Di sudut lain Kota Hantu, tepatnya di lantai satu Hundun Yaosai, Akeng duduk di dalam kemah kecilnya. Pancaran redup lampu minyak yang bergoyang pelan memantulkan bayangan aneh di dinding kain, menciptakan suasana yang mencekam.Ia tersenyum tipis, nyaris seperti seringai, sambil mengeluarkan sebuah eliksir dari kantongnya. Pil itu berwarna emas pudar, sedikit kusam, tetapi di bawah sinar lampu minyak yang remang, tampak kilauan lembut keemasan yang memikat.“Pil ini akan menambah kekuatan seranganku sebesar sepuluh persen. Kamu akan menyesal karena telah menentangku,” gumam Akeng dengan nada penuh dendam, bibirnya menipis membentuk garis tajam.Eliksir tersebut bukanlah barang biasa. Baru-baru ini, saat berburu bersama timnya di dungeon, Akeng menemukan pil itu secara tidak sengaja. Eliksir tingkat tiga yang berwarna emas ini adalah pusaka berharga yang seharusnya dilaporkan kepada pemimpin Organisasi Tangan Besi di lantai pertama untuk dibagi secara adil.Namun, Akeng telah memiliki
Namun, waktu terus berlalu dengan cepat. Dari arena yang awalnya sepi dan sunyi, kini situasinya sudah jauh berbeda. Hanya ada Rong Guo, Ayong, dan Yizhan yang berdiri di tengah arena.Tapi sekarang, arena Kota Hantu sudah setengah penuh dengan para hunter yang berdatangan, antusias untuk menyaksikan pertarungan yang segera dimulai.Tidak hanya para hunter dari lantai pertama yang memenuhi arena, tetapi juga mereka yang berasal dari lantai dua, tiga, dan empat. Bahkan, beberapa dari lantai lima yang lebih tinggi pun terlihat mengintip dari balik pagar pembatas.Bagi sebagian orang yang bertanya-tanya, mengapa orang dari lantai yang lebih tinggi bisa memasuki arena yang berada di lantai lebih rendah, dan begitu pula sebaliknya, ada alasan di balik kejadian ini.Arena Kota Hantu memang dikenal sebagai area bebas, tempat di mana siapa pun, terlepas dari lantai mana mereka berasal, dapat masuk dengan menggunakan pintu portal khusus yang menghubungkan setiap lantai.Sementara itu, Ayong da
Ketika Sima Chen mendengus dingin dan mencela "manusia sampah", seorang pria berpakaian mewah yang tampak seperti keturunan bangsawan segera mendekat. Dengan langkah terburu-buru, ia menghampiri Sima Chen, pemimpin Organisasi Tangan Besi, dan mulai menjilat.“Boss Sima, kenapa terlihat kesal? Apakah ada yang tidak berkenan di sini?” tanya pria itu dengan nada penuh perhatian. Ia adalah Zhang Fen, sepupu Akeng.Zhang Fen sering disebut-sebut sebagai calon pemimpin Organisasi Tangan Besi yang berikutnya, menggantikan posisi Sima Chen jika masa kepemimpinannya di Hundun Yaosai berakhir. Itu sebabnya dia selalu melakukan penjilatan, agar posisinya tidak goyah.Sima Chen hanya menggelengkan kepalanya, tetapi tetap menjelaskan,"Ada seorang hunter pemula yang berani menatap mataku lebih dari dua detik. Sungguh lancang!" Wajahnya tetap dingin, tidak menunjukkan rasa emosi yang berlebihan."Siapa itu? Tolong beri tahu aku, Boss Sima. Aku akan mengajarkan pelajaran kepadanya. Tangan dan kakinya
