Biarawati Fear, meskipun berlari dengan kecepatan luar biasa untuk menghindari tiga tentara Kekaisaran Podura, tetap mendengar setiap pelecehan verbal yang mereka lontarkan.Awalnya, ia berusaha mengabaikan ocehan kasar mereka, memilih untuk fokus pada pelariannya.Namun, saat hinaan itu berubah menjadi ancaman yang lebih kotor dan mengarah pada pelecehan, amarahnya mulai membara.“Meski aku harus mati, aku tidak akan membiarkan mereka menodai kehormatanku,” desisnya, penuh kemarahan. Mata tajamnya menyiratkan tekad yang tidak tergoyahkan.“Jika ini akhir hidupku, biarlah aku memilih mati terhormat daripada hidup terhina.”Tanpa ragu, Biarawati Fear menghentikan langkahnya.Tubuhnya berdiri tegak di tengah gurun yang sunyi, hanya berjarak setengah li dari para pengejarnya. Angin malam menerpa wajahnya, seakan menyaksikan keputusan besar yang baru saja diambilnya.Kocokan kuda di tangannya digenggam erat. Pandangannya berubah dingin, seolah seluruh emosi telah ia kubur.“Jade Maiden Sw
Begitu keheningan menyelimuti tempat itu, debu dari tiga tentara Podura perlahan menghilang tertiup angin gurun. Biarawati Fear buru-buru merapikan jubahnya yang compang-camping.Dengan sikap penuh kehati-hatian, ia berdiri tegak sambil membungkukkan badan sebagai tanda hormat.“Maafkan hamba, Tuan Abadi. Keadaan hamba sangat tidak pantas,” katanya pelan, suaranya bergetar, sambil berusaha menutupi bagian tubuhnya yang terbuka oleh pakaian yang koyak.Melarikan diri selama berhari-hari, ditambah pertempuran melawan tiga ahli tingkat Lotus Emas, membuat kondisinya berantakan.Sobekan pada bajunya memperlihatkan lekuk tubuhnya yang, meski usianya tak lagi muda, masih terlihat seperti seorang gadis. Wajahnya memerah, tak hanya karena rasa malu, tetapi juga karena menyadari bahwa dirinya sedang diperhatikan oleh seorang Abadi.Biarawati Fear menggertakkan gigi dalam hati. “Sial! Kenapa aku harus bertemu seorang Abadi dalam keadaan seperti ini? Bagaimana jika dia menganggapku perempuan tak
Kepergian Biarawati Fear yang sudah berlangsung lebih dari dua minggu, jauh melampaui perkiraan semula, menyebabkan kegelisahan yang semakin menguat di Sekte Wudang.Setiap detik yang berlalu membuat hati mereka semakin cemas.Di Aula Sekte, para datuk dunia persilatan dari aliansi-aliansi besar Benua Longhai berkumpul dalam diam.Mereka duduk dengan wajah penuh ketegangan, saling berbisik satu sama lain. Wajah mereka tampak tegang, setiap kata yang keluar dari mulut mereka bagaikan air yang langka di tengah gurun.Tampak di sana, para datuk dunia persilatan, seperti Lei Yunfeng dari Gunung Xuandu, Nyonya Yunfeng dari Sekte Hehuan, Pangeran Xue Yuan, serta datuk-datuk lain dari Dataran Tengah, yang sebelumnya sangat dihormati, kini hanya terlihat lelah dan khawatir.Mereka semua, yang sebelumnya tak terkalahkan, terpaksa mencari perlindungan di Gunung Wudang setelah mengalami kekalahan telak di Kota Tianzhou melawan jago-jago dari Benua Podura.Sebuah kekalahan yang telah mengguncang
