Ketika Sima Chen mendengus dingin dan mencela "manusia sampah", seorang pria berpakaian mewah yang tampak seperti keturunan bangsawan segera mendekat. Dengan langkah terburu-buru, ia menghampiri Sima Chen, pemimpin Organisasi Tangan Besi, dan mulai menjilat.“Boss Sima, kenapa terlihat kesal? Apakah ada yang tidak berkenan di sini?” tanya pria itu dengan nada penuh perhatian. Ia adalah Zhang Fen, sepupu Akeng.Zhang Fen sering disebut-sebut sebagai calon pemimpin Organisasi Tangan Besi yang berikutnya, menggantikan posisi Sima Chen jika masa kepemimpinannya di Hundun Yaosai berakhir. Itu sebabnya dia selalu melakukan penjilatan, agar posisinya tidak goyah.Sima Chen hanya menggelengkan kepalanya, tetapi tetap menjelaskan,"Ada seorang hunter pemula yang berani menatap mataku lebih dari dua detik. Sungguh lancang!" Wajahnya tetap dingin, tidak menunjukkan rasa emosi yang berlebihan."Siapa itu? Tolong beri tahu aku, Boss Sima. Aku akan mengajarkan pelajaran kepadanya. Tangan dan kakinya
“Ayo, mengaku kalah!” teriak Ayong, ujung pedangnya mengancam langsung ke nyawa Akeng dengan ketegasan yang tak terbantahkan.Akeng terkejut. Ia tak menyangka, meskipun baru-baru ini meminum eliksir yang meningkatkan kekuatannya hingga level kultivasinya, tapi kenyataannya kemampuannya tetap tak mampu menandingi kehebatan seni pedang Ayong yang aneh dan mematikan.“Aku... aku...” Akeng terbata-bata, kata-katanya terbenam dalam kesulitan yang tak dapat diungkapkan. Sebuah kekalahan yang sulit diterima, mendorong egonya yang besar ke dalam kehampaan.Rasa malu mulai membakar hati Akeng, tetapi ia berusaha menahan diri, bertekad untuk tidak mengaku kalah.“Memalukan! Kamu benar-benar bikin malu, Akeng!” teriak salah satu penonton di arena, suaranya penuh kecaman. “Aku bertaruh seluruh hartaku, dan sekarang semua hilang tanpa sisa!”“Ayo, mengaku kalah saja!” seru orang lainnya, nada ejekan semakin jelas.“Akeng benar-benar pengecut! Kalah di tangan seorang pemburu yang bahkan tak terikat
Ayong melangkah dengan langkah panjang meninggalkan arena pertarungan yang kini sunyi. Dalam hatinya, ia merasakan kelegaan mendalam; kemenangan atas Akeng bukan sekadar melumpuhkan lawan, tetapi juga meruntuhkan keangkuhan sahabat yang kini telah bertransformasi menjadi musuh.Akeng, yang dulunya sering kali membuli kelompoknya, akhirnya tumbang di tangannya.Angin dingin berhembus perlahan, menciptakan desiran yang seolah meredam kegembiraan menyelimuti kemenangan itu. Suasana hening sejenak menyelimuti Ayong saat ia melangkah semakin jauh, terlena dalam keheningan yang melingkupi dirinya.Namun, lirikan matanya tertumbuk pada wajah Yizhan yang duduk di tribun. Ekspresi Ayong seketika berubah.Yizhan tampak berteriak, tetapi suara teriakannya tenggelam oleh gemuruh angin yang semakin kencang, disertai hawa dingin yang semakin menusuk.Mulut Yizhan bergerak, tetapi tak ada suara yang terdengar. Ayong menajamkan indera pendengarannya, lalu dengan insting tajam membaca gerakan bibir Yi
