Vanessa kembali dari toilet. Dia langsung duduk di tempatnya tadi. Namun Silvia tidak terlihat. Tentu saja hal itu membuat Vanessa sedikit panik. Karena Silvia telah membantunya sejauh ini di pesta. Dia ingin ingatannya bisa kembali.
“Vanessa, kok sendiri?” Terdengar suara lembut pria dari belakang. Langsung saja Vanessa menengok ke arahnya. Terlihat Bintang, dengan senyumnya yang lembut dan hangat membuat dirinya merasa aman.
Bintang kemudian duduk di sebelah Vanessa.
“Ada yang mengganggu pikiranmu?” Tanya Bintang.
“Aku mencari Silvia.” Jawabnya.
“Dia sedang berbincang dengan Faisal.” Jawab Bintang.
“Siapa itu Faisal?” Tanya Vanessa.
“Dia sekretaris pribadi Dirga.” Kata Bintang.
Vanessa kemudian mengingat Faisal, sekretaris Dirga. Mereka pernah bertemu di rumah sakit. Tak hanya Dirga Sekretarisnya juga tampan rupanya.
“Aku ingat wajahnya, dia seperti seorang artis.” Kata Vanessa.
“Memang, awalnya dia adalah artis, namun terjadi beberapa hal sehingga dia diangkat menjadi sekretaris resmi perusahaan.” Kata Bintang.
“Begitu, sepertinya kamu tahu banyak tentang perusahaan ya. Apa pekerjaanmu?” Tanya Vanessa.
Bintang tersenyum, ada sedikit rasa sedih terlihat dari matanya.
“Sepertinya aku harus banyak menjelaskan diriku lagi ya. Rasanya aneh karena kita sudah lama saling mengenal satu sama lain.” Kata Bintang.
“Aku minta maaf.” Kata Vanessa.
“Jangan minta maaf. Kamu tidak salah. Itu hanya kecelakaan. Tidak apa-apa kita bisa saling mengenal lagi dari awal.” Kata Bintang.
“Terimakasih, sejujurnya aku merasa kurang nyaman. Entah mengapa pesta ini terasa asing untukku.” Kata Vanessa.
“Baiklah kalau begitu, ayo ikut aku.” Kata Bintang sambil menarik lengan Vanessa. Mereka berdua berjalan menjauh dari hiruk piruk pesta.
***
Bintang membawa Vanessa ke puncak gedung hotel. Seperti atap gedung pada umumnya terdapat satu ruang besar terbuka di atasnya. Angin dingin mulai menusuk kulit. Bintang yang memperhatikan pakaian Vanessa mulai membuka jas pestanya dan memakaikannya ke punggung Vanessa.
Ketika Bintang menaruh jas tersebut di punggung, jantung Vanessa langsung berdegup kencang. Perasaan hangat memasuki dirinya. sontak dia langsung menengok ke arah Bintang. Alih-alih mengucapkan terimakasih mata mereka bertemu satu sama lain. Membuat suasana menjadi sedikit canggung. Sadar dengan situasi demikian Bintang langsung mengalihkan wajahnya ke arah lain.
“Pakailah, jangan sampai kamu masuk angin.” Ucapnya.
“Terimakasih.” Jawab Vanessa. Untungnya gelapnya malam itu bisa menyamarkan wajahnya yang merah karena malu.
“Ah, kenapa kamu membawaku ke sini? Tanya Vanessa.
“Lihatlah di atas.” Kata Bintang.
Vanessa melihat ke atas. Langit malam terlihat cerah sekali bertabur dengan Bintang. Pemandangan ciptaan tuhan tersebut membuat Vanessa takjub. Banyak sekali bintang bertaburan saat itu.
“Karena namaku Bintang, membuatku menyukai Bintang dan malam sejak kecil.” Cerita Bintang kepada Vanessa.
Vanessa diam mendengarkan dengan seksama. Dia tidak ingin merusak momen menyenangkan ini.
“Aku juga sempat memiliki cita-cita menjadi seorang astronot.” Lanjutnya.
Sebelum melanjutkan kata-katanya Bintang terdiam. Vanessa memperhatikan Bintang dengan seksama. Menunggunya meneruskan cerita.
