Suara derap langkah kaki menuruni anak tangga kayu itu terdengar jelas dari lantai bawah, membuat Bunda yang sedang menyiapkan sarapan pagi itu di meja makan pun menoleh karena putranya pagi-pagi ini sudah rapih dan siap untuk berangkat ke sekolah meski jam baru menunjukkan pukul enam tepat. Kerajinan dan disiplin putranya sejak kecil itu memang terus berlanjut hingga sekarang.
Lingga yang baru saja turun dari lantai atas itu mengangguk pelan dan melangkah mendekati meja makan, dimana Bunda sedang sibuk menyiapkan sarapan.
"Sayurnya belum mateng." Ujar Bunda dengan tangan yang sibuk memolesi selai ke dalam roti di atas meja makan. "Tadi Bunda kesiangan masaknya, terus gasnya juga abis."
Langkahnya pun terhenti saat mendengarnya. "Kenapa nggak bilang, Bun?"
Lingga terkadang cukup kesal karena Bunda tidak ingin meminta ba
Hai. Maaf sebelumnya karena lama updatenya, dikarenakan kemarin aku sempet positif covid-19 jadi perlu istirahat. Dan aku cuman mau ngasih tau, kalau dibagian ini udah jadi sudut pandang Lingga ya, kayak yang udah aku bilang sebelumnya. Terimakasih sudah mau membaca cerita ini, bahkan menunggu. Aku merupakan penulis baru, jadi mohon pengertiannya.š¤
"Hubungan internasional yang di bangun Indonesia itu merupakan pengamalan dari Pancasila, terutama sila kedua. Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang berarti perwujudan dari sikap untuk saling menghormati dengan bangsa lain yang dilakukan dalam bentuk menghargai kedaulatan utuh negara, tidak menyinggung perasaan bangsa dan negara lain, serta menghormati hak setiap negara."Lingga duduk dengan tenang memperhatikan Pak Ikhsan yang sedang menjelaskan tentang maksud dan tujuan adanya Hubungan Internasional di dunia ini. Tanpa merasa bosan bahkan mengantuk seperti yang lainnya, Lingga terus duduk tegap mendengarkannya. Mata dan kepalanya tidak pernah lelah jika melihat pelajaran."Maka dari itu pentingnya ada sebuah Hubungan Internasional, karena setiap makhluk hidup tidak bisa berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain, sama seperti Negara yang membutuhkan bantuan dari Negara lain untuk kemakmuran rakyat, melindu
Seperti biasanya, hari ini Lingga sedang membantu Bunda menjaga dan juga berbelanja kebutuhan di Toko sembako milik keluarga mereka. Toko seperti sebuah agen yang tidak terlalu besar dan juga kecil bernama agen sembako bu Atikah itu memang sudah menghidupi keluarganya selama kurang lebih sepuluh tahun setelah Ayah keluar dari pekerjaan karena penyakit yang dideritanya, dan kemudian meninggal empat tahun lalu pada akhirnya saat itu.Sebenarnya bukan hanya hari ini, tapi setiap seminggu, dua atau tiga kali ia selalu membantu dan menemani Bunda menjaga Toko sembakonya. Bahkan saat ia masih bekerja paruh waktu di kafe saat itu pun, ia masih sering membantu Bunda di hari biasa, sementara untuk weekend, baru ia gunakan untuk bekerja. Dan sekarang, rasanya ia menjadi ingin kembali bekerja paruh waktu-nya. Hanya berdiam diri dirumah dengan terus membaca dan juga belajar cukup membuatnya
"Kamu tuh kenapa sih sama Dinar, Yo?"Bunda menatap Lingga yang sedang sibuk berkutat pada bukunya itu dengan serius. Ia cukup kesal dengan sikap putranya yang selalu seperti itu pada Dinar. Selain tidak sopan, sikap terlalu cuek Lingga sudah melebihi batas. "Bunda itu sengaja ngajak dia kesini, karena Bunda yang mau, Bunda yang minta." Ujar Bunda menjelaskan. "Lagian Dinar juga udah lama nggak main kesini, Yo. Kamu jangan gitu dong sama dia."Lingga hanya duduk diam di meja belajarnya. Ia hanya sibuk membaca, meski apa yang Bunda katakan didengar olehnya."Kamu juga kenapa dateng-dateng kayak gini?" Bunda menyentuh beberapa luka Lingga yang berada di wajahnya, namun Lingga hanya diam. "Kamu abis berantem atau gimana sih?"
