Beranda / Fantasi / Warisan Artefak Kuno / Perang Di Langit Kota Naga Air – Part II.

Share

Perang Di Langit Kota Naga Air – Part II.

Penulis: Jimmy Chuu
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-05 19:45:45

Keempat Kaishi itu melayang di empat penjuru mata angin, dengan sikap angkuh dan penuh dominasi. Kaishi Hulugu, yang dikenal sebagai kultivator terkuat di antara mereka, menyeringai penuh hina.

“Kalian berdua, tua bangka dari Benua Longhai. Mengapa begitu keras kepala? Mengapa tidak menyerah saja dan membiarkan tentara Podura kami masuk, menaklukkan kalian semua? Tidakkah kalian sadar bahwa perjuangan ini sudah sia-sia?”

Di samping Hulugu, Kaishi Altai tak kalah sombongnya. Dengan nada mengejek yang semakin menyakitkan, ia berbicara.

“Betapa kasihan kalian, mempertahankan benua yang sudah hampir runtuh. Kalian sampai mengirimkan empat murid Suku Miao untuk mencari bantuan yang takkan pernah datang. Hari ini, kalian akan tewas dalam keputusasaan. Betapa ironisnya nasib kalian.”

Mendengar ejekan itu, darah Bai Rouxue mendidih. Mata indahnya berkilat tajam, dan dengan suara serak yang penuh amarah, ia membalas, mengarah ke keempat Kaishi yang tampak begitu elegan dan penuh keangkuhan.

“K
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Kombayoni
semakin pendek per bapnya. perasaan baru baca judulnya . eh taunya sdh bersambung.
goodnovel comment avatar
Sabam Silalahi
semakin seru
goodnovel comment avatar
Risti Nophy
lanjut thor ... dikit amat
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Warisan Artefak Kuno   Si Malang Hulugu.

    Pedang Hulugu berkilauan seperti naga muda yang mengamuk. Setiap gerakannya menciptakan badai taufan yang melanda medan pertempuran, memaksa tanah di bawahnya bergetar hebat.Langit, yang semula kelam, menjadi semakin gelap seolah menyembunyikan matahari dari rasa malu akan kedahsyatan kekuatan yang dilepaskan.Suara gemuruh menggetarkan udara, mengguncang hati mereka yang menyaksikannya. Kilatan pedang menambah kesan horor, menciptakan bayangan menakutkan yang melingkari para prajurit.Bayangan pedang Hulugu melingkar di udara, menciptakan aura dominasi yang menekan seperti penguasa dunia. Setiap hembusan angin yang tercipta dari gerakannya membawa tekanan yang menyesakkan, membuat para prajurit di bawahnya gemetar dalam ketakutan."Dua ahli wilayah Barat yang tersisa akan musnah!" seru seorang kultivator tua yang berdiri di atas dinding Kota Naga Air, wajahnya pucat pasi, cemas akan nasib mereka."Kita tidak mungkin bertahan lebih lama lagi!""Dunia persilatan akan berduka, menangis

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-06
  • Warisan Artefak Kuno   Melarikan Diri Adalah Jalan Terbaik.

    Dengan keberanian yang melampaui batas pemahaman, Altai, Borchu, dan Urumtai—tiga ahli puncak Kaishi—melangkah maju, menolak menerima kenyataan bahwa lawan mereka adalah seorang Abadi.Sebuah aura penuh kekuatan maha dahsyat menyelimuti mereka, meski jauh di dalam hati, ada ketakutan mendalam yang mereka sembunyikan.Pedang berbentuk sabit milik Altai melayang, memancarkan kilatan cahaya berwarna merah darah. Suara menderu terdengar seperti guntur yang merobek langit, dan atmosfer di sekitar mereka terasa tersobek-sobek oleh energi yang dilepaskan.“Mati!” teriak mereka serempak, suara mereka bergema mengguncang seluruh medan pertempuran.Gelombang energi yang mereka ciptakan bergemuruh di udara, menyatu menjadi badai kekuatan yang tak terbendung.Para prajurit yang menyaksikan dari kejauhan hanya bisa terpaku dengan wajah pucat pasi. Bahkan para kultivator yang berada di dekatnya terpaksa mundur beberapa langkah, tak mampu menahan tekanan yang mencekik dada mereka.Namun, sosok pemud

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-06
  • Warisan Artefak Kuno   Tekad Rong Guo.

