“Lu, akhirnya kau bangun,” pekikan kencang Lee samar-samar kudengar.
Perlahan kedua mataku terbuka sempurna setelah beberapa detik mengerjap. Dengan perasaan yang tak bisa di deskripsikan dan ditambah lagi rasa pening pada kepala bagian samping. Lengkap sudah rasa sakit yang kurasa.“Shh, dimana ini Lee?” tanyaku dengan suara serak dan dahi yang bergerut bingung.Tubuhku yang semulanya bergerak ingin bersandar pada ranjang langsung ditahannya, membuat tubuhku dengan sangat terpaksa kembali berbaring di ranjang kecil dan bantal yang kurasakan empuknya.
“Kau ada di klinik dekat pelatihan renang,” ujar Lee memberi tahu. Tangannya menodorkan segelas air putih, membantuku untuk meneguknya perlahan hingga air pada gelas bening itu tersisa setengah.“Kau selalu membuatku khawatir, tahu!” seru gadis itu cukup kencang setelah tangannya meletakan gelas pada nakas samping brangkar.
Aku terkekeh menanggapinya, sedikit meringis kala nyeri pada kepala kembali terasJalan takdir kan memang seperti itu, Tha. Kita sendiri kadang tak mengerti bagaimana alur dan cara menyelesaikannya. Bahkan, kapan dimulainya saja sulit untuk diri kita ketahui.Terlepas dari hal-hal berbau menyebalkan yang bisa saja merenggut apa yang ada di sekitar, bab kali ini lagi-lagi kupersembahkan untukmu. Juga untuk kisah kelabu kita yang belum sempat dirundingkan namanya.Namun, tak pernah terlintas hal-hal menyebalkan yang bisa saja mampir dalam siklus hidup, Tha. Mungkin karena sepenuhnya hidupku hanya berada dalam pusaran milikmu dan dunia pikiran. Terlepas dari dua hal itu, tidak kuanggap sebagai alur kehidupan.Juga kehadiran fanamu, manusia lain yang secara tak sengaja singgah dan merajut kenangan bersama denganku di dunia putih. Memang sempat menyesal bisa berada di awang-awang dunia lain, tetapi sekarang yang kuraskaan hanya sesal yang mendesak raga.Kini rasa sebal yang selalu menghampiri kala tubuhku terenggut begitu saja saat wakt
Aku terkekeh, merasa tak percaya akan kalimat tanya yang baru saja di lontarkan Athala. Lelucon macam apa ini?Apa dia anggap aku gadis kecil yang mudah sekali di bohongi?Demi apapun, lelucon yang baru saja dilontarkannya hanya kalimat singgat. Tetapi mengapa aku merasa lucu dan sesak sekaligus, tuhan?Tidak mungkin jika…,“Kau tidak mengenalku?” tanyaku hati-hati. Dalam hati, aku berharap Athala menjawabnya dengan kalimat menyenangkan yang bisa mengembalikan moodku yang kini meluruh karena ucapannya waktu lalu.“Tidak, aku tidak mengenalimu sama sekali. Maaf, mungkin kau salah orang,” ujarnya enteng dengan satu alis yang terangkat.Harapanku diluruhkannya begitu saja, tubuhku terkuai lemas, terjatuh di atas rerumputan hijau di dunia pikiran dengan padangan kosong menerawang, berniat memikirkan apa yang baru saja terjadi.Bagaimanaa raut wajah Athala yang serius, bola mata yang tak ada celah sedikitpun kebohongan, juga tubuh rileksnya yang tampak baik
Ujian Nasional datang, merasa tak ada yang perlu kukhawatirkan perihal hal ini. Mematangkan pikiran dan berusaha untuk tidak memikirkan hal lain yang bisa saja mengganggu konsentrasi mengerjakan soalku nantinya.Tha, aku tak bisa berbohong juga perihalmu. Untuk sekarang, satu-satunya cara agar tetap fokus dalam mengerjakan ujian selama satu minggu ini, hanya bergantung padamu. Sebisa mungkin menghindari keberadaanmu walau berada dalam dunia yang sama, dunia pikiran.Seperti sekarang ini, aku berjalan mengendap-ngendap berharap tak mendapati tubuh tegap Athala yang pasti berada di dunia pikiran ini.Aku menghela napas lega, tak ada yang perlu kukhawatirkan setelah berhasil melewati jalan panjang penuh kerikil untuk sampai di goa kecil yang ada di ujung dunia pikiran cukup luas ini.Aku menyandarkan tubuhku pada batu besar yang ada di dalam goa berukuran kecil ini, kedua kakiku kuluruskan dengan napas yang sedikit terengah-engah.Perjalanan awal hingga sampa