Lingga cepat melangkah keluar dari dalam kelasnya karena saat ia pergi ke perpustakaan untuk membaca, Daniel mengatakan kalau Pak Ikhsan mencarinya di ruang guru. Tanpa ingin lama menunggu dan karena ia sedang tidak melakukan apapun lagi, ia pun langsung melangkah keluar menuju ruang guru. Namun ditengah langkahnya keluar dari dalam kelas, tiba-tiba saja tubuhnya di tabrak dari arah belakang oleh seseorang dan itu membuat terkejut. BRUK!
Lingga berdiri dengan malas menatap guru olahraganya yang sedang mempraktikkan gerakan olahraga basket kali ini. Diikuti teman sekelas lainnya termasuk Calvin, laki-laki itu dengan angkuhnya menunjukkan keahliannya tersebut dalam olahraga, terlebih lagi tubuhnya yang tinggi memudahkannya untuk melakukannya.Lingga hanya menghela napasnya malas. Ia lebih baik membaca buku dari pada berolahraga. Ia memang kurang menyukai pelajaran olahraga sejak dulu, meski ia tahu olahraga itu baik untuk kesehatan, tapi ia tidak menyukainya. Namun ketidaksukaannya dengan olahraga bukan berarti membuatnya tidak bisa melakukan satu olahraga pun. Dulu ia pernah mengikuti kegiatan sepak bola saat sekolah dasar. Sekolah menengah pertama ia mengikuti voli, sementara sekolah menengah atas ini ia tidak mengikuti kegiatan olahraga apapun selain paskibra yang juga merupakan kegiatan penggerak tubuh. Namun apa yang ia lakukan sekarang justru membuat mereka yang hidupnya tidak ada kerjaan mengurusi hidup orang lai
"Aku pulang, Bun."Lingga melangkahkan kakinya memasuki rumah dengan keadaan pakaian yang cukup basah dengan keringat. Pelipisnya juga masih mengeluarkan keringat, lantaran ia baru saja kembali setelah melakukan jogging pagi ini. Memang di setiap paginya, lebih tepatnya saat hari libur, Lingga selalu menyempatkan dirinya bergerak untuk menjaga kebugaran tubuhnya yang selalu memiliki kesibukan dengan melakukan jogging mengelilingi komplek, atau bersepeda santai keluar komplek dan akan kembali saat matahari sudah terik, sekitar pukul sembilan pagi. Biasanya saat berolahraga ia akan berangkat dari rumah pukul enam pagi, sama halnya seperti hari ini. Tapi hari ini ia pulang agak telat, karena tadi ia terlibat perbincangan kecil dengan Ibu-ibu tetangga yang menanyakan perihal SMA yang bagus padanya."Baru pulang, Ling?" Tanya Bunda yang muncul dari arah dapur. "Kamu nggak salam lagi, ya."Lingga yang sedang melepas sepatunya itu menoleh pada Bunda dan tersenyum tipis padanya. "Assalamuala
A few days later...Lingga duduk melamun, menatap buku-buku berukuran tebal miliknya yang di biarkannya terbuka di meja belajar. Bersama bolpoin berada dalam genggamannya, ia melamun memikirkan semua yang telah terjadi beberapa hari belakangan ini padanya. Dengan kehidupannya. Apa yang Sheza katakan saat itu, kekecewaan Bunda padanya, dan juga apa yang telah terjadi padanya bersama Dinar.Entah apa yang terjadi, tetapi semua itu memenuhi kepalanya. Terutama kejadiannya dengan Dinar. Semua itu benar-benar tidak bisa di percayanya. Tidak biasanya ia seperti ini. Berhari-hari memikirkannya, sampai membuatnya tidak nyaman saat melakukan kesehariannya. Kehidupan sehari-harinya menjadi terganggu oleh pikiran yang entah bagaimana rasanya, tapi ini benar-benar seperti menghantuinya.Terlebih lagi saat ia sedang sendiri
