Obrolan mereka tidak terhenti begitu saja di situ. Setelah membahas soal Alexa, ibu Indrawan kembali membahas tentang Salsabila. Pengalihan yang begitu cepat. Sebenarnya Alan sudah jengah mendengar orang yang terus-terusan memuji Salsabila, tetapi mau bagaimana lagi wanita cerdas itu memang patut dipuji dan Alan hanya perlu berpura-pura merasa bangga karena wanita cerdas itu adalah miliknya sekarang.
"Salsabila itu hebat, Lan. Dia hebat karena bisa dengan cepat beradaptasi di lingkungan ini." Ibu Indrawan kembali mengeluarkan suara, dan tentu saja nama Salsabila yang diangkat menjadi topik perbincangan. "Jujur saja, dulu aku pikir dia akan meminta cerai darimu tidak lama setelah kalian menikah. Dari gadis yatim piatu di panti asuhan tiba-tiba jadi menantu keluarga Dirgantara. Aku yakin dia kaget dan tak terbiasa menghadapi dunia barunya. Tetapi siapa sangka dia masih bertahan, sampai di umur pernikahan kalian yang ke tiga. Aku salut dengannya," puji ibu Indrawan akan kegigihan dari seorang Salsabila menjadi seorang istri seorang Alan Dirgantara.Dari kejauhan Alan menatap wanita itu. Sembari telinganya masih mendengar jelas celotehan-celotehan dari Ibu Indrawan yang terus menyebut nama istrinya. Dari sini, ia bisa melihat Salsabila terlihat fokus mendengarkan cerita pak Indrawan, sesekali terlihat dia tertawa. Salsabila memang seperti itu, mudah sekali tersenyum dan tertawa. Tetapi perlu di garis bawahi, wanita itu memang sering tersenyum atau tertawa kepada orang lain, kecuali kepada dirinya. Saat hanya ada dirinya berdua, wanita itu berubah drastis. Suasana akan berubah menjadi kikuk dan tidak nyaman. Alan sebenarnya tahu apa yang mendasari hal itu. Ah, sudahlah. Alan tidak ingin lebih merasa bersalah dari yang seharusnya.Untungnya pembicaraan itu usai saat Salsabila kembali. Dia nampak lelah berdansa cukup lama. Melihat hal itu, Alan menyodorkan segelas fruit punch untuk mengusir dahaga yang langsung diterima oleh Salsabila."Sudah aku duga, setelah Salsabila pasti dia akan mengincar Sena," cibir Ibu Indrawan ketika suaminya itu sudah beralih dan kembali berdansa dengan wanita muda lainnya.Salsabila dan Alan tertawa bersamaan, melihat ibu Indrawan yang pura-pura marah dan cemburu.Tetapi sepertinya Ibu Indrawan sama sekali tidak tenang jika tidak Mengajak Salsabila mengobrol.“Jadi bagaimana, sampai kapan kalian menikmati waktu berdua saja? Punya tambahan anak dalam keluarga seru loh,” kata ibu Indrawan.Mendadak Salsabila tercekat, dan secara otomatis menoleh ke arah Alan yang juga tampak pias mendengar perkataan dari ibu Indrawan itu. Ternyata pengalihan yang dilakukan oleh Alan sebelumnya tentang keturunan, bagi ibu Indrawan belum selesai jika tidak ditanyakan juga pada istrinya itu.“Eh itu ....” Tiba-tiba Salsabila diserang rasa panik, ia tidak tahu jawaban apa yang harus dilontarkannya pada ibu Indrawan perihal tentang anak. “K—kami juga sedang mengusahakannya, Ibu,” ucap Salsabila pada akhirnya.Alan segera mendekat ke arahnya dan merangkulnya. “Iya, kami sedang mengusahakannya tentu saja.”