Share

Bab 32 Nyala Perang

Author: Caesar Azka
last update Last Updated: 2025-03-11 08:22:19

Ledakan mengguncang tanah, memaksa Arka dan yang lainnya mundur selangkah. Getaran itu menjalar hingga ke tulang, sementara debu dan asap memenuhi udara, menyamarkan pandangan mereka. Arka menyipitkan mata, merasakan panas yang menyengat di kulitnya.

Isvara menoleh cepat, matanya tajam menatap ke arah barat. "Itu datang dari perbatasan barat!" serunya, suaranya nyaris tenggelam dalam gemuruh kehancuran.

Azura segera melesat ke puncak bukit kecil, tangannya bergerak membentuk segel spiritual. Cahaya biru berpendar di sekitar tubuhnya, meningkatkan kejernihan penglihatannya. "Ada pasukan besar yang bergerak..." ucapnya sebelum terdiam sejenak. Lalu suaranya meninggi. "Tidak! Itu bukan pasukan biasa... Itu pasukan bayangan Agarthos!"

Arka mengepalkan tangannya erat. "Dia bergerak lebih cepat dari yang kita kira," gumamnya dengan nada geram.

Belum sempat mereka menyusun strategi, angin kencang tiba-tiba berputar di sekitar mere
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 33 Kebenaran yang Terungkap

    Langit di atas mereka masih bergetar, retakan besar itu seolah-olah bisa menelan dunia kapan saja. Cahaya merah dari balik celah itu menyorot tajam ke arah Arka, membuat tubuhnya merasakan tekanan luar biasa. "Apa ini…?" bisik Azura dengan mata terbelalak. Isvara berusaha mempertahankan keseimbangannya. "Aku belum pernah merasakan energi sebesar ini sebelumnya…!" Arka memfokuskan pandangannya ke sepasang mata merah yang menatapnya dari balik celah di langit. Tatapan itu terasa begitu familiar, seakan memanggilnya, menuntunnya pada sesuatu yang telah lama ia lupakan. Lalu, suara berat dan dalam kembali bergema, memenuhi seluruh ruang. "Kau akhirnya sampai sejauh ini, anakku…" Arka terkejut. "Siapa… kau…?" Tiba-tiba, cahaya merah itu menyelimuti seluruh tubuhnya, menariknya ke dalam celah di langit. "Arka!" seru Genta, mencoba meraih tangannya, tapi terlambat.

    Last Updated : 2025-03-11
  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 34: Bayangan di Balik Gerbang

    Suara gemuruh terdengar menggelegar dari atas. Langit yang sebelumnya gelap kini terbelah, menampakkan retakan bercahaya merah yang berpendar di antara celah-celah kegelapan. Dari dalamnya, muncul bayangan-bayangan besar dengan mata menyala, mengintai dari balik portal yang terbuka. Arka menajamkan pandangannya. Udara di sekitarnya bergetar hebat, seakan alam pun gentar menghadapi kehadiran yang akan segera turun. "Mereka sudah tiba." Suara ayahnya, Adhira, terdengar tegas namun tenang. Arka mengepalkan tangannya. Ia bisa merasakan aliran energi baru dalam tubuhnya setelah pertarungan terakhir, tetapi kekuatan itu masih belum sepenuhnya ia pahami. "Apa mereka yang disebut Pasukan Terakhir Agarthos?" tanyanya. Adhira mengangguk. "Mereka adalah algojo yang ditugaskan membasmi pewaris kekuatan sejati… dan kau adalah target utama mereka." Seketika, bayangan perta

    Last Updated : 2025-03-12
  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 35 Di Balik Tirai Waktu

    Arka masih terpaku di tempatnya, menatap sosok berjubah biru di hadapannya. Udara di ruangan itu terasa berat, seolah dipenuhi oleh energi yang tak kasat mata. "Kau…" Arka mencoba mengolah pikirannya. "Bagaimana bisa kau masih hidup?" Sosok itu menatapnya dengan mata perak berkilauan. "Karena takdir belum mengizinkanku pergi. Dan sekarang, takdir jugalah yang membawamu ke sini." Sebelum Arka bisa menanggapi, gemuruh keras terdengar dari kejauhan. Getaran mengguncang lantai, debu dan serpihan batu berjatuhan dari langit-langit. "Mereka telah menemukan kita," kata sosok itu dengan nada tegang. Arka segera bersiaga. "Siapa mereka?" "Pasukan Pemburu Waktu. Mereka tidak hanya mengincar Agarthos, tapi juga siapa pun yang bisa mengancam keseimbangan dunia ini—termasuk kau." Seketika, pintu batu di belakang mereka bergetar hebat, lalu pecah menja