Ujian nasional tak membuat tubuhku memilih berhenti untuk berenang.Kini, bersama Joo dan Lee berada di dalam kolam renang dalam pemanasan.Sesekali wajah kami tampak di permukaan, menghirup udara sesekali sampai suara pluit mengudara.Joo lebih dulu naik ke atas permukaan, kemudian menarik Lee lebih dulu. Setelahnya, mereka menarikku dengan satu tangannya masing-masing.Kelas pagi hendak di mulai, memaksa seluruh manusia yang turut serta berukumpul di titik kumpul untuk mendengar pidato singkat dari sang pelatih.Begitupun diriku, Lee, dan Joo, mulai melangkahkan kaki dan langsung memposisikan tangan istirahat di tempat.Hampit lima belas jam mendengar Pak Yandi—pemilik gedung ini, berceloteh panjangg yang dikiranya singat. Cukup membosankan bagi semua murid, termasuk diriku."Joo, kau memakai mobil hari ini?" tanyaku dengan satu alis terangkat setelah kami dibubarkan untuk pemanasan personal.&
“Lu! Kau ini aku cari-cari sedari tadi. Dari mana saja kau?” Lee berlari kecil menuju ke arahku dengan dua buku yang ada dalam pelukannya.Aku meringis tidak enak, tatapan gadis itu kurang mengenakan. Lee memang sudah membertahukanku sebelumnya bila gadis itu sedang mengalami datang bulan.Mungkin itu salah satu sebab yang dimungkinkan perihal Joo mengiyakan permintaan aku dan Lee untuk pergi ke toko buku. Ah, laki-laki itu pasti tidak ingin membuat mood Lee berantakan hanya karena tolakannya.Aku menggaruk tengkuk belakang lebih dulu, “Aku tak sengaja ditabrak orang beberapa waktu lalu,” ujarku menjelaskan. Setidaknya berusaha agar raut wajah tak mengenakan yang masih terpancar pada wajah gadis itu sirna.Dua detik setelah penjelasan singkat itu terlontar dari mulutku, kedua mata Lee membola dengan sempurna. Gadis itu maju satu langkah, mendekat ke arahku kemudian meraih lengan ntanganku untuk diperiksanya walau sedikit kesusahan ka
Sudah saatnya, aku menikmati sensai tubuh yang biasa kurasakan kala terengut begitu saja memasuki dunia pitih. Mataku terpejam, menahan napas hingga merasa tubuhku kembali memijaki tanah penuh dengan rerumputan tebal.Aku mulai membuka mata, Kembali membuang napas untuk yang ketiga kalinya. Pertama, saat terenggut. Kedua, saat dalam perjalanan ke dunia pikiran. Dan ketiga dan yang baru saja, saat aku menapaki tanah di dunia pikiran.Aku mengedarkan pandangan, kembali seperti basanya seperti hari-hari sebelumnya, yakni mencari sosok tegap dengan balutan kemeja putih dan celana bahan yang biasa terduduk di atas kursi reot, letaknya tak jauh dari pohon beringin terbesar sekaligus pohon beringin paling tua di dunia pikiran.Senyumanku mengembang begitu saja, sejenak berniat melupakan lautan masalah dan resah yang menghantui beberapa waktu lalau saat belum benar-benar terenggut ke dalam dunia putih. Sungguh, sebenanrnya aku tak ingin menyembunyikan ratapan kesediha
Tak sadar, tangan kami berdua saling bertaut. Entah sedari kapan, yang jelas hal itu tak perlu kupusingkan sekarang.Tha, mau bagaimanapun akhirnya, kamu laki-laki yang berhasil merebut hati dari pemiliknya sendiri.Aku tak berusaha membual, karena kenyataannya memang hatiku ini tak lagi milik ragaku sendiri. Sepenuhnya terisi olehmu seiring berjalannnya waktu kita berdua di dunia pikiran."Apa masih jauh?" tanya Atahala yang setia berjalan di sampingku.Aku menoleh ke samping, tetapi dengan didetik berikutnya mengedarkan pandangan mengamati keadaan sekitaran dinia pikiran bagian timur yang masih familiar dalam indra penglihatan."Sebentar lagi sampai," ujarku meresponnya.Athala mengangguk-angguk, tak sadar pegangannya pada genggaman tanganku kian mengencang seiring langkah kakinya menapak maju di atas bebatuan kerikil yang dulunya sangat tidak kusukai saat lewat bersamanya menggunakan sepeda."Sudah sampai," ujarku padany
Langkah kakiku menyusuri jalanan panjang dengan alas paving segi lima di lapangan outdor sekolah. Mataku mengedar, menacari sosok Lee yang hampir bel ini belum menampakan diri. Apa yang terjadi dengan gadis itu?Aku mendudukan tubuhku pada bangku pajang yang tersedia di setiap ujung lapangan, menggerogoh mencari benda pipih berniat menghubungi gadis itu.Layarku menyala, menapakan deringan ponsel panggilan yang berati terhgubung dengan nama Lee yang tertera pada layar. Panggilan pertama tak dijawabnya, aku tak berpututs asa lantaran ponsel gadis itu aktif.“Halo, Lee,” ujarku kala mendapati panggilan teleponku dijawab Lee.Beberapa detik hening, setelahnya bunyi berisik yang kutebak berasal dari sepeda motor yang sedang berjalan dengaan kecepatan maksimal masuk ke dalam indra pendengar.“Joy, aku tidak masuk kesolah. Jadi jangan berharap mendapatiku dalam netramu hari ini,” ujarnya membertitahu seolah tahu bila diirku memanggilnya karena hal itu.