"Aku? Namaku Guo. Ada masalah?" Rong Guo menjawab dengan acuh tak acuh. Jubahnya yang berwarna gelapnya melambai diterpa angin yang menusuk tulang.Wajah Zhang Fen berubah menjadi jelek, urat-urat di pelipisnya menonjol seperti akar pohon tua. "Jelas ada masalah. Mengapa kamu lancang mencampuri urusan keluargaku?""Apa? Aku mencampuri urusan keluargamu?" Rong Guo mendengus, tatapannya setajam pedang."Apa kamu sadar? Bukankah kamu yang lancang, mencampuri urusan di arena? Sepupumu itu sudah keok, diberi ampun dengan murah hati. Tapi malahan membokong pemenang seperti pengecut. Dan kamu..." ia mengambil jeda, "kamu bilang urusan ini urusan keluarga. Tolong jelaskan padaku, apa hukuman bagi pelanggar aturan di arena!"Wajah Rong Guo semakin datar, sedingin es abadi dari Gunung Kunlun. Nada suaranya pun semakin dingin, menyatu dengan tiupan angin yang membekukan tulang. Qi-nya berpendar samar, menciptakan tekanan yang membuat udara terasa berat.Seluruh penonton di arena tercengang melih
“Apa? Kamu bilang kamu tidak punya cukup energy stone untuk membayarkan padaku?" Ekspresi Rong Guo berubah menjadi dingin.Pada saat itu, ia sudah berada di rumah judi Emerald, bersama Ayong dan Yizhan.“Benar. Itu berarti uang kami tak akan kembali? Ini rumah judi macam apa?” Suara Ayong bergema, ikut memaki dengan nada yang terdengar keras, penuh cibiran.“Kamu penipu! Mengakali semua orang dan dengan mudah berkata bahwa tidak punya uang lagi?” Yizhan menambahi dengan amarah yang meluap.Saat itu, suasana di Emerald, rumah judi, sedang kacau balau. Semua penjaga di sana tampak bersiap siaga. Tombak dan pedang sudah terhunus. Mereka bersiap menghadapi amukan Rong Guo dan kawan-kawannya.Tampaknya, dari ribuan orang yang memasang taruhan, semua orang di Kota Hantu telah memasang taruhan untuk Akeng, sementara hanya kelompok Rong Guo dan kawan-kawannya yang memasang taruhan untuk Ayong.Namun, meski mereka kalah, mereka tetap menuntut pengembalian uang mereka. Tak ada seorang pun yang
Hari masih sore ketika Rong Guo duduk santai di Kedai Arak Si Janggut Putih bersama dua temannya, Ayong dan Yizhan. Meskipun kedai itu dipenuhi para hunter yang sedang bersantai, percakapan mereka tetap berlangsung dengan suara keras, seakan dunia di sekitar mereka tak ada orang lain.Sesekali, tawa menggema dari meja mereka, terutama saat Yizhan menggambarkan teknik yang digunakan Ayong untuk mengalahkan Akeng di arena. Cerita itu seakan membuat suasana semakin hidup."Dan hal yang benar-benar mengejutkanku," kata Ayong, masih tak percaya, "gerakan lemah lembut seperti jurus pedang aneh itu bisa membuat pedang Akeng patah. Padahal, itu adalah pedang spiritual yang sangat langka!"Rong Guo hanya tersenyum mendengar pujian Ayong untuk jurus Sembilan Pedang Kunlun.Sementara itu, Yizhan, yang sudah mulai bosan dengan cerita itu, memutar bola matanya. Ekspresinya jelas menunjukkan ketidaktertarikan terhadap cerita yang seolah tak ada habisnya."Kakak Guo," Ayong tiba-tiba mengubah nada s
Kelima sosok berpakaian serba ringkas itu masih berdiri di tempat, menunggu aba-aba untuk memasuki tenda dan menghabisi korban. Namun, tiba-tiba, seberkas bayangan putih melesat keluar dari dalam tenda dengan kecepatan luar biasa, seperti sinar yang menyambar di tengah malam.Tiupan angin yang ditimbulkan bayangan itu terasa dingin, menyapu pipi kelima ninja yang menutup matanya dengan kain hitam. Mereka terkejut, tak menyangka akan ada sosok ahli di dalam tenda, seseorang yang kini berdiri sekitar dua puluh meter di kejauhan.Sosok itu tegak di bawah pohon Ek dengan wajah yang mengenakan ekspresi mengejek. Jubahnya berkibar diterpa angin malam, dan ketika cahaya lampu minyak jatuh tepat mengenai wajahnya, kelima ninja itu terkejut, mengenali tatapan tajam yang penuh perhitungan.“Dia target kita?” salah satu dari mereka berbisik ragu.“Bagaimana bisa dia tahu kedatangan kita?” yang lain bertanya dengan suara tertahan, masih berusaha mencerna situasi.“Apakah kita akan melanjutkan mis
