Hahaha!Suara tawa yang terbahak-bahak menggema di dalam Hutan Osmanthus, memecah keheningan dengan cemoohan yang tajam."Ternyata, Imam Sesat Kecil yang digembar-gemborkan sebagai jenius paling berbahaya dari aliran hitam, hanyalah seorang murid buangan dari Sekte Wudang kami!" cibir Teng Jiyun dengan wajah penuh ejekan.Dia meludah ke tanah, menambahkan hinaannya kepada Rong Guo."Bahkan dengan menggunakan Ilmu Pedang Chun Yang Jian Fa hasil curian dari Imam Zhang si penghianat, kau tetap tak mampu membendung seni pedang Taiji Yinyang!""Kalau aku jadi kamu, aku sudah memenggal kepala sendiri karena hidup penuh kesia-siaan. Tak diterima di Sekte Wudang, menjadi buronan, dan akhirnya bergabung dengan orang-orang buangan aliran sesat!" Teng Jiyun mengakhiri orasi penuh penghinaan dengan senyuman ejekan.Padahal, kata-kata makian dan umpatan ini keluar dari mulut Teng Jiyun, murid nomor satu Sekte Wudang.Perilakunya sungguh tidak pantas.Ia bahkan memaki Imam Zhang adik seperguruan Pe
Sementara itu.Nasib Zhong Da pun tidak kalah apes dibanding Teng Jiyun. Zhong Da bahkan terjatuh sambil bergulingan. Senjata pedangnya sudah sejak awal ia lepaskan, tak sanggup menahan rasa sakit akibat bentrokan pedang.Sepuluh tarikan napas berlalu, dan Teng Jiyun serta Zhong Da perlahan berdiri sambil menahan sakit. Pedang di tangan mereka telah terlepas, dan satu-satunya jalan yang tersisa adalah menggunakan seni bela diri tangan kosong. Meski begitu, kesombongan Teng Jiyun belum juga hilang. Dengan arogan, ia mengancam Rong Guo."Bocah busuk! Jangan dikira setelah mengalahkan kami berdua, dirimu akan selamat. Sesungguhnya, kamu harus berterima kasih dan menyerahkan nyawa kepada kami berdua. Namun... tampaknya, jalan kematian mengenaskan yang kamu pilih.” Sambil mengulas senyuman keji, tangan teng Jiyun terangkat keatas, ada sesuatu yang mencurigakan dalam genggamannya.Rong Guo menyipitkan mata, berusaha menebak apa maksud kata-kata teng Jiyun.“Karena kekerasan kepalamu, baikla
ARC : Peristiwa Laut Donghai.Sejak kejadian itu, sekte-sekte aliran Putih semakin dilanda kemarahan yang mendalam, terutama Sekte Wudang. Pemimpin sekte dan Wakil Pemimpin Sekte semuanya diliputi amarah yang membara dan perangpun pecah antara dua aliran yang bertolak belakang itu.---Semua bermula ketika tiga gerobak yang membawa jenasah tiga jenius Sekte Wudang tampak diletakkan di kaki gunung, tepat di pintu gerbang, oleh pihak Ekspedisi Elang Sakti.Kala itu, hari sudah senja, dan suasana semakin suram saat dua puluh petugas Ekspedisi Elang Sakti ditahan di kaki gunung. Diantara bunyi gemersik dedaunan Hutan Mulberry, murid-murid Sekte Wudang berteriak menegur dua puluh anggota ekspedisi."Berhenti!" teriak salah satu murid Sekte Wudang dengan suara lantang. "Apa yang kalian bawa?"Puluhan murid Sekte Wudang berbaris rapi dengan seragam putih ala Imam Tao, pedang mereka teracung, memancarkan kilauan tajam yang membuat dua puluh petugas ekspedisi menggigil ketakutan."Maafkan kami
