Setelah berhasil mem-blow rambut panjangnya yang sudah melewat bahu tanpa telat ke kantor, Salsabila keluar dari kamarnya. Make-up sudah rapi, walaupun ketika dia sudah sampai di kantor ia akan kembali memeriksanya. Blus sewarna avocado dan rok A-line hitam menjadi pilihannya hari ini untuk semakin menyempurnakan penampilannya.
Satu tangannya menjinjing tas, sementara tangan yang lain menenteng sepatu. Ia melirik ke arah pintu di sebelah kamarnya yang juga baru saja terbuka, menampakkan sesosok pria yang melangkah keluar dari sana, sudah rapi dengan kemeja putih serta jas dan tas kerja yang dijinjing di tangan kanan, lengkap dengan sepatunya yang hitam mengilat.Alan, pria itu memang punya jadwal kegiatan pagi yang lebih teratur dibandingkan dengan Salsabila.Keduanya sempat bertukar tatap sebelum Alan yang lebih dahulu mengalihkan pandangan lalu menuruni anak tangga, berlalu begitu saja, meninggalkan Salsabila yang kini tengah duduk di sofa ruang televisi sembari mengenakan sepatunya.“Selamat pagi, Pak. Bapak mau sarapan apa pagi ini?”Sayup-sayup Salsabila bisa mendengar suara keibuan yang berasal dari Bude Yun, pembantu rumah tangganya sedang menyapa Alan.“Iya, selamat pagi,” balas Alan ramah. “Yang ada saja, Bude Yun,” lanjut Alan kembali.“Pagi ini Bude membuat nasi goreng, Bapak mau?”Suara Bude Yun kembali terdengar, dan sepertinya Alan sedang melakukan sarapan bisa didengar dari Bude Yun yang sedang sibuk mempersiapkan sesuatu untuk bisa Alan nikmati.Merasa telah selesai dengan kegiatan mengenakan sepatunya, Salsabila menyusul kemudian mendatangi ruang makan. Di sana Alan tengah sibuk menikmati nasi goreng buatan dari Bude Yun.“Selamat pagi,” sapa Salsabila berusaha seceria mungkin.“Pagi, Ibu,” balas Bude Yun. “Mau sekalian ikut sarapan, Ibu?”Salsabila mengangguk. Sekilas tatapannya terarah kepada Alan yang sama sekali tidak memedulikan keberadaannya, bahkan membalas sapaan selamat paginya pun tidak dipedulikan oleh pria itu. Ya, hubungan pernikahan mereka memang sedingin ini.Tidak mau ambil pusing, Salsabila mengambil tempat tepat di samping Alan. Tatapannya sesekali terarah ke arah Alan yang kini sudah selesai dengan sarapannya dan telah beralih menatap serius layar i-Pad di tangan, dengan rambut belah samping yang rapi. Rahang tegasnya sesekali bergerak, dengan alis tebal yang agak mengerut, ia mendekatkan layar i-Pad-nya saat menemukan—mungkin—sesuatu yang serius menyangkut pekerjaannya.Tidak lama kemudian pria itu menyimpan i-Pad-nya ke dalam tas kerja, lalu bangkit dari kursi, meminum segelas air putih yang disediakan oleh Bude Yun untuknya. Berlalu begitu saja tanpa sepatah kata pun.Alan pergi.Tanpa pamit pada Salsabila? Tentu saja. Seperti biasa.Memangnya, sikap apa yang diharapkan dari sepasang suami istri yang sejak awal pernikahan sudah pisah kamar? Mencium kening di pagi hari sebelum pamit berangkat ke kantor? Menggelikan sekali. Mungkin itu hanya akan terjadi di alam mimpi saja, sangat mustahil terjadi di alam nyata.Setelah Alan berlalu pergi, Salsabila menyusul kemudian. Bersiap untuk berangkat bekerja. Ya, seperti inilah rutinitas keseharian dari Salsabila dan Alan. Pernikahan hanyalah label, karena yang sebenarnya terjadi, dia sama-sama memiliki kesibukan, pagi bekerja dan malamnya mereka pulang untuk beristirahat. Tidak ada yang namanya perbincangan antar suami istri atau apa pun itu. Karena mereka tidak punya waktu untuk hal semenggelikan itu.