“Namun aku tidak sepintar itu. Aku masuk jurusan Sosial ketika SMA. Membuatku harus membuang cita-citaku sendiri. Meskipun memang sejak kecil orangtuaku menginginkan aku berada di bidang lain yang tidak sesuai dengan namaku sendiri.” Kata Bintang.
Rasa simpati dan empati Vanessa muncul. Meskipun bercerita dengan wajah tersenyum, dia tahu senyum yang dilontarkan Bintang adalah senyum palsu. Dia bisa merasakanya sejak awal bertemu. Aneh rasanya melihat orang yang selalu tersenyum seperti Bintang. Biasanya tipe orang seperti Bintang adalah tipe yang menahan luka dan beban dibalik senyumannnya.
“Aku suka namamu, namamu bagus. Kamu juga indah, seperti halnya bintang di langit malam ini.” Kata Vanessa.
Bintang tertegun. Dia langsung melihat ke wajah Vanessa. Lengan Bintang yang besar berpegangan di bahu Vanessa. Matanya menampilkan rasa yang berbeda. Membuat Vanessa sedikit salah tingkah dibuatnya.
“Vanessa, aku...!”
Belum sempat meneruskan kata-katanya, handphone milik Vanessa berdering. Terdapat nomor tidak dikenal di layar handphonenya tersebut.
“Sebentar ya.” Ucap Vanessa pada Bintang.
Vanessa mengangkat panggilan telepon tersebut. Belum sempat mengucapkan salam, orang di sebrang telepon sudah berbicara dengan nada ketus.
“Di mana!” Tanya orang di sebrang panggilan telepon tersebut.
“Maaf siapa ya?” Tanya Vanessa. Dia sedikit terkejut atas sentakan yang dilontarkan lawan bicaranya tersebut.
“Kembali ke pesta dalam waktu lima menit atau langsung kuminta sekretarisku untuk melaporkan orang hilang ke kantor polisi!” Kata orang dalam panggilan tersebut.
Butuh waktu sekitar beberapa detik bagi Vanessa untuk menyadari siapa yang menelponnya.
“Dirga?” Kata Vanessa.
“Waktumu sudah hilang beberapa detik untuk menuruti perintahku.” Ucap Dirga.
Vanessa sedikit panik. Dia langsung menarik lengan Bintang,
“Kita kembali sekarang.” Ucapnya.
***
Vanessa dan Bintang memasuki ruangan pesta. Terlihat orang-orang berkumpul di sudut ruangan. Rupanya kepergian Vanessa membawa kepanikan dan keributan di pesta tersebut. Terlihat Silvia wajahnya sangat pucat, Vanessa langsung menuju ke arahnya.
“Silvia, ada apa?” Tanya Vanessa.
Silvia yang mendengar namanya dipanggil langsung berlari ke arah Vanessa. Dipeluknya Vanessa seperti seorang kawan lama.
“Nona, syukurlah. Aku pikir nona…, entahlah aku sangat panik tadi. Nona bilang ke toilet namun tidak segera kembali, jadi aku menyusul ke sana, tetapi nona sudah tidak ada.” Kata Silvia.
“Aku minta maaf.” Kata Vanessa.
“Lalu aku bertanya kepada Tuan Dirga, karena aku pikir anda bersama dengan tunangan anda.” Kata Silvia.
“Ah aku tidak bersama dengan Dirga.” Kata Vanessa.
Dirga mendekat ke arah Vanessa. Wajahnya yang tampan dan kaku tidak pernah terlepas dari sosoknya.
“Apa kamu senang membuat semua orang khawatir?” Tanyanya.
“Eh…?” Vanessa bingung harus menjawab apa.
“Kenapa orang sepertimu sangat senang untuk mencari sensasi dan perhatian?” Kata Dirga meneruskan.
“Tunggu, aku…!” Vanessa ingin mejelaskan, namun Dirga langsung memotong pembicaraannya.
“Apa harus seperti itu bagimu untuk menarik perhatianku?” Tanya Dirga.
Vanessa yang awalnya kesal, menjadi bingung atas perkataan Dirga.
“Apa maksudmu?” Tanya Vanessa.
“Kamu sengaja keluar pesta hanya untuk mencari perhatian orang-orang bukan. Sama halnya dengan kecelakaan tersebut.” Ucap Dirga kembali.
“Apa kamu tidak memikirkan bagaima nasib asistenmu jika ayahmu tahu kamu hilang di pesta?” Kata Dirga.