“Ayo, mengaku kalah!” teriak Ayong, ujung pedangnya mengancam langsung ke nyawa Akeng dengan ketegasan yang tak terbantahkan.Akeng terkejut. Ia tak menyangka, meskipun baru-baru ini meminum eliksir yang meningkatkan kekuatannya hingga level kultivasinya, tapi kenyataannya kemampuannya tetap tak mampu menandingi kehebatan seni pedang Ayong yang aneh dan mematikan.“Aku... aku...” Akeng terbata-bata, kata-katanya terbenam dalam kesulitan yang tak dapat diungkapkan. Sebuah kekalahan yang sulit diterima, mendorong egonya yang besar ke dalam kehampaan.Rasa malu mulai membakar hati Akeng, tetapi ia berusaha menahan diri, bertekad untuk tidak mengaku kalah.“Memalukan! Kamu benar-benar bikin malu, Akeng!” teriak salah satu penonton di arena, suaranya penuh kecaman. “Aku bertaruh seluruh hartaku, dan sekarang semua hilang tanpa sisa!”“Ayo, mengaku kalah saja!” seru orang lainnya, nada ejekan semakin jelas.“Akeng benar-benar pengecut! Kalah di tangan seorang pemburu yang bahkan tak terikat
Ayong melangkah dengan langkah panjang meninggalkan arena pertarungan yang kini sunyi. Dalam hatinya, ia merasakan kelegaan mendalam; kemenangan atas Akeng bukan sekadar melumpuhkan lawan, tetapi juga meruntuhkan keangkuhan sahabat yang kini telah bertransformasi menjadi musuh.Akeng, yang dulunya sering kali membuli kelompoknya, akhirnya tumbang di tangannya.Angin dingin berhembus perlahan, menciptakan desiran yang seolah meredam kegembiraan menyelimuti kemenangan itu. Suasana hening sejenak menyelimuti Ayong saat ia melangkah semakin jauh, terlena dalam keheningan yang melingkupi dirinya.Namun, lirikan matanya tertumbuk pada wajah Yizhan yang duduk di tribun. Ekspresi Ayong seketika berubah.Yizhan tampak berteriak, tetapi suara teriakannya tenggelam oleh gemuruh angin yang semakin kencang, disertai hawa dingin yang semakin menusuk.Mulut Yizhan bergerak, tetapi tak ada suara yang terdengar. Ayong menajamkan indera pendengarannya, lalu dengan insting tajam membaca gerakan bibir Yi
"Aku? Namaku Guo. Ada masalah?" Rong Guo menjawab dengan acuh tak acuh. Jubahnya yang berwarna gelapnya melambai diterpa angin yang menusuk tulang.Wajah Zhang Fen berubah menjadi jelek, urat-urat di pelipisnya menonjol seperti akar pohon tua. "Jelas ada masalah. Mengapa kamu lancang mencampuri urusan keluargaku?""Apa? Aku mencampuri urusan keluargamu?" Rong Guo mendengus, tatapannya setajam pedang."Apa kamu sadar? Bukankah kamu yang lancang, mencampuri urusan di arena? Sepupumu itu sudah keok, diberi ampun dengan murah hati. Tapi malahan membokong pemenang seperti pengecut. Dan kamu..." ia mengambil jeda, "kamu bilang urusan ini urusan keluarga. Tolong jelaskan padaku, apa hukuman bagi pelanggar aturan di arena!"Wajah Rong Guo semakin datar, sedingin es abadi dari Gunung Kunlun. Nada suaranya pun semakin dingin, menyatu dengan tiupan angin yang membekukan tulang. Qi-nya berpendar samar, menciptakan tekanan yang membuat udara terasa berat.Seluruh penonton di arena tercengang melih
“Apa? Kamu bilang kamu tidak punya cukup energy stone untuk membayarkan padaku?" Ekspresi Rong Guo berubah menjadi dingin.Pada saat itu, ia sudah berada di rumah judi Emerald, bersama Ayong dan Yizhan.“Benar. Itu berarti uang kami tak akan kembali? Ini rumah judi macam apa?” Suara Ayong bergema, ikut memaki dengan nada yang terdengar keras, penuh cibiran.“Kamu penipu! Mengakali semua orang dan dengan mudah berkata bahwa tidak punya uang lagi?” Yizhan menambahi dengan amarah yang meluap.Saat itu, suasana di Emerald, rumah judi, sedang kacau balau. Semua penjaga di sana tampak bersiap siaga. Tombak dan pedang sudah terhunus. Mereka bersiap menghadapi amukan Rong Guo dan kawan-kawannya.Tampaknya, dari ribuan orang yang memasang taruhan, semua orang di Kota Hantu telah memasang taruhan untuk Akeng, sementara hanya kelompok Rong Guo dan kawan-kawannya yang memasang taruhan untuk Ayong.Namun, meski mereka kalah, mereka tetap menuntut pengembalian uang mereka. Tak ada seorang pun yang
