Untuk semua pembaca kisah ini, sebelum kita melanjutkan bahasan bab sebelumnya, autor harus memberi penjelasan agar kalian bisa mengerti dan tidak bertanya-tanya tentang istilah saat membaca tulisan kisah ini, yang bergaya tulisan wuxia kuno. Sepeminum Teh, adalah sama dengan sekali orang menyesap teh sampai habis, nilai waktunya sama dengan perhitungan waktu setengah jam. Sepebakaran hio, itu adalah waktu yang dibutuhkan dupa untuk habis terbakar – setara dengan lima belas menit. Kentungan pertama, kedua dan seterusnya, adalah tanda seorang penjaga malam di wilayah Tiongkok kuno membunyikan semacam gong, sambil berteriak memberi tahu waktu menunjukkan pukul berapa. Ada kentungan pertama, kedua dan seterusnya. Shi Chen adalah periode jam di Tiongkok kuno, yang diperhitungkan tiap dua jam, untuk satu periode. Jadi periode shi chen ada 12 angka jam, bukan 24 jam versi dunia modern. Air kata-kata = ini artinya arak atau minuman yang mengandung alkohol. Baiklah kita mulai kisahnya.
"Pemimpin Liu!" suara teriakan Rong bergetar, penuh kecemasan, ketika melihat pemimpin desa Yunshui Chun itu berdiri di depan pintu pengadilan murid.Dengan langkah berat, Pemimpin Liu berjalan masuk ke dalam ruangan sidang. Dari gerak-geriknya yang linglung dan wajahnya yang pucat, tampak jelas bahwa dia berada di bawah tekanan yang luar biasa.Rong Guo berusaha menatap mata pria itu, mencari sedikit pun pengakuan atau simpati. Namun, tak sekalipun Pemimpin Liu menoleh ke arahnya. Sebaliknya, dia bergegas berdiri di depan para murid pemimpin, tampak tidak percaya diri saat menyadari ada ratusan pasang mata yang menatapnya."Pemimpin Liu!" panggil Rong Guo sekali lagi, suaranya bergetar.Anak muda ini berharap, inilah kesempatan dia untuk menyelamatkan dirinya dari segala tuduhan yang sudah diajukan oleh Ouyang Jun. Namun, entah mengapa, pria itu tidak mau berpaling sedikit pun, apalagi untuk membiarkan dua mata mereka bertemu. Rong Guo semakin gelisah. Dia yakin ada sesuatu yang tida
Rong Guo berdiri diam, terperangkap dalam dilema dua pilihan yang sulit. Dia bisa memilih untuk tetap tinggal di penjara gua itu, menunggu keputusan dari Master Sekte sampai inti mutiaranya rusak, kaki dan tangannya patah, dan menjadi orang cacat seumur hidup. Atau, dia bisa memilih untuk pergi dan menjadi buronan Sekte Wudang selamanya, jika dia memilih untuk mengikuti orang tua yang berdiri di depannya.“Aku tidak memaksamu untuk mengikuti aku," kata orang tua itu dengan suara lembut namun tegas. "Namun, aku merasa kasihan melihat bakat seperti kamu yang akan mereka hancurkan inti Mutiaramu, yang akan membuat masa depanmu menjadi suram. Namun, semua keputusan ada di tanganmu.”Mendengar desakan itu, Rong Guo berlutut dan menyembah si orang tua.Dia membenturkan jidatnya ke lantai yang dingin dan penuh lumut. “Senior, orang tua yang gagah perkasa. Aku tidak memiliki tujuan jika harus pergi dari Sekte Wudang. Sejak kecil, aku sudah sebatang kara, tidak memiliki ayah dan ibu. Tinggal d