"Ujian Nasional sudah selesai dilakukan, dan kalian hanya tinggal menunggu pengumuman kelulusan."Sudah tiga hari, setelah Ujian Nasional selesai, Lingga masih sama seperti kemarin. Rasanya ia tidak tahu ingin melakukan apa, dan rasanya tidak ingin. Kepalanya selalu tidak bisa fokus akhir-akhir ini. Ia pun menghela napasnya. Tangannya kemudian menutup buku yang sempat coba dibacanya, tapi ia tidak mendapati apapun selain hanya melamun. Karena kejadian itu, ia menjadi merasa dirinya orang yang paling menyedihkan di dunia ini. Tidak biasanya ia seperti ini. Sangat tidak biasa dan bukanlah dirinya. Kepalanya benar-benar terisi penuh dengan kata Dinar. Namanya, wajahnya, kilas kejadian yang sudah terjadi dengan Dinar.Dan ia menjadi teringat setiap kali ulangan sekolah selesai dan liburan tiba, Dinar biasanya akan selalu mengajaknya pergi kemana pun tempat yang ingin di tuju gadis itu. Selalu ada daftar liburan yang Dinar buat dan ditunjukkan kepadanya kemana
ļ¹ļ¹ļ¹ļ¹ļ¹ļ¹ļ¹ļ¹ļ¹ļ¹ļ¹ļ¹ļ¹ļ¹ļ¹ļ¹ļ¹ļ¹ļ¹ļ¹ļ¹Jakarta, 21 Juli 2017.Untukmu."Saya suka sama kamu."Ada yang berbeda sebelum itu. Perasaan gundah, gelisah, dan tidak nyaman. Apa itu sebuah rasa? Saya bahkan tidak tahu. Saat itu. Senang melihatmu tersenyum, dalam balutan seragam putih abu-abu setiap harinya. Wajah lelah kepanasan, dan jengkel. Ada yang meletup-letup dalam diri. Seolah ingin terus menatap, menghampiri, dan ingin dekat. Tidak pernah sedikit pun merasa seperti itu sebelumnya. Hati ini tidak mengerti. Tapi, melihatmu membuat saya paham apa arti pandangan pertama.Rasa suka yang berbeda. Saya tidak pernah melihat dan merasakan yang seperti ini. Sampai akhirnya, saya memberanikan diri mengungkapkannya. Ada kebahagiaan saat kamu menerima meski sempat mendapat penolakan mentah-mentah di awal.Karena kamu yang pertama, dan mungkin, jika kamu tidak mengatakan ingin, saya akan terus menjadi laki-laki yang kamu kenal kemarin. Ba
Lingga melamun menatap jalanan yang ada. Kendaraan yang berjalan silih berganti, berlawanan arahĀ atau searah dengannya.Lingga tidak percaya akan seperti ini. Menunggu lagi selama dua jam di Taman, namun Dinar tidak juga datang. Sampai akhirnya, ia berada di dalam mobil ini yang akan membawanya menuju bandara, tanpa bisa bertemu dengan Dinar dan mengatakan apa yang ingin dikatakannya padanya untuk terakhir kalinya, di Indonesia. Padahal ia benar-benar ingin mengungkapkan semuanya, tapi Dinar sepertinya memang sangat marah dan kecewa padanya. Pesan terakhir yang dikirimannya pun hanya di baca olehnya, tanpa ingin membalasnya. Lingga pun memejamkan matanya dalam. Dadanya terasa sesak. Ia tidak ingin pergi, karena semua ini masih membebankannya. Ada hal yang belum di selesaikan, dan itu membuatnya tidak nyaman. Ia juga ingin melihat Dinar untuk terakhir kalinya, karena ia tidak tahu bisa kembali kesini saat libur tiba atau tidak. Tapi sepertinya ia tidak ingin merepo