Suasana berubah mencekam ketika aura pedang yang dipancarkan oleh dua pendatang baru—Yan Bai dari sekte Wudang, dan Master Gao Li dari sekte Zhonglu—mulai terasa. Keduanya: wakil pemimpin dan pemimpin sekte ini, masing-masing dari ranah pendekar Lotus Emas level akhir dan Pendekar Kuasi Naga Giok, memancarkan ketegangan yang tak bisa diabaikan.Dalam satu tarikan napas, kedua sosok yang baru datang itu sudah langsung mengelilingi Raja Kelelawar Hitam. Mereka berdiri sigap dalam gaya dan kuda-kuda sipa bertempur.Ketegangan pun dengan cepat mencapai puncaknya, udara di sekitar mereka terasa berat dan penuh tekanan."Kamu tidak memiliki kesempatan lagi untuk melarikan diri!" Suara Master Gao Li dari sekte Zhonglu terdengar dingin, namun tegas. Tangannya sudah menggenggam sebilah pedang yang berkilauan di bawah sinar bulan."Dengar-dengar kamu memiliki nyawa cadangan!” kata Gao Li pemimpin Sekte Zhonglu.“Pernah mati di tangan dua wakil pemimpin sekte Kunlun dan Hua Shan di Gurun Gobi, n
Raja Kelelawar Hitam tidak menjawab. Ia hanya mendekati Yan Bai lebih dekat lagi, membuat wakil pimpinan Sekte Wudang itu semakin ketakutan. Napas Yan Bai tersengal-sengal, bayangan kematian terasa semakin nyata di hadapannya."Kamu... kamu... tidakkah kamu takut? Akan diburu Pemimpin dunia persilatan jika membunuhku? Kamu sungguh tidak tahu malu! Mencuri ilmu pedang sekte kami, dan jurus tangan kosong Sekte Khong Tong. Kamu dasar penjahat tidak beretika!" Suara Yan Bai penuh dengan rasa takut dan kemarahan.PLAK!Yan Bai terdiam seketika. Tamparan Raja Kelelawar Hitam terasa pedih, membuat mulutnya berdarah. Beberapa butir giginya copot. Rasa malu menyelimutinya, dipermalukan seperti itu di hadapan lawannya. Namun, ia tak berdaya karena keahlian Raja Kelelawar Hitam jauh di atas kemampuannya.Dengan dingin, Raja Kelelawar Hitam mencengkeram leher Yan Bai, mengangkatnya dengan mudah dan bersuara dengan nada yang lebih dingin dari es, "Sekarang juga, kuperintahkan menarik anak buahmu S
Kota Tangye adalah sebuah kota kecil jika dibandingkan dengan Kota Daqi.Rong Guo memasuki gerbang kota dengan langkah-langkah kecil. Matanya berkeliling mengamati bangunan dan kehidupan di sekitarnya. Hiruk-pikuk aktivitas warga kota yang sederhana ini membuatnya merasa lega.Dalam hati, ia menyimpulkan."Bagus. Tempat ini sangat cocok bagiku untuk menyembunyikan diri dari pengawasan mata-mata aliran putih, juga dari kejaran dua tokoh paling hebat dari aliran tersebut. Di sini, aku juga dapat berlatih semua seni pedang dan seni tangan kosong!"Rong Guo sudah berulang kali merenungi kemampuannya dalam seni pedang dan seni tangan kosong yang ia latih berdasarkan salinan di sabuk Khongjian.Ia merasa pemahamannya masih sebatas permukaan, hanya menguasai kulit luar dari inti ilmu-ilmu tersebut. Jika ingin berhadapan dengan dua Monster aliran Puith dari Wudang dan Kuil Teratai Perak? Hmmm rasanya kemampuannya masih jauh dari dua monster aliran putih itu."Mungkin dengan menyendiri di temp
Di pagi yang dingin ini, Rong Guo membersihkan halaman Kuil Sanqing dengan cepat. Udara terasa menusuk kulit, membuat napasnya tampak seperti uap tipis di udara.Meski sudah pertengahan musim dingin, salju belum turun, dan daun-daun pohon maple yang ditanam di halaman kuil sudah meranggas. Terlihat kering kerontang tanpa dedaunan, memberikan kesan sunyi dan beku.Rong Guo tetap menyapu dan menata halaman kuil agar terlihat rapi dan bersih saat para peziarah datang bersembahyang. Suara sapu yang menggesek tanah bergema lembut, bersatu dengan desiran angin yang berhembus pelan. Aroma tanah basah dan dedaunan kering memenuhi udara, menambah keheningan pagi itu.Rong Guo bahkan menancapkan Hio berbau aroma cendana di aula doa. Asap tipis dari Hio berputar-putar, menyebarkan aroma menenangkan yang menyatu dengan keharuman kayu tua kuil. Setelah memastikan semuanya rapi, barulah dia pergi.Dia memiliki rencana tersendiri pada hari ini, dalam rangka mewujudkan impiannya.+++Berjalan di jala
