Di kamar khusus untuk Master Talisman, Rong Guo duduk tegak di atas bangku kayu.Ruangan itu luas, dindingnya dihiasi kaligrafi puisi dan ajaran Tao yang mendalam.Cahaya lampu minyak yang temaram memantulkan bayangan lembut pada dinding. Jendela berkisi-kisi dengan kertas Xuan menambah nuansa kuno dan misterius. Bayangan pengawal yang berpatroli terlihat samar mondar mandir, di balik jendela dan pintu.Cahaya lampu minyak itu kembali bergoyang, menciptakan permainan bayang-bayang yang menambah kedalaman pada wajah Rong Guo.Sorot matanya yang tajam berkilat saat ia dengan penuh konsentrasi menelusuri halaman demi halaman sebuah buku kuno. Buku itu baru saja ia beli dari Pasar Gelap, di sebuah kios milik Pedagang Qiang yang terkenal akan koleksi barang-barangnya yang langka dan berharga.“Sungguh harta terpendam yang tersia-sia di Pasar Gelap Kota Lengyang ini,” bisik Rong Guo, suaranya nyaris tidak terdengar namun penuh dengan rasa kagum yang membuncah dari dalam hatinya.“Tak ada ya
Pada sore hari yang penuh keheningan itu, Pengemis Baju Bersih bernama Huang Fu akhirnya setuju dengan penawaran yang diajukan oleh Rong Guo.“Sepakat, untuk biaya makan selama sebulan penuh, aku akan melatih Anda melukis!” kata Huang Fu dengan mantap, sambil menjabat tangan Rong Guo dengan penuh semangat.Sekantong onde-onde wijen yang masih hangat langsung berpindah tangan, memenuhi janji kecil yang telah disepakati.Begitu kantong tersebut mendarat di tangannya, Huang Fu tanpa ragu membuka bungkusan itu. Aroma harum onde-onde wijen yang manis dan gurih segera memenuhi udara, menggelitik indera penciuman mereka berdua.Tanpa malu-malu, Huang Fu melahap sepuluh onde-onde itu dengan rakus, setiap gigitan membawa kenikmatan tersendiri hingga tak tersisa sedikit pun.Setelah menyelesaikan makanannya, Huang Fu mengangkat wajahnya, matanya berbinar saat dia menatap Rong Guo. “Kapan kita mulai pelajaran melukis?” tanyanya dengan nada serius.Rong Guo, yang sedari tadi memperhatikan dengan
Rong Guo baru saja akan terlelap ketika telinganya, yang terlatih sebagai ahli bela diri tingkat tinggi, menangkap suara samar-samar dari gerakan kaki di atas bubungan Aula Koi Keberuntungan.Instingnya langsung bereaksi, menegaskan bahwa ada sesuatu yang tidak biasa sedang terjadi di sekitar paviliun yang biasanya tenang ini."Meskipun kemampuanku dalam mengerahkan energi sejati sedang tertutup, semua indra dan instingku sebagai seorang praktisi di tingkat Lotus Emas tetap tajam dan waspada," batinnya, merasakan detak jantungnya yang tetap stabil meski situasi mendadak menjadi tegang.Dengan hati-hati, Rong Guo mengintip dari balik jendela di paviliunnya. Tangannya perlahan membuka jendela, membiarkan angin malam yang sejuk masuk dan membawa aroma bunga yang samar namun menenangkan.Di bawah sinar bulan yang redup, ia melihat sosok manusia bergerak dengan kelincahan luar biasa, seolah burung walet yang terbang melintasi langit malam. Sosok itu melompat dari satu bangunan ke bangunan
