“Anda tidak apa-apa?” tanya Silvia. Dia melihat wajah nona mudanya yang begitu pucat.
“Aku baik-baik saja,” jawabnya.
“Perlukah kita panggilkan pengacara? Atau ditelusuri?”
“Tidak!” serbu Hana.
“Lalu?” Dirga menatap wajah sekretarisnya tersebut dengan bingung.“Bukankah ini sedikit aneh?” tanya Faisal. Dia menyerahkan catatan tentang link website tersebut.“Hmm, sepertinya tidak,” bantah Dirga. “Itu pasti Vanessa. Tidak ada yang aneh”.Faisal lama menatap atasannya tersebut. “Baiklah kalau begitu”.“Lebih baik siapkan semua keperluan untuk liburan nanti,” ucap Dirga. “Jangan lupa Tania adalah pionir perusahaan. Berikan dia yang terbaik”.Faisal mengangguk, kemudian dia pamit. Dirga memperhatikan kertas yang ditunjukan asistennya itu. Sejenak dia berfikir untuk melihatnya, namun akhirnya dia memilih untuk meletakan kembali di meja. Dia sangat yakin itu hanya cara Vanessa yang kekanak-kanakan untuk mencari perhatian orang lain.Dirga mengenal Vanessa sedari kecil. Dahulu dia, Bintang dan Vanessa selalu bersama-sama. Namun semua berubah saat keluarga B
“Vanessa!” panggil Bimo. Hana langsung melirik ke arah sumber suara. “Betulkah kamu akan mengunjungi sebuah panti asuhan siang nanti?”Hana mengangguk. “Aku ingin melakukan suatu kegiatan sosial.”“Kamu benar-benar berhati emas seperti ibumu,” ucap Bimo. “Namun kenapa kamu mengajak Bintang? Bahkan Silvia akhirnya tidak ikut?”Gadis itu mengigit bibirnya. Dia memikirkan sejuta alasan agar Bimo tidak menaruh curiga. “Bintang akan membuat film terbaru di sana. Dia sekalian mengunjungi lokasi survei.”“Ahhhh..., film yang katanya mengambil dari naskah novelmu bukan?” Bimo terlihat begitu antusias. “Aku bersyukur hubungan kalian bertiga sudah baik-baik saja.”“Eh?” Hana memicingkan matanya. “Maksudnya?”“Dahulu sebelum kamu mengalami kecelakaan, kamu sempat menangis di kamar.” Cerita Bimo. “Kamu bilang bahwa hu
“Anda ibunda Dirga bukan?” tanya Bintang.Mendengar nama Dirga disebutkan, mata Hera melebar. Wajahnya berubah menjadi pucat pasi. “Kau!” hanya itulah kata-kata yang terdengar.Respati yang khawatir dengan keadaan Hera langsung mendekat. “Bunda tidak apa-apa?”“Keluar!!!”Teriakan Hera membuat Hana terkejut. Selama bertahun-tahun diasuh oleh Hera, tidak pernah sekalipun wanita yang dia sebut bunda tersebut membentak. Tidak hanya itu baru kali ini Hana melihat wajah Hera yang kalut.“Kubilang keluar!!”Sekali lagi Hera berteriak. Bintang yang melihat hal tersebut langsung menarik lengan Hana. “Ayo!”Awalnya Hana menolak. Dia ingin berada di dekat Hera. Dia ingin mengetahui tentang semuanya. Termasuk mengkonfirmasi, betulkan jika Hera merupakan ibunda dari Dirga?Namun Bintang menariknya dengan kencang, “Vanessa! Ingat siapa dirimu sekarang.”