Vanessa terdiam. Dia ingin marah. Dia tidak terima Dirga yang menyalahkannya sejauh ini hanya karena beberapa menit dia tidak berada di pesta. Dirga sendiri bagaimana? Bukankah dia sibuk bersama dengan wanita lain saat Vanessa di pesta.
“Karena itu aku benci wanita sepertimu, sikapmu benar-benar tidak dewasa sama sekali.” Kata Dirga melanjutkan.
Vanessa hanya bisa terdiam. Dia tidak terima dirinya dianggap tidak dewasa. Lalu sikap Dirga selama ini kepada dirinya apakah bisa dianggap sebagai suatu sikap yang dewasa?
“Tunggu Dirga!” Bintang langsung menyela perkataan Dirga. Dia maju ke depan Vanessa.
“Jangan salahkan dia, akulah yang membawanya keluar pesta karena melihat dirinya kebingungan.” Kata Bintang.
“Jangan membelanya Bintang, kamu tidak pernah berubah dari dulu. Selalu membelanya padahal dia memang tidak dewasa.” Kata Dirga.
“Dirga…, Bintang…, Jangan melakukan keributan di pesta milikku.”
Seorang kakek tua berusia sekitar enampuluhan mendekati mereka. Wajahnya tegas dan berwibawa. Semua orang di pesta menaruh hormat padanya. Dia adalah pemilik dari Sastranegara Grup, Tuan Brama Sastranegara.
“Dirga…, Bintang…, Jangan melakukan keributan di pesta milikku.” Ucap Brama Sastranegara.Mendengar ucapan tersebut semua yang ada di pesta terdiam. Terlihat sikap hormat dan segan terhadap pria tua tersebut. Rambutnya yang putih tidak menghilangkan kesan wibawa yang ada padanya. Dia adalah aktor dibalik berdirinya Sastranegara Grup yang tersohor di seluruh penjuru negeri. Siapapun tahu, para aktor, artis dan penyanyi yang berada di bawah label manajemen grupnya pasti akan sukses dan terkenal.Dirga yang biasanya bersikap angkuh mendadak diam, demikian pula dengan Bintang. Meskipun tadi sikap mereka terlihat berani membuat keributan di pesta, namun ketika sang kakek datang terlihat nyali mereka yang menciut. Vanessa yang memahami hal tersebut ikut menciut juga. Bagaimanapun dialah tokoh utama permasalahan pertengkaran mereka berdua.“Matilah aku.” Batin Vanessa.Dari kejauhan terlihat Brama yang semakin me
“Mengapa kamu membiarkan tunanganmu sendirian di pesta?” Tanya Brama dengan wajah serius.Dirga masih berdiri mematung. Sambil melihat dengan tatapan kesal kepada Vanessa dia menghembuskan nafas lelah terlebih dahulu. Kemudian memandang lurus kepada kakeknya.“Dia sudah besar, bisa mengurus dirinya sendiri.” Jawab Dirga dingin.Vanessa hanya bisa terdiam. Dia kesal mendengar jawaban Dirga, ada sedikit rasa harap dari dirinya tentang Dirga. Harapan bahwa Dirga akan berkata maaf atau menyesali perbuatannya. Namun yang keluar hanya kata-kata dingin yang menusuk hati. Sekali lagi Vanessa teringat dengan perkataan Dirga yang bilang kalau dia tidak mencintai Vanessa. Apa yang bisa diharapkannya?“Itu betul, tapi tidak sepatutnya kamu mendiamkannya seperti ini Dirga. Kalian sudah bertunangan." Kata Brama sambil memegang kepalanya dan menghembuskan nafas lelah.“Itu betul.” Jawab Dirga.“Perlakuk
Vanessa terbangun dari mimpinya. Sekali lagi nama Hana terngiang dalam mimpinya. Siapa sebenarnya Hana? Mengapa dua kali datang ke mimpinya? Kemudian mengapa kejadian di mimpi tersebut terasa nyata. Bahkan aroma kopi di café terasa sangat familiar baginya.Hari itu dia bertekad akan mencari tahu siapa sebenarnya Hana. Siapa sebenarnya dirinya serta apa hubungannya dengan Hana. Tidak lama seseorang mengetuk pintu kamarnya.Tok..tok…tok…“Siapa?” Tanya Vanessa.Pintu dibuka, seorang wanita tua masuk ke dalam kamarnya. Wanita tersebut terlihat elegan dengan kacamata kecilnya. Mengenakan pakaian rapi lengkap dengan jas kerja.“Halo Vanessa, saya dengar anda kehilangan ingatan anda. Saya ke sini atas perintah Pa Bimo.” Ucap wanita tersebut.Vanessa yang masih terduduk di kasur tidur serta mengenakan piama tidak tahu harus merespon bagaimana. Pasalnya dia merasakan aura diskriminatif dan menjengkelkan d