****Salsabila tidak akan menyangka akan mendapat ucapan sebanyak ini. Rangkaian bunga berjejer mendekati pintu masuk. Di lobby kantor pun masih banyak yang berjejer, bunga-bunga dengan pot atau handbouquet juga menghiasi ruang kerjanya. Bau harum berbagai bunga masuk ke hidung membuat Salsabila sedikit pengar.SELAMAT ULANG TAHUN PERNIKAHAN YANG KETIGA BAPAK ALAN PUTRA DIRGANTARA & IBU AYLA SALSABILA DIRGANTARAHAPPY ANNYVERSARY 3th BAPAK ALAN & IBU SALSABILAItu hanya sebagian yang sempat Salsabila baca, karena semua tulisan papan rangkaian bunga maupun kartu ucapan itu isinya nyaris sama, sebuah ucapan selamat ulang tahun pernikahan antara dirinya dan Alan.Tiga tahun. Bukan waktu yang sebentar untuk mengarungi bahtera rumah tangga. Siapa sangka Salsabila mampu bertahan dalam gelanggang pernikahan ini. Bahkan, Salsabila pun seakan tidak mempercayai dirinya sendiri bisa bertahan selama itu.Menikah dengan salah seorang keturunan Dirgantara memang sulit untuk tidak mendapat atensi semacam ini. Seluruh rekanan dan media tahu kapan ulang tahun pernikahan antara seorang Alan dan Salsabila, dan mereka juga mengingat tanggal-tanggal lainnya. Alih-alih merasa terganggu, Salsabila sudah membiasakan diri menerima perhatian itu. Berat? Tentu saja. Rasa tidak pantas ia mendapat perhatian seperti itu dan sedikit ada perasaan bersalah. Alan bahkan tidak mengingatnya sama sekali, tetapi kenapa orang lain harus lebih mengetahui tanggal penting itu. Terbukti dengan kejadian tadi pagi, pria itu sama sekali tidak mengungkit itu menandakan kalau pria itu memang tidak mengingat kalau umur pernikahan mereka sudah bertambah lagi.“Bu, selamat, ya,” ujar seseorang yang baru saja masuk ke dalam ruangan.Salsabila yang sedang menilik bunga-bunga di atas nakas samping ruangan berbalik dan tersenyum kepada asisten pribadinya itu.“Terima kasih. Hari ini kita meeting jam berapa?”Lebih mudah menanyakan jadwal pekerjaan yang mengantri ketimbang menjawab ucapan selamat itu. Salsabila berjalan ke balik meja kerjanya dan mulai menyalakan laptop. Nina, sekretaris pribadinya itu mulai menyebutkan beberapa meeting yang perlu Salsabila hadiri selaku direktur di perusahaan industri sepatu ini. Salsabila menduduki posisi itu semenjak dua tahun lalu setelah satu tahun sebelumnya menjadi manajer divisi busdev.Di awal pernikahan, Salsabila masih bisa bekerja menjadi staff biasa di perusahaan ini. Namun, semenjak menikahi seorang Alan Putra Dirgantara, menjadi orang biasa saja adalah pantangan. Bunda Rena sejak saat itu meminta Salsabila untuk menduduki posisi sebagai manajer divisi busdev. Lalu lambat laung, naik pangkat menjadi seorang direktur. Mungkin mereka merasa malu karena anak pemilik kerajaan bisnis memiliki seorang istri yang hanya bekerja menjadi bawahan. Dan dengan berat hati, Salsabila menurut saja.Meeting berjalan dengan baik. Laporan neraca keuangan perusahaan ini sehat dan kami sedang mempersiapkan linebrand baru. Semenjak duduk di posisi direktur, Salsabila sudah pernah mengalami dua kali kegagalan rencana. Untung saja kerugiannya masih bisa ditutupi dengan pendapatan lainnya. Kali ini linebrand baru yang sedang ia rencanakan tidak boleh gagal. Meskipun Salsabila tahu, gagal pun tidak ada yang berani menegurnya. Tetapi bukankah ada kata, harus tahu diri? Itu yang selama ini Salsabila ingat, sehingga ia tidak mau banyak bertingkah.“Ibu tidak mau bookingdinner romantis sama bapak?” tanya Nina saat keduanya sudah kembali ke ruangan.