Ternyata, setelah Rong Guo mendekat, Panglima Song Jian memberikan sekeping uang perak ke dalam mangkuk. Katanya dengan nada sopan, penuh wibawa, ada sedikit getaran empati di suaranya."Terimalah..."Sesudah melepaskan sekeping uang perak ke dalam mangkuk, Panglima Song langsung naik ke pelana kuda perangnya yang diikatkan di pohon besar. Ia menepuk-nepuk leher kuda itu dengan penuh kasih sayang sebelum menarik kendali.Cahaya matahari sore memantulkan kilau pada pelana dan baju zirahnya, menambah aura keagungan pada sosoknya.Iring-iringan pasukan kerajaan itu pun perlahan menghilang di ujung jalan berdebu, meninggalkan jejak langkah yang samar-samar terhapus angin.Rong Guo cepat-cepat pergi ke pelabuhan Kota Tangye. Suara desiran ombak yang tenang seolah menyambut kedatangannya. Ia mengeluarkan rakit bambu kecil yang biasa dipakainya berlatih di tengah lautan, kemudian mendayung menggunakan tongkat bambu hingga ke tengah lautan.Air laut yang biru jernih memercik halus, menciptaka
“Hahaha... Dia mati! Dia sudah mati!”Suara Panglima Song Jian menggema di seluruh lautan, tawa penuh kemenangan itu memantul dari ombak yang mengalir pada malam yang gelap.Para tentara di kapal itu semua memanjangkan leher, mencoba melihat ke arah di mana sosok Raja Kelelawar Hitam tadi berdiri di atas air, seolah-olah ingin memastikan kabar baik itu dengan mata kepala mereka sendiri.“Benar dia mati!”“Dia sudah mati!”“Horee!”Sekarang mereka melihat bayangan Raja Kelelawar Hitam yang mengapung di atas air laut yang tenang.Jubah hitamnya yang lebar mengembang seperti sayap kelelawar, menciptakan bayangan menyeramkan dari sosok aliran hitam yang paling ditakuti itu. Ia terbaring dengan kepala tenggelam, sementara tubuhnya masih mengapung, tak berdaya dan tanpa tanda-tanda kehidupan.“Hore! Senjata Kapal Perang ini sungguh luar biasa! Bahkan gembong aliran hitam itu tidak berkutik, langsung tewas dalam sekali tembakan meriam!”Seorang tentara bersorak dengan penuh semangat, matanya
Dengan wajah yang berubah menjadi tegang, sosok di balik topeng Giok Hitam, Raja Kelelawar, menggumam pelan, saat melihat dua bayangan berlari diata laut Donghai."Imam Zhang Long Jin dari Sekte Wudang, dan Rahib Kangkay dari Kuil Teratai Perak!"Meskipun sering mendengar tentang kehebatan para master dari sekte besar tersebut, Raja Kelelawar Hitam tidak pernah merasa gentar.Namun malam ini, ketika dua sosok itu berlari di atas air mendekat, ia bisa merasakan aura pedang dan aura pembunuhan yang kuat.Niat atau maksud dari sebuah keterampilan bela diri adalah keadaan batin yang dimiliki seorang jago pedang atau ahli bela diri, bukan hanya teknik pedang semata. Ini juga mencakup pemahaman mendalam tentang seni pedang atau seni bela diri.Kekuatan niat pedang atau niat bela diri diukur berdasarkan level. Dalam hal ini, ada tiga level: Roh Pedang, Nadi Pedang, dan Istana Pedang. Namun, jika seseorang telah mencapai batas tertinggi hingga disebut abadi, level niat pedangnya bahkan bisa m
“Ini adalah senjata yang aku peroleh dari seseorang secara pribadi! Untuk apa kamu bertanya dan mencari tahu? Lagipula... jika aku memegang senjata yang di wariskan seseorang... untuk apa kamu menjadi terkejut?” dari ketinggian ting kapal, Raja Kelelawar menjawab penuh hinaan.Rahib Kangkay seketika berubah menjadi malu, mendengar jawaban lawannya. Kata-kata ini semakin mempertegas dugaannya, apa senjata di tangan Raja Kelelawar.+++Di saat yang berbeda, Biksu Kangkay tidak menyadari perubahan ekspresi di wajah Zhang Long Jin.Dengan keringat yang bercucuran di keningnya, ia berbisik pada Zhang Long Jin, suaranya terdengar panik.“Daozhang, ini terdengar sedikit memalukan,” kata Rahib Kangkay, wajahnya memerah malu.“Namun, pinseng merasa... jika kita melawan Raja Kelelawar Hitam ini satu per satu, kemungkinan besar kita tidak akan meraih kemenangan! Ada sesuatu yang sangat aneh tentang Raja Kelelawar Hitam itu! Senjatanya memancarkan aura aneh yang mematikan!”Mendengar ini, Zhang L