Matahari belum muncul di ufuk timur, namun sinar keemasan sudah mulai mewarnai cakrawala, memberikan semburat kehidupan pada suasana di Puncak Gunung Wudang.Udara di puncak gunung memang jauh lebih dingin dibandingkan udara di kaki gunung. Namun, di saat itu, suara lonceng terdengar berdentang, dipukul dengan kekuatan penuh, memaksa semua murid-murid untuk bangun.GONG!Di Sekte Wudang, bunyi lonceng pagi hari adalah pertanda bahwa hari baru telah tiba, dan semua aktivitas sudah harus dimulai. Di aula doa sekte, suara-suara orang bergumam keras dalam doa, bercampur aroma dupa yang dibakar tercium kuat dari arah aula, hal rutin yang dilakukan para Imam Tao untuk bersembahyang, menambah suasana khusuk di pagi hari di sekte itu. Murid-murid sekte itu semuanya lantas mencuci muka, dan bergegas menuju ke lapangan di depan aula utama, untuk berlatih di pagi hari.Namun, ada sesuatu yang terasa berbeda hari ini, tatkala bunyi lonceng dipukul bertalu-talu, tidak dalam ritme yang biasanya ter
Saat murid-murid Sekte Wudang tengah sibuk mencari jejak Rong Guo yang melarikan diri, dua sosok manusia tampak berjalan di tengah Hutan Kesepian, sebuah hutan yang dipenuhi dengan tanaman Mulberry. Mereka tampak menikmati pemandangan sekitar dengan tenang.Sosok yang lebih tinggi adalah seorang tua yang berpakaian seperti Imam Tao. Jubahnya lusuh dan penampilannya terlihat acak-acakan, namun ia tampak bahagia sambil bernyanyi-nyanyi. Sementara itu, sosok lain yang bersamanya adalah seorang remaja. Meski tampak berusia lima belas tahun, sesungguhnya dia baru berusia sepuluh tahun. Mereka adalah Imam Zhang Qing Nia dan Rong Guo.Imam tua itu berjalan dengan santai tanpa beban, sementara Rong Guo tampak memikul ransel kayu dengan penutup kepala. Penampilannya membuatnya terlihat seperti seorang Taoist muda yang menjual doa dan jimat."Tuan Zhang, kemana kita akan pergi setelah melewati Hutan Mulberry ini?" tanya Rong Guo.Sejak mereka berdua meninggalkan Sekte Wudang, Imam Zhang tidak p
Matahari telah bersinar di Hutan Mulberry, cahayanya masuk kedalam hutan melalui sela-sela dedaunan, sorotnya yang hanagt menimpa wajah pria tua itu dan membangunkan Imam Zhang dari tidurnya.Di depan matanya, tampak sosok Rong Guo yang telah bermandikan keringat. Sinar matahari pagi terlihat menjilati tubuh anak muda itu, yang tampak bergerak dalam gerakan pelan dan ritme tertentu, namun gerakannya penuh kepercayaaan diri. Dengan tekun, Rong Guo terus mengulang tiga jurus pedang yang ia ajarkan dengan gaya yang stabil, meskipun semua gerakan Ilmu Pedang Naga Kuning itu dilakukan dalam gerakan lambat."Anak ini sungguh berbakat!" gumam Imam Zhang. "Baru saja semalam aku tertidur, dan tiba-tiba bangun pagi ini untuk melihat dia telah menguasai gerakan pedang dan mengalirkan hawa murni dengan sempurna. Meskipun hawa murni yang ia miliki masih setara dengan Pendekar Harimau Giok, namun dia sungguh patut disebut sebagai jenius!"Sorot mata Imam Zhang tampak bersinar ketika menonton Rong G
Penatua Chen Yu dari sekte Zhonglu dengan langkah cepat mengejar sosok Rong Guo dan Imam Zhang, yang sudah tampak mengecil di ujung jalan yang berkelok-kelok dan berbukit. Datang bersamanya adalah lima murid Sekte Zhonglu yang sebelumnya berjaga di Gerbang Zhonglu, daerah kekuasaan mereka. Hal ini tentunya membuat Imam Zhang mengerutkan keningnya, terlihat tidak senang.Dengan wajah yang tampak kurang bersahabat, sang Imam berkata dengan nada suara yang terdengar ketus, "Apakah ada sesuatu lagi yang dibutuhkan Penatua Chen Yu, sampai-sampai mengejar Imam tua ini?"Melihat Imam Zhang menampakkan raut kurang senang, Chen Yu membungkuk sembilan puluh derajat. Bagaimanapun juga, Zhang Qing Nian adalah seorang senior – adik perguruan Master sekte Wudang. Artinya, imam tua ini sederajad dengan master Sekte Zhonglu sendiri. Secara etika di Rimba Persilatan, Chen Yu harus menghormati imam tua itu."Maafkan kelancanganku, Imam Zhang. Namun, aku lupa untuk bertanya terlebih dahulu. Siapakah adi