“Tidak usah, Ni. Saya mau di rumah saja. Lagi pula mas Alan juga lebih suka di rumah.”Perayaan anniversary seperti bayangan Nina atau khayalak umum, tidaklah pernah terjadi di pernikahan mereka. Hari jadi itu sama seperti hari-hari biasa lainnya. Pergi ke kantor, pulang ke rumah dan tenggelam dalam dunia masing-masing. Apa yang mereka pikirkan soal Alan dan Salsabila? Lovey-dovey? Ck. Jauh! Kalau ditanya sejak kapan hal itu berlangsung. Jawabannya adalah semenjak hari pertama keduanya sah sebagai suami istri. Sejak hari pertama mereka disahkan oleh agama dan negara sebagai suami istri, semenjak itu pulalah Alan membentangkan jarak di antara dirinya dan Salsabila."Ini kamarmu. Ini kamar aku." Masih teringat jelas perkataan mas Alan pertama kali ketika kami telah menjadi pasangan suami istri setelah usai merayakan pesta pernikahan. Itu adalah perkataan yang ia lontarkan ketika kami tiba di rumah yang mas Alan beli untuk kami tempati bersama. Sejak saat itu, Salsabila menyadari arti pernikahan yang akan mereka jalani untuk ke depannya. Ia sadar bahwa pisah kamar artinya lebih dari sekedar tidur di ruangan yang berbeda, ini adalah pertanda bahwa ada tembok batasan sebuah hubungan di mana mereka tidak boleh saling mengusik. Salsabila tahu pernikahan yang mereka jalani tidak biasa, tetapi siapa sangka ternyata memang akan sejauh ini. Kami hanya hidup bersama dengan urusan masing-masing. Sementara Salsabila menangani perusahaan sepatu, mas Alan menangani properti perusahaan keluarganya. Sebuah perusahaan induk yang menangani segala banyak anak perusahaan, termasuk perusahaan sepatu yang Salsabila kelola. Tidak hanya itu, dia juga banyak membawahi
"Belum balik?" Salsabila mengetuk kubikel yang membuat si wanita yang tengah melamun itu seketika terkejut. Rinda, satu-satunya sahabat karibnya di perusahaan ini. Pertemanan mereka terjalin sejak Salsabila masih menjadi pegawai biasa di tempat ini. Dan pertemanan mereka tetap terjalin meskipun Salsabila telah menjadi seorang direktur. "Belum balik, Rin?" tanya Salsabila mengulangi pertanyaanya. "Eh … Ibu Direktur, sedang apa di sini? Tidak biasanya," jawab Rinda sambil terkekeh. Dia cukup heran apa yang membawa wanita super duper sibuk itu menyambangi kubikelnya. "Hush … jangan panggil seperti itu, aku tidak suka," ucap Salsabila dengan garang. Ia memang tidak menyukai sematan nama itu. Apalagi kalau sahabatnya yang memanggilnya dengan nama itu. Geli! Rinda kembali tertawa. "Ini baru mau balik, Salsa. Mau pulang bareng, ya? Tetapi maaf, Mas Putra lagi otw ke sini." Rinda kemudian menoleh melihat semua timnya yang sudah tidak ada di tempat. "Ehh, mereka pada ke mana? Sudah pada ba
Meira. Kekasih dari mas Alan itu bernama Meira. Salsabila cukup membenci menyebut nama itu. Tetapi mau bagaimana lagi, wanita itu kembali hadir yang mau tidak mau membuka kembali lembar kenangan menyakitkan itu. Salsabila tahu kalau mas Alan dan Meira sudah menjalin hubungan jauh sebelum mereka melangsungkan pernikahan. Salsabila juga tahu kalau dahulu mereka pasangan saling mencintai tetapi terkendala di restu orang tua. Salsabila tidak tahu kenapa bunda Rena tidak merestui keduanya dan malah dirinya yang di jodohkan dengan mas Alan. Namun, lambat laung Salsabila pun juga mengetahui kalau Meira lah yang lebih dahulu di jodohkan. Orang tuanya punya banyak utang, sehingga memilih menggadaikan dan menikahkan anaknya dengan anak rentenir itu. Pernikahan mereka tidak bahagia, suaminya suka main tangan dan dengan bantuan dari mas Alan mereka akhirnya bercerai. Tetapi, ada anak di antara mereka. Ya, anak yang saya lihat kemarin itu adalah anak dari mantan suaminya bukanlah anak dari mas Al