    "Tebasan Pedang Angin!" seru seorang anak kecil berusia 8 tahun, memberi semangat pada dirinya sendiri di tengah latihan seni pedang. Saat ini, dia berlatih di hutan bambu mini yang terletak di belakang Sekte Wudang. Anak kecil itu bernama Rong Guo. Hutan bambu mini tersebut merupakan bagian dari wilayah Sekte Wudang, salah satu sekte terkuat di Kerajaan Yue Chan. Sejak pagi tadi, Rong Guo telah asyik berlatih teknik pedang yang dikenal sebagai Sembilan Langkah Pedang Angin, teknik dasar yang harus dikuasai oleh semua murid di Sekte Wudang. Namun, kondisi fisik Rong Guo sangat menyedihkan. Sejak kecil, ia tidak pernah memiliki kekuatan dalam tubuhnya. Rong Guo lahir tanpa inti Mutiara, sumber penghimpun energi di pusat tubuh manusia yang dibutuhkan bagi siapa pun yang ingin menekuni jalur kultivasi dan bela diri. Tanpa inti Mutiara, meskipun dia berlatih pedang seribu tahun sekalipun, semua gerakan itu hanya akan terlihat indah, tapi tidak berdaya. Rong Guo bisa dikatakan lahir de

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-15
  • Warisan Artefak Kuno   Kekuatan dan Kelemahan.

    Setelah bergulingan selama enam putaran, Yan wei terhenti saat tubuhnya membentur batu. Yan Wei mencoba untuk berdiri.Kepalanya terasa pening, semua di depan mata tampak seolah-olah bayangan saja.Meskipun tidak ada rasa sakit dari tusukan di dadanya, serangan itu meninggalkan bekas yang mengguncangkan. Terlebih lagi, dia merasa sangat malu. Tidak pernah terbayangkan olehnya bahwa Rong Guo, yang selalu menjadi korban bully, memiliki keterampilan pedang yang cukup untuk menjatuhkannya.Dengan tadanya dua sahabatnya yang selalu setia mengikuti perintahnya, berdiri dan menyaksikan kekalahannya tadi, pikiran Yan Wei dipenuhi kekhawatiran, reputasinya yang akan hancur jika kabar ini tersebar.Dalam amarahnya, Yan Wei mencabut sebilah pedang. Berbeda dengan pedang kayu yang digunakan Rong Guo, pedang ini adalah pedang sungguhan dan tampak berbahaya. Cahaya pedang itu berkilauan tertimpa sinar matahari, ketika Yan Wei menunjuknya ke arah Rong Guo dengan suara gemetar.“Ternyata kamu punya s

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-15
  • Warisan Artefak Kuno   Sesuatu Yang Tidak Terduga.

    Pada saat yang genting itu, ketika ujung pedang Yan Wei bersikap seolah-olah akan membelah tubuh Rong Guo menjadi dua, tiba-tiba terdengar sebuah suara keras.KRAK!Dengan kecepatan yang tidak masuk akal, sebuah kerikil terpental dan menghantam pedangnya.“Aduh!” Yan Wei meringis kesakitan.Ketika batu itu menyentuh pedangnya, ia merasakan aliran listrik menyengat tangannya, membuat detak jantungnya tersentak.Pedangnya terlepas dan jatuh berdenting di tanah.Beberapa saat kemudian, Yan Wei mengangkat kepalanya dan mencari siapa yang melakukan itu.“Siapa yang berani menghalangi aku? Keluarlah dan tunjukkan dirimu! Kita akan bertarung sampai selesai!” Suaranya penuh kecongkakan. Yan Wei berani bertindak seenaknya selama ini, karena mengandalkan ayahnya yang adalah wakil pemimpin di Sekte Wudang. Jadi selama ini tidak ada yang berani menantangnya.Suasana menjadi hening, hanya terdengar angin berdesir.Tidak lama kemudian, seorang pria sekitar tiga puluh dua tahun muncul dari balik bat

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-16
  • Warisan Artefak Kuno   Di Dasar Jurang.