"Telapak Angin Puyuh!"Suara Rong Guo terdengar lembut, seperti bisikan, hampir tak terdengar. Namun, efek dari serangan yang disebut Telapak Angin Puyuh itu sungguh dahsyat, efek yang di timbulkan mirip seperti badai salju yang tiba-tiba menerjang di tengah musim panas.Diiringi suara desiran pukulan yang terdengar seperti angin berhembus, dunia seakan membeku. Sebuah serangkum energi berbasis dingin, hasil dari penyerapan energi rembulan yang terus menerus, tampak bergerak menyasar ke arah Chen Yu. Saat itu, mata Penatua Chen Yu melebar, penuh kengerian, ketika melihat serangan berbahaya yang membawa efek dingin itu mendekat."Celaka! Energi apa yang digunakan Taoist kecil ini?" Chen Yu berteriak dalam hati. Dia ingin menarik serangan pedangnya dan memblokir serangkum energi dingin itu, tapi itu sudah tak mungkin. Chen Yu hanya bisa pasrah ketika energi Telapak Angin Puyuh itu tiba-tiba menyentuh dadanya, yang dalam keadaan kosong, tidak memiliki perlindungan.BUM!Chen Yu – penatua
Mao Shen adalah pemimpin Organisasi Rajawali Iblis. Nama Rong Guo telah ia dengar sejak dari lantai pertama, namun tak sekalipun ia menyangka akan bertemu langsung dengan pria itu."Bagaimana Anda bisa tahu aku? Kita baru pertama bertemu, bukan?" Mao Shen akhirnya bertanya, suaranya masih terdengar serak setelah batuk-batuknya mereda. Dalam hati, ia menyesal telah meremehkan seni Tapak Angin Puyuh yang nyaris membuatnya muntah darah tadi.Meskipun merasa malu, Mao Shen mencoba menyembunyikan perasaan itu di balik tatapan datar. "Kamu memiliki kemampuan yang cukup hebat," katanya perlahan. "Bisa mengeksekusi Tapak Angin Puyuh—seni bela diri peringkat rendah—menjadi sesuatu yang luar biasa seperti tadi. Itu jelas bukan hal yang mudah."Rong Guo hanya tertawa. Suaranya menggema di antara desiran angin malam dan gemerisik dedaunan, menciptakan suasana penuh tekanan."Dari mana aku tahu Anda?" Rong Guo membalas dengan nada santai, namun sorot matanya tajam menusuk. "Mengapa tidak bertanya
"Ayo masuk, sama-sama kita mencari makhluk kontrak!""Hei! Biarkan aku masuk dulu!""Apa-apaan ini? Mengapa menyerobot?"Suara-suara protes dari para hunter menggema di depan pintu portal. Kerumunan mereka penuh sesak, dengan masing-masing orang berusaha mendahului yang lain. Riuh rendah suara itu memekakkan telinga, menciptakan suasana penuh ambisi dan ketegangan.Namun, ketika Rong Guo melangkah melewati portal itu, semua kegaduhan seketika lenyap. Dunia yang baru saja ia masuki begitu sunyi, seolah waktu di dalamnya berjalan dengan cara yang berbeda.Di kiri dan kanan, pohon-pohon ek yang besar dan menjulang tinggi menyambut pandangannya. Cabang-cabangnya membentang lebar, menciptakan bayangan gelap yang hampir menutupi langit. Di bawahnya, akar-akar besar mencengkeram tanah dengan kokoh, membentuk lanskap yang terasa kuno dan penuh misteri.Suara gemerisik lembut terdengar saat angin bertiup di antara dedaunan, menciptakan harmoni alami yang menenangkan.Rong Guo memperhatikan sek
