Share

Bab 44

Penulis: Dina Dwi
last update Terakhir Diperbarui: 2021-10-26 14:15:24

“Ikut aku.” Diana tengah menarik Revan menuju kantin sekolah.

Diana menarik Revan hingga ke kantin yang menjual berbagai makanan roti dan kue dan semua makanan itu terbungkus dan disusun rapi di etalase.

Revan bingung kenapa Diana mengajaknya ke sini. Tapi ia membiarkan Diana menariknya sampai di sini.

“Mana makanan yang kau suka?” tanya Diana sambil melihat-lihat roti sandwich dengan berbagai isi.

Revan tidak mengerti tapi beberapa detik berlalu akhirnya Revan menunjuk salah satu makanan.

“Eh? Sandwich telur?” tanya Diana memandang Revan.

Revan hanya mengangkat bahu, "Aku asal pilih."

“Ya sudah, apalagi?” tanya Diana sembari mengambil sandwich telur.

“Kau mau mentraktirku? Aku tidak pernah membeli di sini,” balas Re

Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • We Are   Bab 45

    Kemarin Michael terlalu fokus hingga tidak sadar Diana datang dan memberikan memberikan ponselnya, tapi kali ini Michael segera sadar jika ada orang yang mendekatinya. Alisnya menekuk saat matanya melihat siapa yang datang. Diana mendatanginya lagi.“Mau apa kau ke sini?” tanyanya. Ia sama sekali tidak peduli jika suaranya tidak terdengar ramah.Diana tidak langsung menjawab. Ia meletakkan sesuatu di atas leptop Michael.“Hei?!” teriak Michael melihat tingkah Diana.Tanpa merasa bersalah, Diana tersenyum. Hal itu menambah kekesalan Michael, ia hendak melempar atau membuang apa pun itu yang diletakkan Diana di atas leptopnya. Tapi keinginannya tertahan karena perkataan Diana selanjutnya.“Aku tahu kau belum makan, karena itu aku memberikan ini.”

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-26
  • We Are   Bab 46

    Diana merasakan keningnya berkedut melihat ternyata masih ada beberapa gadis yang bertahan di depannya dan tidak mendekati Michael. Mereka masih tersisa lima orang. “Kami hanya menyukai Revan,” sahut mereka seolah mengerti tatapan bingung Diana. Diana terdiam. Pengemar yang sangat setia, batin Diana mendengus dalam hati. Memangnya kesetiaan mereka itu memberikan keuntungan? “Oh, jadi begitu. Apa kalian ingin mendekati temanku Revan?” tanya Diana menekankan suaranya pada kata ‘temanku’. “Ikuti aku, aku bisa mempertemukan kalian dengannya,” lanjut Diana hendak berjalan melewati mereka tapi ternyata ia dihalangi. Mereka mencegah Diana pergi. “Kami hanya mau bicara denganmu,” kata mereka sembari memojokkan Diana. “Oh, begitu ya. Jadi apa yang ingin kalian bicarakan?” tanya

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-26
  • We Are   Bab 47

    “Aku mengerti itu. Tapi aku akan berhati-hati dan seperti yang aku katakan sebelumnya, aku akan membela diri jika keadaan benar-benar darurat. Mungkin saja bela diri lebih banyak manfaatnya asal dipakai dengan bijak. Jadi, apa kau mau mengajariku?” tanya Diana penuh harap. “Apa kau pikir berkelahi itu butuh pelajaran?” tanya Revan membuat Diana seolah tersadar akan sesuatu. Diana mengerutkan keningnya. “Benar juga. Jadi kau hanya melakukannya begitu saja? Apa tidak ada teknik apa-apa saat berkelahi?” tanya Diana penasaran. “Tentu saja tidak jika hanya asal pukul seperti preman jalanan tanpa ilmu beladiri. Tapi kalau berkelahi dengan salah satu beladiri seperti karate atau petinju itu butuh pelajaran. Kau tidak akan menang jika berkelahi dengan asal-asalan, kan.” Revan menyeringai. “Kalau begitu untuk apa bertanya padaku?” Diana menyipitkan mat