    Malam itu, langit terlihat gelap dengan awan hitam yang bergulung di cakrawala. Cahaya rembulan gagal menembus celah awan, menyisakan hening di perkampungan murid pelataran luar yang terpencil.Namun, kesunyian itu terputus oleh suara bisikan dan kesibukan tiga sosok anak kecil.“Mari kita seret dia ke Hutan Bambu yang tidak jauh dari sini, tidak mungkin menimbulkan kecurigaan!” bisik seorang anak laki-laki.“Apakah tidak sebaiknya kita membungkusnya, agar menghindari kecurigaan?” suara seorang anak perempuan terdengar.“Tidak bisakah kalian berdua diam? Sejak tadi kalian hanya saling membantah tanpa aksi sama sekali! Sekarang, mari kita seret bocah murahan ini. Tak perlu membungkusnya dengan apapun. Terlalu membuang-buang sumber daya untuk anak tidak berbakat tanpa memiliki inti Mutiara di pusat kehidupannya!” bentak anak yang lain, membuat kedua bocah yang sebelumnya bertengkar langsung terdiam.Dua anak laki-laki segera menyeret tubuh Rong Guo, sementara anak perempuan menyapu jeja

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-20
  • Warisan Artefak Kuno   Sebuah Harapan.

    Suara terkekeh memenuhi seisi gua, bergema dan menimbulkan rasa takut. Bau busuk keluar dari mulut sosok itu ketika ia mendekatkan kepala ke arah Rong Guo, hanya berjarak setengah meter dari wajahnya.“Apa kamu tuli? Tidak mendengar kata-kataku?” suaranya bergema lagi, terdengar seperti suara kuno yang datang dari dunia yang lain.Rong Guo tentu saja menggigil ketakutan.Wajah yang buruk. Rambutnya panjang dan kusut. Dan yang paling mengerikan adalah mata kosong itu, seolah-olah bergerak dan mengamatinya dengan jelas. Rong Guo seperti tengah diinterogasi. Pikirannya cepat bergerak. “Biar bagaimanapun aku harus tetap hidup! Jawaban yang paling aman adalah yang akan ku pakai.”Tanpa sadar, masih dengan suara gemetar Rong Guo menjawab, “Namaku Rong Guo. Murid pelataran luar, bahkan kalau bisa aku dianggap murid pekerja belaka…”Rong Guo bisa merasakan cengkeraman tangan sosok itu mengendur. “Dia melembut saat tahu aku bukan murid inti.”“Apakah Sekte Wu Dang masih dipimpin oleh Zhang Shi

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-02
  • Warisan Artefak Kuno   Inti Mutiara Energi.

    Melihat sikap anak kecil yang awalnya takut serta enggan berbicara, namun ketika dia menyebutkan tentang peluang bagi Rong Guo untuk mendapatkan kekuatan dengan memanipulasi Mutiara Energinya, wajah orang tua itu tampak berubah.Jika sebelumnya dia terlihat mengerikan dan kejam, kali ini dia tertawa terbahak-bahak."Hahaha!"Suaranya bergema, membuat seisi gua seakan-akan bisa runtuh.Rong Guo tentu saja menjadi takut, ia melangkah mundur dan menjaga jarak."Penatua.. tolong jangan Anda tertawa. Gua ini bisa runtuh, dan kita berdua akan mati," kata Rong Guo panik.Setelah beberapa saat puas tertawa, dan menakut-nakuti Rong Guo, orang tua buruk rupa itu berkata. Nada suaranya terdengar mengejek."Anak kecil. Kamu masih kanak-kanak tapi sudah sedemikian licik seperti rubah. Awalnya tampak takut, tapi begitu mendengar bahwa ada jalan keluar untuk memulihkan kemampuanmu berkultivasi dengan mengadakan Mutiara energi baru, kamu tiba-tiba menjadi baik padaku. Bahkan memanggilku dengan sebuta

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-04

Bab terbaru

  • Warisan Artefak Kuno   Melarikan Diri Adalah Jalan Terbaik.