“Aku yang akan membunuh kalian, atau kalian memilih untuk bunuh diri?” Suara Rong Guo terdengar dingin dan tajam, bagai es yang menusuk. “Jika aku yang menghabisi kalian, kematian itu tak akan datang dengan mudah. Pilihlah, sebelum kesabaranku habis!”Ketiga ninja itu menggigil. Mereka saling bertatapan, ragu-ragu, dan dalam sekejap, mereka mengangguk, seolah sepakat dalam diam.“Kepandaiannya terlalu tinggi… Kita hanya debu di hadapannya,” kata salah satu ninja dengan suara bergetar.“Dia ahli Banxiang! Diahadapannya. Semua kita yang hanya setengah Kaishi, ibarat semut di hadapan raksasa...” tambah ninja yang lain, suaranya hampir teredam oleh ketakutan.Dalam sekejap, ketiganya menyadari tak ada lagi jalan keluar. Mereka berdiri kaku, memutuskan untuk mengambil langkah terakhir.Rong Guo tetap diam, menatap mereka dengan wajah dingin tanpa ekspresi, tidak sedikit pun menunjukkan perasaan.Pemandangan mengerikan terjadi didepannya, ketika ia melihat ketiga sosok ninja itu kelojotan d
Tiga bulan telah berlalu sejak peristiwa besar yang mengguncang dunia persilatan. Di Puncak Wudang, keramaian tak biasa memenuhi setiap sudut.“Pemimpin Sekte Wudang akan menikah!” teriak seseorang di kerumunan dengan semangat.“Mari kita saksikan! Ini peristiwa yang jarang terjadi!” sahut yang lain, ikut terbawa antusias.“Pemimpin Rong akan menikahi Penatua Xiao, sahabat semasa kecilnya!”Kabar ini telah menyebar ke seluruh penjuru negeri, membuat semua orang berbondong-bondong datang, meskipun tanpa undangan.Setelah kemenangan besar melawan Kekaisaran Matahari Emas, reputasi Sekte Wudang berada di puncaknya. Dipimpin oleh Rong Guo, seorang Abadi, Sekte ini kini menjadi pusat dunia persilatan.Pagi itu, Puncak Wudang terasa hidup. Murid-murid sibuk mempersiapkan segala sesuatu dengan teliti, sementara tokoh-tokoh dari dunia persilatan turut hadir untuk menyaksikan momen bersejarah ini. Para pemimpin sekte aliran putih, datuk sekte sesat, dan praktisi independen berkumpul, meningga
Peristiwa pertarungan itu menyisakan kepedihan yang mendalam. Bau darah masih memenuhi udara, bercampur dengan aroma tanah basah yang terhantam ledakan energi.Langit di atas Puncak Gunung Wudang kini mulai cerah, namun suasana di bawahnya tetap mencekam.Sosok Khaganate dari Benua Podura terbaring diam di atas tanah yang hancur.Armornya yang hitam pekat kini penuh retakan, memancarkan kilau redup seperti batu obsidian yang kehilangan cahayanya.Tubuhnya yang sebelumnya memancarkan aura menakutkan kini terlihat rapuh, seperti sisa abu dari api besar yang telah padam.Dalam sekejap mata, Rong Guo melesat, gerakannya begitu cepat hingga hanya meninggalkan bayangan samar di udara.Ketika orang-orang mengedipkan mata, ia sudah berdiri di sisi jasad Khagan, seperti bayangan yang muncul dari kehampaan.Semua ahli di puncak Wudang segera berkerumun, namun tidak ada yang berani terlalu dekat.Mereka berhenti beberapa langkah di belakang Rong Guo, mata mereka penuh dengan rasa ingin tahu berc