Lingga menatap diam dua buah koper besar yang berada di sebelah tempat tidurnya, berwarna merah dan juga hitam. Ia menatapnya sambil tersenyum tipis. Hari ini adalah hari keberangkatannya ke Belanda, lebih tepatnya sore nanti. Setelah sekian lama, akhirnya ia bisa mewujudkan mimpinya berkuliah di salah satu universitas terbaik pilihannya di luar negeri. Akhirnya.. Lingga menghela napasnya.Matanya kemudian melirik kearah jam di dinding yang masih menunjukkan pukul satu siang. Hari ini ia akan menemui Dinar.Mencobanya kembali, dan ia berharap Dinar mau menemuinya. Matanya melirik ponselnya yang tadi sempat di ambilnya untuk melihat pesan yang di kirimkan pada Dinar, tapi hanya di baca olehnya. Lingga pun mengunci ponselnya dan kembali memasukkannya ke dalam sakunya.Meski tidak mendapatkan jawaban, Lingga masih berharap dan yakin kalau Dinar akan datang. Iapun melangkah mendekati meja belajarnya dimana tas ranselnya berada disana. Tangannya kemud
Hari-hari pun telah berlalu.Lingga, duduk diam melamun menatap keluar jendela kamarnya. Memperhatikan sebuah pohon yang bergerak mengikuti angin yang berhembus tidak terlalu besar diluar. Iapun menghela napasnya. Entah apa yang dilakukannya, tapi, diam melamun memperhatikan hal-hal tidak jelas seperti sekarang menjadi kesukaannya akhir-akhir ini. Semua berjalan begitu saja, padahal ia tidak pernah seperti ini sebelumnya. Memang, setelah kejadian itu, Lingga menjadi lebih murung. Ia semakin banyak diam sementara kepalanya terus memikirkan kenapa Dinar tidak ingin datang malam itu, padahal ia sudah menunggu hingga berjam-jam lamanya disana. Tidak, ia tidak menyalahkan Dinar dan berujung menjadi kesal dengannya. Ia hanya bertanya-tanya, bingung, dan tidak mengerti. Niatnya malam itu baik. Lingga ingin mengatakan semuanya, mengakui kesalahan dan menyesalkan apa yang telah dilakukannya. Tapi malam itu Dinar benar-benar tidak datang. Mungkin semua ini memang kesalahannya selama ini pada
Dalam acaknya rasa, banyaknya warna, hingga ganjilnya pola, cinta bisa saja terselip yang entah muncul dari mana.Mereka datang, tanpa di ketahui. Membuat gelisah, dan tidak terkendali.ā¢ā¢ā¢Hari itu..."Kamu mau jadi pacar saya?"Dinar terkejut saat mendengar laki-laki dihadapannya saat ini mengatakan itu baru saja dengan tiba-tiba. Ia lantas menarik jabatan tangannya dengan laki-laki itu. Matanya menatap heran seorang Harlingga, laki-laki yang baru saja memperkenalkan dirinya padanya dan mengatakan mereka satu gugus, namun tiba-tiba dia mengatakan hal mengejutkan. Sejauh ini, mereka-mereka yang mengangumi wajahnya, mereka hanya sekadar suka biasa yang ia tahu. Mereka hanya mengatakan bualannya dan pergi begitu saja. Namun laki-laki ini, tiba-tiba saja mengatakan menyukainya dan memintanya untuk menjadi pacarnya. Yang benar saja? "Gila lo?" Dinar menatap tidak percaya. "Gue kenal lo aja enggak. Nggak usah aneh-aneh!"Dinar lantas bangkit dan meninggalkan Lingga yang hanya diam menata
Two weeks later...Terangnya cahaya matahari menyelinap masuk melalui celah jendela di kamar milik Lingga siang itu.Lingga, sedang merapihkan kamarnya saat ini. Ia terlihat merapihkan seprai tempat tidurnya, mengganti karpet lantainya, mengganti gorden, merapihkan dan memisahkan buku-buku yang akan dibawanya dengan yang tidak, serta memindahkan beberapa rak buku ke sisi yang terlihat lebih rapih dan tidak terlalu penuh. Setidaknya, sebelum ia pergi dan tinggal di Belanda. Terhitung sudah dua minggu berlalu, ia memang sudah memutuskan untuk tidak membuat semuanya menjadi lebih sulit lagi. Meski rasanya seperti tidak ingin, tetapi ia sudah memutuskannya. Lagi pula tidak mungkin ia menolak kesempatan besar ini, dan Bunda pun sudah mengizinkan sepenuhnya untuknya melanjutkan studi disana, karena Bunda mengatakan tidak ingin ia menyia-nyiakan apa yang sudah diperjuangkannya. Besok juga Bunda sudah diperbolehkan pulang ke rumah oleh Dokter. Sebelumnya, Dokter meman