    Dengan keberanian yang melampaui batas pemahaman, Altai, Borchu, dan Urumtai—tiga ahli puncak Kaishi—melangkah maju, menolak menerima kenyataan bahwa lawan mereka adalah seorang Abadi.Sebuah aura penuh kekuatan maha dahsyat menyelimuti mereka, meski jauh di dalam hati, ada ketakutan mendalam yang mereka sembunyikan.Pedang berbentuk sabit milik Altai melayang, memancarkan kilatan cahaya berwarna merah darah. Suara menderu terdengar seperti guntur yang merobek langit, dan atmosfer di sekitar mereka terasa tersobek-sobek oleh energi yang dilepaskan.“Mati!” teriak mereka serempak, suara mereka bergema mengguncang seluruh medan pertempuran.Gelombang energi yang mereka ciptakan bergemuruh di udara, menyatu menjadi badai kekuatan yang tak terbendung.Para prajurit yang menyaksikan dari kejauhan hanya bisa terpaku dengan wajah pucat pasi. Bahkan para kultivator yang berada di dekatnya terpaksa mundur beberapa langkah, tak mampu menahan tekanan yang mencekik dada mereka.Namun, sosok pemud

  • Warisan Artefak Kuno   Si Malang Hulugu.

    Pedang Hulugu berkilauan seperti naga muda yang mengamuk. Setiap gerakannya menciptakan badai taufan yang melanda medan pertempuran, memaksa tanah di bawahnya bergetar hebat.Langit, yang semula kelam, menjadi semakin gelap seolah menyembunyikan matahari dari rasa malu akan kedahsyatan kekuatan yang dilepaskan.Suara gemuruh menggetarkan udara, mengguncang hati mereka yang menyaksikannya. Kilatan pedang menambah kesan horor, menciptakan bayangan menakutkan yang melingkari para prajurit.Bayangan pedang Hulugu melingkar di udara, menciptakan aura dominasi yang menekan seperti penguasa dunia. Setiap hembusan angin yang tercipta dari gerakannya membawa tekanan yang menyesakkan, membuat para prajurit di bawahnya gemetar dalam ketakutan."Dua ahli wilayah Barat yang tersisa akan musnah!" seru seorang kultivator tua yang berdiri di atas dinding Kota Naga Air, wajahnya pucat pasi, cemas akan nasib mereka."Kita tidak mungkin bertahan lebih lama lagi!""Dunia persilatan akan berduka, menangis

  • Warisan Artefak Kuno   Perang Di Langit Kota Naga Air – Part II.

    Keempat Kaishi itu melayang di empat penjuru mata angin, dengan sikap angkuh dan penuh dominasi. Kaishi Hulugu, yang dikenal sebagai kultivator terkuat di antara mereka, menyeringai penuh hina.“Kalian berdua, tua bangka dari Benua Longhai. Mengapa begitu keras kepala? Mengapa tidak menyerah saja dan membiarkan tentara Podura kami masuk, menaklukkan kalian semua? Tidakkah kalian sadar bahwa perjuangan ini sudah sia-sia?”Di samping Hulugu, Kaishi Altai tak kalah sombongnya. Dengan nada mengejek yang semakin menyakitkan, ia berbicara.“Betapa kasihan kalian, mempertahankan benua yang sudah hampir runtuh. Kalian sampai mengirimkan empat murid Suku Miao untuk mencari bantuan yang takkan pernah datang. Hari ini, kalian akan tewas dalam keputusasaan. Betapa ironisnya nasib kalian.”Mendengar ejekan itu, darah Bai Rouxue mendidih. Mata indahnya berkilat tajam, dan dengan suara serak yang penuh amarah, ia membalas, mengarah ke keempat Kaishi yang tampak begitu elegan dan penuh keangkuhan.“K

  • Warisan Artefak Kuno   Perang Di Langit Kota Naga Air – Part I.