“Si—siapa kamu? Bukankah kamu sudah mati? Ba—bagaimana bisa hidup lagi?”Pembunuh bayaran itu menatap dengan mata yang melebar, kebingungan meliputi wajahnya. Dia bukanlah orang yang percaya pada sihir atau ilmu hitam. Baginya, di dunia ini, kekuatan sejati terletak pada kemampuan menguasai seni bela diri.Tidak ada ruang untuk takhayul dalam benaknya yang keras dan penuh dengan logika tempur.Ketika sosok Talisman Master itu berjalan pelan mendekatinya, setiap langkahnya terasa menggema di malam yang sunyi.Bayangan tubuhnya yang tinggi menjulang terlihat jelas di bawah sinar rembulan yang pucat, menambah kesan angker pada dirinya.Pembunuh bayaran itu dengan cepat mengeluarkan belatinya. Cahaya bulan memantul pada bilah belati itu, memancarkan kilauan tajam yang menegaskan niatnya untuk melawan.“Jangan mendekat!” ancamnya dengan suara gemetar yang tak bisa disembunyikan, mencoba memulihkan ketenangan dalam dirinya. “Aku petarung dari ranah Pendekar Merak Emas. Satu lambaian tangan
Kecakapan para pekerja di Aula Koi Keberuntungan memang patut dipuji; gerakan mereka cekatan dan terampil, seolah-olah perintah Rong Guo, adalah bagian dari pekerjaan sehari-hari.Perlengkapan seperti peti mati, dan kereta kuda seketika di sipakan, penuh dengan bendera dan simbol kedukaan, untuk mengiringi sang pembunuh bayaran ituMalam pun berlalu, tak ada lagi hal yang mengejutkan yang terjadi.Keesokan harinya, saat fajar masih menyelimuti Kota Lengyang dengan kabut tipis, sebuah kereta kuda yang ditarik seekor kuda perlahan melintasi jalanan yang sunyi.Suasana pagi yang sepi diperkuat oleh udara dingin yang menusuk, membuat napas terlihat seperti asap tipis.Namun, yang menarik perhatian adalah iring-iringan pengawal Aula Koi Keberuntungan yang berjalan dengan tertib, langkah mereka teratur dan penuh kehormatan.Derap kaki mereka yang teratur, menggema di sepanjang jalan seperti bunyi tambur, menambah kesan angker pada suasana kota yang masih terlelap.Dari balik jendela yang te
Waktu berlalu, kira-kira seberapa lama diperlukan untuk meneguk secangkir teh hingga habis. Namun, sosok yang dinantikan untuk bertemu—Master Dhuan—tak kunjung keluar menemui Ming San dan para pengawal dari Aula Koi Keberuntungan.Ketenangan yang tadinya menyelimuti suasana kini mulai terasa tegang, seolah-olah setiap detik yang berlalu memperbesar ketegangan di udara.Kegelisahan mulai merayap di antara kerumunan yang semakin bertambah banyak. Rasa ingin tahu yang begitu besar membuat mereka tak sabar, ingin segera melihat akhir dari drama misterius yang berlangsung di pagi itu.Bisikan-bisikan mulai terdengar, dan tak lama kemudian, teriakan-teriakan provokatif mulai muncul dari tengah kerumunan, semakin memperkeruh suasana.“Ayo... keluarkan Master Dhuan itu! Jangan hanya bersembunyi di dalam Paviliun saja!” teriak seorang pria tua dengan suara serak yang menggelegar, matanya tajam menatap pintu gerbang Paviliun Merak yang tertutup rapat.“Apakah pihak Paviliun Merak sudah begitu k
“Master Guo!” Teriakan Dhuan Jiexin menggema di seluruh halaman Pavilliun Merak.Suaranya lantang dan penuh amarah. Wajahnya merah padam, dengan alis yang berkerut dalam, memperjelas betapa marahnya dia.“Apa-apaan denganmu, dan Aula Koi Keberuntungan ini!” kata Dhuan Jiexin, tangannya terlipat di depan dada, tubuhnya sedikit condong ke depan dalam posisi menantang. Matanya menyala-nyala, seolah api kemarahan membara di dalam dirinya.“Pengawal kalian menuduhku sebagai otak di balik penyerangan yang dilakukan oleh orang bertopeng ini! Ini adalah tuduhan yang tak berdasar, sebuah tindakan ilegal, menuduh tanpa ada bukti yang jelas, tanpa ada saksi!” Suara Dhuan Jiexin semakin parau, napasnya mulai tersengal-sengal.“Aku bisa membawa kasus ini ke pengadilan. Dan kamu... kamu beserta Aula Koi Keberuntunganmu akan menjadi tersangka pencemaran nama baik!” Suaranya menggelegar, memberi ancaman yang membuat semua penonton merasa ketegangan yang mencekam.Keheningan itu terasa berat, seolah w