"I intend to make my own way in the world."Seperti itulah sekiranya yang dikatakan oleh Jo March di sebuah Novel klasik karya Louisa May Alcot yang baru saja Lingga selesaikan selama dua hari terakhir. Hanya sebuah novel ringan, yang tidak menguras otaknya untuk memahami apa maksud dan makna yang di dapat dari tulisan itu. Sangat berbeda dengan buku-buku yang dibacanya selama ini.Lingga pun menghela napasnya. Sebenernya ia bukan orang yang menyukai sebuah Novel drama apalagi romansa. Ia lebih menyukai membaca buku-buku seperti Biography, Ensiklopedia, ilmiah, dan kalaupun itu sebuah novel, ia lebih menyukai genre Fiksi Sains, Fantasi ataupun Aksi.Jika kalian bertanya kenapa ia mempunyai novel itu dan mau membacanya? Semua itu karena Dinar. Dinar pernah memberikan novel itu padanya.Ingat kejadian itu? Saat dimana ia dan Dinar berdebat di sebuah toko buku karena Dinar ingin membelikannya banyak buku untuk di bacanya dengan harga hampir satu juta? Saat itu ia juga memang tidak mau
"Ujian Nasional sudah selesai dilakukan, dan kalian hanya tinggal menunggu pengumuman kelulusan."Sudah tiga hari, setelah Ujian Nasional selesai, Lingga masih sama seperti kemarin. Rasanya ia tidak tahu ingin melakukan apa, dan rasanya tidak ingin. Kepalanya selalu tidak bisa fokus akhir-akhir ini. Ia pun menghela napasnya. Tangannya kemudian menutup buku yang sempat coba dibacanya, tapi ia tidak mendapati apapun selain hanya melamun. Karena kejadian itu, ia menjadi merasa dirinya orang yang paling menyedihkan di dunia ini. Tidak biasanya ia seperti ini. Sangat tidak biasa dan bukanlah dirinya. Kepalanya benar-benar terisi penuh dengan kata Dinar. Namanya, wajahnya, kilas kejadian yang sudah terjadi dengan Dinar.Dan ia menjadi teringat setiap kali ulangan sekolah selesai dan liburan tiba, Dinar biasanya akan selalu mengajaknya pergi kemana pun tempat yang ingin di tuju gadis itu. Selalu ada daftar liburan yang Dinar buat dan ditunjukkan kepadanya kemana
A few days later...Lingga duduk melamun, menatap buku-buku berukuran tebal miliknya yang di biarkannya terbuka di meja belajar. Bersama bolpoin berada dalam genggamannya, ia melamun memikirkan semua yang telah terjadi beberapa hari belakangan ini padanya. Dengan kehidupannya. Apa yang Sheza katakan saat itu, kekecewaan Bunda padanya, dan juga apa yang telah terjadi padanya bersama Dinar.Entah apa yang terjadi, tetapi semua itu memenuhi kepalanya. Terutama kejadiannya dengan Dinar. Semua itu benar-benar tidak bisa di percayanya. Tidak biasanya ia seperti ini. Berhari-hari memikirkannya, sampai membuatnya tidak nyaman saat melakukan kesehariannya. Kehidupan sehari-harinya menjadi terganggu oleh pikiran yang entah bagaimana rasanya, tapi ini benar-benar seperti menghantuinya.Terlebih lagi saat ia sedang sendiri