    Sha Tuo dan Bai Rouxue adalah dua sosok legendaris di dunia persilatan Benua Longhai, keduanya mencapai puncak kultivasi di ranah Kaishi. Sha Tuo menduduki peringkat keenam, sementara Bai Rouxue berada di peringkat ketujuh.Meskipun mereka berasal dari wilayah Barat yang sama, hubungan mereka selalu dipenuhi ketegangan dan persaingan, dua petarung hebat yang saling mengintai dan tidak pernah sepenuhnya percaya satu sama lain.Begitu mendalam persaingan ini, hingga hampir setiap tatapan dan ucapan mereka menjadi senjata yang tersembunyi.Namun, ketika Kekaisaran Matahari Emas melancarkan invasi, semangat patriotisme mengalahkan segala perselisihan.Persaingan mereka terhapus begitu saja, berganti dengan tekad bulat untuk mempertahankan Benua Longhai dari ancaman yang lebih besar.Hari ini, hari ke dua puluh dalam pertahanan mereka, Sha Tuo dan Bai Rouxue berdiri sebagai dua benteng terakhir yang menjaga Kota Naga Air, satu-satunya kota di wilayah Barat yang masih bertahan di bawah bend

  • Warisan Artefak Kuno   Kota Naga Air.

    "Namaku Rong Guo," kata sosok itu sambil menggaruk kepala, seolah mengenang masa lalu yang jauh dan penuh kenangan. "Kadang orang menyebutku Imam Kecil. Ada juga yang menyebutku Imam Sesat Kecil. Rasanya sudah lama sekali aku tidak mendengar nama itu."Du Ba menghela napas lega mendengar pengakuan tersebut."Ah, ternyata Imam Guo..." katanya dengan senyum tipis. Pengetahuannya tentang aliran Tao yang hanya ada di Benua Longhai membuatnya yakin bahwa imam muda ini adalah sekutu, bukan ancaman dari Benua Podura."Imam Guo... Guru Tao Guo?" tanya Ye Qing, ekspresinya penuh tanda tanya. Ia mengulang nama itu beberapa kali, seolah mencoba menggali ingatan yang samar.Nama Guru Tao Guo terdengar akrab, seakan ia pernah mendengar atau mengetahui sesuatu tentangnya.Ye Qing memang yang paling muda di antara semua murid inti Suku Miao. Meskipun ilmu bela dirinya paling rendah, kecerdasannya tidak diragukan. Ia merasa pernah mengenal atau setidaknya mengetahui Rong Guo dalam sosok yang berbeda.

  • Warisan Artefak Kuno   Siapa Anda?

    Malam telah menjelang, dan cahaya rembulan jatuh lembut di tengah-tengah Gurun Hadarac. Sinarnya yang perak menyelimuti empat sosok murid Sha Tuo dari suku Miao, menciptakan bayangan panjang di pasir yang dingin.Langit malam itu cerah tanpa awan yang menghalangi pandangan, sehingga segala sesuatu terlihat jelas meskipun waktu menunjukkan kentongan pertama, atau pukul 23.00.Sebagai murid tertua dengan kepandaian yang paling hebat, Du Ba membuka matanya terlebih dahulu.Ia merasakan kelembutan malam yang menyentuh kulitnya, memberi sedikit kesejukan di tengah rasa sakit yang masih menggelayuti tubuhnya."Adik Ye Qing, adik Wan Yi, dan Gu Yu, apakah kalian sudah selesai bermeditasi?" tanyanya, suaranya lembut namun tegas.Du Ba merasa kondisinya sedikit membaik. Meskipun meditasi tidak sepenuhnya menyembuhkan luka dalamnya, setidaknya ia merasa cukup kuat untuk berlari dan melanjutkan perjalanan menuju tujuan mereka.Sejurus kemudian, ketiga saudaranya terbangun.Mereka saling bertatap

  • Warisan Artefak Kuno   Kematian Temur.