Sementara itu, Ayong dan Yizhan masih sibuk menyelesaikan duyung-duyung terakhir yang tersisa. Mereka bekerja sama dengan baik hingga tak satu pun musuh berhasil melarikan diri. Ketika suasana kembali tenang dan bayangan dungeon mulai memudar, Rong Guo mendekati kedua kawannya.“Kita langsung pulang saja,” katanya tegas, suaranya terdengar serius. “Kalau kalian ingin merayakan kemenangan dengan minum arak, silakan. Tapi aku punya urusan penting yang harus kuselesaikan.”Ayong dan Yizhan saling melirik dengan raut wajah penuh tanda tanya. Meski penasaran, mereka memilih untuk tidak bertanya lebih jauh. Mereka tahu Rong Guo jarang menjelaskan rencananya, dan mendesaknya hanya akan membuang waktu.Ketiganya berpisah di pintu keluar dungeon. Rong Guo melangkah cepat menuju tempat peristirahatan di perkampungan hunter. Tangannya menggenggam erat Kalung Bintang Abadi, satu-satunya benda yang telah lama ia cari. Benda itu terasa hangat, seolah memancarkan energi misterius.Apakah dalam semal
Setelah beberapa waktu berlalu... setelah Rong Guo melewati dungeon ganda yang menimbulkan rasa cemburu bagi setiap hunter, akhirnya Festival Perburuan Malam dimulai.Namun, ada suatu kejadian yang mengejutkan terjadi, membuat Rong Guo sangat bahagia.Hari ini, tepat sehari sebelum festival dimulai, Rong Guo bersama dua kawannya – Ayong dan Yizhan – masuk ke dalam dungeon.Dungeon yang mereka masuki kali ini berwujud lautan yang maha luas.Lawan mereka adalah kaum duyung yang sangat merepotkan. Selain sakti dengan rata-rata keahlian setara Pendekar Naga Giok, kemampuan sihir para duyung benar-benar luar biasa.“Jangan tergoda dengan nyanyian mereka!” kata Rong Guo tegas. Tangan kanannya melambaikan Pedang Phoenix dan Naga, sementara tangan kirinya merapalkan Teknik Cakra Tengkorak Putih.“Nyanyian duyung mengandung magis, dan bisa membuat jiwa kalian terikat!” tambahnya. “Jika tak kuat, pakailah penutup telinga!”Rong Guo berkelebat cepat, pedangnya meliuk-liuk seperti naga yang menga
Setelah pertemuan panjang dengan para petinggi istana berakhir, Khagan Aruqai melangkah memasuki kamarnya yang megah di dalam istana Kaisar Kota Kaejin.Ruangan itu luas dan penuh kemewahan, dihiasi dengan ukiran-ukiran rumit yang bernilai seni tinggi. Dindingnya dicat dengan lapisan warna emas dan perak yang berkilauan, seakan memantulkan sinar setiap kali cahaya menerpa.Beberapa tembikar berkualitas tinggi terletak di sudut ruangan, semakin menegaskan kesan agung dan megah yang menyelimuti tempat itu.Dalam diam, Khagan berjalan menuju meja tulis yang terbuat dari kayu ebony, tampak eksotis seolah dibawa langsung dari negeri tropis yang jauh. Dengan gerakan tenang, ia duduk dan mengeluarkan selembar kertas khusus yang hanya diperuntukkan bagi para pejabat istana. Ia menulis beberapa kata dengan tangan yang halus dan terlatih.“Tuan, semua sudah siap. Mesin Penghimpun Qi akan segera dieksekusi. Kami juga akan mulai mengumpulkan energi darah yang diperlukan untuk mencapai kesempurnaa
Setelah titah terakhirnya selesai, suasana di balairung menjadi mencekam. Hawa dingin yang tidak nyata menyelimuti ruangan.Tak seorang pun berani menatap langsung ke arah Kaisar. Mereka tahu betul bahwa perintah ini tidak hanya mengancam mereka, tetapi juga melibatkan darah rakyat yang tak bersalah.Mesin itu bukan sekadar alat, melainkan mesin pembantaian yang haus akan darah. Harus dihasilkan energi Qi yang maksimal, dan darah manusia menjadi syarat utamanya. Ini menjadi kendala besar bagi ketiga ahli spiritual, yang berusaha menciptakan mesin tanpa menggunakan pengorbanan manusia.Namun, dengan titah baru Kaisar, dilema itu lenyap. Darah akan ditumpahkan, apa pun akibatnya.Mereka semua meninggalkan balairung dengan tubuh menggigil. Tak ada yang berani berbicara, meski nurani mereka bergejolak dalam jiwanya.Keesokan harinya, keanehan mulai terjadi. Laporan tentang hilangnya orang-orang meruak, jadi bahan gunjingan dimana-mana.Di satu desa kecil, seluruh penghuninya menghilang ta