Hari masih sore ketika Rong Guo duduk santai di Kedai Arak Si Janggut Putih bersama dua temannya, Ayong dan Yizhan. Meskipun kedai itu dipenuhi para hunter yang sedang bersantai, percakapan mereka tetap berlangsung dengan suara keras, seakan dunia di sekitar mereka tak ada orang lain.Sesekali, tawa menggema dari meja mereka, terutama saat Yizhan menggambarkan teknik yang digunakan Ayong untuk mengalahkan Akeng di arena. Cerita itu seakan membuat suasana semakin hidup."Dan hal yang benar-benar mengejutkanku," kata Ayong, masih tak percaya, "gerakan lemah lembut seperti jurus pedang aneh itu bisa membuat pedang Akeng patah. Padahal, itu adalah pedang spiritual yang sangat langka!"Rong Guo hanya tersenyum mendengar pujian Ayong untuk jurus Sembilan Pedang Kunlun.Sementara itu, Yizhan, yang sudah mulai bosan dengan cerita itu, memutar bola matanya. Ekspresinya jelas menunjukkan ketidaktertarikan terhadap cerita yang seolah tak ada habisnya."Kakak Guo," Ayong tiba-tiba mengubah nada s
Diatas kapal roh yang bergerak menuku Benua Longhai, dua orang prajurit berdiri sigap, namun dengan wajah yang mengeras.Sebenarnya, bukan karena Balaghun tidak penasaran. Ia pun terbungkus rasa ingin tahu yang mendalam, namun ia tahu betul bahayanya.Khagan adalah sosok yang bengis, penuh rahasia yang terkadang lebih mematikan dari pedang. Siapa pun yang mencoba menggali rahasia-rahasia itu akan berisiko kehilangan nyawa.Keheningan kembali melanda, hanya angin musim gugur yang berdesir di sekitar mereka. Di tengah malam yang dingin itu, keduanya berdiri tegak, berusaha mengusir rasa dingin yang mulai merayap ke tubuh mereka melalui celah-celah zirah.Secara refleks, mereka bergerak sedikit, mencoba menghangatkan tubuh dengan gerakan olah raga sederhana.Namun, tiba-tiba, dengan suara lebih lembut, Balaghun memanggil Orhan."Kemari, anak muda." Suaranya kini terdengar lebih hati-hati, berbeda dari nada keras sebelumnya. "Sebenarnya... aku juga penasaran dengan benda itu."Balaghun me
Mahluk legendaris Bangau Berkaki Satu segera membungkus Rong Guo dalam cahaya yang begitu cerah. Sekelilingnya seketika memudar, dan dalam sekejap, ia mendapati dirinya berada dalam sebuah domain yang terpencil, sunyi, dan seolah terlepas dari waktu.Ruang itu tidak seperti dunia luar—begitu hening, begitu murni, seakan tidak ada yang bisa mengganggu kesempurnaannya.Langit di atasnya berwarna putih keperakan, tanpa awan, tanpa matahari, seakan berada di luar batasan dunia. Udara terasa begitu ringan dan segar, namun ada kekosongan yang aneh, seperti udara yang kehilangan bobotnya.Di bawah kakinya, tanah terasa halus dan dingin, namun bukan tanah biasa. Permukaannya seperti kristal, berkilau lembut dengan cahaya yang datang entah dari mana.Tidak ada suara angin, tidak ada binatang, hanya sebuah kesunyian yang menenangkan namun menakutkan.Rong Guo bisa merasakan setiap detil di sekelilingnya, setiap partikel cahaya yang bergerak perlahan di udara, membentuk pola yang tidak bisa dije