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-26
  • We Are   Bab 48

    “Kau sadar tidak? Dulu kau tidak akan mendekati perempuan satupun dan selalu sendirian,” lanjut Diana sembari memandang Michael.Ternyata Diana tidak membicarakan sifat Michael yang menjadi pendiam sejak Michael memukul Diana. Tapi Diana bertanya ternyata sedang mengungkit masa lalu Michael. Saat Michael masih sekolah menengah di tempat yang sama dengan Diana. Mereka pernah satu sekolah sebelumnya. Dulu Diana tahu jika Michael tidak suka didekati perempuan sama seperti Revan saat ini.Michael yang tahu apa yang dimaksud Diana berkata, “Mungkin memang benar. Kalau kau penasaran aku tidak bisa memberikan jawabannya."Michael mengangkat bahunya santai."Sebenarnya aku juga tidak tahu. Sepertinya aku menjadi seperti ini karena punya teman yang aneh,” kata Michael tak keberatan menjawab.

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-26
  • We Are   Bab 49

    “Kalian sudah melakukan banyak tugas tapi mau membantuku lagi. Aku jadi merasa bersalah membuat," ucap Diana pada Revan dan Kevin, hanya mereka berdua karena Michael sudah asyik atau sibuk dengan para penggemarnya setelah presentasi.“Hanya kebetulan aku menguasai bagian materi yang tadi," balas Kevin menggaruk kepalanya yang tidak gatal.“Yah, iya sih. Kau tidak mungkin berani jika kau tidak tahu. Tapi kau tetap saja membantu. Jangan lupa saat aku sempat bingung karena tindakanmu dan Michael yang tiba-tiba. Untung Revan berhasil menanganinya.” Diana melirik Revan.“Hahaha, Dia memang bisa diandalkan.” Kevin tertawa sambil memukul pelan bahu Revan beberapa kali.Diana sadar Kevin memuji Revan dan ia hanya tersenyummelihat keakraban mereka.“Bagaimana dengan rencana kal

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-29
  • We Are   Bab 50

    Diana berkedip sekali. Lalu ia bisa melihat kedua tangannya tengah digenggam oleh dua sosok berbeda di samping kanan dan kirinya.Kepalanya terangkat untuk melihat tangan siapa yang menggenggamnya. Bibir Diana melengkung saat melihat siapa sosok yang memegang tangannya."Ayah, Ibu, kita mau kemana?" tanya Diana dengan antusias.Matanya menampakkan kebahagiaan yang menyilaukan.Orang yang dipanggil ayah dan ibu itu hanya tersenyum pada Diana tanpa menjawab.Perlahan keduanya melepaskan tangan mereka dari tangan Diana. Diana terdiam dengan kebingungan yang jelas."Ada apa, ibu? Ayah?" tanya Diana.Bukannya menjawab, kedua sosok itu memalingkan wajah dan menghadap ke depan.Mereka mulai melangkah dari samping Diana. Diana melebarkan matanya dan rasa takut tiba-tiba mencengkeram dadanya saat meli

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-31
  • We Are   Bab 51

    Kevin berlari mendekati Revan yang sedang berjalan di halaman sekolah."Hei! Kita jadi ke rumahmu hari ini 'kan?" tanya Kevin mendadak pada Revan.Revan hanya melirik dari sudut matanya dan menjawab dengan gumaman."Hm."Saat ini mereka berdua sedang berjalan melewati lapangan basket sekolah menuju kelas.Saat mereka masuk ke dalam kelas, mereka menemukan Diana sedang tertidur di antara murid di kelas.Diana tidur dengan tangan yang menyembunyikan kepalanya di atas meja. Ia ternyata bisa tidur di tengah berisiknya murid dalam kelas yang asyik mengobrol.Kevin dengan semangat tinggi mendekati meja Diana dan menggoyangkan bahunya agar terbangun.Revan hanya melihat tingkah temannya itu dan tidak melakukan apa pun.Diana mengangkat kepal