Vanessa masih terduduk di ranjang rumah sakit tempat dia siuman pertama kali. Dia ingat siapa dirinya, dari mana asalnya serta semua memori yang pernah dijalaninya. Ketika siuman beberapa hari yang lalu dia senang karena terbangun sebagai seorang putri kaya raya serta memiliki tunangan tampan. Namun semua itu sirna ketika memorinya kembali.Dia bukanlah Vanessa. Dirinya yang asli adalah Hana. Seorang gadis yatim piatu yang tidak mampu untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi karena terhalang biaya. Hana bekerja sebagai pegawai di kedai kopi percis seperti mimpinya. Karena berasal dari golongan kurang mampu dia kerap kali mendapat perlakuan tidak baik semenjak masa sekolah. Bahkan di tempat kerjanya pun dia kerap mendapat perlakuan tidak baik.Dia pun masih tidak mengerti mengapa dia diperlakukan demikian. Apakah karena dia tidak memiliki uang membuat orang-orang dengan mudahnya memperlakukannya jauh dari kata manusiawi? Bahkan sahabat yang dia percaya memin
“Apa kamu gila?” Ucap Dirga.Hana menggeleng. Dia merasa alasannya masuk akal. Jika memang Dirga tidak mencintai Vanessa ya sudahi saja. Memangnya dia dalam novel? Tentu saja tidak.Dirga memegang kepalanya.“Apa kamu tahu jika pertunangan kita dibatalkan akan menyebabkan perusahaanmu dan aku mengalami kesulitan?” Tanya Dirga.Hana menggeleng. Dia tidak berfikir sejauh itu. Rupanya kisah cinta orang kaya sangatlah rumit. Seharusnya dia tetap menjadi Hana yang biasa, walaupun beban hidupnya sulit.“Perusahaanku bergerak di bidang entertainment, menghasilkan artis dan aktor terbaik setiap tahunnya. Sementara perusahaan milik keluargamu bergerak di bidang media, baik cetak ataupun elektronik. Apa sampai di sini kamu menangkap perkataanku?” Kata Dirga sambil memastikan.Hana mengangguk.“Tidak hanya karena kakek kita berdua berteman, tetapi karena kedua perusahaan saling membutuhkan satu sama lain
“Duduklah Dirga. Tidak usah tegang seperti itu.” Kata Brama.Dirga duduk di sofa yang tersedia. Brama bangkit dari kursi kerja menuju sofa di sebrang Dirga. Wajah Dirga nampak kaku. Dia berharap kakek tidak akan keterlaluan memarahinya. Dia kesal dengan sifat Vanessa yang ceroboh. Kejadian dia tercebur di kolam saja belum lama. Tetapi hari ini ada kabar bahwa dia mengalami kecelakaan kedua. Sebetulnya apa yang dipikiran Vanessa. Jika memang dia ingin berenang di rumahnya tersedia kolam, tidak harus memaksakan di kolam kotor sembarangan.“Bagaimana harimu?” Tanya Brama.“Baik seperti biasa.” Kata Dirga.“Aku dengan Vanessa mengalami kecelakaan lagi. Apakah itu benar?” Tanya Brama.Dirga menelan ludah. Ternyata apa yang dipikirkannya tepat. Brama menanyakan kabar perihal Vanessa.“Benar.” Jawab Dirga singkat.“Aku tahu kamu merasa terpaksa ketika aku meminta kamu untuk be
“Kenapa namaku tidak boleh disebut Bintang?” Tanya Dirga.Hana dan Bintang terkejut. Orang yang dibicarakan ternyata ada di belakang mereka. Bagaimana bisa Dirga datang tanpa disadari oleh mereka berdua.“Seumurmu masih haruskah diberitahu?” Tanya Bintang.Mendadak ruangan menjadi panas. Hana yang panik takut mereka berdua bertengkar akhirnya mencoba untuk mencairkan suasana. Baru kali ini dia harus bertemu dengan Bintang dan Dirga secara bersamaan.“Sebentar, bagaimana bisa kamu masuk ke sini?” Tanya Hana.“Aku?” Tanya Dirga.“Tentu saja, siapa lagi yang aku tanya.” Kata Hana.“Aku masuk tentu saja lewat pintu Vanessa. Aku heran mengapa kamu tidak tahu.” Kata Dirga.Hana menepuk pelipisnya. Dia heran sekali bagaimana bisa orang ini menjadi pimpinan perusahaan besar.“Maksudnya kami saja tidak sadar kamu bisa masuk ke rumahku.” Kata Hana.