“Tetapi kalian tidak sedang menunda, bukan? Tiga tahun adalah waktu yang cukup lama. Maaf, kalau Ibu membicarakan hal yang sesensitif ini.”Alan dan Salsabila mengangguk secara bersamaan, dan mendadak terkekeh dengan suara tawa yang terdengar sumbang. “I—iya, kami sedang tidak menunda. Hanya belum dipercayakan saja sama Tuhan, Ibu.”Lucu, bukan? Saat orang-orang kini sudah mulai mempertanyakan perihal tentang anak. Ini bukan pertama kalinya Salsabila mendengar obrolan tentang keturunan pada dirinya dan Alan. Seakan-akan di dalam pernikahan tidak akan pernah sah jika tanpa adanya keturunan. Tetapi bukankah memang begitu? Orang menikah karena ingin menghasilkan keturunan?Tetapi berbeda dengan Alan dan Salsabila. Tentu saja mereka punya alasan lain, Alan yang tidak ingin didesak terus-menerus untuk menikah oleh orang tuanya. Dan Salsabila sendiri harus membalas jasa Bunda Fani kepadanya yang sudah mengurusnya selama ini di panti asuhan. Juga untuk ibu Rena yang sudah begitu baik padanya.Dan jawaban yang Salsabila lontarkan hanya seperti itu. Memang dalam pernikahan yang sudah bertahun-tahun dan belum memiliki keturunan, pihak perempuan-lah yang selalu terkucilkan. Salsabila sudah terlalu sering mendapatkan tatapan-tatapan tidak mengenakkan jika sudah membahas tentang anak. Terkadang ada yang menatapnya terang-terangan dan menunjukkan sifat buruknya, bahkan ada yang hanya sekedar berbasa-basi sekedar menyindirnya saja.Hanya saja, memangnya ini salah Salsabila? Salahnya karena di usia pernikahan yang ketiga ini ia belum juga punya anak? Tetapi mau bagaimana lagi, menghasilkan anak itu harus ada campur tangan satu sama lain, antara suami dan istri. Kalau dalam kasus Alan dan Salsabila, mustahil itu terjadi.“Sekali-kali kalian harus kembali berbulan madu, menikmati guality time berdua. Mengenang masa-masa awal pernikahan kalian, biar cinta kalian selalu terikat dan bersemi. Bulan madu itu tidak hanya dilakukan pada awal pernikahan saja, tetapi setiap waktu.”Kedua pasangan itu hanya mengangguk-angguk, tanpa sedikit pun menjawab kalimat tersebut.“Baiklah, kalau begitu aku pamit menyapa tamu-tamu yang lain, ya! Maaf kalau banyak membahas hal yang sensitif. Tetapi coba ikuti saranku, bulan madu adalah pilihan yang tepat.”Baru setelah ibu Indrawan berlalu dari tempatnya, saat itulah Salsabila baru bisa menghirup napas sepuasnya."Pak Indrawan bilang apa saja? Apa kamu dirayu?" tanya Alan menodong pertanyaan kepada Salsabila setelah ibu Indrawan berlalu untuk menyapa para tamu yang hadir.Alan saat ini sama sekali tak berniat membahas kembali obrolan bersama ibu Indrawan sebelumnya tentang perihal anak, dan mengalihkan ke yang lainnya.Salsabila mengangguk. "Sudah biasa."Alan tersenyum seolah memahami isi pembicaraan pak Indrawan dan Salsabila. Tidak lama kemudian pesta usai. Bersama dengan para undangan yang lain, Salsabila dan Alan juga berderap meninggalkan gedung tersebut karena pesta telah usai."Seharusnya Mas Alan memberitahuku kalau ini adalah pesta ulang tahun. Dengan begitu aku bisa menyiapkan kado untuk pak Indrawan." Salsabila kembali membuka suara saat mereka sedang berjalan beriringan keluar dari gedung tersebut."Kamu berdansa dengannya saja dia sudah senang, Sa. Lagian aku sudah menyiapkan hadiah atas nama kita berdua, itu sudah cukup."Alan memberikan