Malam di puncak Gunung Yinyue, markas Sekte Bulan Perak, pada saat kentungan pertama dibunyikan, suasana sangatlah sepi.Hanya suara angin malam yang bertiup lembut, menimbulkan bunyi desau gemerisik daun-daun pohon pinus yang menambah kesunyian. Sayangnya, embun tebal mulai menutupi dedaunan dan membeku, sehingga aroma segar dari Hutan Pinus seolah tenggelam oleh dinginnya musim dingin.Sesosok tubuh berkelebat cepat melompat-lompat dari satu pohon ke pohon yang lain dengan lincah. Jubahnya yang lebar mengembang menyerupai sayap kelelawar besar, memberikan kesan menakutkan.Ketika sinar rembulan yang muram jatuh ke wajahnya, hanya tampak seraut wajah dingin di balik topeng giok hitam.Dia adalah Bianfu Wang, atau dikenal sebagai Raja Kelelawar Hitam.---Hari itu, ketika pintu gerbang Kuil Sanqing dibuka untuk umum untuk acara sembahyang rutin, Rong Guo ditemui oleh Manager Su. Dari tangan Manager Su inilah ia mendapatkan dua peta sekte aliran putih – Sekte Bulan Perak dan Sekte Zhon
Namun, betapa terkejutnya Sima Cheng ketika ia tiba di lokasi kejadian. Keadaan yang seharusnya penuh hiruk-pikuk kini sunyi sepi. Tak ada keramaian sama sekali, hanya ada seorang pemuda yang berdiri tegak, memegang pedang yang masih berlumuran darah segar.Wajah pemuda itu tampak muram, penuh kebencian dan kekesalan. Di bawah kakinya, tergeletak sosok Raja Kera, makhluk spiritual peringkat Transcendent yang seharusnya sangat sulit untuk ditaklukkan.Aura berbahaya yang menyelimuti jasad makhluk itu masih menguar, menyelubungi udara di sekitar mereka dengan ketegangan yang menakutkan. Bahkan, Sima Cheng merasakan degup jantungnya semakin cepat, menjadi sebuah ketegangan yang sulit diabaikan.“Hunter Guo?” tanya Sima Cheng dengan nada penuh keheranan, suaranya bergetar. “Apa yang kamu lakukan? Mengapa kamu membunuh makhluk spiritual peringkat Transcendent ini?”Rasa gelisah memenuhi hati Sima Cheng. Dalam pikirannya, ia merasa marah sekaligus bingung. Mahluk kontrak peringkat Transcend
Sima Cheng, pemimpin Organisasi Tangan Besi, duduk dengan wibawa di atas tandu mewah yang dipikul oleh empat anak buahnya. Setiap langkah mereka terdengar ringan namun kokoh, menggema di jalanan sempit dan berliku dalam hutan yang remang-remang.Tandu tersebut, dilukis dengan warna emas dan merah, dihiasi ukiran naga dan phoenix yang melambangkan kekuasaan dan keabadian. Cahaya rembulan yang menembus celah-celah dedaunan menerangi ukiran tersebut sehingga tampak hidup.Di sebelah tandu, Zhang Fen, anggota elit organisasi, menunggang seekor harimau iblis.Hewan besar itu melangkah dengan anggun, membuat Zhang Fen tidak perlu repot mengeluarkan tenaga untuk berjalan atau berlari. Bulu harimau yang berkilauan di bawah sinar rembulan memberikan kesan yang sangat intimidatif dan megah."Saudara Zhang," suara Sima Cheng terdengar, memecah keheningan hutan yang hanya sesekali diisi oleh suara serangga dan hembusan angin malam. Meski terdengar tenang, ada nada khawatir yang tersirat di dalamn