“Apa kamu benar-benar Vanessa?” Tanya Bintang.Hana mematung. Dia kaget dengan perkataan Bintang. Tapi dia mencoba mencari cara agar Bintang tidak semakin curiga. Dia ingat perkataan Silvia apa yang akan terjadi padanya jika ada yang tau dia bukanlah Vanessa sebenarnya.“Tentu saja.” Jawab Hana. Dia berusaha tersenyum senatural mungkin, agar Bintang tidak semakin mencurigainya.Bintang kemudian melihat hasil masakan Vanessa. Dia tahu seumur hidup teman kecilnya ini tidak bisa masak. Diantara mereka bertiga Dirga lah yang bisa masak. Mengejutkan bukan seorang Dirga yang menyebalkan ternyata jago memasak.“Bagaimana bisa Vanessa yang aku kenal sedari kecil langsung berubah?” Kata Bintang sambil menyilangkan lengannya.“Berubah maksudnya?” tanya Hana.“Vanessa yang aku kenal menyentuh dapur saja tidak pernah.” Kata Bintang.Hana menelan ludah. Dia harus mencari alasan paling log
"Tuan?"Dirga menengok ke arah Faisal. Dia sadar bahwa sedari tadi dia melamun. Parah sekali hari ini. Dia tidak bisa fokus sama sekali karena memikirkan Vanessa."Bisakah rapat dibatalkan? Sepertinya aku butuh angin segar," ucap Dirga.Faisal mengangguk. Dia pun sadar bahwa tuan mudanya sedang tidak dalam kondisi yang baik. "Saya akan urus pembatalan rapat hari ini. Kemudian saya akan membelikan beberapa obat jika memang anda memerlukannya."Tidak lama kemudian Faisal keluar. Menyisakan Dirga sendirian di sana. Dia kemudian kembali memikirkan Vanessa. Apakah benar bahwa orang yang ada di dalam rumah tunangannya itu adalah orang lain. Jika memang benar, mengapa Silvia diam saja? Malah seakan dia mengetahui hal ini lebih dibandingkan dengan Dirga sendiri."Ini membuatku gila! Lebih baik aku memastikannya saja!" usulnyaKring....Telepon di ruangannya berdering. Dia kemudian mengangkat telepon kantor yang terletak di mejanya tersebut. Terdengar suara wanita da
"Ayo!" teriak Vanessa.Mereka sedang berjalan melewati jalan setapak kecil. Abraham mengikutinya dari belakang."Vanessa, ini aneh sekali," ucap Abraham.Gadis itu menengok. "Aneh? Apanya yang aneh? Apakah kamu sepertiku yang belum pernah menemui tempat seperti ini?""Bukan-bukan," bantahnya. Abraham mendengar beberapa cerita dari Silvia tentang Vanessa. "Sifatmu benar-benar berkebalikan dengan apa yang dia ceritakan.""Siapa?" tanya Vanessa. Dia memasang wajah kebingungan."Silvia, asistenmu," ungkapnya. "Menurut Silvia kamu adalah gadis kaya raya pendiam dan anggun. Namun yang aku lihat benar-benar berbeda.""Oh itu," Vanessa memutar bola matanya. Jelas saja jika Vanessa yang dahulu terlihat berbeda. Dia sudah diajari tata krama dan sopan santun. Membuatnya terkekang penuh dengan aturan. "Anggap saja setelah bertukar tubuh aku memiliki kepribadian yang baru.""Yah meskipun kamu berbeda dari Hana. Tapi dia pun sama, kalian ben