penghiburan untuk Salsabila, agar wanita itu tidak perlu merasa bersalah karena datang ke sebuah pesta ulang tahun tanpa kado.Salsabila tersenyum kecil, lalu kembali mengikuti langkah suaminya keluar dari gedung tersebut."Kamu tidak pulang sama aku saja, Sa?" tawar Alan. Bukankah dia harus berperan menjadi suami yang gentleman, mengajak sang istri untuk pulang bersama.Salsabila menggeleng. "Aku harus kembali ke kantor, Mas. Masih ada urusan."Urusan apa lagi yang kau maksud itu, Sa. Padahal ini sudah malam?Alih-alih melontarkan pertanyaan itu, Alan malah mencoba menebak urusan yang di maksud oleh istrinya itu."Mengurus brand baru?""Ya, Mas.""Aku sudah dengar berita line baru itu. Selamat, Sa."Salsabila tersenyum kemudian berlalu menuju mobilnya sendiri yang datang lebih dahulu dari mobil Alan."Sa," panggil Alan kembali sebelum Salsabila memasuki mobilnya.Panggilan itu membuat Salsabila menghentikan kegiatannya lalu menoleh. "Iya, Mas Alan?""Hati-hati."Salsabila cuma membalas dengan senyuman kecil. Mobilnya kemudian bergerak meninggalkan gedung itu.Salsabila memang sudah berubah dari tiga tahun yang lalu dan bukan lagi perempuan yang menye-menye yang hanya pasrah dengan kehidupannya. Salsabila bukan lagi Salsa yang dahulu.Bicara tentang bulan madu, honeymoon atau apa pun itu yang patut dikerjakan sebagai ritual pasangan pengantin baru, menyimpan sebuah trauma yang besar untuk Salsabila. Jika orang yang baru kembali dari bulan madu, pasangan itu akan semakin berbunga-bunga, cinta di antara mereka semakin besar, dan tak terpisahkan.Tetapi berbeda bagi Salsabila dan Alan. Justru sekembalinya dari yang katanya honeymoon itu, malah semakin membuat hubungan keduanya dingin dan semakin kaku. Sejak saat itu, Salsabila merasa setiap ada orang yang membahas tentang honeymoon, membuat pikirannya akan melanglang buana ke kejadian tiga tahun yang lalu, tepat setelah dua bulan pernikahan keduanya.Sama seperti pasangan pengantin baru yang lainnya, ibu Rena tentu saja terus memaksa keduanya untuk melangsungkan bulan madu. Meskipun pada saat itu Alan dan Salsabila menolaknya secara terang-terangan, hanya saja tetap tidak bisa jika itu sudah menyangkut perintah dari orang tuanya.Sek
Dengan piciknya, Salsabila berpikir kalau mungkin saja honeymoon yang telah dirancang oleh kedua orang tua Alan mungkin saja akan menjadi jalan yang baik untuk hubungan pernikahannya dengan suaminya itu.Meskipun berat rasanya pergi hanya berdua dengan Alan, akan tetapi ada secercah harapan untuk masa depan pernikahannya, mungkin saja ada sesuatu yang membahagiakan untuk hubungannya dengan Alan.Hari ini adalah keberangkatan mereka ke Barcelona, keduanya sama-sama keluar dari dalam kamar seraya menarik koper masing-masing, mereka beradu pandang dalam jangka beberapa detik sebelum Alan melenggang lebih dulu menarik kopernya hampiri ruang tamu, ia sandarkan benda itu pada meja, kemudian menyusul duduk di sofa dan mengeluarkan ponselnya, tampak terlihat acuh tak acuh dengan keberadaan dirinya. Sebentar lagi Rena dan Dirgantara akan datang, beliau sampai jauh-jauh dari Surabaya ke Jakarta untuk mengantar langsung pasangan yang masih dikatakan baru itu ke bandara.