"Tebasan Pedang Angin!" seru seorang anak kecil berusia 8 tahun, memberi semangat pada dirinya sendiri di tengah latihan seni pedang. Saat ini, dia berlatih di hutan bambu mini yang terletak di belakang Sekte Wudang. Anak kecil itu bernama Rong Guo. Hutan bambu mini tersebut merupakan bagian dari wilayah Sekte Wudang, salah satu sekte terkuat di Kerajaan Yue Chan. Sejak pagi tadi, Rong Guo telah asyik berlatih teknik pedang yang dikenal sebagai Sembilan Langkah Pedang Angin, teknik dasar yang harus dikuasai oleh semua murid di Sekte Wudang. Namun, kondisi fisik Rong Guo sangat menyedihkan. Sejak kecil, ia tidak pernah memiliki kekuatan dalam tubuhnya. Rong Guo lahir tanpa inti Mutiara, sumber penghimpun energi di pusat tubuh manusia yang dibutuhkan bagi siapa pun yang ingin menekuni jalur kultivasi dan bela diri. Tanpa inti Mutiara, meskipun dia berlatih pedang seribu tahun sekalipun, semua gerakan itu hanya akan terlihat indah, tapi tidak berdaya. Rong Guo bisa dikatakan lahir de
Setelah bergulingan selama enam putaran, Yan wei terhenti saat tubuhnya membentur batu. Yan Wei mencoba untuk berdiri.Kepalanya terasa pening, semua di depan mata tampak seolah-olah bayangan saja.Meskipun tidak ada rasa sakit dari tusukan di dadanya, serangan itu meninggalkan bekas yang mengguncangkan. Terlebih lagi, dia merasa sangat malu. Tidak pernah terbayangkan olehnya bahwa Rong Guo, yang selalu menjadi korban bully, memiliki keterampilan pedang yang cukup untuk menjatuhkannya.Dengan tadanya dua sahabatnya yang selalu setia mengikuti perintahnya, berdiri dan menyaksikan kekalahannya tadi, pikiran Yan Wei dipenuhi kekhawatiran, reputasinya yang akan hancur jika kabar ini tersebar.Dalam amarahnya, Yan Wei mencabut sebilah pedang. Berbeda dengan pedang kayu yang digunakan Rong Guo, pedang ini adalah pedang sungguhan dan tampak berbahaya. Cahaya pedang itu berkilauan tertimpa sinar matahari, ketika Yan Wei menunjuknya ke arah Rong Guo dengan suara gemetar.“Ternyata kamu punya s
Pada saat yang genting itu, ketika ujung pedang Yan Wei bersikap seolah-olah akan membelah tubuh Rong Guo menjadi dua, tiba-tiba terdengar sebuah suara keras.KRAK!Dengan kecepatan yang tidak masuk akal, sebuah kerikil terpental dan menghantam pedangnya.“Aduh!” Yan Wei meringis kesakitan.Ketika batu itu menyentuh pedangnya, ia merasakan aliran listrik menyengat tangannya, membuat detak jantungnya tersentak.Pedangnya terlepas dan jatuh berdenting di tanah.Beberapa saat kemudian, Yan Wei mengangkat kepalanya dan mencari siapa yang melakukan itu.“Siapa yang berani menghalangi aku? Keluarlah dan tunjukkan dirimu! Kita akan bertarung sampai selesai!” Suaranya penuh kecongkakan. Yan Wei berani bertindak seenaknya selama ini, karena mengandalkan ayahnya yang adalah wakil pemimpin di Sekte Wudang. Jadi selama ini tidak ada yang berani menantangnya.Suasana menjadi hening, hanya terdengar angin berdesir.Tidak lama kemudian, seorang pria sekitar tiga puluh dua tahun muncul dari balik bat
Malam itu, langit terlihat gelap dengan awan hitam yang bergulung di cakrawala. Cahaya rembulan gagal menembus celah awan, menyisakan hening di perkampungan murid pelataran luar yang terpencil.Namun, kesunyian itu terputus oleh suara bisikan dan kesibukan tiga sosok anak kecil.“Mari kita seret dia ke Hutan Bambu yang tidak jauh dari sini, tidak mungkin menimbulkan kecurigaan!” bisik seorang anak laki-laki.“Apakah tidak sebaiknya kita membungkusnya, agar menghindari kecurigaan?” suara seorang anak perempuan terdengar.“Tidak bisakah kalian berdua diam? Sejak tadi kalian hanya saling membantah tanpa aksi sama sekali! Sekarang, mari kita seret bocah murahan ini. Tak perlu membungkusnya dengan apapun. Terlalu membuang-buang sumber daya untuk anak tidak berbakat tanpa memiliki inti Mutiara di pusat kehidupannya!” bentak anak yang lain, membuat kedua bocah yang sebelumnya bertengkar langsung terdiam.Dua anak laki-laki segera menyeret tubuh Rong Guo, sementara anak perempuan menyapu jeja