"Clara!" pekik Hana. Wanita bernama Clara itu mendekatinya perlahan. Dia adalah salah satu pelayan cafe di tempat kerja Hana. Dia diapit oleh dua temannya yang lain. Hana sadar mereka bertiga tidak menyukainya. Hana melangkah mundur. Dia merasa firasat tidak baik di sana. Namun dia mencoba tetap tenang. Lagipula selama ini Clara belum pernah melakukan hal buruk terhadapnya. "Ada apa?" suara Hana bergetar. Clara melangkah dengan senyum mengejek. Setelah sampai beberapa centimeter di depan Hana, tangannya langsung mencengkram rambut panjang Hana. "Awwww!" pekiknya. "Apa yang kamu lakukan?" Rambut Hana ditarik. Kemudian terdengar tawa mengejek dari kedua temannya. Clara masih memperhatikannya. "Aku udah sering bilang, jauhi Andreas!" Hana ingin menangis, pasalnya rambutnya ditarik dengan kencang. "Tolong lepaskan!" "Dasar wanita penggoda! Miskin! Yatim piatu!" ucapnya. Ucapan itu terasa menusuk. Memang benar, Hana da
Pupil Hana melebar. Dia mencoba menahan Amarah. Pasalnya Clara berkata tentang kematiannya sambil tersenyum. Ketika awal dia masuk dihantui rasa takut, kini perasaan itu berubah. Tanpa sadar dia berdiri dari kursinya sambil menunjuk teman lamanya tersebut. "KAU!"Bintang yang memperhatikan kejadian langsung mencoba menanangkan Hana. "Vanessa, sabar."Tingkah mereka kemudian menjadi sorotan pelanggan yang lain. Clara yang melihatnya juga heran. "Anda siapanya Hana? Kenapa marah?""Dia kerabat kami," ucap Bintang.Alis Clara terangkat satu. Informasi tersebut tentu saja membuatnya heran. "Hana adalah gadis yatim piatu. Dia tidak memiliki kerabat. Tidak mungkin jika kalian kerabatnya. Terlebih-!" Dia menghentikan perkataannya. Dalam hatinya dia menolak jika memang Hana memiliki hubungan dengan Bintang. Tidak mungkin gadis seperti dia memiliki kerabat orang terkenal."Kami harus pergi!" Bintang kemudian menarik tangan Hana. Dia sadar apa yang dilakukan
"Vanessa bangun!"Gadis itu membuka matanya. Rupanya dia sudah berada di kamar. Rasanya dia tertidur di mobil Bintang. Namun kini pemandangan kamarnya yang terlihat. Dia melihat ayahnya berdiri di samping. Kemudian dia bertanya, "Bintang kemana?""Bintang mengantarmu pulang, membopongmu ke kamar kemudian langsung pergi. Katanya kesepakatan kemaren gagal karena pemiliknya tidak di rumah? Bagaimana jika ayahmu ini saja yang berkunjung ke sana?" tanya Bimo. Terllihat garis wajahnya yang khawatir.Hana menggeleng. "Tidak usah kok. Nanti aku ke sana lagi.""Baiklah. Lalu ada hal yang ingin aku bicarakan na," ucapnya. Hana bisa melihat pria tua di depannya menatap dengan serius."Apa memangnya?" tanya Hana.Bimo terlihat ragu. Namun kasih sayangnya terlihat sangat jelas. Hana yakin semua berhubungan dengan hal terbaik untuk Vanessa. "Kamu yakin akan melanjutkan pertunanganmu dengan Dirga?"Hana sedikit terkejut. Dia awalnya berfikir ini han
Bintang sudah tiba di rumah Vanessa. Tentu saja Hana langsung mengabari perihal email tersebut. Dia melihat muka Hana yang terkejut dan takut di sana. Dengan rasa penasaran Bintang bertanya, "coba kulihat email tersebut."Hana langsung memberikan ponselnya. Sebuah email yang dialamatkan kepadanya langsung menyita perhatian Bintang. "Hana, dia mengirimkanmu pesan ke email siapa? Dirimu atas nama Hana atau Vanessa?""Ke alamat email official Vanessa," jawab Hana."Kalau begitu dia bisa siapa saja." Bintang memberikan ponsel itu kembali. "Jangan dibalas. Kita lihat apakah dia akan mengirimkan pesan kembali atau tidak."Gadis itu mempertimbangkan lagi, benar kata Bintang. Bisa saja itu hanyalah email iseng dari fans. Namun waktunya sangat pas sekali. Ketika tubuh Vanessa sedang dimasuki oleh orang lain. Dia kemudian teringat akan novel online atas nama Vanessa. Entah kenapa, dia merasa Vanessa masih hidup."Apa yang kamu pikirkan?" tanya Bintang. Dia m