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-31
  • We Are   Bab 52

    Pada malam harinya, Diana dan David duduk menghadap dokter psikiater yang sebelumnya menangani Diana.“Kabar baik untuk kalian,” kata dokter.Diana dan David berpandangan lalu kembali menghadap ke depan lagi pada sang dokter.“Tentang penyembuhan untuk Diana...” David dan Diana saling memandang lagi, menunggu lanjutan kalimat dari orang dihadapan mereka.“Aku sudah bisa menjamin untuk menyembuhkan Diana,” lanjut sang dokter.“Benarkah?” mata David berbinar.Sang dokter mengangguk, “Aku sudah melihat peluangnya dan bagaimana caranya. Diana bisa sembuh dengan tetap datang teratur ke sini lalu melakukan terapi, aku sudah menentukan terapi yang digunakan."David tersenyum lega sembari menggenggam tangan adiknya."Karena Diana hanya bisa datang seminggu se

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-01

Bab terbaru

  • We Are   Bab 80

    Di suatu waktu, Diana merasa sedikit cemas. Dia akan melakukan pemeriksaan psikiater untuk pertama kalinya sejak kecelakaan itu. Ini bukan hanya tentang kesehatan fisiknya, tapi juga tentang dirinya, tentang ingatannya yang hilang dan apa yang akan datang selanjutnya.David tahu betul perasaan cemas Diana, dan meskipun dia tidak bisa sepenuhnya menghilangkan kecemasannya, dia berusaha memberikan dukungan sebanyak yang dia bisa.“Jangan khawatir, Diana. Aku akan tetap di sini bersamamu,” kata David dengan nada penuh keyakinan, meskipun ia sendiri merasa sedikit gugup.David ingin tahu bagaimana kondisi mental Diana setelah ia lupa ingatan. Apakah ada yang berubah dengan trauma Diana atau tidak.Diana tersenyum tipis, tetapi tidak bisa menyembunyikan rasa ragu yang masih ada di matanya.David terus berbicara dengan lembut, berusaha untuk menenangkan perasaan Diana. “Aku tahu ini bisa terasa menakutkan, tapi kita akan menghadapinya bersama. Aku tidak akan pergi ke mana-mana,” ucapnya lag

  • We Are   Bab 79

    Hari-hari berlalu dengan cepat, tetapi rutinitas Diana tidak banyak berubah sejak pertama kali ia mengunjungi kamar Kevin. Setiap pagi, setelah dokter selesai melakukan pemeriksaan rutin di kamarnya, David akan datang dan menawarinya untuk berjalan-jalan di sekitar lantai rumah sakit. Namun, Diana hanya punya satu tujuan: kamar rawat Kevin."Sudah siap?" tanya David suatu pagi saat ia mendorong kursi roda Diana ke dekat pintu.Diana mengangguk kecil. “Iya. Terima kasih sudah menemaniku lagi.”David tersenyum. “Tidak masalah. Aku senang kau ingin menjenguk Kevin.”Perjalanan menuju kamar Kevin kini sudah menjadi kebiasaan yang Diana lakukan. Meski Kevin masih terbaring dalam kondisi koma, Diana merasa dirinya perlu lebih sering menjenguk Kevin, mungkin karena ia merasa punya hutang budi pada Kevin.Sesampainya di kamar Kevin, David membantunya duduk di kursi yang biasa ia tempati di sebelah tempat tidur Kevin. Setelah memastikan Diana baik-baik saja, David berpamitan untuk kembali beke