Mao Shen adalah pemimpin Organisasi Rajawali Iblis. Nama Rong Guo telah ia dengar sejak dari lantai pertama, namun tak sekalipun ia menyangka akan bertemu langsung dengan pria itu."Bagaimana Anda bisa tahu aku? Kita baru pertama bertemu, bukan?" Mao Shen akhirnya bertanya, suaranya masih terdengar serak setelah batuk-batuknya mereda. Dalam hati, ia menyesal telah meremehkan seni Tapak Angin Puyuh yang nyaris membuatnya muntah darah tadi.Meskipun merasa malu, Mao Shen mencoba menyembunyikan perasaan itu di balik tatapan datar. "Kamu memiliki kemampuan yang cukup hebat," katanya perlahan. "Bisa mengeksekusi Tapak Angin Puyuh—seni bela diri peringkat rendah—menjadi sesuatu yang luar biasa seperti tadi. Itu jelas bukan hal yang mudah."Rong Guo hanya tertawa. Suaranya menggema di antara desiran angin malam dan gemerisik dedaunan, menciptakan suasana penuh tekanan."Dari mana aku tahu Anda?" Rong Guo membalas dengan nada santai, namun sorot matanya tajam menusuk. "Mengapa tidak bertanya
"Ayo masuk, sama-sama kita mencari makhluk kontrak!""Hei! Biarkan aku masuk dulu!""Apa-apaan ini? Mengapa menyerobot?"Suara-suara protes dari para hunter menggema di depan pintu portal. Kerumunan mereka penuh sesak, dengan masing-masing orang berusaha mendahului yang lain. Riuh rendah suara itu memekakkan telinga, menciptakan suasana penuh ambisi dan ketegangan.Namun, ketika Rong Guo melangkah melewati portal itu, semua kegaduhan seketika lenyap. Dunia yang baru saja ia masuki begitu sunyi, seolah waktu di dalamnya berjalan dengan cara yang berbeda.Di kiri dan kanan, pohon-pohon ek yang besar dan menjulang tinggi menyambut pandangannya. Cabang-cabangnya membentang lebar, menciptakan bayangan gelap yang hampir menutupi langit. Di bawahnya, akar-akar besar mencengkeram tanah dengan kokoh, membentuk lanskap yang terasa kuno dan penuh misteri.Suara gemerisik lembut terdengar saat angin bertiup di antara dedaunan, menciptakan harmoni alami yang menenangkan.Rong Guo memperhatikan sek
Sementara itu, Ayong dan Yizhan masih sibuk menyelesaikan duyung-duyung terakhir yang tersisa. Mereka bekerja sama dengan baik hingga tak satu pun musuh berhasil melarikan diri. Ketika suasana kembali tenang dan bayangan dungeon mulai memudar, Rong Guo mendekati kedua kawannya.“Kita langsung pulang saja,” katanya tegas, suaranya terdengar serius. “Kalau kalian ingin merayakan kemenangan dengan minum arak, silakan. Tapi aku punya urusan penting yang harus kuselesaikan.”Ayong dan Yizhan saling melirik dengan raut wajah penuh tanda tanya. Meski penasaran, mereka memilih untuk tidak bertanya lebih jauh. Mereka tahu Rong Guo jarang menjelaskan rencananya, dan mendesaknya hanya akan membuang waktu.Ketiganya berpisah di pintu keluar dungeon. Rong Guo melangkah cepat menuju tempat peristirahatan di perkampungan hunter. Tangannya menggenggam erat Kalung Bintang Abadi, satu-satunya benda yang telah lama ia cari. Benda itu terasa hangat, seolah memancarkan energi misterius.Apakah dalam semal
Setelah beberapa waktu berlalu... setelah Rong Guo melewati dungeon ganda yang menimbulkan rasa cemburu bagi setiap hunter, akhirnya Festival Perburuan Malam dimulai.Namun, ada suatu kejadian yang mengejutkan terjadi, membuat Rong Guo sangat bahagia.Hari ini, tepat sehari sebelum festival dimulai, Rong Guo bersama dua kawannya – Ayong dan Yizhan – masuk ke dalam dungeon.Dungeon yang mereka masuki kali ini berwujud lautan yang maha luas.Lawan mereka adalah kaum duyung yang sangat merepotkan. Selain sakti dengan rata-rata keahlian setara Pendekar Naga Giok, kemampuan sihir para duyung benar-benar luar biasa.“Jangan tergoda dengan nyanyian mereka!” kata Rong Guo tegas. Tangan kanannya melambaikan Pedang Phoenix dan Naga, sementara tangan kirinya merapalkan Teknik Cakra Tengkorak Putih.“Nyanyian duyung mengandung magis, dan bisa membuat jiwa kalian terikat!” tambahnya. “Jika tak kuat, pakailah penutup telinga!”Rong Guo berkelebat cepat, pedangnya meliuk-liuk seperti naga yang menga
