"Baiklah, kita persembahkan bintang tamu panduan suara dari anak didik Treas yang berbakat pada tahun ini," kata si pembawa acara dengan ceria, ke sepuluh anak di depan pun mulai bernyanyi serempak.
Saat sebagian besar orang mengambil momen dengan merekam, Belle hanya melongo, terlalu bangga pada William yang begitu cepat tumbuh. Semuanya bernyanyi dengan tepat, bertemakan persatuan dalam sebuah perbedaan. Yakni mengingatkan pada kita semua betapa pentingnya perdamaian agar saling menghargai, memahami, serta menerima segala yang bertentangan.
"Seperti kisah cinta seorang paman tua dengan gadis seumur jagung, mereka memang berbeda, namun umur tidak membuat keduanya untuk berpisah."
Paman ...
Spontan Belle menekap mulut saat menangkap paman Marlon datang membawa sebuket bunga, dia tidak pernah menduga rupanya lelaki itu telah merencanakan sesuatu. Air mata Belle meruah tumpah. Terharu. Seaaat anak-anak berhenti bernyanyi, semua orang sontak bertepuk tangan
Menandatangani berkas-berkas yang menumpuk di meja kerjanya, Marlon melakukannya dengan sangat cepat. Victoria berdiri di dekat pintu, mantan kekasih gelap Miller itu memang selalu giat mencari celah untuk menjadi bagian dari perusahaan. Berulang kali Victoria berusaha mendekati Marlon, tetapi sebanyak itu pula dirinya menentang dengan keras. Bahkan, Marlon sangat terkejut saat mendapat kabar bahwa Victoria yang menggantikan Candice sebagai sekretarisnya."Apa aku sudah bisa mengambil berkasnya kembali?" tanya Victoria dengan nada yang mendesah, Marlon menatapnya jijik."Segera ambil, dan pergi dari ruanganku.""Baik." Victoria melangkah.Tidak langsung mengambil berkas, Victoria malah mendekati Marlon yang sedang muak dengan tingkahnya. Wanita itu berdiri tepat di sisi Marlon, mengayunkan rambut pirangnya, lalu menundukkan kepala untuk melihat lebih jelas wajah Marlon yang tegang."Apa maumu?" Marlon menepis tangan wanita itu, lalu bangkit dari du
Jam telah menunjukkan pukul 8 malam, dan keadaan rumah begitu sunyi. Kegiatan di rumah seakan-akan telah usai. Para pelayan sudah pulang ke rumahnya masing-masing, karena mereka bekerja hanya sampai siang. Sang empunya rumah lebih sering berada di lantai atas, apalagi sekarang keluarga kecil tersebut hendak pergi bertamu.Marlon sudah siap dengan penampilannya yang selalu gagah dan tampan, sedangkan Belle masih sibuk menyiapkan William yang ingin terlihat keren seperti ayahnya. Untuk diri sendiri Belle tidak begitu peduli, yang terpenting orang-orang dicintainya tampak mengagumkan.Terlebih lagi Marlon, percaya atau tidak Belle pun mengakuinya jika pamannya itu semakin terlihat mempesona setelah jadi ayah."Daddy, cobalah lihat penampilan William." Anak berusia lima tahun itu berteriak, sambil bercermin William melirik ayahnya."Wow, keren sekali anak Daddy," puji Marlon.Belle tersenyum mendengarnya, sesederhana itu saja dia sudah bahagia.
Malam telah larut, tetapi Marlon tidak kunjung datang menjemput.Hutton kembali sejak setengah jam yang lalu, hal itu tentu membuat Belle segan, apalagi auranya tidak bersahabat dan William pun juga takut padanya. Mengambil ponsel dari tasnya sekali lagi Belle mencoba menghubungi paman Marlon, berharap panggilan kali ini mendapatkan jawaban."Bagaimana, Bell?" tanya Barbara cepat.Untuk ke sekian kali Belle menggeleng, bingung sekaligus malu."Hmm, aku antar saja ya.""Tidak perlu repot." Belle bangkit, lantas mendekati William yang tertidur di sofa."Bell, ini sudah malam, aku bisa ...""Tidak usah, aku bisa naik taksi." Perlahan Belle membelai kepala William, berusaha membangunkannya.Tidak lama William pun terbangun, dengan lembut Belle menghelanya bangkit. Tanpa membuang-buang waktu lagi Belle langsung berpamitan kepada Barbara, dan tentunya juga Claire yang berada dalam dekapan sang ibu. Keduanya saling melempar senyum, la
