Ingat kalau kemarin Jane menanyakan perihal interior designer pada Maria?
Sore harinya teman yang sudah seperti saudara bagi Jane itu baru mengirim sebuah nomor kontak kepada Jane, mulur seharian, yang katanya 'nanti siang' justru berakhir sore-sore. Dan berhubung Jane ini memang tidak tau sopan santun, meski sudah sore pun, meski sudah tau kalau jam kerja sudah rampung, Jane tetap mengirimi chat kepada kontak itu.
Tidak langsung dibalas tentunya. Orang sibuk.
Keesokan paginya Jane baru mendapatkan balasan dari si interior designer itu. Dan tentunya, balasan pesan yang sangat singkat. Padahal Jane sudah bilang kalau ia teman Maria, yang mana seorang customer kelas atas, bukankah biasanya diperlakukan lebih ramah?
Pokoknya, melalui chat yang singkat itu Jane akhirnya berhasil membuat janji dengan sang interior designer itu, disebuah cafe yang memakan waktu lima belas menit dari rumahnya.
Maka bersama jasa ojek online akhirnya Jane sampai di cafe itu
Setelah pertemuan dengan Jay yang cukup menguras kesebalan, Jane memutuskan untuk tidak pulang, karena sudah terlanjur ada diluar ia menghubungi Maria dan meminta jemputan, ingin berkunjung kerumah ibu satu anak itu. Mengingat Jane juga sudah lama sekali tidak pergi kesana, bertemu ibu Maria dan juga bermain bersama Ares. Maria tentunya cukup mengangkat tangan memerintahkan supirnya untuk menjemput Jane. Karena ibu satu anak itu pastinya baru bangun dari tidur. Jane juga hanya tinggal duduk disupiri maka ia baik-baik saja. Juga cukup mengenal supir Maria yang sudah beberapa kali menjemputnya. Tidak lama, mungkin hanya memakan waktu sepuluh menit Jane akhirnya sampai di rumah besar milik Maria. Besar. Secara harfiah. Yang berarti sangat besar untuk ukuran rumah keluarga yang punya anggota berjumlah lima jiwa. Jane menganggukkan kepala satu kali sebagai tanda terima kasih kepada supir yang menjemputnya tadi, ia memasuki rumah Maria dan disambut
--Pagi dari hari yang lain telah datang. Tidak seperti hari-hari kemarin dimana Jane kebingungan harus melakukan apa, hari ini tepat setelah gadis itu membuka mata, Jane langsung tau apa yang akan ia lakukan. Olahraga rutin yang seminggu ini belum bisa dilakukan Jane, Jane berniat menunaikannya pagi ini. Jadi setelah membawa diri ke kamar mandi untuk membersihkan wajah dari sisa mimpi tadi malam, Jane berganti dengan setelan olahraga yang ia punya di lemari besar miliknya. Memakai sneakers berwarna putih dan membawa dirinya untuk menuruni tangga. Jane tak perlu repot-repot membangunkan Serin untuk ikut dengannya karena dari sejak jaman dulu pun, Serin bukan penikmat sport seperti Jane, sebenarnya Jane juga bukan penikmat sport, Jane cuma salah satu dari ribuan orang yang ada kesadaran untuk menjaga kesehatan dan bentuk tubuh. Saat sudah sampai di teras rumah, Jane menjumpai ayahnya yang sedang memanasi mobil sembari memeriksa bonsai-bonsai milikny
Setelah sesi pesan suaranya dengan Theo tadi pagi selesai. Jane memutuskan untuk kembali masuk ke dalam rumah dan tidak jadi melakukan olahraga pagi. Perubahan suasana hati yang terjadi secara tiba-tiba semacam ini sangat jarang mempengaruhi kegiatan Jane. Jane memutuskan unttuk menghabiskan sedikit waktu merenung dari atas ranjang dalam kamar tidurnya, telungkup di atas bantal bersama mata yang terbuka dan juga pikiran melalang buana. Memikirkan apa yang sebenarnya perasaan dan dirinya inginkan, apa yang harus dilakukan Jane agar tidak ada sesal dikemudian hari. Jane tidak pernah mengalami dilemma sebesar ini sebelumnya, ini kali pertama dan semua bersebab pada Theo. Beberapa lama setelah berdiam diri, Jane memutuskan untuk bangun kembali dan berjalan membuka pintu balkon membawa dirinya keluar. Menikmati sedikit angin menerpanya. Menghembuskan napas kecil seraya sesekali menunduk sebelum kembali melempar pandangan kearah jalanan depan ru