  • We Are   Bab 78

    Diana masih duduk di tempat tidurnya, memandangi jendela dengan tatapan kosong. Kamar rumah sakit itu terasa begitu sepi, hanya suara denyut mesin monitor yang menemani. Meski fisiknya mulai pulih, pikirannya masih penuh dengan kebingungan. Ingatannya yang hilang membuatnya merasa seperti hidup di dunia asing.David masuk ke dalam kamar dengan membawa senyuman tipis. Ia menutup pintu dengan perlahan dan mendekati adiknya. Di tangannya ada sebuah gelas berisi teh hangat, yang ia letakkan di meja samping tempat tidur.“Diana, bagaimana perasaanmu hari ini?” tanya David dengan suara lembut.Diana menoleh, lalu mengangguk pelan. “Aku baik-baik saja, Kak. Tapi… semuanya masih terasa asing. Aku masih sulit mengingat apa pun,” jawab Diana lirih.David duduk di kursi di sampingnya, menatap wajah Diana dengan penuh kasih. “Itu wajar, Diana. Jangan terlalu memaksakan dirimu.”Diana menghela napas panjang. “Aku hanya merasa… hidup tanpa mengingat apa-apa terasa sangat kosong. Aku ingin tahu apa s

  • We Are   Bab 77

    "Diana dan Kevin.. mereka sekarang sedang dirawat di rumah sakit. Kondisi keduanya..." Jeremy ragu untuk melanjutkan perkataannya. Di depannya, raut wajah Revan semakin pucat.Revan merasa napasnya tertahan. Sama seperti beberapa murid yang mendengarnya.Mereka tahu, dari ekspresi Jeremy, bahwa kondisi kedua sahabat Revan jelas tidak dalam kondisi yang baik.Revan segera melepaskan tangannya dari pundak Jeremy. Ia berbalik dan melangkah hendak keluar kelas."Revan! Kau mau ke mana?!" tanya Jeremy sedikit mengeraskan suaranya.Pertanyaan itu membuat langkah Revan tertunda sejenak. Ia menoleh pada Jeremy yang ada dibelakangnya tanpa menjawab.Jeremy bisa menduga tujuan Revan.Karena itu ia menyahut lagi, "Kita akan menjenguk mereka berdua setelah jam pelajaran berakhir. Kita pergi bersama-sama. Jadi tahan dulu langkahmu."Revan tidak langsung membalas dan memilih memandang kembali jalan koridor depan pintu kel

  • We Are   Bab 76

    Diana tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.Semuanya terjadi begitu cepat. Saat tubuhnya berputar dalam pelukan seseorang. Diana tidak sempat bereaksi.Yang ia rasakan adalah tubuhnya terangkat membentur kap mobil yang menabraknya.Tubuhnya berguling hingga memecahkan kaca mobil. Lalu ia jatuh menggelinding di jalan aspal.Semua itu terjadi saat dirinya dipeluk.Tepat ketika tubuhnya mendarat di aspal dengan menyakitkan, Diana merasa pelukan di tubuhnya terlepas.Ia berusaha mengabaikan rasa sakit di kepala dan tubuhnya. Matanya berusaha terbuka.Diana berusaha mengerakkan tangannya. Suaranya serak dan hampir tidak terdengar."K-ke..vin.."Hal terakhir yang ia ingat adalah wajah Kevin yang menutup kedua matanya.*****Albert melihat jam tangan yang melingkari pergelangan tangannya. Ia menghela napas. Kepalanya ke terangkat kembali memandang keluar jendela kantornya.

  • We Are   Bab 75

    Semua siswa tampak bersemangat saat mulai memasuki kebun binatang. Mereka dipandu oleh salah satu staf yang bekerja dan bertugas memandu para pengunjung.Mereka harus mengikuti pemandu dan tidak boleh berkeliaran seenaknya karena jumlah mereka yang lumayan banyak. Kalau tidak, Jeremy akan kesulitan mencari mereka saat kegiatan menjelajahi isi kebun binatang telah selesai.Setelah selesai menjelajahi kebun binatang itu, mereka menaiki bus dan lanjut pergi ke tujuan selanjutnya. Tujuan selanjutnya adalah taman reakreasi.Berbeda dengan di kebun binatang, saat di taman rekreasi mereka diizinkan pergi sendiri-sendiri ke mana saja oleh Jeremy.Mereka juga dibiarkan berlama-lama karena setelah ini mereka tidak perlu pulang dengan bus yang sama lagi.Mereka akan pulang dengan menggunakan transportasi yang mereka mau. Seperti Revan yang langsung dijemput oleh Valen, atau Diana dan Kevin yang memilih untuk berjalan kaki menuju halte bus