‘Aku mencintai wanita lain.’‘Kau tidak perlu berharap karena aku mencintai wanita lain.’Kalimat itu terus memenuhi kepala Salsabila, ucapan-ucapan menyakitkan yang sebelumnya dilontarkan oleh Alan terus terngiang-ngiang di dalam pikirannya. Sungguh, ia memang tahu bahwa ia menikah bukan karena cinta, tetapi bisakah Alan sedikit saja menjaga perasaannya. Haruskah dia sefrontal itu mengatakan bahwa ia mencintai wanita lain, wanita yang bukan dirinya yang notabene-nya adalah istrinya?Perjalanan yang ditempuh dalam jalur udara sama sekali tidak dinikmati oleh Salsabila. Saat ini menaiki pesawat sampai pesawat yang ditumpanginya mengudara, berat rasanya Salsabila membuka suara. Terlebih lagi Alan di sampingnya sama sekali tak sedikit pun menanggapinya. Dia hanya sibuk dengan majalah di sampingnya dan sama sekali tidak memedulikan dirinya yang tengah melamunkan banyak hal.Baru beberapa jam ia berduaan dengan Alan dan ia sudah makan hati sert
‘Katanya, tempat ini adalah akhir dunia. Kalau memang benar, izinkan aku kembali ke tempat ini untuk terakhir kali bersama seseorang yang benar-benar mencintaiku, menginginkanku, Tuhan!’Salsabila tersenyum kecil menatap keadaan sekitar, angin berembus cukup kencang di dekat pelabuhan La Corun, Galacia, Spanyol. Suara debur ombak lautan biru di dekat mereka terdengar seperti sebuah nyanyian yang cukup panjang, langit dan samudera sering kali bersaing di sana—perihal tentang siapa yang biru dan memikat, nyatanya sama saja, setiap sudut bisa dikagumi oleh orang-orang yang datang mengunjungi tempat tersebut.Salsabila dan Alan berdiri bersebelahan pada selasar yang membentuk sebuah setapak bundar mengitari sebuah mercusuar peninggalan Romawi setinggi 55 meter dengan posisi menghadap ke laut Atlantik Utara dari pesisir pantai Spanyol. Mercusuar yang dibangun pada paruh kedua abad pertama menjadikan tempat itu sebagai mercusuar tertua di dunia yang masih beroperasi.
Pada malam harinya, Alan tampak sedang berbicara dengan seseorang di balik ponselnya. Entah dengan siapa Alan berbicara melalui ponselnya di luar kamar, ia hanya sebentar—sebelum akhirnya kembali seraya mengarahkan layar ponsel di depan wajah, kali ini sebuah panggilan video berlangsung, terlihat wajah Rena di sana, artinya akting harus segera dilangsungkan. “Hallo, Ma.” Alan melambaikan tangan menatap layar ponselnya, ia duduk begitu saja di sisi Salsabila. Jika tadi ada jarak sekitar dua jengkal, kali ini Alan sengaja memangkasnya, kulit lengan bersentuhan –sengaja mempertontonkan kedekatannya dengan Salsabila pada sang ibu. “Salsa dan Alan lagi apa sekarang?” Salsabila tersenyum tulus saat melihat wajah sang ibu mertua, ia tak peduli lagi pada sikap sok harmonis Alan saat ini. Wanita itu masih sibuk mengunyah makanan yang baru pertama ia coba seraya melambaikan tangan pada layar ponsel. “Kita lagi makan, Ma. Salsa baru pertama ke Barcel
Seharian ini Alan tak menampakkan dirinya, sebelumnya ia izin pada Salsabila bahkan akan mengunjungi temannya berhubung mereka ada di Barcelona. Salsabila jadi tidak semangat, bahkan ia hanya menghabiskan waktu di kamar hotel saja dengan menonton film. Sesekali mata perempuan itu melirik ke arah pintu—berharap seseorang muncul di sana.Ponsel yang tergeletak di permukaan ranjang, tak ada dering berbunyi dari nomor Alan, berkali-kali ada panggilan yang masuk pun hanya dari teman kantor Salsabila sendiri. Tetapi ia juga sendiri tak memiliki inisiatif untuk menghubungi Alan terlebih dahulu. Kali ini ia menguap untuk kesekian kalinya, matanya sudah semakin sipit dan memerah, tetapi Salsabila masih tetap bertahan, ia hanya butuh suaminya pulang dengan keadaan yang baik. Sumpah, dia benar-benar merasa kesepian di negara orang lain. Alan sendiri yang menjanjikan akan pulang malam ini, jadi ia harus mencoba percaya.Untuk menenangkan diri, Salsabila berniat untuk kelua