Getaran ledakan meruntuhkan tebing-tebing di kejauhan, sementara retakan-retakan dalam menjalar liar di tanah, melahap apa saja yang dilewatinya.“Langit akan runtuh! Kita semua akan mati!” teriak seorang pria tua, tubuhnya gemetar ketakutan.“Lari! Jangan lihat ke atas!” jerit seorang ibu sambil menarik anaknya yang menangis, wajahnya penuh kecemasan.Penduduk berlarian kacau, beberapa terjatuh akibat guncangan, sementara yang lain terus mencari tempat berlindung.Percikan energi dari ledakan di langit jatuh seperti hujan meteor, membakar apa saja yang disentuhnya.Di langit, tubuh kedua Abadi itu terlempar jauh ke belakang akibat dampak besar serangan mereka. Rong Guo tersungkur ke tanah, tubuhnya memar dan dipenuhi luka.Napas Rong Guo tersengal, darah mengalir di sudut bibirnya, tubuhnya bergetar karena energi yang hampir habis.Napas Rong Guo tersengal, darah mengalir di sudut bibirnya. Tubuhnya tampak melemah, tetapi auranya tetap menguasai langit. Ia melayang dengan stabil di u
Langit tampak seperti tercabik-cabik, retakannya menjalar seperti guratan api yang membakar langit malam.Setiap lapisan atmosfer bergetar hebat, seolah tak mampu lagi menahan kekuatan dahsyat dari dua ahli peringkat Abadi yang bertarung di cakrawala.Matahari memerah, cahayanya memudar seperti nyala lilin yang hampir padam.Dunia seolah berubah menjadi tua.Udara dipenuhi energi gelap dan terang yang saling bertabrakan, menciptakan ledakan menggema yang membuat tanah retak dan sungai meluap.Dua sosok raksasa, perwujudan energi mereka, melesat berpindah-pindah. Ke Utara, Selatan, Barat, dan Timur, setiap langkah mereka mengguncang bumi dan menghancurkan gunung.Bayangan mereka memanjang di atas tanah, menebar teror yang membuat semua makhluk di bawah langit merasa kecil dan tak berdaya.Di seluruh penjuru Benua Longhai, penduduk keluar dari rumah mereka.Wajah-wajah pucat pasi mendongak ke langit, menatap pemandangan apokaliptik yang terjadi di atas mereka.Napas mereka tertahan, dad
Secara alami, pertarungan antara dua Abadi di cakrawala adalah sesuatu yang sangat luar biasa.Pertarungan yang terjadi antara Rong Guo dan Khagan dari Benua Podura mengguncang cakrawala. Kedua sosok abadi itu bertarung dengan kekuatan luar biasa, memecah langit dan menggoncangkan bumi di sekitar mereka.Kedatangan Rong Guo yang terlambat membuatnya terkejut, melihat apa yang terjadi di puncak Gunung Wudang.“Terlambat! Kita terlambat,” tangis Biarawati Fear tak tertahankan.Ia merunduk di tanah puncak gunung, sambil menangisi satu demi satu jenazah murid-murid dari Sekte Gurun Gobi yang tergeletak kaku.Sementara Rong Guo hanya diam.Meski emosinya bergejolak, namun dengan tingkat kultivasi yang telah mencapai puncak dunia, yaitu Yongheng—atau abadi—dia tidak mudah hanyut dalam perasaan sedih yang mendalam.Sambil memindai dengan energi spiritualnya yang tajam, Rong Guo menemukan jejak aura ribuan tentara Kekaisaran Matahari Emas yang menyebar di Puncak Terlarang.Sedetik sorot mata
"Apa yang terjadi?" suara seseorang bergetar memecah keheningan."Siapa yang melakukan ini? Siapa yang menghabisi semua tentara Matahari Emas?"Tidak ada yang mampu menjawab. Keheningan kembali menyelimuti, berat dan penuh tanda tanya.Zhang Long Yin memandang pemandangan itu dengan dahi berkerut tajam. Ia mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi, tapi pikirannya dipenuhi kebingungan. Siapa yang memiliki kekuatan sebesar ini, yang mampu menyingkirkan ribuan tentara dalam sekejap?Xiao Ning menggigit bibir, emosinya bercampur aduk.Keajaiban ini mungkin telah menyelamatkan mereka, tetapi muncul pertanyaan besar: keajaiban macam apa yang terjadi di Puncak Terlarang malam tadi?>>> Di langit...Dua sosok bertarung dalam bentuk yang melampaui nalar manusia.Pemuda berbaju putih longgar berdiri di udara dengan ketenangan yang menusuk, seperti puncak gunung es yang tersembunyi.Senjata di tangannya adalah sebuah payung istimewa yang memancarkan aura magis. Angin berputar di sekelilingny