Hingga matahari muncul di ufuk Timur, dan cakrawala menguning. Zhang Long Jin dan Rahib Kankay masih berputar-putar di Laut Donghai. Angin pagi yang sejuk menampar wajah mereka, sementara aroma asin laut memenuhi udara.Sebagai dua Datuk Persilatan aliran putih, mereka berdiri di atas sebatang bambu yang digunakan untuk mengambang di permukaan air yang tenang, terlihat agung eperti kaum dewa saja.Suara deburan ombak kecil mengiringi setiap gerakan mereka.Wajah Zhang Long Jin tampak semakin keruh, alisnya berkerut dalam kecemasan.Pikirannya dipenuhi kekhawatiran tentang senjata peringkat Tianli – Payung Iblis milik Raja Kelelawar Hitam sangat ingin ia miliki. Ia mengepalkan tangan, merasakan dinginnya gagang pedang yang digenggamnya erat.“Seandainya aku bisa menggunakan Payung Iblis itu, meskipun kondisinya sudah rusak, dampaknya pada kultivasi dan teknik pedangku akan sangat besar. Mungkin aku bisa menjadi setengah Abadi – disebut Demigod dan makin di puja-puja,” gumamnya.Namun,
Kekaisaran Jin Shuang, yang terletak di ujung utara Benua Longhai, dikenal dengan empat kota utama yang mempengaruhi status perekonomiannya di mata empat kekaisaran lainnya.Tersebutlah Kota Baiyung Chen terkenal dengan para ahli pengobatan dan alkimia yang menghasilkan ramuan-ramuan ajaib.Sementara itu, Xuefeng Du, ibu kota Jin Shuang, berdiri megah dengan istananya yang berkilauan di bawah sinar matahari, adalah pusat perdagangan dan ilmu pengetahuan Kekaisarabn Jin Shuang.Kota Lengyang adalah kota yang terkenal karena dipenuhi dengan suara latihan para seniman bela diri. Akademi-akademi bela diri ternama berdiri kokoh di sini, menghasilkan para pendekar yang disegani di seluruh kekaisaran.Kota terakhir adalah Kota Hanjiang, dengan pasar ikannya yang ramai, aroma laut yang khas terasa kental, dimana Industri sumber daya laut yang melimpah menjadikan perekonomian kota ini terus berkembang pesat.Du Fu, seorang bujang di restoran ternama di Kota Hanjiang, sore itu memutuskan untuk
Malam itu, Rong Guo hampir tidak dapat memejamkan mata. Ia selalu bermimpi mengalami pertempuran berulang kali melawan Zhang Long Jin dan Rahib Kangkay.Dalam mimpi itu ia selalu di ujungtanduk, membuat keringat dingin membasahi tubuhnya, dan jantungnya berdegup kencang, seolah-olah setiap detik adalah pertarungan hidup dan mati.Setelah mengalami mimpi buruk untuk kedua kalinya, dan pada saat itu ayam jantan sudah berkokok menandakan fajar, Rong Guo memutuskan untuk berjalan-jalan dan melihat-lihat Kota Hanjiang.Udara dingin menyapa wajahnya, membuatnya menggigil meskipun ia sudah memakai mantel tebal.“Kota yang ditutupi salju, bahkan hampir sepanjang tahun,”Kata-kata Du Fu pada malam itu terngiang di telinga Rong Guo, ketika ia pertama kali menginjakkan kaki di jalanan Kota Hanjiang.Rong Guo melihat hamparan salju tebal yang menyelimuti tanah dan pepohonan, menciptakan pemandangan yang indah namun sepi. “Salju begini tebal, bagaimana caranya bepergian antar kota?” pikirnya.Sema
Tak lama kemudian, setelah bekerja selama tidak lebih dari dua minggu di Paviliun Purnama Dingin, Rong Guo dipanggil oleh Wang Wei, kepala restoran. Paviliun itu tenang, dengan suasana hangat dan aroma dupa cendana yang samar-samar tercium di udara.Saat itu, duduk di depan manajer paviliun - Wang Wei yang tampak mendominasi dengan tatapan tajamnya, Rong Guo terlihat sangat rendah hati.Penampilan jagoan kita kini jauh berbeda dengan gayanya ketika masih menjadi seorang ahli tingkat tinggi di Kekaisaran Yue Chuan.Wang Wei sendiri duduk di balik meja besar yang dipenuhi gulungan kertas dan alat tulis mewah.Rong Guo saat itu duduk dengan sopan menunggu perintah Wang Wei, dia terlihat polos dan lugu. Matanya bersinar seperti seorang remaja, tidak lagi memperlihatkan kilatan kekejaman dan kebengisan seperti ketika dia berwujud Raja Kelelawar Hitam.Orang bijak berkata, "Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung," bukan? Rong Guo merenungkan pepatah tersebut dalam hatinya, mencoba m