Pagi harinya, Salsabila benar-benar merasakan pusing di kepala. Semalam ia menghabiskan waktu menangisi pria itu kembali. Selepas dia melihat suaminya kembali bersama wanitanya itu, rasa sakit yang selama ini berusaha ditepisnya kembali lagi dan membuatnya benar-benar hancur semalam.Terlebih lagi saat ia kembali membayangkan saat di mana ia untuk pertama kalinya melihat rupa seorang wanita cantik yang bernama Maira itu.Tak ingin terlihat kembali hancur, Salsabila menunjukkan kembali ketegaran penuh kepura-puraan itu. Ia kemudian keluar dari dalam kamarnya, kembali bersiap untuk ke kantor. Hanya di kantor ia bisa sedikit menenangkan diri dan berusaha menyibukkan diri sehingga tidak terlalu lama terpenjara dalam kesedihan ini.Saat Salsabila akan membelokkan tubuh ke arah dapur, ternyata pria itu sudah berada di sana tengah menikmati sarapannya. Entah sejak kapan pria itu kembali, Salsabila sama sekali tidak menyadarinya."Kau tidak sarapan?" Sebuah suara di belakangnya menghentikan
Obrolan mereka tidak terhenti begitu saja di situ. Setelah membahas soal Alexa, ibu Indrawan kembali membahas tentang Salsabila. Pengalihan yang begitu cepat. Sebenarnya Alan sudah jengah mendengar orang yang terus-terusan memuji Salsabila, tetapi mau bagaimana lagi wanita cerdas itu memang patut dipuji dan Alan hanya perlu berpura-pura merasa bangga karena wanita cerdas itu adalah miliknya sekarang."Salsabila itu hebat, Lan. Dia hebat karena bisa dengan cepat beradaptasi di lingkungan ini." Ibu Indrawan kembali mengeluarkan suara, dan tentu saja nama Salsabila yang diangkat menjadi topik perbincangan. "Jujur saja, dulu aku pikir dia akan meminta cerai darimu tidak lama setelah kalian menikah. Dari gadis yatim piatu di panti asuhan tiba-tiba jadi menantu keluarga Dirgantara. Aku yakin dia kaget dan tak terbiasa menghadapi dunia barunya. Tetapi siapa sangka dia masih bertahan, sampai di umur pernikahan kalian yang ke tiga. Aku salut dengannya," puji ibu Indrawan akan kegigihan dari s
Bicara tentang bulan madu, honeymoon atau apa pun itu yang patut dikerjakan sebagai ritual pasangan pengantin baru, menyimpan sebuah trauma yang besar untuk Salsabila. Jika orang yang baru kembali dari bulan madu, pasangan itu akan semakin berbunga-bunga, cinta di antara mereka semakin besar, dan tak terpisahkan.Tetapi berbeda bagi Salsabila dan Alan. Justru sekembalinya dari yang katanya honeymoon itu, malah semakin membuat hubungan keduanya dingin dan semakin kaku. Sejak saat itu, Salsabila merasa setiap ada orang yang membahas tentang honeymoon, membuat pikirannya akan melanglang buana ke kejadian tiga tahun yang lalu, tepat setelah dua bulan pernikahan keduanya.Sama seperti pasangan pengantin baru yang lainnya, ibu Rena tentu saja terus memaksa keduanya untuk melangsungkan bulan madu. Meskipun pada saat itu Alan dan Salsabila menolaknya secara terang-terangan, hanya saja tetap tidak bisa jika itu sudah menyangkut perintah dari orang tuanya.Sek
Dengan piciknya, Salsabila berpikir kalau mungkin saja honeymoon yang telah dirancang oleh kedua orang tua Alan mungkin saja akan menjadi jalan yang baik untuk hubungan pernikahannya dengan suaminya itu.Meskipun berat rasanya pergi hanya berdua dengan Alan, akan tetapi ada secercah harapan untuk masa depan pernikahannya, mungkin saja ada sesuatu yang membahagiakan untuk hubungannya dengan Alan.Hari ini adalah keberangkatan mereka ke Barcelona, keduanya sama-sama keluar dari dalam kamar seraya menarik koper masing-masing, mereka beradu pandang dalam jangka beberapa detik sebelum Alan melenggang lebih dulu menarik kopernya hampiri ruang tamu, ia sandarkan benda itu pada meja, kemudian menyusul duduk di sofa dan mengeluarkan ponselnya, tampak terlihat acuh tak acuh dengan keberadaan dirinya. Sebentar lagi Rena dan Dirgantara akan datang, beliau sampai jauh-jauh dari Surabaya ke Jakarta untuk mengantar langsung pasangan yang masih dikatakan baru itu ke bandara.