Kejadian di Paviliun Merak dengan cepat terlupakan, seolah-olah disapu bersih oleh angin musim semi dari Selatan, membawa kabar itu jauh dari ingatan semua orang.Kisah dan desas-desus tentang serangan Paviliun Merak ke Aula Koi Keberuntungan, yang sebelumnya menggemparkan, perlahan memudar seperti embun yang menghilang saat matahari pagi mulai menyinari bumi. Seolah-olah peristiwa itu hanya bayangan samar yang muncul sekejap, lalu lenyap tanpa jejak.Kini, perhatian semua orang tertuju pada kabar yang lebih besar dan mengguncang, yaitu mengenai Pertemuan Naga yang akan segera digelar di Ibukota Xuefeng Du.Pertemuan ini bukanlah acara biasa, melainkan pertemuan akbar antara para ahli bela diri dan kaum spiritual dari seluruh Kekaisaran Jin Shuang. Gema antisipasi dan kegembiraan menyelimuti setiap sudut kota, dari pasar yang ramai hingga aula-aula sekte yang penuh dengan para murid berlatih keras mempersiapkan diri.Konon, dalam Pertemuan Naga kali ini, Kaisar Su Weizhong akan membuk
Tiga bulan telah berlalu sejak peristiwa besar yang mengguncang dunia persilatan. Di Puncak Wudang, keramaian tak biasa memenuhi setiap sudut.“Pemimpin Sekte Wudang akan menikah!” teriak seseorang di kerumunan dengan semangat.“Mari kita saksikan! Ini peristiwa yang jarang terjadi!” sahut yang lain, ikut terbawa antusias.“Pemimpin Rong akan menikahi Penatua Xiao, sahabat semasa kecilnya!”Kabar ini telah menyebar ke seluruh penjuru negeri, membuat semua orang berbondong-bondong datang, meskipun tanpa undangan.Setelah kemenangan besar melawan Kekaisaran Matahari Emas, reputasi Sekte Wudang berada di puncaknya. Dipimpin oleh Rong Guo, seorang Abadi, Sekte ini kini menjadi pusat dunia persilatan.Pagi itu, Puncak Wudang terasa hidup. Murid-murid sibuk mempersiapkan segala sesuatu dengan teliti, sementara tokoh-tokoh dari dunia persilatan turut hadir untuk menyaksikan momen bersejarah ini. Para pemimpin sekte aliran putih, datuk sekte sesat, dan praktisi independen berkumpul, meningga
Peristiwa pertarungan itu menyisakan kepedihan yang mendalam. Bau darah masih memenuhi udara, bercampur dengan aroma tanah basah yang terhantam ledakan energi.Langit di atas Puncak Gunung Wudang kini mulai cerah, namun suasana di bawahnya tetap mencekam.Sosok Khaganate dari Benua Podura terbaring diam di atas tanah yang hancur.Armornya yang hitam pekat kini penuh retakan, memancarkan kilau redup seperti batu obsidian yang kehilangan cahayanya.Tubuhnya yang sebelumnya memancarkan aura menakutkan kini terlihat rapuh, seperti sisa abu dari api besar yang telah padam.Dalam sekejap mata, Rong Guo melesat, gerakannya begitu cepat hingga hanya meninggalkan bayangan samar di udara.Ketika orang-orang mengedipkan mata, ia sudah berdiri di sisi jasad Khagan, seperti bayangan yang muncul dari kehampaan.Semua ahli di puncak Wudang segera berkerumun, namun tidak ada yang berani terlalu dekat.Mereka berhenti beberapa langkah di belakang Rong Guo, mata mereka penuh dengan rasa ingin tahu berc
