lingkungan sekolah sebelum memasuki SMA Cita Buana, yang biasa disebut sebagai MOS atau MPLS. Setelah melakukan pendaftaran dan mengurus lain-lainnya beberapa hari lalu, kini mereka semua telah masuk dalam kategori calon siswa dan siswi SMA Cita Buana, yaitu SMA swasta berakreditasi A dengan rasa seperti SMA Negeri, karena banyaknya murid-murid yang ingin mendaftar ditempat ini. Seperti seorang gadis yang tengah duduk dilapangan saat ini sendirian, tanpa adanya teman. Jika bi
Suara derap langkah kaki menuruni anak tangga kayu itu terdengar jelas dari lantai bawah, membuat Bunda yang sedang menyiapkan sarapan pagi itu di meja makan pun menoleh karena putranya pagi-pagi ini sudah rapih dan siap untuk berangkat ke sekolah meski jam baru menunjukkan pukul enam tepat. Kerajinan dan disiplin putranya sejak kecil itu memang terus berlanjut hingga sekarang. "Udah siap, yo?"Lingga yang baru saja turun dari lantai atas itu mengangguk pelan dan melangkah mendekati meja makan, dimana Bunda sedang sibuk menyiapkan sarapan."Sayurnya belum mateng." Ujar Bunda dengan tangan yang sibuk memolesi selai ke dalam roti di atas meja makan. "Tadi Bunda kesiangan masaknya, terus gasnya juga abis."Langkahnya pun terhenti saat mendengarnya. "Kenapa nggak bilang, Bun?"Lingga terkadang cukup kesal karena Bunda tidak ingin meminta ba