‘Aku mencintai wanita lain.’‘Kau tidak perlu berharap karena aku mencintai wanita lain.’Kalimat itu terus memenuhi kepala Salsabila, ucapan-ucapan menyakitkan yang sebelumnya dilontarkan oleh Alan terus terngiang-ngiang di dalam pikirannya. Sungguh, ia memang tahu bahwa ia menikah bukan karena cinta, tetapi bisakah Alan sedikit saja menjaga perasaannya. Haruskah dia sefrontal itu mengatakan bahwa ia mencintai wanita lain, wanita yang bukan dirinya yang notabene-nya adalah istrinya?Perjalanan yang ditempuh dalam jalur udara sama sekali tidak dinikmati oleh Salsabila. Saat ini menaiki pesawat sampai pesawat yang ditumpanginya mengudara, berat rasanya Salsabila membuka suara. Terlebih lagi Alan di sampingnya sama sekali tak sedikit pun menanggapinya. Dia hanya sibuk dengan majalah di sampingnya dan sama sekali tidak memedulikan dirinya yang tengah melamunkan banyak hal.Baru beberapa jam ia berduaan dengan Alan dan ia sudah makan hati sert
“Karena hanya kamu yang termasuk dari semua kriteria itu. Aku tidak akan mencari wanita yang lain, karena hanya kamu yang aku inginkan.”Salsabila bungkam, dia tidak tahu ingin mengatakan apa lagi atas kekerasan hati Alan yang masih berharap ada sesuatu di antara mereka yang masih tersisa. Tetapi kenyataannya sudah tidak ada, Salsabila sudah meninggalkan semuanya semenjak ketuk palu perceraian terdengar. Salsabila sudah mengubur cintanya untuk Alan di sana, tak ada lagi yang tersisa. Tetapi kenapa pria itu terus saja mengharapkan sesuatu yang mustahil untuk kembali terjadi sama mereka.“Mas, aku tidak menginginkan menyulut pertengkaran di tengah malam seperti ini. jadi sebaiknya hentikan omong kosong kamu sekarang, karena tidak ada gunanya juga.”Alan mengacak rambutnya dengan kasar. “Kenapa kita tidak mencoba—““Dad?” Edward menggosok kelopak matanya dengan punggung tangan.Salsabila bersyukur karena kedatangan Edward memutus pembicaraa
"Mas!"Sudah waktunya ternyata. Alan akan bersiap untuk memasang lebar-lebar kedua telinganya dan mempersiapkan diri untuk mendengarkan segala rentetan omelan yang akan diledakkan oleh Salsabila.“Kenapa?” tanya Alan, masih sanggup menjawab panggilan Salsabila yang seharusnya itu tidak perlu dijawab.Kau hanya perlu mempersiapkan diri mendengar ocehan itu Alan!“Aku sangat berharap kamu datang membawa si kembar dalam keadaan tertidur. Lalu menidurkannya di kamar. Dan kamu ... pulang.”Jadi Salsabila sekarang mengusirnya? Astaga ... tidak ada halus-halusnya sama sekali.“Apa yang kamu berikan ke mereka sampai jam segini belum tidur dan mata mereka masih segar serta masih sangat aktif, Mas?” Salsabila melotot, menuntut jawaban.Alan berdeham pelan. “Makan malam, seperti biasanya.”"Lalu?"“Snack sehatnya?”“Lalu?”“Hanya itu.” Alan mengucapkannya sambil membuang pandangan, sama sekali ti