Di istana Hei Tian, Kaisar Jue Tian Yu duduk di singgasana megahnya. Kursi besar itu dihiasi ukiran kepala Phoenix yang tampak anggun, seolah mengawasi seluruh ruangan.Di bawah singgasana, tiga ahli ternama berlutut dengan tubuh gemetar, menghadapi amarah Kaisar Jue Tian Yu.“Bagaimana mungkin kalian begitu lama menyelesaikan Mesin Penghimpun Energi Qi? Bukankah sudah ada tiga blueprint, dan tinggal membuat sesuai contoh?” hardiknya dengan suara menggelegar, membuat udara balairung terasa berat.Ketiga pria paruh baya—Guo Yong, sang Alkemis, Li Hua, ahli array, dan Hui Jian, penyuling senjata spiritual—semakin menundukkan kepala mereka, wajah dipenuhi rasa takut. Akhirnya, Guo Yong memberanikan diri untuk bicara, meski suaranya parau dan penuh permohonan.“Ampun, Yang Mulia. Meski ketiga blueprint sudah ada, terlalu banyak penyimpangan dan jebakan di dalamnya. Kami sudah berusaha merakit mesin itu sesuai petunjuk, tetapi bahkan pada percobaan kesepuluh, kami tetap gagal...” ujarnya m
Di dalam dungeon, lantai tiga Hundun Yaosai,Monster kalajengking merah raksasa, sebesar kerbau, berdiri dengan penuh ancaman. Makhluk Dark Beast peringkat Naga Iblis ini mengurung tiga hunter yang berdiri di mulut dungeon berbentuk belantara. Mata mereka bersinar tajam, siap menghabisi.Pemimpin kalajengking merah itu, dengan suara serak yang dalam, mengancam. “Kalian akan mati di sini. Tiga orang, berani-beraninya masuk ke dungeon kami!”Tawa mengerikan mengiringi perkataan itu, suara kekehan dari lebih dari lima ratus kalajengking merah yang mengelilingi mereka.“Ayo kita santap mereka! Mereka masih muda, pasti dagingnya lembut dan manis!” kata salah satu kalajengking dengan suara garau.Suara gaduh seperti babi yang disembelih mengisi udara. Namun, yang mengejutkan, ketiga hunter itu tak tampak gentar. Bahkan, pemimpin mereka yang terlihat muda itu hanya tersenyum mengejek.“Ingin menyantap kami? Apa kamu yakin bisa?” tanyanya, suaranya dingin dan penuh tantangan.“Beraninya kamu!
Pada saat Rong Guo menjejakkan kakinya di pelataran Aula Dewa Arca, seketika suasana menjadi hening. Semua mata tertuju padanya, terdiam sejenak oleh kehadirannya yang menonjol.Beberapa orang langsung melangkah maju, ingin melihat lebih dekat pemuda yang baru saja menaklukkan sepuluh ahli tingkat Pendekar Naga Giok itu.Sementara yang lainnya tetap berdiri di tempat, sorot mata mereka menunjukkan rasa ingin tahu yang mendalam. Keheningan memenuhi ruang, hanya terdengar desiran angin lembut yang menggoyang dedaunan.“Apakah itu benar-benar Hunter Guo yang terkenal?” tanya seorang hunter, matanya tertuju pada Rong Guo dengan rasa penasaran.“Tidak disangka, ia punya kemampuan luar biasa. Seorang diri ia mengalahkan sepuluh ahli Pendekar Naga Giok!” kata yang lain, suaranya penuh kekaguman.“Jika aku bisa berteman dengannya, apakah itu mungkin?” gumam seorang hunter muda, terdengar seperti sedang membayangkan kemungkinan itu.Seribu pertanyaan mengalir dalam pikiran mereka, namun tak s