"Bintang sayang!" Clarissa memanggil lembut putranya."Ya Bunda?" jawabnya.Mereka berdua sedang makan malam di sebuah rooftop restaurant bintang lima. Clarissa terlihat puas sekali. Dia merasa bahwa dunianya perlahan kembali berpihak kepadanya."Bagaimana di perusahaan kakek?" tanyanya.Bintang menghentikan makannya. Dia mengajak ibunya makan di sini sebagai bakti, bukan untuk membicarakan perihal perusahaan. "Baik."Clarissa melihat ada yang tidak beres dengan putranya. Dia memang sudah bukan artis lagi, namun dahulu dia adalah seorang artis terkenal. Dia tahu kebohongan yang tertera dalam benak Bintang. "Katakan sayang, apa yang sebenarnya terjadi. Kakek memberikanmu posisi sebagai salah satu pegawai di sana bukankah sebuah kepercayaan yang bagus. Kenapa kamu tidak antusias?""Kita sedang makan Bunda, aku hanya tidak ingin membicarakannya." Bintang meneruskan makan. Mencoba mengalihkan perhatian sang bunda.Clarissa tidak puas. Dia
"Kita naik lagi!" ucap Dirga."HAH!" Hana kaget dibuatnya. Pasalnya mereka sudah menaiki wahana tersebut sebanyak tiga kali. "Mau naik berapa kali lagi?""Entah, ini pertama kalinya aku menaiki wahana ini. Rasanya aneh, seluruh tubuhku bergetar, kita akan terus menaikinya berulang kali!" ucap Dirga.Hana memutar bola matanya. Niat untuk menjahili Dirga menjadi malapetaka untuknya. Dia tahu bahwa tuan muda itu belum pernah menaiki wahana rakyat biasa. Sayangnya dia benar-benar tidak menyangka bahwa Dirga malah kecanduan."Stop!" cegahnya. Hana tidak ingin naik wahana tersebut hingga keempat kalinya. Perutnya sudah melilit. Dia lapar, jika naik lagi dijamin seluruh isi perutnya akan meloncat keluar. "Lebih baik kita cari makan.""Baiklah, restauran mana yang akan kita tuju?" tanya Dirga.Hana tertawa. Dia tahu ini saatnya menjahili Dirga. "Kita tidak akan ke restauran wahai Tuan Muda CEO."Dirga terlihat kaget. Dia menatap tajam Hana. "
"Apa yang bisa kamu tawarkan? Jika aku membantumu kembali ke tubuhmu yang semula?"Vanessa sedikit terkejut mendengar respon dari Abraham. Benar juga, seseorang pasti akan membantu jika memang ada hal yang bisa dia berikan. Gadis itu berfikir sejenak. "Apa yang kamu mau?"Abraham tersenyum melihat Vanessa yang menawarkan sesuatu. Kemudian dia mendekat dan membisikan sesuatu di telinga gadis itu. Vanessa mengangguk-angguk. Dia setuju dengan tawaran yang diberikan oleh Abraham.***"Vanessa? Kita sudah sampai!" ucap Abraham.Lelaki itu mengguncang tubuh Vanessa dengan lembut. Ternyata dia tidak sengaja tertidur. Di depan matanya terlihat jalan setapak dari tanah. Dia sempat ragu sejenak."Gimana? Mau melanjutkan?" tanya Abraham.Vanessa kemudian membuka sabuk pengamannya. Dia turun dari mobil. Diikuti oleh Abraham, mereka melakukan persiapan untuk menurunkan beberapa barang. Dari mulai ransel, peralatan memasak yang biasa dilakukan saat
"Apa kamu percaya kalau aku bukan Hana?" tanya Vanessa.Abraham masih duduk diam. Matanya menerawang seperti memindai pikiran Vanessa saat itu. Gadis itu menunggu jawaban. Akhirnya Abraham memejamkan mata sambil berkata, "tidak!""Bagaimana kalau itu adalah kenyataannya?" tanya Vanessa. Dia mencondongkan tubuhnya ke depan. Sehingga dirinya menyentuh meja makan."Aku tidak percaya hal semacam ini Hana," ucap Abraham. Dia menyenderkan badan ke kursi di belakangnya. "Aku lebih percaya jika kamu memang kehilangan ingatan seperti halnya kata perawat di Rumah Sakit."Vanessa mengangguk. Memang tidak masuk akal jika dipikirkan. Dia yakin, dia bukan hilang ingatan. Tepat sebelum dia berpindah tubuh, Vanessa mengingat bahwa dia jatuh ke air. Dia kemudian terdiam cukup lama. Dia memikirkan apa penyebab dirinya masuk ke dalam air. Vanessa memegang kepalanya. Mencoba untuk mengingat-ingat.Abraham melihat gadis di depannya berperilaku aneh. Dia langsung mencon