Suara terkekeh memenuhi seisi gua, bergema dan menimbulkan rasa takut. Bau busuk keluar dari mulut sosok itu ketika ia mendekatkan kepala ke arah Rong Guo, hanya berjarak setengah meter dari wajahnya.“Apa kamu tuli? Tidak mendengar kata-kataku?” suaranya bergema lagi, terdengar seperti suara kuno yang datang dari dunia yang lain.Rong Guo tentu saja menggigil ketakutan.Wajah yang buruk. Rambutnya panjang dan kusut. Dan yang paling mengerikan adalah mata kosong itu, seolah-olah bergerak dan mengamatinya dengan jelas. Rong Guo seperti tengah diinterogasi. Pikirannya cepat bergerak. “Biar bagaimanapun aku harus tetap hidup! Jawaban yang paling aman adalah yang akan ku pakai.”Tanpa sadar, masih dengan suara gemetar Rong Guo menjawab, “Namaku Rong Guo. Murid pelataran luar, bahkan kalau bisa aku dianggap murid pekerja belaka…”Rong Guo bisa merasakan cengkeraman tangan sosok itu mengendur. “Dia melembut saat tahu aku bukan murid inti.”“Apakah Sekte Wu Dang masih dipimpin oleh Zhang Shi
Kepergian Biarawati Fear yang sudah berlangsung lebih dari dua minggu, jauh melampaui perkiraan semula, menyebabkan kegelisahan yang semakin menguat di Sekte Wudang.Setiap detik yang berlalu membuat hati mereka semakin cemas.Di Aula Sekte, para datuk dunia persilatan dari aliansi-aliansi besar Benua Longhai berkumpul dalam diam.Mereka duduk dengan wajah penuh ketegangan, saling berbisik satu sama lain. Wajah mereka tampak tegang, setiap kata yang keluar dari mulut mereka bagaikan air yang langka di tengah gurun.Tampak di sana, para datuk dunia persilatan, seperti Lei Yunfeng dari Gunung Xuandu, Nyonya Yunfeng dari Sekte Hehuan, Pangeran Xue Yuan, serta datuk-datuk lain dari Dataran Tengah, yang sebelumnya sangat dihormati, kini hanya terlihat lelah dan khawatir.Mereka semua, yang sebelumnya tak terkalahkan, terpaksa mencari perlindungan di Gunung Wudang setelah mengalami kekalahan telak di Kota Tianzhou melawan jago-jago dari Benua Podura.Sebuah kekalahan yang telah mengguncang
Begitu keheningan menyelimuti tempat itu, debu dari tiga tentara Podura perlahan menghilang tertiup angin gurun. Biarawati Fear buru-buru merapikan jubahnya yang compang-camping.Dengan sikap penuh kehati-hatian, ia berdiri tegak sambil membungkukkan badan sebagai tanda hormat.“Maafkan hamba, Tuan Abadi. Keadaan hamba sangat tidak pantas,” katanya pelan, suaranya bergetar, sambil berusaha menutupi bagian tubuhnya yang terbuka oleh pakaian yang koyak.Melarikan diri selama berhari-hari, ditambah pertempuran melawan tiga ahli tingkat Lotus Emas, membuat kondisinya berantakan.Sobekan pada bajunya memperlihatkan lekuk tubuhnya yang, meski usianya tak lagi muda, masih terlihat seperti seorang gadis. Wajahnya memerah, tak hanya karena rasa malu, tetapi juga karena menyadari bahwa dirinya sedang diperhatikan oleh seorang Abadi.Biarawati Fear menggertakkan gigi dalam hati. “Sial! Kenapa aku harus bertemu seorang Abadi dalam keadaan seperti ini? Bagaimana jika dia menganggapku perempuan tak