Tok.. tok.. tokPintu kamar hotel dibuka. Faisal masuk ke ruangan Dirga. Terlihat dia sedang berada di depan laptop melihat beberapa file dan berkas yang ada di sana. Faisal segera masuk ke ruangan kemudian menyodorkan sebuah berkas.Dirga yang melihatnya langsung menggambil berkas tersebut. "Apa ini?""Tunangan anda," ucap Faisal singkat."Vanessa? Kenapa dia? Tercebur ke kolam lagi?" tanya Dirga.Faisal menggeleng. "Lebih baik anda melihatnya sendiri."Dirga membuka berkas tersebut. Dia menemukan beberapa buah foto. Di sana terlihat Vanessa dan Bintang sedang berada di beberapa lokasi. "Kemana dia? Kenapa mereka bersama?""Mereka memang sering bersama akhir-akhir ini. Ada yang bilang mereka sedang menyusun projek film terbaru. Namun nampaknya tidak seperti itu. Mereka lebih terlihat seperti sedang berlibur bersama," jelas Faisal.Dirga kembali melihat foto tersebut berulang kali. Entah mengapa hatinya kesal. Bukankah Bintang
"Tuan?"Dirga menengok ke arah Faisal. Dia sadar bahwa sedari tadi dia melamun. Parah sekali hari ini. Dia tidak bisa fokus sama sekali karena memikirkan Vanessa."Bisakah rapat dibatalkan? Sepertinya aku butuh angin segar," ucap Dirga.Faisal mengangguk. Dia pun sadar bahwa tuan mudanya sedang tidak dalam kondisi yang baik. "Saya akan urus pembatalan rapat hari ini. Kemudian saya akan membelikan beberapa obat jika memang anda memerlukannya."Tidak lama kemudian Faisal keluar. Menyisakan Dirga sendirian di sana. Dia kemudian kembali memikirkan Vanessa. Apakah benar bahwa orang yang ada di dalam rumah tunangannya itu adalah orang lain. Jika memang benar, mengapa Silvia diam saja? Malah seakan dia mengetahui hal ini lebih dibandingkan dengan Dirga sendiri."Ini membuatku gila! Lebih baik aku memastikannya saja!" usulnyaKring....Telepon di ruangannya berdering. Dia kemudian mengangkat telepon kantor yang terletak di mejanya tersebut. Terdengar suara wanita da
"Ayo!" teriak Vanessa.Mereka sedang berjalan melewati jalan setapak kecil. Abraham mengikutinya dari belakang."Vanessa, ini aneh sekali," ucap Abraham.Gadis itu menengok. "Aneh? Apanya yang aneh? Apakah kamu sepertiku yang belum pernah menemui tempat seperti ini?""Bukan-bukan," bantahnya. Abraham mendengar beberapa cerita dari Silvia tentang Vanessa. "Sifatmu benar-benar berkebalikan dengan apa yang dia ceritakan.""Siapa?" tanya Vanessa. Dia memasang wajah kebingungan."Silvia, asistenmu," ungkapnya. "Menurut Silvia kamu adalah gadis kaya raya pendiam dan anggun. Namun yang aku lihat benar-benar berbeda.""Oh itu," Vanessa memutar bola matanya. Jelas saja jika Vanessa yang dahulu terlihat berbeda. Dia sudah diajari tata krama dan sopan santun. Membuatnya terkekang penuh dengan aturan. "Anggap saja setelah bertukar tubuh aku memiliki kepribadian yang baru.""Yah meskipun kamu berbeda dari Hana. Tapi dia pun sama, kalian ben