  • We Are   Bab 74

    "Hei, Jeremy." Kevin merangkul pundak Jeremy dan menariknya menjauh dari kerumunan siswa di kelas."Ada apa?" tanya Jeremy sembari menaikkan alisnya."Apa benar kau yang memberi hadiah ini?" tanya Kevin di hadapan Diana dan Revan.Jeremy memandang kotak pink di tangan Kevin lalu mengangguk dan menjawab, "Iya."Kevin melepaskan rangkulannya dari pundak Jeremy. Diana dan Revan tertarik mendengar percakapan itu.Jeremy menaikkan kacamatanya yang sedikit menurun. Ia melanjutkan, "Aku memberikan ini sebagai bentuk apresiasi untuk Diana dan Revan. Kalian sudah bekerja keras menampilkan pertunjukan yang luar biasa saat pembukaan mewakili kelas ini."Diana dan Revan berpandangan melihat Jeremy yang tersenyumJeremy melanjutkan lagi, "Bahkan kepala sekolah memuji kalian dan mengatakan jika pertunjukan kalian adalah yang terbaik diantara yang lain.

  • We Are   Bab 73

    Saat Diana masuk ke dalam kelas, beberapa siswa langsung menatap ke arahnya. Diana mengabaikan hal itu dan sama sekali tidak merasa aneh.Tapi kemudian ia terpaku menatap ke arah meja dan kursinya di dalam kelas. Ia mengusap matanya dengan punggung tangan memastikan kalau itu memang adalah meja dan kursi miliknya.Bagaimana mungkin ada begitu banyak kotak warna warni yang memenuhi meja dan tempat duduknya.Kotak-kotak itu adalah hadiah pemberian untuk Diana dari para pengagumnya. Diana tidak tahu jika dirinya telah memiliki penggemar rahasia sebanyak itu.Bukan hanya itu, beberapa detik kemudian banyak murid perempuan di kelasnya datang beramai-ramai mengelilingi Diana.Revan dan Kevin yang baru masuk ke dalam kelas melihat Diana sedang kebingungan. Kebingungan membalas banyak pujian dari siswi di dalam kelas. Ternyata penggemar Diana bukan hanya laki-laki saja.Setelah beberapa menit y

  • We Are   Bab 72

    Kevin menghela napasnya. Jika ia berada di posisi Albert, maka ia juga akan mengira ayahnya memang meminta untuk pergi dan berada di sisi ibu Albert.Tapi Kevin ingat semua percakapan yang terjadi kemudian antara dirinya dan Oliver di rumah sakit setelah Albert keluar dari ruangan. Kevin belum memberitahu Albert tentang itu.Kevin akhirnya mulai menjelaskan, "Aku juga awalnya berpikir hal yang sama denganmu. Tapi setelah itu, ayah menjelaskan padaku bahwa jika kau menolak permintaannya dan bersikeras untuk berada di sisi ayah dari pada ibumu, maka ayah tidak akan memaksamu. Ayah bahkan akan mempertahankanmu di sisinya apa pun yang terjadi."Kerutan di wajah Albert semakin dalam setelah mendengar perkataan Kevin."Hanya saja, ayah tidak ingin kau membenci ibumu. Karena menurutnya, apa pun yang terjadi, dia adalah ibumu yang telah melahirkanmu," lanjut Kevin.Albert terdiam. Berusaha memproses semua perkataan Kevin padanya.

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status