Bayangan masa lalu tentang pertemuan pertamanya dengan wanita bernama Meira dan rasa kebenciannya terhadap yang namanya bulan madu. Bayangan yang sangat menyakitkan untuk dikenang, seakan-akan Salsabila kembali ke masa-masa itu, masa suram versi Salsabila.Sejak saat itu, Salsabila benar-benar berubah. Ia memang tidak langsung menggugat cerai pria itu, dan Alan sepertinya juga tidak punya pemikiran ke hal itu. Tetapi Salsabila benar-benar berbeda dalam hal yang sebenarnya, ia tidak lagi berusaha mempertahankan pernikahannya dan membuatnya mengalir apa adanya.Tetapi sejak saat itu juga, Salsabila tidak pernah lagi mendengar tentang Meira dan ia tidak tahu apakah sekarang Alan masih berhubungan dengan wanita itu. Sampai ia melihat dengan mata kepalanya sendiri pria itu bersama Meira bak keluarga bahagia.Hal itu juga yang memunculkan banyak kenangan masa lalu menyakitkan di antara mereka.****Salsabila meneguk kopi selagi terus
Alan merasa Salsabila memiliki pemikiran yang berbeda mengenai pernikahan ini. Dulu dia masih berusaha menjalankan kewajibannya sebagai istri. Salah satunya seperti yang tadi disebutkan oleh bude Yun, menyiapkan sesuatu yang tentu saja Alan sukai. Pemahaman keduanya jelaslah berbeda, tetapi Alan juga sadar diri ia tidak ingin menyakiti hati wanita itu dengan mengatakan langsung ketidak sukaannya kepada Salsabila. Jadi menghindari dia, sampai wanita itu menangkap maksud penolakan dari Alan, dan berhasil. Wanita itu sadar dan berlalu begitu saja. Alan tentu masih punya hati nurani, jadi masih ada perasaan bersalah kepada Salsabila. Tetapi meskipun begitu bukankah perasaan tidak bisa dibohongi?Sampai kemudian saat honeymoon mereka di Barcelona, Alan benar-benar kejam menunjukkan jati dirinya yang sebenarnya. Memperlihatkan bahwa ia memiliki wanita lain, dan meminta Salsabila untuk tidak berharap darinya.Dan memang berhasil, Salsabila mengerti bahwa ia hanyalah i
“Karena hanya kamu yang termasuk dari semua kriteria itu. Aku tidak akan mencari wanita yang lain, karena hanya kamu yang aku inginkan.”Salsabila bungkam, dia tidak tahu ingin mengatakan apa lagi atas kekerasan hati Alan yang masih berharap ada sesuatu di antara mereka yang masih tersisa. Tetapi kenyataannya sudah tidak ada, Salsabila sudah meninggalkan semuanya semenjak ketuk palu perceraian terdengar. Salsabila sudah mengubur cintanya untuk Alan di sana, tak ada lagi yang tersisa. Tetapi kenapa pria itu terus saja mengharapkan sesuatu yang mustahil untuk kembali terjadi sama mereka.“Mas, aku tidak menginginkan menyulut pertengkaran di tengah malam seperti ini. jadi sebaiknya hentikan omong kosong kamu sekarang, karena tidak ada gunanya juga.”Alan mengacak rambutnya dengan kasar. “Kenapa kita tidak mencoba—““Dad?” Edward menggosok kelopak matanya dengan punggung tangan.Salsabila bersyukur karena kedatangan Edward memutus pembicaraa
"Mas!"Sudah waktunya ternyata. Alan akan bersiap untuk memasang lebar-lebar kedua telinganya dan mempersiapkan diri untuk mendengarkan segala rentetan omelan yang akan diledakkan oleh Salsabila.“Kenapa?” tanya Alan, masih sanggup menjawab panggilan Salsabila yang seharusnya itu tidak perlu dijawab.Kau hanya perlu mempersiapkan diri mendengar ocehan itu Alan!“Aku sangat berharap kamu datang membawa si kembar dalam keadaan tertidur. Lalu menidurkannya di kamar. Dan kamu ... pulang.”Jadi Salsabila sekarang mengusirnya? Astaga ... tidak ada halus-halusnya sama sekali.“Apa yang kamu berikan ke mereka sampai jam segini belum tidur dan mata mereka masih segar serta masih sangat aktif, Mas?” Salsabila melotot, menuntut jawaban.Alan berdeham pelan. “Makan malam, seperti biasanya.”"Lalu?"“Snack sehatnya?”“Lalu?”“Hanya itu.” Alan mengucapkannya sambil membuang pandangan, sama sekali ti