Tanpa memedulikan perkataan Marlon, dengan penuh keibuan Belle membangunkan William, lalu memeluknya erat. Marlon terus berkata dengan berbagai pembelaan yang tidak masuk akal, sedangkan Belle berusaha menenangkan William yang tampak terkejut. Hanya lewat tatapan anak berusia lima tahun itu sudah mengerti, jika terjadi masalah dan sang ibu hendak membawanya pergi.Belle sangat bersyukur William menurut, dan bersedia ikut dengannya. Tidak membuang waktu lagi Belle pun menggandengnya, kerap kali menepis tangan Marlon yang ingin menjangkau dirinya serta anaknya William."Jangan sentuh aku dan anakku!" Belle berteriak, menyembunyikan Willi di balik punggungnya."Bell, kumohon, dengarkan aku.""Aku sudah muak dengan seluruh sandiwaramu, kau tidak lebih seperti bajingan yang berhati monster.""Silakan kau mencaci, atau bahkan menghinaku sepuasnya." Marlon bersikukuh menghentikan Belle, kedua tangannya kali ini memegang pundak gadis itu, "Tapi aku mohon,
Dengan mata yang sembap akhirnya Belle bangun, semalaman ia sudah terjaga, dan kini jam telah menunjukkan pukul 10 siang. Hal yang pertama kali Belle pikirkan adalah William karena anaknya harus pergi sekolah. Tanpa membasuh wajah terlebih dulu Belle langsung beranjak menuju kamar sang anak, ternyata Marlon sudah membuka kuncinya sehingga ia tidak perlu repot berteriak.Perlahan, Belle membuka pintu kamarnya William, lalu memanggilnya lantang. "Williaaam."Hening. Tidak ada jawaban.Apalagi ketika Belle tidak melihat William di tempat tidurnya, gadis itu langsung panik. Berlari mengitari ruangan kamar berukuran sedang itu, dengan perasaan yang tidak bisa dijelaskan Belle menangis dan berteriak. Wajahnya merah padam, sambil memegangi kepalanya tubuh mungil Belle pun tumbang."Aaaaah." Dengan frustrasi Belle menjerit, membayangkan segala sesuatu yang buruk.Dari arah luar suara sepatu terdengar berlari cepat, Marlon terkejut melihat Belle yang kini t
Tidak ada alasan lagi untuk meninggalkan Marlon segera mungkin, akhirnya setelah berdebat panjang kali lebar Belle memilih ikut dengan Liam. Awalnya Marlon memang tidak terima, bahkan sampai mengancam mereka berdua dengan pihak yang berwajib. Akan tetapi semua itu tentu tidak terjadi saat dokter Liam mengungkit jasanya beberapa tahun silam.Marlon terdiam dan kalah telak.Lihatlah lelaki tua itu lebih mencintai harta daripada istrinya bukan?"Ayo, kita pergi." Ajak Belle pada Liam, dan mengambilnya langkah duluan.Keputusannya untuk berpisah sudah bulat, Belle memang mencintainya, tetapi itu dulu dan perasaannya sekarang patut dipertimbangkan. Apalagi setelah kehadiran dokter Liam yang seakan-akan selalu menjadi penolong di waktu yang tepat."Dokter, aku sangat berterima kasih padamu," ujar Belle pada lelaki di sampingnya, yang tengah mengendarai mobil."Bukan apa-apa, Bell.""Kau sudah menolongku dua kali, rasanya aku sangat malu pad
"Rose, di mana akal sehatmu?!" Marlon berteriak memasuki sebuah Apartemen.Menoleh kaget Rose bangkit saat melihat pamannya datang, lalu bertanya bingung. "Ada apa kau menemuiku?""Aku tidak habis pikir kau membiarkan Liam membawa Belle pergi."Urat-urat di wajah Marlon menegang, ini kali pertama Rose melihat pamannya sangat marah. Lelaki yang selalu memanjakannya dulu, sekarang berteriak seperti kesetanan. Menghela napas lelah akhirnya Rose berani membalas tatapan Marlon yang berapi-api.Semenjak menikah pamannya itu memang tidak lagi seperti dulu, bahkan mereka jarang bertemu. Pertemuan keduanya terjadi karena acara keluarga atau ada keperluan yang lain, dan kali ini kedatangan Marlon khusus untuk memarahinya. Itu sangat menyebalkan."Salahmu sendiri, Paman, kenapa istrimu bisa mau diajak pergi dengan orang lain?!""Rose, aku bertanya kepadamu!""Aku tidak peduli." Rose balas berteriak.Mengacak rambutnya yang gondrong
Seperti pagi biasanya Belle bangun lebih awal untuk mempersiapkan sarapan, meski hari ini William tidak pergi sekolah tentu tidak mengubah apapun. Tugas seorang ibu akan tetap ada, memenuhi kebutuhan anaknya dan membersamainya dalam setiap waktu. Urusan hati dan pikiran yang kacau Belle enyahkan jika sedang berhadapan dengan William. Bagaimanapun caranya Belle ingin selalu terlihat ceria di depan sang anak, tersenyum dan tertawa gembira."Pagi, Sayang." Mengecup kening sang anak, sambil lalu Belle merapikan selimut yang bergelung."Mom, apa hari sudah siang?" tanyanya dengan sebelah mata mengintip, Belle pun mengangguk.Sontak William bangkit, dan melotot."Kenapa kau tidak membangunkanku, Mom? Ada upacara bendera hari ini, dan aku harus datang lebih awal.""Untuk sementara waktu William temani Mom di sini ya, dan libur sekolah." Dengan lembut Belle berkata, menatapnya sangat hangat. "Kau tidak keberatan kan?""Tentu saja tidak, Mom." Willia