Hari ini Alan diminta oleh Salsabila untuk menjemput si kembar di daycare. Sebenarnya ini tugas Salsabila, berhubung karena Alan yang mengantar anak-anak tadi pagi, mereka memang membagi tugas seperti ini, supaya adil, mengingat mereka sama-sama sibuk. Tetapi ada pengecualian seperti hari ini, misal ada pekerjaan atau tugas mendesak mereka harus siap direpotkan satu sama lain.Seperti sekarang, Salsabila berkata ada tinjau proyek di luar dan akan melakukan meeting setelahnya sehingga tidak akan sempat menjemput si kembar, oleh karena itu dia meminta agar Alan yang menjemput anak-anak. Alan tentu saja tidak akan menolak, karena itu menjadi perjanjian awal agar saling membantu. Mengingat si kembar juga anak-anaknya, tidak mungkin dia menolak permintaan ibu dari anak-anaknya tersebut.Seperti tadi pagi dan hari-hari sebelumnya, Alan kembali menjadi godaan kanan kiri ibu-ibu yang menjemput atau mengantar anak-anak mereka juga ke daycare. Duda se-hot Alan tentu saja aka
“Bunda titip ini buat sarapan kamu, Mas.” Alexa masuk ke ruang kerja Alan tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, ia lantas duduk di depan meja kerja Alan lalu meletakkan sebuah tote bag di permukaan meja.Alan hanya mendongak sekilas, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya. “Tidak perlu, sudah ada.”Alexa yang tidak mengerti, kembali bertanya, “Huh? Apaan, Mas?”“Aku sudah ada bekal sendiri, pemberian bunda biar aku makan saat makan siang saja.” Alan kembali menjawab, tetapi tangannya tetap asyik menari di atas keyborard komputernya. Pagi hari memang sangat hectic bagi Alan, jadi dia harus menyelesaikan pekerjaannya.Tatapan Alexa seketika tertuju pada kotak bekal tepat dekat komputer Alan, benda tersebut sama sekali tidak diperhatikan keberadaannya seandainya Alan tidak mengatakan. Segera tangan Alexa bergerak untuk menyentuh benda tersebut, tetapi kalah cepat dengan tangan Alan yang lebih dahulu menjauhkan kotak tersebut dari jangkauan Alexa.
Satria dan Salsabila berpisah di lantai tiga, berhubung ruangan Salsabila berada di lantai tiga sedangkan ruangan CEO berada satu lantai di atasnya, yaitu lantai empat.“Sekali lagi terima kasih atas bantuannya tadi, Pak,” ucap Salsabila dengan sopan setelah terlebih dahulu keluar dari kotak besi tersebut yang hanya ada mereka berdua.Bagaimana tidak, sekarang sudah pukul sembilan, sudah pasti karyawan lain sudah sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing, hanya Salsabila yang masih bebas berkeliaran di jam kerja seperti ini dikarenakan insiden dada tadi pagi.Satria hanya memberikan anggukan pelan, sebelum kotak besi itu kembali tertutup dan membawa Satria ke lantai empat, di ruangannya.Saat memasuki ruangan, semua mata yang tadinya tengah serius menatap komputer, kini satu persatu perhatian mereka semuanya tertuju pada Salsabila. Wanita itu tentu saja merasa malu dan hanya memberikan senyuman sekilas dan melangkah terburu ke mejanya dan menyem
Salsabila turun dari taksi online dengan tergesa, berlari kecil memasuki pelataran gedung tempatnya mengais uang untuk bertahan hidup. Oke, itu terdengar kasar. Padahal kenyataannya, Salsabila masih bisa hidup berpuluh-puluh tahun tanpa bekerja dan masih bisa berfoya-foya seandainya dia menginginkan hal tersebut. Toh, selama Alan masih hidup dan masih pemilik perusahaan, pria itu tidak akan mungkin membiarkannya melarat di jalanan. Tunjangan dari perceraiannya belum berkurang sepeser pun, belum lagi Alan tiap bulan akan mengirimkan uang dengan alasan uang bulanan untuk si kembar, belum tabungan yang diberikan kedua orang tua Alan untuk masa depan anak-anak, belum lagi dari aunty cantik si kembar, Alexa. Tiap bulan rekeningnya akan membengkak gara-gara mereka, meskipun dengan alasan untuk si kembar.Tetapi sampai kapan Salsabila harus bergantung dengan keluarga Dirgantara, Salsabila bukan siapa-siapa lagi kecuali ibu dari cucu-cucu mereka. Dan suatu saat nanti kala