    Melihat kejadian aneh di depannya, Temur, perwira dari Negeri Matahari Emas, merasakan kemarahan yang membara di dalam dadanya.Mahluk kontrak berbentuk iblis itu tampak tenang, tetapi itu justru menambah kesal baginya.“Semua prajurit! Aku perintahkan habisi bocah tengil itu dan mahluk jeleknya! Hancurkan mereka berdua hingga tak tersisa apa-apa!” teriaknya, suaranya menghentak dan menggema di tengah suasana tegang yang menggantung di udara.Sebagai seorang perwira terhormat, keberanian dan martabatnya terasa terhina.Negeri Matahari Emas telah bertahun-tahun menguasai Benua Longhai, dan untuk pertama kalinya, ada yang berani menantang kekuasaan mereka, menunjukkan kepandaian tinggi, bahkan dengan mahluk aneh yang menyertainya.“Dia pasti iblis! Tak pantas dibiarkan hidup!” pekiknya, jari telunjuknya menuding ke arah Rong Guo dan mahluk kecilnya, seolah ingin menghancurkan mereka dengan tatapan saja. "Rasakan akibatnya jika berani melawan kekuatanku!"Di sekelilingnya berdiri sekitar

  • Warisan Artefak Kuno   Pemuda Aneh Dengan Mahluk Ungu.

    Pria perwira dari Negeri Matahari Emas itu bernama Temur.Di tengah gejolak debu yang beterbangan di udara, lebih dari seratus tentaranya terhempas terkapar di atas pasir, menciptakan suasana mencekam.Dengan marah, ia memekik, suaranya menggema jauh di antara kekosongan gurun yang luas.“Keluar, kamu pengkhianat! Aku tahu, ada yang bersembunyi dan mengambil keuntungan sambil menghabisi tentara kami diam-diam!”Teriakan Temur, penuh semangat dan kepanikan, hanya disambut oleh kesunyian yang pekat. Tidak ada satu pun suara yang menyahut, menambah kesan tegang di sekelilingnya.Sementara itu, di sudut yang terlupakan, empat pemuda petarung dari Suku Miao saling memandang dengan rasa syukur.“Akhirnya, kita bisa sedikit menghela napas lega setelah sehari semalam bertarung tanpa henti,” bisik Du Ba kepada kawannya, suaranya bergetar lembut.“Benar... Sepertinya ada seorang ahli berkepandaian tinggi yang membantu kita. Kenapa tidak kita duduk dan bersemedi sejenak untuk memulihkan tenaga y

  • Warisan Artefak Kuno   Gurun Hadarac Merah Membara – Part II

    Tiba-tiba, suara burung berkoak-koak yang tajam terdengar, memecah kesunyian. Di kejauhan, puluhan burung nasar terbang berputar-putar di udara, tampak seperti membawa isyarat kematian.“Aroma amis darah semakin pekat... Ini bukan pertempuran biasa,” gumam Rong Guo, merasakan ketidaknyamanan yang kian menguat.Lalu, matanya menangkap sesuatu di tengah Gurun Hadarac. Di sana, seorang gadis muda, bersama tiga petarung lainnya, tengah bertahan melawan pasukan tentara yang mengenakan zirah perang.“Suku Miao... kaum Nomaden dari Wilayah Barat? Mereka yang disebut barbar itu?” ekspresinya berubah.Menyusul… “Dan lawan mereka tentara dari Kekaisaran Matahari Emas?” desis Rong Guo dengan amarah yang mulai menggelora.Keempat petarung itu adalah murid-murid dari Sha Tuo, seorang ahli ternama di Benua Longhai, yang berada di peringkat enam dalam dunia persilatan. Kultivasi Sha Tuo ini berada di ranah Kaishi, dan dikenal dihormati di kalangan para datuk.Keempat muridnya—Ye Qing, seorang gadis;

DMCA.com Protection Status