Getaran ledakan meruntuhkan tebing-tebing di kejauhan, sementara retakan-retakan dalam menjalar liar di tanah, melahap apa saja yang dilewatinya.“Langit akan runtuh! Kita semua akan mati!” teriak seorang pria tua, tubuhnya gemetar ketakutan.“Lari! Jangan lihat ke atas!” jerit seorang ibu sambil menarik anaknya yang menangis, wajahnya penuh kecemasan.Penduduk berlarian kacau, beberapa terjatuh akibat guncangan, sementara yang lain terus mencari tempat berlindung.Percikan energi dari ledakan di langit jatuh seperti hujan meteor, membakar apa saja yang disentuhnya.Di langit, tubuh kedua Abadi itu terlempar jauh ke belakang akibat dampak besar serangan mereka. Rong Guo tersungkur ke tanah, tubuhnya memar dan dipenuhi luka.Napas Rong Guo tersengal, darah mengalir di sudut bibirnya, tubuhnya bergetar karena energi yang hampir habis.Napas Rong Guo tersengal, darah mengalir di sudut bibirnya. Tubuhnya tampak melemah, tetapi auranya tetap menguasai langit. Ia melayang dengan stabil di u
Langit tampak seperti tercabik-cabik, retakannya menjalar seperti guratan api yang membakar langit malam.Setiap lapisan atmosfer bergetar hebat, seolah tak mampu lagi menahan kekuatan dahsyat dari dua ahli peringkat Abadi yang bertarung di cakrawala.Matahari memerah, cahayanya memudar seperti nyala lilin yang hampir padam.Dunia seolah berubah menjadi tua.Udara dipenuhi energi gelap dan terang yang saling bertabrakan, menciptakan ledakan menggema yang membuat tanah retak dan sungai meluap.Dua sosok raksasa, perwujudan energi mereka, melesat berpindah-pindah. Ke Utara, Selatan, Barat, dan Timur, setiap langkah mereka mengguncang bumi dan menghancurkan gunung.Bayangan mereka memanjang di atas tanah, menebar teror yang membuat semua makhluk di bawah langit merasa kecil dan tak berdaya.Di seluruh penjuru Benua Longhai, penduduk keluar dari rumah mereka.Wajah-wajah pucat pasi mendongak ke langit, menatap pemandangan apokaliptik yang terjadi di atas mereka.Napas mereka tertahan, dad
Secara alami, pertarungan antara dua Abadi di cakrawala adalah sesuatu yang sangat luar biasa.Pertarungan yang terjadi antara Rong Guo dan Khagan dari Benua Podura mengguncang cakrawala. Kedua sosok abadi itu bertarung dengan kekuatan luar biasa, memecah langit dan menggoncangkan bumi di sekitar mereka.Kedatangan Rong Guo yang terlambat membuatnya terkejut, melihat apa yang terjadi di puncak Gunung Wudang.“Terlambat! Kita terlambat,” tangis Biarawati Fear tak tertahankan.Ia merunduk di tanah puncak gunung, sambil menangisi satu demi satu jenazah murid-murid dari Sekte Gurun Gobi yang tergeletak kaku.Sementara Rong Guo hanya diam.Meski emosinya bergejolak, namun dengan tingkat kultivasi yang telah mencapai puncak dunia, yaitu Yongheng—atau abadi—dia tidak mudah hanyut dalam perasaan sedih yang mendalam.Sambil memindai dengan energi spiritualnya yang tajam, Rong Guo menemukan jejak aura ribuan tentara Kekaisaran Matahari Emas yang menyebar di Puncak Terlarang.Sedetik sorot mata
"Apa yang terjadi?" suara seseorang bergetar memecah keheningan."Siapa yang melakukan ini? Siapa yang menghabisi semua tentara Matahari Emas?"Tidak ada yang mampu menjawab. Keheningan kembali menyelimuti, berat dan penuh tanda tanya.Zhang Long Yin memandang pemandangan itu dengan dahi berkerut tajam. Ia mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi, tapi pikirannya dipenuhi kebingungan. Siapa yang memiliki kekuatan sebesar ini, yang mampu menyingkirkan ribuan tentara dalam sekejap?Xiao Ning menggigit bibir, emosinya bercampur aduk.Keajaiban ini mungkin telah menyelamatkan mereka, tetapi muncul pertanyaan besar: keajaiban macam apa yang terjadi di Puncak Terlarang malam tadi?>>> Di langit...Dua sosok bertarung dalam bentuk yang melampaui nalar manusia.Pemuda berbaju putih longgar berdiri di udara dengan ketenangan yang menusuk, seperti puncak gunung es yang tersembunyi.Senjata di tangannya adalah sebuah payung istimewa yang memancarkan aura magis. Angin berputar di sekelilingny