Namun, betapa terkejutnya Sima Cheng ketika ia tiba di lokasi kejadian. Keadaan yang seharusnya penuh hiruk-pikuk kini sunyi sepi. Tak ada keramaian sama sekali, hanya ada seorang pemuda yang berdiri tegak, memegang pedang yang masih berlumuran darah segar.Wajah pemuda itu tampak muram, penuh kebencian dan kekesalan. Di bawah kakinya, tergeletak sosok Raja Kera, makhluk spiritual peringkat Transcendent yang seharusnya sangat sulit untuk ditaklukkan.Aura berbahaya yang menyelimuti jasad makhluk itu masih menguar, menyelubungi udara di sekitar mereka dengan ketegangan yang menakutkan. Bahkan, Sima Cheng merasakan degup jantungnya semakin cepat, menjadi sebuah ketegangan yang sulit diabaikan.“Hunter Guo?” tanya Sima Cheng dengan nada penuh keheranan, suaranya bergetar. “Apa yang kamu lakukan? Mengapa kamu membunuh makhluk spiritual peringkat Transcendent ini?”Rasa gelisah memenuhi hati Sima Cheng. Dalam pikirannya, ia merasa marah sekaligus bingung. Mahluk kontrak peringkat Transcend
Sima Cheng, pemimpin Organisasi Tangan Besi, duduk dengan wibawa di atas tandu mewah yang dipikul oleh empat anak buahnya. Setiap langkah mereka terdengar ringan namun kokoh, menggema di jalanan sempit dan berliku dalam hutan yang remang-remang.Tandu tersebut, dilukis dengan warna emas dan merah, dihiasi ukiran naga dan phoenix yang melambangkan kekuasaan dan keabadian. Cahaya rembulan yang menembus celah-celah dedaunan menerangi ukiran tersebut sehingga tampak hidup.Di sebelah tandu, Zhang Fen, anggota elit organisasi, menunggang seekor harimau iblis.Hewan besar itu melangkah dengan anggun, membuat Zhang Fen tidak perlu repot mengeluarkan tenaga untuk berjalan atau berlari. Bulu harimau yang berkilauan di bawah sinar rembulan memberikan kesan yang sangat intimidatif dan megah."Saudara Zhang," suara Sima Cheng terdengar, memecah keheningan hutan yang hanya sesekali diisi oleh suara serangga dan hembusan angin malam. Meski terdengar tenang, ada nada khawatir yang tersirat di dalamn
Mao Shen adalah pemimpin Organisasi Rajawali Iblis. Nama Rong Guo telah ia dengar sejak dari lantai pertama, namun tak sekalipun ia menyangka akan bertemu langsung dengan pria itu."Bagaimana Anda bisa tahu aku? Kita baru pertama bertemu, bukan?" Mao Shen akhirnya bertanya, suaranya masih terdengar serak setelah batuk-batuknya mereda. Dalam hati, ia menyesal telah meremehkan seni Tapak Angin Puyuh yang nyaris membuatnya muntah darah tadi.Meskipun merasa malu, Mao Shen mencoba menyembunyikan perasaan itu di balik tatapan datar. "Kamu memiliki kemampuan yang cukup hebat," katanya perlahan. "Bisa mengeksekusi Tapak Angin Puyuh—seni bela diri peringkat rendah—menjadi sesuatu yang luar biasa seperti tadi. Itu jelas bukan hal yang mudah."Rong Guo hanya tertawa. Suaranya menggema di antara desiran angin malam dan gemerisik dedaunan, menciptakan suasana penuh tekanan."Dari mana aku tahu Anda?" Rong Guo membalas dengan nada santai, namun sorot matanya tajam menusuk. "Mengapa tidak bertanya
"Ayo masuk, sama-sama kita mencari makhluk kontrak!""Hei! Biarkan aku masuk dulu!""Apa-apaan ini? Mengapa menyerobot?"Suara-suara protes dari para hunter menggema di depan pintu portal. Kerumunan mereka penuh sesak, dengan masing-masing orang berusaha mendahului yang lain. Riuh rendah suara itu memekakkan telinga, menciptakan suasana penuh ambisi dan ketegangan.Namun, ketika Rong Guo melangkah melewati portal itu, semua kegaduhan seketika lenyap. Dunia yang baru saja ia masuki begitu sunyi, seolah waktu di dalamnya berjalan dengan cara yang berbeda.Di kiri dan kanan, pohon-pohon ek yang besar dan menjulang tinggi menyambut pandangannya. Cabang-cabangnya membentang lebar, menciptakan bayangan gelap yang hampir menutupi langit. Di bawahnya, akar-akar besar mencengkeram tanah dengan kokoh, membentuk lanskap yang terasa kuno dan penuh misteri.Suara gemerisik lembut terdengar saat angin bertiup di antara dedaunan, menciptakan harmoni alami yang menenangkan.Rong Guo memperhatikan sek