    Last Updated : 2025-03-12
  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 36 Cahaya di Balik Kegelapan

    Arka merasakan sensasi dingin menusuk tulang saat portal hitam di hadapannya semakin membesar. Dari dalam kegelapan itu, muncul seseorang yang tak asing baginya—seseorang yang selama ini ia pikir telah hilang dari kehidupannya. "Tidak mungkin…" Arka bergumam, matanya melebar dalam keterkejutan. Sosok itu melangkah keluar, wajahnya hampir identik dengan dirinya. Namun, auranya jauh lebih gelap, seperti bayangan yang tak memiliki cahaya. "Kau akhirnya sampai di sini," kata sosok itu dengan suara rendah yang menggema di sekeliling mereka. "Tapi ini bukan tempat di mana kau bisa kembali dengan mudah." Arka menguatkan cengkeraman tangannya. "Siapa kau sebenarnya?" Sosok itu tersenyum miring. "Aku adalah bagian dari dirimu yang telah kau tinggalkan. Kini, aku datang untuk mengambil tempat yang seharusnya menjadi milikku." Tanpa peringa

    Last Updated : 2025-03-12
  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 37 Ujian Terakhir

    Angin bertiup kencang di tengah kehampaan yang kini mengelilingi Arka. Sosok berjubah emas berdiri tegak, matanya bersinar seperti dua matahari kecil yang menyala dalam kegelapan. "Jika kau ingin menyelamatkan mereka, kau harus melewatiku terlebih dahulu," ulangnya dengan nada tenang, tetapi penuh ketegasan. Arka merasakan tekanan luar biasa hanya dengan berdiri di hadapan orang ini. Seperti ada beban tak kasatmata yang menghimpit tubuhnya, menguji kekuatan dan tekadnya. "Aku tidak punya waktu untuk ini!" seru Arka, tinjunya mengepal erat. "Teman-temanku dalam bahaya!" Sosok itu mengangkat tangannya, dan tiba-tiba, tubuh Arka seolah-olah terjebak dalam pusaran energi yang tak terlihat. Ia mencoba bergerak, tetapi kakinya seolah tertanam di tanah. "Kekuatan sejati bukan hanya tentang kecepatan dan serangan," kata pria itu. "Tapi juga tentang pengendalian. Jika kau tidak bisa melepaskan diri dari ini, maka kau

    Last Updated : 2025-03-12
  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 38 Bayangan Di Balik Kebenaran

    Angin bertiup kencang, membawa aroma pertempuran yang belum usai. Arka berdiri membeku, matanya terpaku pada sosok yang berdiri di hadapannya—Agathos. Bayangan panjangnya memanjang di tanah yang retak. Mata Agathos tajam, penuh ketenangan, namun di dalamnya menyimpan sesuatu yang jauh lebih mengerikan. "Akhirnya kita bertemu, Arka." Suaranya terdengar datar, tetapi memiliki daya tekan luar biasa. Arka mengepalkan tinjunya, energi emas di sekelilingnya masih berpendar. "Kenapa kau melakukan semua ini, Agathos? Apa tujuanmu sebenarnya?" Agathos tersenyum tipis, lalu melangkah maju. "Kau masih belum mengerti, ya? Semua yang terjadi… adalah bagian dari sesuatu yang lebih besar." Arka semakin waspada. Setiap langkah Agathos seolah menggetarkan udara di sekelilingnya. "Jika kau berpikir aku hanya sekadar musuh yang harus kau kalahkan, kau salah besar," lanjutnya. "Aku bukan musuhmu, Arka. Aku adalah

    Last Updated : 2025-03-12
  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 39 Dimensi Tanpa Batas