Setelah pertemuan panjang dengan para petinggi istana berakhir, Khagan Aruqai melangkah memasuki kamarnya yang megah di dalam istana Kaisar Kota Kaejin.Ruangan itu luas dan penuh kemewahan, dihiasi dengan ukiran-ukiran rumit yang bernilai seni tinggi. Dindingnya dicat dengan lapisan warna emas dan perak yang berkilauan, seakan memantulkan sinar setiap kali cahaya menerpa.Beberapa tembikar berkualitas tinggi terletak di sudut ruangan, semakin menegaskan kesan agung dan megah yang menyelimuti tempat itu.Dalam diam, Khagan berjalan menuju meja tulis yang terbuat dari kayu ebony, tampak eksotis seolah dibawa langsung dari negeri tropis yang jauh. Dengan gerakan tenang, ia duduk dan mengeluarkan selembar kertas khusus yang hanya diperuntukkan bagi para pejabat istana. Ia menulis beberapa kata dengan tangan yang halus dan terlatih.“Tuan, semua sudah siap. Mesin Penghimpun Qi akan segera dieksekusi. Kami juga akan mulai mengumpulkan energi darah yang diperlukan untuk mencapai kesempurnaa
Setelah titah terakhirnya selesai, suasana di balairung menjadi mencekam. Hawa dingin yang tidak nyata menyelimuti ruangan.Tak seorang pun berani menatap langsung ke arah Kaisar. Mereka tahu betul bahwa perintah ini tidak hanya mengancam mereka, tetapi juga melibatkan darah rakyat yang tak bersalah.Mesin itu bukan sekadar alat, melainkan mesin pembantaian yang haus akan darah. Harus dihasilkan energi Qi yang maksimal, dan darah manusia menjadi syarat utamanya. Ini menjadi kendala besar bagi ketiga ahli spiritual, yang berusaha menciptakan mesin tanpa menggunakan pengorbanan manusia.Namun, dengan titah baru Kaisar, dilema itu lenyap. Darah akan ditumpahkan, apa pun akibatnya.Mereka semua meninggalkan balairung dengan tubuh menggigil. Tak ada yang berani berbicara, meski nurani mereka bergejolak dalam jiwanya.Keesokan harinya, keanehan mulai terjadi. Laporan tentang hilangnya orang-orang meruak, jadi bahan gunjingan dimana-mana.Di satu desa kecil, seluruh penghuninya menghilang ta
Di istana Hei Tian, Kaisar Jue Tian Yu duduk di singgasana megahnya. Kursi besar itu dihiasi ukiran kepala Phoenix yang tampak anggun, seolah mengawasi seluruh ruangan.Di bawah singgasana, tiga ahli ternama berlutut dengan tubuh gemetar, menghadapi amarah Kaisar Jue Tian Yu.“Bagaimana mungkin kalian begitu lama menyelesaikan Mesin Penghimpun Energi Qi? Bukankah sudah ada tiga blueprint, dan tinggal membuat sesuai contoh?” hardiknya dengan suara menggelegar, membuat udara balairung terasa berat.Ketiga pria paruh baya—Guo Yong, sang Alkemis, Li Hua, ahli array, dan Hui Jian, penyuling senjata spiritual—semakin menundukkan kepala mereka, wajah dipenuhi rasa takut. Akhirnya, Guo Yong memberanikan diri untuk bicara, meski suaranya parau dan penuh permohonan.“Ampun, Yang Mulia. Meski ketiga blueprint sudah ada, terlalu banyak penyimpangan dan jebakan di dalamnya. Kami sudah berusaha merakit mesin itu sesuai petunjuk, tetapi bahkan pada percobaan kesepuluh, kami tetap gagal...” ujarnya m