Malam yang panjang berlalu dengan cepat.Di dalam array Puncak Terlarang, semua orang terdiam, menutup mata, berusaha mengabaikan hiruk pikuk di luar. Ada yang tenggelam dalam meditasi, ada pula yang sibuk mencoba menyembuhkan luka dengan sisa obat seadanya.Kesibukan itu membuat tak seorang pun memperhatikan keanehan yang muncul di luar.Di langit yang kelam, sebuah kilat tiba-tiba menyala, hanya sekejap. Namun, efeknya sungguh menggetarkan.Saat kilat itu lenyap, ribuan tentara Kekaisaran Matahari Emas tergeletak, saling bertumpuk di atas tanah Puncak Terlarang.Tubuh-tubuh mereka tidak bergerak tak bernyawa, nyaris menyatu dengan ribuan jasad yang sudah lebih dulu menjadi korban perang.Tak lama kemudian, matahari mulai bersinar lembut.Cahayanya menyelinap melalui celah array, menyentuh permukaan tanah yang dingin dengan kehangatan samar.Zhang Long Yin, pemimpin Sekte Wudang, membuka mata perlahan setelah semalaman bermeditasi untuk memulihkan energi Qi-nya.Di dekatnya, Xiao Nin
Jauh sebelum perang ini pecah, dalam sebuah diskusi, Zhang Long Yin pernah mengungkapkan bahwa mereka masih memiliki tempat persembunyian, jika keadaan mendesak.“Aku akan bersiul sebagai kode, dan semua orang harus segera bergegas menuju Puncak Terlarang Sekte Wudang. Di sana, kita akan aman!” ujarnya dengan tegas, suaranya penuh keyakinan.Namun, siapa yang bisa membayangkan bahwa saat ini, kata-katanya akan menjadi kenyataan yang mengerikan?“Array dan formasi sihir di Puncak Terlarang sangat kuat. Tidak ada yang bisa menembusnya jika kita berlindung di sana!” jelas Zhang Long Yin lebih lanjut, seperti mengingatkan dirinya sendiri bahwa satu-satunya harapan adalah puncak terlarang itu.Para pemimpin sekte, bersama datuk-datuk dunia persilatan, bahkan telah melakukan simulasi tentang cara evakuasi ke Puncak Terlarang jika keadaan semakin genting.Namun, mereka tidak menyangka bahwa hari itu akan datang dengan begitu cepat.“Tapi semoga ini tak terjadi. Kita akan berperang mati-matia
Di belakang Sekte Wudang, terdapat satu puncak yang belum pernah tersentuh oleh siapapun. Puncak itu dikenal sebagai "Puncak Terlarang", dan hanya pemimpin sekte yang diperbolehkan menginjakkan kaki di sana.Desas-desus beredar bahwa di puncak daerah terlarang tersebut terdapat sebuah jurang yang sangat dalam, yang disebut-sebut sebagai neraka dunia.Jurang itu mendapat juluka "Neraka Dunia" karena di sanalah para praktisi Sekte Wudang yang sesat dan melanggar aturan golongan putih dibuang.Tempat itu menyimpan penderitaan yang tak terbayangkan, dan tak seorang pun yang pernah kembali untuk menceritakan kisahnya.Pagi mulai menjelang, cahaya matahari menyemburat lembut di ufuk timur, namun pertempuran yang berkecamuk tak juga mereda.Di atas Puncak Sekte Wudang, bukanlah pemandangan yang biasanya terlihat—sekarang lebih tepat disebut puncak pemakaman daripada puncak sekte dari dunia persilatan aliran putih. Lantaran darah yang berceceran, dan tubuh yang berserakan, udara terasa begit