    Udara terasa berbeda. Arka berdiri di dalam kegelapan absolut, hanya ada Agathos di hadapannya, seakan dunia di sekitar mereka telah lenyap. "Dimensi ini…" gumam Arka, menyadari bahwa ia tak lagi berada di tempat sebelumnya. Agathos tersenyum tipis. "Di sinilah kita akan menyelesaikan semuanya, Arka." Tiba-tiba, angin hitam berputar di sekitar Agathos, membentuk pusaran energi yang berdenyut dengan aura murni kegelapan. "Kita akan lihat apakah kau benar-benar layak melawan takdirmu." Tanpa peringatan, Agathos melesat maju. Arka hanya memiliki sepersekian detik untuk mengangkat tangannya, menangkis pukulan Agathos yang membawa kekuatan luar biasa. Benturan energi mereka meledak, mengguncang ruang kosong itu, menciptakan retakan di dimensi yang mengurung mereka. "Kau tidak akan menang, Agathos!" teriak Arka. Agathos tertawa, seolah menertawakan tekad Arka. "Menang? A

    Last Updated : 2025-03-12
  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 40 Ancaman yang Belum Usai

    Langit yang semula bersih kini dipenuhi awan hitam pekat, berputar dengan kecepatan mengerikan. Sosok berjubah hitam yang muncul di hadapan mereka berdiri tegak, menatap Arka dan teman-temannya dengan mata bersinar merah. "Aku sudah menunggu kalian," suaranya bergema, berat dan dalam, seperti berasal dari kedalaman kegelapan itu sendiri. Arka menggertakkan giginya. "Siapa kau?" Sosok itu tidak menjawab. Sebaliknya, ia mengangkat satu tangannya. Dalam sekejap, angin kencang berhembus, menciptakan tekanan luar biasa yang membuat tanah bergetar. Genta menghunus senjatanya. "Apa dia lebih kuat dari Agathos?" bisiknya pada Raka. Raka mengangguk, matanya tak lepas dari sosok misterius itu. "Aku tidak tahu… tapi dia jelas bukan lawan yang bisa kita remehkan." Isvara, yang masih lemah, mencoba berdiri. Azura membantunya, wajahnya penuh kecemasan. "Kita harus pergi dari sini," ucap Azura.

    Last Updated : 2025-03-12

Latest chapter

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 223 Kembali ke Akar

    Langit Jakarta diguyur cahaya senja yang lembut saat helikopter hitam mendarat di atap gedung utama Wijaya Corporation. Bilah-bilah rotor melambat, meniupkan debu dan kenangan di udara. Dari dalam kabin, Arka turun lebih dulu, mengenakan jaket hitam bertuliskan WJ Core di lengannya. “Masih terasa aneh ya,” gumam Kiara di belakangnya. “Kita barusan keluar dari altar kehendak… dan sekarang berdiri di atap kantor pusat.” Genta menyeringai sambil menenteng tas data. “Aneh itu kalau kita tiba-tiba bangun di kebun belakang dengan piyama.” Raka menepuk bahunya. “Jangan beri semesta ide aneh, Gen.” Mereka berempat berdiri berjejer, menatap siluet kota yang perlahan berubah warna. Di bawah mereka, gedung-gedung menjulang seperti urat nadi dari ambisi yang pernah hampir dibajak oleh kehendak jahat. Arka menarik napas panjang. “Kita berhasil. Dunia masih berdiri.” “Dan kita masih satu,” Kiara menambahkan,

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 222 Jejak yang Tertinggal

    Altar kehendak bergema dengan getaran lembut, seolah menghela napas terakhir setelah ribuan tahun terbungkam. Dinding kubah yang retak menyala dengan pola cahaya yang bergerak pelan, membentuk simbol-simbol purba yang tak dikenali, tapi terasa akrab bagi Arka dan yang lain. “Tempat ini hidup,” bisik Genta, mengamati garis cahaya yang menjalar di sepanjang lantai. “Tapi bukan seperti teknologi. Ini… sesuatu yang lain.” Kiara menyentuh salah satu simbol, dan cahaya melesat cepat, menyusuri lengannya tanpa melukai. “Seolah-olah tempat ini mengenali kita.” Raka melangkah mendekati pusat altar, di mana sebuah pilar kristal muncul perlahan dari bawah tanah. Di dalamnya, pusaran kehendak berwarna emas berdenyut pelan seperti jantung. “Tunggu,” ucap Arka sambil menatap sekeliling. “Kalian dengar itu?” Detak. Lembut, tapi dalam. Seperti jantung raksasa yang berdetak dari dalam dunia itu sendiri. Kiara m