“Kok Mommy tidak dicium, Daddy?”Salsabila menegang di tempat, begitupun dengan Alan, terlihat jelas dari wajahnya. Memang benar, mereka masih dekat sebagai partner menjaga si kembar seperti janjinya dahulu sebelum berpisah, tetapi untuk melakukan sesuatu yang intim, meskipun hanya sekedar kecupan, itu sudah menjadi sangat haram bagi hubungan mereka. Tetapi kedua putranya itu sepertinya masih belum mengerti akan hubungan orang tuanya, terkadang dia berceloteh dengan polosnya seperti, ‘kenapa Daddy Lan tidak tidur di kamar ini?’ dan pertanyaan yang lebih parah adalah ‘kenapa Daddy Lan tidak pernah mencium dan memeluk Mommy, padahal temanku pernah bercerita kalau orang tuanya sering melakukan hal tersebut.’Entah siapa yang mengotori otak polos kedua putranya itu, yang pasti Edward dan Erland sangat sering mendesak Alan untuk menciumnya, seperti sekarang ini. kemarin-kemarin Salsabila dan Alan berhasil berkelik, tetapi sepertinya hari ini bukan hari keberun
Seperti pagi-pagi sebelumnya, Salsabila akan kelimpungan sendiri menghadapi pagi harinya. Seperti pagi ini, Salsabila sudah sibuk bolak-balik mengecek penampilannya sendiri. Hari ini dia memilih blouse putih, celana panjang berwarna krem dan heels hitam. Oke, sempurna. Lalu, sembari berjalan, ia sedang memasang anting di telinga kanan sedangkan anting yang satu masih dipegang.Namun, sesuatu mengambil perhatiannya, oh astaga … Erland!"Erland …" teriaknya menggelegar saat mendapati anak bungsunya itu sedang memanjat lemari es yang lumayan tinggi itu.Sedangkan kembarannya, Edward tengah mengabaikan keadaan sekitarnya. Bahkan tidak menyadari kalau adiknya sedang menantang maut. Anak berumur empat tahun itu masih setia bermain lego dan sesekali terdengar anak itu bersenandung kecil mengikuti opening song serial kartun di televisi yang sedang menyala.Salsabila yang melihat Erland sama sekali tidak mendengar teriakannya segera berlari, namun nahas, s
Puluhan orang lalu lalang di sekitar Salsabila. Sebagian menuju konter-konter check-in, sebagian lagi buru-buru memasuki boarding room. Raut wajah yang Salsabila lihat berbeda-beda, ada yang bersedih dan ada pula yang bahagia. Mungkin yang bersedih itu adalah orang-orang yang sedang melakukan perpisahan, sedangkan yang berbahagia tengah akan berjumpa dengan keluarga atau seseorang yang disayanginya.Meskipun begitu, segala hingar bingar yang tercipta di sekitarnya sama sekali tidak mengusik Salsabila. Perempuan itu tengah duduk di salah satu kursi tunggu, di sampingnya ada Alexa yang tengah bercanda ria dengan kedua anak kembarnya sehingga sama sekali tidak menyadari kekalutan yang dirasakan oleh Salsabila.Salsabila terus memandangi boarding pass di tangannya, tanpa sadar dia tertawa kecil tanpa tahu apa yang sebenarnya lucu hingga patut ditertawakan.Apakah, karena hari ini adalah waktunya?Tiga tahun pernikahannya selesai dengan cara seperti in