Biarawati Fear, meskipun berlari dengan kecepatan luar biasa untuk menghindari tiga tentara Kekaisaran Podura, tetap mendengar setiap pelecehan verbal yang mereka lontarkan.Awalnya, ia berusaha mengabaikan ocehan kasar mereka, memilih untuk fokus pada pelariannya.Namun, saat hinaan itu berubah menjadi ancaman yang lebih kotor dan mengarah pada pelecehan, amarahnya mulai membara.“Meski aku harus mati, aku tidak akan membiarkan mereka menodai kehormatanku,” desisnya, penuh kemarahan. Mata tajamnya menyiratkan tekad yang tidak tergoyahkan.“Jika ini akhir hidupku, biarlah aku memilih mati terhormat daripada hidup terhina.”Tanpa ragu, Biarawati Fear menghentikan langkahnya.Tubuhnya berdiri tegak di tengah gurun yang sunyi, hanya berjarak setengah li dari para pengejarnya. Angin malam menerpa wajahnya, seakan menyaksikan keputusan besar yang baru saja diambilnya.Kocokan kuda di tangannya digenggam erat. Pandangannya berubah dingin, seolah seluruh emosi telah ia kubur.“Jade Maiden Sw
Sosok Rong Guo melesat membelah cakrawala, menembus batas antara Dataran Besar Tengah dan wilayah Selatan.Langit dini hari yang gelap mulai memudar, menyisakan semburat pucat cahaya rembulan di cakrawala. Di bawahnya, Gurun Gobi terbentang luas, dingin dan sunyi.Udara yang menggigit tulang akibat suhu ekstrem tidak memengaruhi seorang abadi seperti dirinya. Angin malam hanya sekadar hembusan yang lewat, sementara rambutnya berkibar liar tanpa mengurangi kewibawaan sosoknya sebagai abadi.“Ah... pesta para kultivator aliran sesat puluhan tahun lalu,” pikir Rong Guo, matanya menatap pasir yang berkilauan memantulkan cahaya rembulan. Ingatan itu menyelinap masuk, membawa senyum kecil di wajahnya yang biasa dingin.Teringat saat itu, ia masih muda, polos, dan dipenuhi rasa percaya diri yang meluap-luap.Ia mengingat dengan jelas saat memenangkan taruhan melawan Raja Kelelawar Hitam. Namun, kemenangan itu menjadi bencana ketika mereka diserang oleh sekte-sekte aliran putih.Dulu, peristi
“Kalian, orang-orang dari Benua Podura, sungguh tak tahu malu!" teriak Nyonya Yinfeng, membuka percakapan dengan suara tajam yang penuh kemarahan dan nada mencela.“Sudah bertahun-tahun kalian berusaha menghancurkan Benua Longhai, tetapi semua jagoan kalian selalu kalah. Hari ini, masih berani muncul dan menyerang kami? Benar-benar tak tahu diri!" Ia melanjutkan dengan nada menyindir, menekankan setiap kata.Nyonya Yinfeng sengaja memprovokasi mereka. Suaranya membelah deru angin yang berhembus di cakrawala, membuatnya tampak seperti dewi yang perkasa.Meski terlihat percaya diri, ada kekhawatiran dalam tatapannya. Matanya tak pernah lepas dari tiga kapal roh besar yang mengambang di atas Kota Tianzhou. Ia tahu, musuh yang mereka hadapi kali ini mungkin jauh lebih berbahaya.“Berapa banyak ahli tingkat Kaishi yang tersembunyi di kapal-kapal itu?" bisiknya dalam transmisi suara kepada dua rekannya.Pangeran Mahkota Xue Yan melirik sekilas, ekspresinya tetap tenang meski pikirannya berg
Sosok pria berzirah merah itu ternyata seorang pengendali api. Ia mengangkat tangannya, dan dari telapak tangannya terpancar gulungan api yang menjalar ke tanah. Api itu awalnya hanya seukuran kerbau besar, tetapi dalam hitungan detik, nyalanya membesar, merayap seperti ular liar yang haus akan kehancuran.Ekspresi horor segera terpancar di wajah semua orang. Mereka berhamburan, mencari celah untuk menyelamatkan diri dari bencana yang seolah tak terhindarkan.DUAR!Ledakan keras mengguncang udara, memekakkan telinga. Sumber ledakan itu berasal dari arah Akademi Linchuan.Semua orang yang melihatnya tersentak, tubuh mereka membeku sesaat sebelum pikiran panik mengambil alih. Tak terkecuali dua siswa Akademi Linchuan—Yin Zheng dan Hu Chen."Celaka! Akademi Linchuan menjadi sasaran!" teriak Yin Zheng dengan wajah penuh kepanikan. Tubuhnya sedikit gemetar, dan matanya menatap cakrawala yang dipenuhi asap dan cahaya jingga dari api."Barang-barangku masih di akademi!" seru Hu Chen, suarany