"Bintang sayang!" Clarissa memanggil lembut putranya."Ya Bunda?" jawabnya.Mereka berdua sedang makan malam di sebuah rooftop restaurant bintang lima. Clarissa terlihat puas sekali. Dia merasa bahwa dunianya perlahan kembali berpihak kepadanya."Bagaimana di perusahaan kakek?" tanyanya.Bintang menghentikan makannya. Dia mengajak ibunya makan di sini sebagai bakti, bukan untuk membicarakan perihal perusahaan. "Baik."Clarissa melihat ada yang tidak beres dengan putranya. Dia memang sudah bukan artis lagi, namun dahulu dia adalah seorang artis terkenal. Dia tahu kebohongan yang tertera dalam benak Bintang. "Katakan sayang, apa yang sebenarnya terjadi. Kakek memberikanmu posisi sebagai salah satu pegawai di sana bukankah sebuah kepercayaan yang bagus. Kenapa kamu tidak antusias?""Kita sedang makan Bunda, aku hanya tidak ingin membicarakannya." Bintang meneruskan makan. Mencoba mengalihkan perhatian sang bunda.Clarissa tidak puas. Dia
"Kita naik lagi!" ucap Dirga."HAH!" Hana kaget dibuatnya. Pasalnya mereka sudah menaiki wahana tersebut sebanyak tiga kali. "Mau naik berapa kali lagi?""Entah, ini pertama kalinya aku menaiki wahana ini. Rasanya aneh, seluruh tubuhku bergetar, kita akan terus menaikinya berulang kali!" ucap Dirga.Hana memutar bola matanya. Niat untuk menjahili Dirga menjadi malapetaka untuknya. Dia tahu bahwa tuan muda itu belum pernah menaiki wahana rakyat biasa. Sayangnya dia benar-benar tidak menyangka bahwa Dirga malah kecanduan."Stop!" cegahnya. Hana tidak ingin naik wahana tersebut hingga keempat kalinya. Perutnya sudah melilit. Dia lapar, jika naik lagi dijamin seluruh isi perutnya akan meloncat keluar. "Lebih baik kita cari makan.""Baiklah, restauran mana yang akan kita tuju?" tanya Dirga.Hana tertawa. Dia tahu ini saatnya menjahili Dirga. "Kita tidak akan ke restauran wahai Tuan Muda CEO."Dirga terlihat kaget. Dia menatap tajam Hana. "
"Apa yang bisa kamu tawarkan? Jika aku membantumu kembali ke tubuhmu yang semula?"Vanessa sedikit terkejut mendengar respon dari Abraham. Benar juga, seseorang pasti akan membantu jika memang ada hal yang bisa dia berikan. Gadis itu berfikir sejenak. "Apa yang kamu mau?"Abraham tersenyum melihat Vanessa yang menawarkan sesuatu. Kemudian dia mendekat dan membisikan sesuatu di telinga gadis itu. Vanessa mengangguk-angguk. Dia setuju dengan tawaran yang diberikan oleh Abraham.***"Vanessa? Kita sudah sampai!" ucap Abraham.Lelaki itu mengguncang tubuh Vanessa dengan lembut. Ternyata dia tidak sengaja tertidur. Di depan matanya terlihat jalan setapak dari tanah. Dia sempat ragu sejenak."Gimana? Mau melanjutkan?" tanya Abraham.Vanessa kemudian membuka sabuk pengamannya. Dia turun dari mobil. Diikuti oleh Abraham, mereka melakukan persiapan untuk menurunkan beberapa barang. Dari mulai ransel, peralatan memasak yang biasa dilakukan saat
"Apa kamu percaya kalau aku bukan Hana?" tanya Vanessa.Abraham masih duduk diam. Matanya menerawang seperti memindai pikiran Vanessa saat itu. Gadis itu menunggu jawaban. Akhirnya Abraham memejamkan mata sambil berkata, "tidak!""Bagaimana kalau itu adalah kenyataannya?" tanya Vanessa. Dia mencondongkan tubuhnya ke depan. Sehingga dirinya menyentuh meja makan."Aku tidak percaya hal semacam ini Hana," ucap Abraham. Dia menyenderkan badan ke kursi di belakangnya. "Aku lebih percaya jika kamu memang kehilangan ingatan seperti halnya kata perawat di Rumah Sakit."Vanessa mengangguk. Memang tidak masuk akal jika dipikirkan. Dia yakin, dia bukan hilang ingatan. Tepat sebelum dia berpindah tubuh, Vanessa mengingat bahwa dia jatuh ke air. Dia kemudian terdiam cukup lama. Dia memikirkan apa penyebab dirinya masuk ke dalam air. Vanessa memegang kepalanya. Mencoba untuk mengingat-ingat.Abraham melihat gadis di depannya berperilaku aneh. Dia langsung mencon