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 221 Inti dari Segalanya

    Kilatan pertama menyambar seperti tombak cahaya yang mengoyak udara. Arka dan yang lain menembus pusaran badai, tubuh mereka melayang bebas di antara fragmen waktu dan kehendak yang saling bertabrakan. Setiap helai udara terasa tajam, seolah menolak keberadaan mereka. Arka menggertakkan gigi, tubuhnya tertarik ke dalam spiral cahaya keperakan. “Tahan formasi! Jangan terpisah!” “Aku kehilangan gravitasi!” teriak Genta, tubuhnya terpental ke arah fragmentasi kota yang hancur di kejauhan. Kiara melompat, menyambar tangan Genta. “Aku dapat dia! Tapi ini… bukan ruang biasa. Waktunya loncat-loncat!” Raka berputar di udara, kakinya menjejak sebongkah memori masa depan yang padat, lalu meluncur ke arah Arka. “Kita harus sampai ke pusat! Di sanalah kehendak disimpul jadi satu!” Di tengah pusaran, sosok bertopeng perak berdiri kokoh, tubuhnya membesar menjadi kolosus setinggi gedung. Di dadanya, mata yang berputar kini

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 220 Lapisan Ketiga

    Arka mendarat di permukaan yang tak padat, seolah pijakan itu terbuat dari bayangan air. Setiap langkah meninggalkan riak yang memantulkan kenangan. Langit di atasnya merah kelam, bergemuruh seperti dada yang menahan napas terlalu lama. “Tempat ini… terasa seperti dalam mimpiku,” gumamnya, memandang sekitar. Kiara mendarat tak jauh darinya, tangannya terangkat, menjaga keseimbangan. “Tapi ini bukan mimpi. Ini ruang kehendak terdalam. Lapisan ketiga.” Dari balik kabut, siluet Raka muncul, tubuhnya bersimbah cahaya kehendak yang belum sepenuhnya stabil. “Aku lihat bayangan Ayah tadi… seperti nyata.” “Bukan bayangan,” sahut Genta yang menyusul, napasnya memburu. “Tempat ini menyerap ingatan paling kuat dalam diri kita. Dan memutarnya jadi senjata.” Angin bertiup pelan, namun membawa aroma darah dan logam. Lalu satu demi satu sosok muncul dari balik kabut—wajah-wajah yang seharusnya sudah mati. Ayah Raka. Saudara

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 219 Pusaran Kehendak

    Genta melompat ke panel darurat, jarinya menari di atas tombol manual. Sinyal listrik masih lumpuh, tapi ia berhasil mengaktifkan suplai cadangan untuk server utama. Layar menyala kembali dalam kilatan biru redup, menampilkan grafik-grafik kacau dan sinyal spiral dari dasar laut. “Gelombangnya meningkat,” gumamnya. “Ini bukan hanya sinyal… ini panggilan.” Arka berjalan perlahan ke tengah ruangan, di mana wajah digital bertopeng perak masih menatap mereka dari layar. Cahaya dari monitor memantul di matanya yang membara, menciptakan siluet tajam di balik bahunya. “Kau siapa sebenarnya?” tanya Arka, suaranya pelan tapi tegas. “Pertanyaan yang salah, Arka Wijaya,” suara itu mengalun seperti gema di dalam tengkorak. “Pertanyaannya adalah: berapa lama lagi kehendak manusia bisa menolak evolusi yang sudah kutawarkan?” Kiara menatap layar dengan rahang mengeras. “Kau menyebut dirimu ide. Tapi ide tidak lahir sendiri.