Jane jadi mengikuti kelas kursus bersama Digo lagi, menggunakan blouse berwarna biru laut dipadukan dengan celana kulot panjang, sementara rambut hitamnya yang lurus dibiarkan tergerai indah, jika dilihat oleh mata asing Jane benar-benar terlihat seperti seorang wanit karir. Untuk yang bertanya seperti keadaan kelas, seperti biasa, kelas dihadiri oleh orang-orang yang sama, dengan step-step pembelajaran yang sama, dan seperti biasa juga Jane selesai dengan hasil praktek yang memuaskan. Yang berbeda hari ini adalah, meski Jane sudah selesai lebih dahulu, ia tidak bisa langsung pulang karena harus menunggu Digo selesai. Jane melambaikan tangan ketika teman kursusnya sudah ada yang pulang, ia pun kembali menaruh atensi pada ponsel sembari menunggu Digo yang tak kunjung keluar. Menunggu memang melelahkan. Hari ini, tidak ada murid yang terlambat, hanya tiga yang mengikuti sesi pembelajaran kali ini, iya, Karina tidak terlihat batang hidungnya. Jane juga b
“Maaf ya mbak Jane malah harus datang kesini waktu lagi sibuk.” Jane membuat senyum terpaksa hadir di wajahnya. Ya bagaimana tidak jadi terpaksa. Bayangkan saja jika kalian ada diposisi Jane, ketika ia sudah mendapat driver dari aplikasi, sebuah panggilan pemberitahuan yang mewajibkannya datang justru tiba-tiba saja membuat tujuan Jane yang hendak pulang harus berubah. Jane mengubah tujuannya dan menyuruh driver ojek yang sudah sampai didepannya itu untuk menuju perumahan tempat Jane tinggal sebelumnya. Memenuhi panggilan dari ibu rukun tetangga untuk urusan yang katanya penting itu. “Enggak papa, bu RT.” Jane mengatakannya dengan separuh hati. “Saya yang makasih, udah dikabarin kabar penting soal info listrik gratis ini. Tapi berhubung saya nggak tinggal disini lagi, jadi ya gratisannya nggak saya pake.” Penting sekali bukan? Sosialisasi listrik gratis? Hah? Kenapa Jane harus kemari walau ia sudah tidak tinggal di ling
Ditengah gelap dan juga panas yang dirasakannya, laki-laki berusia tiga puluh tahun yang tengah terbaring lemah dengan satu selang tersambung pada punggung tangan kanannya itu membuka mata perlahan, sebentar sekali, sebelum kembali memejam ketika merasakan panas mengarungi bola mata. Theo menghembuskan napas kecil, kening laki-laki itu menyirit pening sebelum ia memutuskan untuk kembali membuka mata. Melihat dengan samar langit-langit kamarnya yang memantul cahaya kekuningan. Theo lalu menggerakan kepala, menghadap samping. Lalu terdiam. Berpikir bahwasanya ia telah terlalu demam parah hingga berhalusinasi. Namun tak urung tetap menatapi wajah seorang gadis yang tengah tertidur di samping ranjangnya itu. Menikmati pemandangan langka dimana wajah Jane terlihat begitu tentram, tidak ada kerutan marah atau delikan mata tajam seperti biasanya. Theo memejam sekilas, ia merasa enggan bernapas ketika merasakan helaan napasnya yang kelewat panas.
Setelah sibuk mencuci piring dan juga membereskan semua kekacauan yang terlihat oleh mata Jane akhirnya punya waktu untuk duduk dan beristirahat sebentar, bersandar pada punggung sofa kemudian menatap dengan mata terbuka langit-langit ruang santai rumah Theo, tanpa memikirkan apapun. Jane menolehkan kepala, tepat pada benda yang berdetik, menilik bahwa sekarang sudah tengah malam. Merasakan kantuk dan juga lelah mulai hadir mendera tubuh. Jane memejamkan mata sejenak. Sebelum gadis itu mengedarkan padangan. Mencari sesuatu yang bisa digunakan untuk meredam sejuk. Namun ketika dia tidak menemukan apapun, Jane memutuskan untuk berdiri lagi, berjalan dengan kaki telanjangnya menuju satu kamar dirumah Theo yang terlihat tidak ditempati. Membuka lemari yang ternyata kosong, di ranjang pun tidak ada kasur. Dengan kata lain, ruangan ini benar-benar tidak terpakai. Tak tunggu lama, Jane keluar dari kamar itu, dan mulai mendekati kamar Theo. Sa
“Jadi kemana aja?” pertanyaan itu adalah yang pertama kali ditanyakan oleh Maria ketika Jane baru menginjakan kaki di lantai marmer kamarnya. Jane menelan ludah ketara. Mata gadis itu berputar bingung. Betul kemarin Jane berpamitan pada ibunya bahwa ia akan menginap di rumah Maria. Dan tebakan Jane, ibunya langsung menanyakan tentang kebenaran itu pada ibu satu anak itu. Ratna memang paling tau bagaimana sifat Jane. Punya firasat kalau Jane sedang berdusta. Maka tentunya Maria mengikuti arus dusta yang dibuat Jane hingga Ratna percaya, terbukti dengan tidak ada lagi pesan dari ibunya yang menyuruh Jane untuk pulang tadi malam. Jane diam saja enggan menjawab. Memangnya ia harus jawab apa? Mengaku bahwa tadi malam ia bermalam di rumah Theo yang notabennya adalah orang pilihan Maria dan ditolak mati-matian oleh Jane? Meski pada dasarnya Jane ini sudah tak punya harga diri di depan sahabatnya ini, Jane harus tetap menjaga sebuah rahasia kecil agar