Hari ini Alan diminta oleh Salsabila untuk menjemput si kembar di daycare. Sebenarnya ini tugas Salsabila, berhubung karena Alan yang mengantar anak-anak tadi pagi, mereka memang membagi tugas seperti ini, supaya adil, mengingat mereka sama-sama sibuk. Tetapi ada pengecualian seperti hari ini, misal ada pekerjaan atau tugas mendesak mereka harus siap direpotkan satu sama lain.Seperti sekarang, Salsabila berkata ada tinjau proyek di luar dan akan melakukan meeting setelahnya sehingga tidak akan sempat menjemput si kembar, oleh karena itu dia meminta agar Alan yang menjemput anak-anak. Alan tentu saja tidak akan menolak, karena itu menjadi perjanjian awal agar saling membantu. Mengingat si kembar juga anak-anaknya, tidak mungkin dia menolak permintaan ibu dari anak-anaknya tersebut.Seperti tadi pagi dan hari-hari sebelumnya, Alan kembali menjadi godaan kanan kiri ibu-ibu yang menjemput atau mengantar anak-anak mereka juga ke daycare. Duda se-hot Alan tentu saja aka
“Bunda titip ini buat sarapan kamu, Mas.” Alexa masuk ke ruang kerja Alan tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, ia lantas duduk di depan meja kerja Alan lalu meletakkan sebuah tote bag di permukaan meja.Alan hanya mendongak sekilas, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya. “Tidak perlu, sudah ada.”Alexa yang tidak mengerti, kembali bertanya, “Huh? Apaan, Mas?”“Aku sudah ada bekal sendiri, pemberian bunda biar aku makan saat makan siang saja.” Alan kembali menjawab, tetapi tangannya tetap asyik menari di atas keyborard komputernya. Pagi hari memang sangat hectic bagi Alan, jadi dia harus menyelesaikan pekerjaannya.Tatapan Alexa seketika tertuju pada kotak bekal tepat dekat komputer Alan, benda tersebut sama sekali tidak diperhatikan keberadaannya seandainya Alan tidak mengatakan. Segera tangan Alexa bergerak untuk menyentuh benda tersebut, tetapi kalah cepat dengan tangan Alan yang lebih dahulu menjauhkan kotak tersebut dari jangkauan Alexa.
Satria dan Salsabila berpisah di lantai tiga, berhubung ruangan Salsabila berada di lantai tiga sedangkan ruangan CEO berada satu lantai di atasnya, yaitu lantai empat.“Sekali lagi terima kasih atas bantuannya tadi, Pak,” ucap Salsabila dengan sopan setelah terlebih dahulu keluar dari kotak besi tersebut yang hanya ada mereka berdua.Bagaimana tidak, sekarang sudah pukul sembilan, sudah pasti karyawan lain sudah sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing, hanya Salsabila yang masih bebas berkeliaran di jam kerja seperti ini dikarenakan insiden dada tadi pagi.Satria hanya memberikan anggukan pelan, sebelum kotak besi itu kembali tertutup dan membawa Satria ke lantai empat, di ruangannya.Saat memasuki ruangan, semua mata yang tadinya tengah serius menatap komputer, kini satu persatu perhatian mereka semuanya tertuju pada Salsabila. Wanita itu tentu saja merasa malu dan hanya memberikan senyuman sekilas dan melangkah terburu ke mejanya dan menyem