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 218 Kehendak di Balik Layar

    Asap tipis mengepul dari sudut-sudut ruangan. Cahaya darurat berpendar merah, melemparkan bayangan bergerigi di wajah-wajah tegang. Di tengahnya, wajah bertopeng perak masih terpampang di layar utama, menatap semua yang hadir tanpa berkedip. Suara itu terdengar lagi, serak tapi stabil. “Divisi Kehendak? Nama yang indah. Tapi sia-sia.” Raka maju dua langkah, belatinya bergetar oleh listrik statis dari medan proteksi yang belum sepenuhnya mati. “Kalau kau hanya bisa bicara dari balik layar, kau pengecut.” “Justru karena aku di balik layar, aku hidup lebih lama dari kalian semua,” jawab suara itu. “Aku bukan tubuh. Aku adalah algoritma keserakahan, rumus dominasi, strategi kolonialisme yang kalian warisi diam-diam.” Kiara menoleh ke Genta. “Apakah ini AI yang kita deteksi dari dasar laut?” Genta mengetik cepat, matanya tak lepas dari data baru yang masuk. “Tidak sepenuhnya. Ini semacam antarmuka. Tapi energinya…

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 217 Bayangan di Langit

    Bayangan hitam yang mengambang di atas cakrawala makin jelas. Bukan retakan dimensi, bukan pula makhluk seperti Zerah—melainkan armada. Puluhan—tidak, ratusan kapal udara taktis melayang membentuk formasi setengah lingkaran di langit senja. Baling-baling rotor mereka tak menimbulkan suara, hanya getaran halus yang merambat ke tanah, seperti denyut jantung dunia yang baru bangkit. “Ini bukan invasi, kan?” bisik Raka sambil meraih senjata di pinggang. Genta menatap hasil pemindaian di alatnya. “Bukan. Ini… pasukan militer. Tanda pengenal mereka sah. Tapi mereka dalam mode siaga tinggi.” Beberapa pesawat turun perlahan, melepaskan platform logam yang terhampar rapi di tanah. Dari sana, pasukan berseragam hitam-hijau turun, berbaris dalam diam. Seorang pria berambut putih dan berseragam panglima berdiri di tengah mereka, mengenakan lencana khusus bertuliskan SATGAS ARDHA GARDA NASIONAL. Arka maju beberapa langkah

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 216 – Kehendak yang Bangkit

    Cahaya biru menyelimuti medan pertempuran. Pilar-pilar energi yang sebelumnya mencabik langit kini membeku di udara, seolah diperintah oleh kehendak yang lebih tua dari waktu. Sosok asing yang muncul dari celah realitas itu melayang perlahan, jubah panjangnya berpendar lembut, dan matanya memancarkan cahaya keemasan yang menembus jiwa siapa pun yang menatapnya. Arka berdiri membeku di tengah pusaran penyegelan. Energi di sekeliling tubuhnya masih berkobar, tapi kini tertahan—seolah sebuah tangan tak kasatmata menggenggamnya. “Siapa… kau sebenarnya?” tanya Arka pelan. Sosok itu turun menyentuh tanah. “Aku adalah bagian dari darahmu. Dan engkau adalah bagian dari kehendakku yang tertinggal di dunia ini.” Raka terhuyung, menahan luka di lengannya, matanya terpaku pada simbol bercahaya di udara—tiga garis spiral yang saling berpotongan membentuk mata ketiga di tengah kehampaan. Kiara berbisik, “Simbol itu… mengik

  • Warisan Kuno: Kembalinya Sang Pewaris   Bab 215 Warisan di Ujung Darah

    Tanah terbelah. Awan menghitam. Dari tubuh Sakarat, sosok Zerah melayang perlahan—gerakannya anggun seperti kabut, tapi tekanan kehadirannya menekan dada semua orang. Di sekelilingnya, waktu bergetar. Suara-suara dari masa lalu bergema lirih, menciptakan irama aneh yang menyesakkan telinga. Kiara mundur beberapa langkah. “Itu… bukan makhluk biasa.” “Bukan,” desis Arka. “Dia bukan makhluk. Dia… adalah kehendak yang ditolak oleh alam semesta.” Zerah menatap ke arah mereka, topengnya berganti-ganti bentuk—wajah-wajah yang familiar muncul sekilas: wajah Raksa, wajah Nadira, bahkan wajah Reza. Setiap wajah muncul hanya untuk digantikan oleh kekosongan tanpa ekspresi. “Arka Wijaya,” suaranya terdengar seperti ribuan orang berbicara bersamaan. “Darahmu adalah kunci. Warisanmu adalah pengikat. Maka, akulah yang berhak menuntutnya.” Tubuh Arka bergetar saat aliran energi dari dalam dadanya berdenyut semakin kuat. Simb

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status