"JANGAN BERCANDA YA!"Vanessa terlihat marah. Dia hampir saja mau melawan petugas sampai akhirnya dia melihat pantulan dirinya di kaca sebelah pintu masuk hotel. Tanpa memperdulikan orang-orang, dia mulai menyentuh dirinya sendiri. "Siapa ini? Bagaimana bisa aku?"Dia kemudian menyentuh bahu penjaga. "Kenapa? Kenapa wajahku jadi begini?"Petugas penjaga itu mendorong Vanessa sekuat tenaga. Dia menatap Vanessa dengan jijik. "Orang Gila!"Vanessa yang jatuh terduduk hanya bisa diam. Pikirannya kacau. Dia benar-benar masih tidak menyangka jika dirinya berubah wujud. "Gamungkin! Bagaimana bisa wajahku berubah sedrastis ini?"Dari belakang Vanessa seseorang berdiri. Dia adalah Abraham. Dia menepuk bahu Vanessa kemudian berbisik padanya. "Kita pergi! Aku tidak tahu kamu kenapa tapi aku akan berusaha untuk menolongmu."***Abraham membawa Vanessa ke kosan milik Hana. Vanessa yang merasa asing enggan memasuki tempat itu. "Apa-apaan tempat kum
Vanessa terlihat kesal. Menurutnya orang asing tadi sangat tidak sopan. Apa dia tidak tahu siapa dirinya? Dia adalah Vanessa Raksawijaya, putri konglomerat kaya yang terkenal di negara ini. Dia juga seorang novelis terkenal. Bisa-bisanya berlagak so kenal seperti itu.Setelah cukup tenang, Vanessa kembali memperhatikan sekeliling. Matanya langsung menyipit. "Apa-apaan kamar sekecil ini! Bisa-bisanya aku ditempatkan di kamar ini? Apa silvia tidak mengurus kamarku dengan benar?"Dia melihat kalender yang terpajang di dinding rumah sakit. Matanya melebar, mulutnya langsung terbuka. "Astaga! Tanggal berapa ini? Hari ini adalah hari penting. Aku harus menghadiri pesta."Vanessa segera bergegas. Dia berniat untuk keluar dan mencari orang-orang yang dikenalnya. Dia menemukan jaket lusuh di kursi. Alisnya terangkat. 'Masa sih cuman ada pakaian seperti ini? Tapi gamasalah deh daripada pake baju rumah sakit.'Diambilnya jaket tersebut, kemudian dikenakannya. Dia me
"Kamu sudah siap?" tanya Abraham.Vanessa mengangguk. "Aku siap! Ayo kita pergi."Bintang masih berdiri di depan pintu kamar Vanessa. Ini adalah hari terakhir mereka di Villa. Matanya terlihat sedih. Jelas sekali Bintang tidak rela jika Vanessa harus bepergian jauh. Dia kemudian mendekati gadis itu. "Vanes! Lebih baik kita jelaskan kepada ayahmu bahwa kamu bertukar tubuh tanpa sengaja! Aku bisa mencoba menjelaskan."Vanessa menggeleng. "Ayolah Bintang! Ini benar-benar menarik kamu tahu? Aku seorang nona besar yang terbiasa hidup menyenangkan harus berpetualang untuk bisa kembali ke tubuh asalku! Ini bisa menjadi novel yang menarik.""Keselamatanmu Vanessa! Lagipula bagaimana aku bisa mempercayakan kamu kepada lelaki asing itu?" Bintang menunjuk Abraham.Abraham sendiri hanya nyengir saja melihat ulah Bintang. Dia melihat jelas bagaimana perasaan yang dimiliki Bintang. "Silahkan kalian berbicara dulu. Kalau kamu sudah siap panggil aku." Abraham kemu