Salsabila turun dari taksi online dengan tergesa, berlari kecil memasuki pelataran gedung tempatnya mengais uang untuk bertahan hidup. Oke, itu terdengar kasar. Padahal kenyataannya, Salsabila masih bisa hidup berpuluh-puluh tahun tanpa bekerja dan masih bisa berfoya-foya seandainya dia menginginkan hal tersebut. Toh, selama Alan masih hidup dan masih pemilik perusahaan, pria itu tidak akan mungkin membiarkannya melarat di jalanan. Tunjangan dari perceraiannya belum berkurang sepeser pun, belum lagi Alan tiap bulan akan mengirimkan uang dengan alasan uang bulanan untuk si kembar, belum tabungan yang diberikan kedua orang tua Alan untuk masa depan anak-anak, belum lagi dari aunty cantik si kembar, Alexa. Tiap bulan rekeningnya akan membengkak gara-gara mereka, meskipun dengan alasan untuk si kembar.Tetapi sampai kapan Salsabila harus bergantung dengan keluarga Dirgantara, Salsabila bukan siapa-siapa lagi kecuali ibu dari cucu-cucu mereka. Dan suatu saat nanti kala
“Kok Mommy tidak dicium, Daddy?”Salsabila menegang di tempat, begitupun dengan Alan, terlihat jelas dari wajahnya. Memang benar, mereka masih dekat sebagai partner menjaga si kembar seperti janjinya dahulu sebelum berpisah, tetapi untuk melakukan sesuatu yang intim, meskipun hanya sekedar kecupan, itu sudah menjadi sangat haram bagi hubungan mereka. Tetapi kedua putranya itu sepertinya masih belum mengerti akan hubungan orang tuanya, terkadang dia berceloteh dengan polosnya seperti, ‘kenapa Daddy Lan tidak tidur di kamar ini?’ dan pertanyaan yang lebih parah adalah ‘kenapa Daddy Lan tidak pernah mencium dan memeluk Mommy, padahal temanku pernah bercerita kalau orang tuanya sering melakukan hal tersebut.’Entah siapa yang mengotori otak polos kedua putranya itu, yang pasti Edward dan Erland sangat sering mendesak Alan untuk menciumnya, seperti sekarang ini. kemarin-kemarin Salsabila dan Alan berhasil berkelik, tetapi sepertinya hari ini bukan hari keberun
Seperti pagi-pagi sebelumnya, Salsabila akan kelimpungan sendiri menghadapi pagi harinya. Seperti pagi ini, Salsabila sudah sibuk bolak-balik mengecek penampilannya sendiri. Hari ini dia memilih blouse putih, celana panjang berwarna krem dan heels hitam. Oke, sempurna. Lalu, sembari berjalan, ia sedang memasang anting di telinga kanan sedangkan anting yang satu masih dipegang.Namun, sesuatu mengambil perhatiannya, oh astaga … Erland!"Erland …" teriaknya menggelegar saat mendapati anak bungsunya itu sedang memanjat lemari es yang lumayan tinggi itu.Sedangkan kembarannya, Edward tengah mengabaikan keadaan sekitarnya. Bahkan tidak menyadari kalau adiknya sedang menantang maut. Anak berumur empat tahun itu masih setia bermain lego dan sesekali terdengar anak itu bersenandung kecil mengikuti opening song serial kartun di televisi yang sedang menyala.Salsabila yang melihat Erland sama sekali tidak mendengar teriakannya segera berlari, namun nahas, s
Puluhan orang lalu lalang di sekitar Salsabila. Sebagian menuju konter-konter check-in, sebagian lagi buru-buru memasuki boarding room. Raut wajah yang Salsabila lihat berbeda-beda, ada yang bersedih dan ada pula yang bahagia. Mungkin yang bersedih itu adalah orang-orang yang sedang melakukan perpisahan, sedangkan yang berbahagia tengah akan berjumpa dengan keluarga atau seseorang yang disayanginya.Meskipun begitu, segala hingar bingar yang tercipta di sekitarnya sama sekali tidak mengusik Salsabila. Perempuan itu tengah duduk di salah satu kursi tunggu, di sampingnya ada Alexa yang tengah bercanda ria dengan kedua anak kembarnya sehingga sama sekali tidak menyadari kekalutan yang dirasakan oleh Salsabila.Salsabila terus memandangi boarding pass di tangannya, tanpa sadar dia tertawa kecil tanpa tahu apa yang sebenarnya lucu hingga patut ditertawakan.Apakah, karena hari ini adalah waktunya?Tiga tahun pernikahannya selesai dengan cara seperti in