Pagi itu, di bawah sinar matahari yang merayap pelan di langit biru, Yin Zheng dan Hu Chin, dua murid terampil dari Akademi Lin Chuan, melangkah mantap menuju aula musik.Seragam akademi yang mereka kenakan terbuat dari kain halus berwarna putih. Pakaian itu sedikit longgar, dengan sabuk sutra melingkar di pinggang, menampilkan lekuk ramping tubuh mereka.Ikat kepala satin putih melingkari kepala mereka, menambah kesan rapi dan elegan, selaras dengan status mereka sebagai murid akademi bela diri yang terkemuka, tempat yang mendidik pemuda dengan pengetahuan dan melatih kekuatan untuk menjadi abadi.Percakapan pun dimulai.“Dengar-dengar, Pangeran Xue Yuan akan mundur dari kepemimpinan akademi,” kata Yin Zheng dengan suara datar, namun sorot matanya penuh penyesalan. “Ini tentu sangat disayangkan.”Langkah mereka ringan, berkat Qinggong yang luar biasa, seolah-olah tubuh mereka melayang di atas rerumputan hijau. Keheningan pagi itu terasa tenang, hanya desiran angin lembut yang menyapu
Kita kembali ke beberapa waktu lalu untuk memperjelas kisah ini.Di Istana Kekaisaran Tian Yun, Pangeran Mahkota Xue Yuan berdiri di balkon yang menjulang tinggi. Dari situ, ia bisa melihat seluruh Kota Tianzhou yang megah, dipenuhi oleh kehidupan yang berdenyut.Di bawah sinar matahari pagi yang hangat, pikirannya melayang jauh, meresapi nasib yang menantinya.Tak jauh dari istana, Akademi Linchuan berdiri megah, terkenal karena pelatihan bela diri dan seni kekaisarannya. Seperti biasa, akademi itu dipenuhi aktivitas. Ratusan murid memenuhi lapangan latihan, suara keras pukulan, "thump" yang kuat saat kaki mereka menghantam tanah dan "swoosh" saat tangan mereka bergerak, menggema di udara.Seorang instruktur berteriak tegas, "Ayo, fokus! Jangan biarkan gerakanmu kehilangan ketepatan!" Sementara itu, ia dengan cermat mengoreksi posisi siswa yang menekuni seni bela diri tangan kosong.Di sisi lain akademi, siswa-siswa berbaju jubah putih panjang bergerak dengan anggun dan percaya diri
Mereka berjalan menuju reruntuhan besar yang membentuk celah seperti gua. Di dalamnya, seorang pemuda duduk bersandar pada dinding yang retak.Pakaiannya, seragam Akademi Linchuan, telah koyak-koyak, memperlihatkan luka-luka di tubuhnya. Wajahnya tampak pucat, garis matanya membiru, dan dari napasnya yang berat, jelas ia mengalami luka dalam yang parah.Rong Guo hanya perlu satu kali pandang untuk memahami keadaan pemuda itu.Ia maju tanpa banyak bicara, berlutut di depannya, lalu meraih tangannya dengan lembut. Rong Guo memejamkan mata, menyalurkan energi Qi Abadi ke tubuh pemuda itu.Efeknya luar biasa.Warna kulit pemuda itu perlahan kembali normal, napasnya menjadi lebih stabil. Mata yang sebelumnya redup kini memancarkan semangat baru. Luka-luka dalam di tubuhnya tampak mulai menghilang, seolah tubuhnya sedang diremajakan dari dalam.Pemuda itu membuka matanya perlahan, tatapannya bertemu dengan Rong Guo.Awalnya terdapat kebingungan, tetapi itu segera berubah menjadi kekaguman.