"JANGAN BERCANDA YA!"Vanessa terlihat marah. Dia hampir saja mau melawan petugas sampai akhirnya dia melihat pantulan dirinya di kaca sebelah pintu masuk hotel. Tanpa memperdulikan orang-orang, dia mulai menyentuh dirinya sendiri. "Siapa ini? Bagaimana bisa aku?"Dia kemudian menyentuh bahu penjaga. "Kenapa? Kenapa wajahku jadi begini?"Petugas penjaga itu mendorong Vanessa sekuat tenaga. Dia menatap Vanessa dengan jijik. "Orang Gila!"Vanessa yang jatuh terduduk hanya bisa diam. Pikirannya kacau. Dia benar-benar masih tidak menyangka jika dirinya berubah wujud. "Gamungkin! Bagaimana bisa wajahku berubah sedrastis ini?"Dari belakang Vanessa seseorang berdiri. Dia adalah Abraham. Dia menepuk bahu Vanessa kemudian berbisik padanya. "Kita pergi! Aku tidak tahu kamu kenapa tapi aku akan berusaha untuk menolongmu."***Abraham membawa Vanessa ke kosan milik Hana. Vanessa yang merasa asing enggan memasuki tempat itu. "Apa-apaan tempat kum
Vanessa terlihat kesal. Menurutnya orang asing tadi sangat tidak sopan. Apa dia tidak tahu siapa dirinya? Dia adalah Vanessa Raksawijaya, putri konglomerat kaya yang terkenal di negara ini. Dia juga seorang novelis terkenal. Bisa-bisanya berlagak so kenal seperti itu.Setelah cukup tenang, Vanessa kembali memperhatikan sekeliling. Matanya langsung menyipit. "Apa-apaan kamar sekecil ini! Bisa-bisanya aku ditempatkan di kamar ini? Apa silvia tidak mengurus kamarku dengan benar?"Dia melihat kalender yang terpajang di dinding rumah sakit. Matanya melebar, mulutnya langsung terbuka. "Astaga! Tanggal berapa ini? Hari ini adalah hari penting. Aku harus menghadiri pesta."Vanessa segera bergegas. Dia berniat untuk keluar dan mencari orang-orang yang dikenalnya. Dia menemukan jaket lusuh di kursi. Alisnya terangkat. 'Masa sih cuman ada pakaian seperti ini? Tapi gamasalah deh daripada pake baju rumah sakit.'Diambilnya jaket tersebut, kemudian dikenakannya. Dia me
"Kamu sudah siap?" tanya Abraham.Vanessa mengangguk. "Aku siap! Ayo kita pergi."Bintang masih berdiri di depan pintu kamar Vanessa. Ini adalah hari terakhir mereka di Villa. Matanya terlihat sedih. Jelas sekali Bintang tidak rela jika Vanessa harus bepergian jauh. Dia kemudian mendekati gadis itu. "Vanes! Lebih baik kita jelaskan kepada ayahmu bahwa kamu bertukar tubuh tanpa sengaja! Aku bisa mencoba menjelaskan."Vanessa menggeleng. "Ayolah Bintang! Ini benar-benar menarik kamu tahu? Aku seorang nona besar yang terbiasa hidup menyenangkan harus berpetualang untuk bisa kembali ke tubuh asalku! Ini bisa menjadi novel yang menarik.""Keselamatanmu Vanessa! Lagipula bagaimana aku bisa mempercayakan kamu kepada lelaki asing itu?" Bintang menunjuk Abraham.Abraham sendiri hanya nyengir saja melihat ulah Bintang. Dia melihat jelas bagaimana perasaan yang dimiliki Bintang. "Silahkan kalian berbicara dulu. Kalau kamu sudah siap panggil aku." Abraham kemu