Sementara itu, Ayong dan Yizhan masih sibuk menyelesaikan duyung-duyung terakhir yang tersisa. Mereka bekerja sama dengan baik hingga tak satu pun musuh berhasil melarikan diri. Ketika suasana kembali tenang dan bayangan dungeon mulai memudar, Rong Guo mendekati kedua kawannya.“Kita langsung pulang saja,” katanya tegas, suaranya terdengar serius. “Kalau kalian ingin merayakan kemenangan dengan minum arak, silakan. Tapi aku punya urusan penting yang harus kuselesaikan.”Ayong dan Yizhan saling melirik dengan raut wajah penuh tanda tanya. Meski penasaran, mereka memilih untuk tidak bertanya lebih jauh. Mereka tahu Rong Guo jarang menjelaskan rencananya, dan mendesaknya hanya akan membuang waktu.Ketiganya berpisah di pintu keluar dungeon. Rong Guo melangkah cepat menuju tempat peristirahatan di perkampungan hunter. Tangannya menggenggam erat Kalung Bintang Abadi, satu-satunya benda yang telah lama ia cari. Benda itu terasa hangat, seolah memancarkan energi misterius.Apakah dalam semal
Setelah beberapa waktu berlalu... setelah Rong Guo melewati dungeon ganda yang menimbulkan rasa cemburu bagi setiap hunter, akhirnya Festival Perburuan Malam dimulai.Namun, ada suatu kejadian yang mengejutkan terjadi, membuat Rong Guo sangat bahagia.Hari ini, tepat sehari sebelum festival dimulai, Rong Guo bersama dua kawannya – Ayong dan Yizhan – masuk ke dalam dungeon.Dungeon yang mereka masuki kali ini berwujud lautan yang maha luas.Lawan mereka adalah kaum duyung yang sangat merepotkan. Selain sakti dengan rata-rata keahlian setara Pendekar Naga Giok, kemampuan sihir para duyung benar-benar luar biasa.“Jangan tergoda dengan nyanyian mereka!” kata Rong Guo tegas. Tangan kanannya melambaikan Pedang Phoenix dan Naga, sementara tangan kirinya merapalkan Teknik Cakra Tengkorak Putih.“Nyanyian duyung mengandung magis, dan bisa membuat jiwa kalian terikat!” tambahnya. “Jika tak kuat, pakailah penutup telinga!”Rong Guo berkelebat cepat, pedangnya meliuk-liuk seperti naga yang menga
Setelah pertemuan panjang dengan para petinggi istana berakhir, Khagan Aruqai melangkah memasuki kamarnya yang megah di dalam istana Kaisar Kota Kaejin.Ruangan itu luas dan penuh kemewahan, dihiasi dengan ukiran-ukiran rumit yang bernilai seni tinggi. Dindingnya dicat dengan lapisan warna emas dan perak yang berkilauan, seakan memantulkan sinar setiap kali cahaya menerpa.Beberapa tembikar berkualitas tinggi terletak di sudut ruangan, semakin menegaskan kesan agung dan megah yang menyelimuti tempat itu.Dalam diam, Khagan berjalan menuju meja tulis yang terbuat dari kayu ebony, tampak eksotis seolah dibawa langsung dari negeri tropis yang jauh. Dengan gerakan tenang, ia duduk dan mengeluarkan selembar kertas khusus yang hanya diperuntukkan bagi para pejabat istana. Ia menulis beberapa kata dengan tangan yang halus dan terlatih.“Tuan, semua sudah siap. Mesin Penghimpun Qi akan segera dieksekusi. Kami juga akan mulai mengumpulkan energi darah yang diperlukan untuk mencapai kesempurnaa