Malam yang panjang berlalu dengan cepat.Di dalam array Puncak Terlarang, semua orang terdiam, menutup mata, berusaha mengabaikan hiruk pikuk di luar. Ada yang tenggelam dalam meditasi, ada pula yang sibuk mencoba menyembuhkan luka dengan sisa obat seadanya.Kesibukan itu membuat tak seorang pun memperhatikan keanehan yang muncul di luar.Di langit yang kelam, sebuah kilat tiba-tiba menyala, hanya sekejap. Namun, efeknya sungguh menggetarkan.Saat kilat itu lenyap, ribuan tentara Kekaisaran Matahari Emas tergeletak, saling bertumpuk di atas tanah Puncak Terlarang.Tubuh-tubuh mereka tidak bergerak tak bernyawa, nyaris menyatu dengan ribuan jasad yang sudah lebih dulu menjadi korban perang.Tak lama kemudian, matahari mulai bersinar lembut.Cahayanya menyelinap melalui celah array, menyentuh permukaan tanah yang dingin dengan kehangatan samar.Zhang Long Yin, pemimpin Sekte Wudang, membuka mata perlahan setelah semalaman bermeditasi untuk memulihkan energi Qi-nya.Di dekatnya, Xiao Nin
Jauh sebelum perang ini pecah, dalam sebuah diskusi, Zhang Long Yin pernah mengungkapkan bahwa mereka masih memiliki tempat persembunyian, jika keadaan mendesak.“Aku akan bersiul sebagai kode, dan semua orang harus segera bergegas menuju Puncak Terlarang Sekte Wudang. Di sana, kita akan aman!” ujarnya dengan tegas, suaranya penuh keyakinan.Namun, siapa yang bisa membayangkan bahwa saat ini, kata-katanya akan menjadi kenyataan yang mengerikan?“Array dan formasi sihir di Puncak Terlarang sangat kuat. Tidak ada yang bisa menembusnya jika kita berlindung di sana!” jelas Zhang Long Yin lebih lanjut, seperti mengingatkan dirinya sendiri bahwa satu-satunya harapan adalah puncak terlarang itu.Para pemimpin sekte, bersama datuk-datuk dunia persilatan, bahkan telah melakukan simulasi tentang cara evakuasi ke Puncak Terlarang jika keadaan semakin genting.Namun, mereka tidak menyangka bahwa hari itu akan datang dengan begitu cepat.“Tapi semoga ini tak terjadi. Kita akan berperang mati-matia
Di belakang Sekte Wudang, terdapat satu puncak yang belum pernah tersentuh oleh siapapun. Puncak itu dikenal sebagai "Puncak Terlarang", dan hanya pemimpin sekte yang diperbolehkan menginjakkan kaki di sana.Desas-desus beredar bahwa di puncak daerah terlarang tersebut terdapat sebuah jurang yang sangat dalam, yang disebut-sebut sebagai neraka dunia.Jurang itu mendapat juluka "Neraka Dunia" karena di sanalah para praktisi Sekte Wudang yang sesat dan melanggar aturan golongan putih dibuang.Tempat itu menyimpan penderitaan yang tak terbayangkan, dan tak seorang pun yang pernah kembali untuk menceritakan kisahnya.Pagi mulai menjelang, cahaya matahari menyemburat lembut di ufuk timur, namun pertempuran yang berkecamuk tak juga mereda.Di atas Puncak Sekte Wudang, bukanlah pemandangan yang biasanya terlihat—sekarang lebih tepat disebut puncak pemakaman daripada puncak sekte dari dunia persilatan aliran putih. Lantaran darah yang berceceran, dan tubuh yang berserakan, udara terasa begit