Tiga bulan telah berlalu sejak peristiwa besar yang mengguncang dunia persilatan. Di Puncak Wudang, keramaian tak biasa memenuhi setiap sudut.“Pemimpin Sekte Wudang akan menikah!” teriak seseorang di kerumunan dengan semangat.“Mari kita saksikan! Ini peristiwa yang jarang terjadi!” sahut yang lain, ikut terbawa antusias.“Pemimpin Rong akan menikahi Penatua Xiao, sahabat semasa kecilnya!”Kabar ini telah menyebar ke seluruh penjuru negeri, membuat semua orang berbondong-bondong datang, meskipun tanpa undangan.Setelah kemenangan besar melawan Kekaisaran Matahari Emas, reputasi Sekte Wudang berada di puncaknya. Dipimpin oleh Rong Guo, seorang Abadi, Sekte ini kini menjadi pusat dunia persilatan.Pagi itu, Puncak Wudang terasa hidup. Murid-murid sibuk mempersiapkan segala sesuatu dengan teliti, sementara tokoh-tokoh dari dunia persilatan turut hadir untuk menyaksikan momen bersejarah ini. Para pemimpin sekte aliran putih, datuk sekte sesat, dan praktisi independen berkumpul, meningga
Peristiwa pertarungan itu menyisakan kepedihan yang mendalam. Bau darah masih memenuhi udara, bercampur dengan aroma tanah basah yang terhantam ledakan energi.Langit di atas Puncak Gunung Wudang kini mulai cerah, namun suasana di bawahnya tetap mencekam.Sosok Khaganate dari Benua Podura terbaring diam di atas tanah yang hancur.Armornya yang hitam pekat kini penuh retakan, memancarkan kilau redup seperti batu obsidian yang kehilangan cahayanya.Tubuhnya yang sebelumnya memancarkan aura menakutkan kini terlihat rapuh, seperti sisa abu dari api besar yang telah padam.Dalam sekejap mata, Rong Guo melesat, gerakannya begitu cepat hingga hanya meninggalkan bayangan samar di udara.Ketika orang-orang mengedipkan mata, ia sudah berdiri di sisi jasad Khagan, seperti bayangan yang muncul dari kehampaan.Semua ahli di puncak Wudang segera berkerumun, namun tidak ada yang berani terlalu dekat.Mereka berhenti beberapa langkah di belakang Rong Guo, mata mereka penuh dengan rasa ingin tahu berc
Getaran ledakan meruntuhkan tebing-tebing di kejauhan, sementara retakan-retakan dalam menjalar liar di tanah, melahap apa saja yang dilewatinya.“Langit akan runtuh! Kita semua akan mati!” teriak seorang pria tua, tubuhnya gemetar ketakutan.“Lari! Jangan lihat ke atas!” jerit seorang ibu sambil menarik anaknya yang menangis, wajahnya penuh kecemasan.Penduduk berlarian kacau, beberapa terjatuh akibat guncangan, sementara yang lain terus mencari tempat berlindung.Percikan energi dari ledakan di langit jatuh seperti hujan meteor, membakar apa saja yang disentuhnya.Di langit, tubuh kedua Abadi itu terlempar jauh ke belakang akibat dampak besar serangan mereka. Rong Guo tersungkur ke tanah, tubuhnya memar dan dipenuhi luka.Napas Rong Guo tersengal, darah mengalir di sudut bibirnya, tubuhnya bergetar karena energi yang hampir habis.Napas Rong Guo tersengal, darah mengalir di sudut bibirnya. Tubuhnya tampak melemah, tetapi auranya tetap menguasai langit. Ia melayang dengan stabil di u
Langit tampak seperti tercabik-cabik, retakannya menjalar seperti guratan api yang membakar langit malam.Setiap lapisan atmosfer bergetar hebat, seolah tak mampu lagi menahan kekuatan dahsyat dari dua ahli peringkat Abadi yang bertarung di cakrawala.Matahari memerah, cahayanya memudar seperti nyala lilin yang hampir padam.Dunia seolah berubah menjadi tua.Udara dipenuhi energi gelap dan terang yang saling bertabrakan, menciptakan ledakan menggema yang membuat tanah retak dan sungai meluap.Dua sosok raksasa, perwujudan energi mereka, melesat berpindah-pindah. Ke Utara, Selatan, Barat, dan Timur, setiap langkah mereka mengguncang bumi dan menghancurkan gunung.Bayangan mereka memanjang di atas tanah, menebar teror yang membuat semua makhluk di bawah langit merasa kecil dan tak berdaya.Di seluruh penjuru Benua Longhai, penduduk keluar dari rumah mereka.Wajah-wajah pucat pasi mendongak ke langit, menatap pemandangan apokaliptik yang terjadi di atas mereka.Napas mereka tertahan, dad
Secara alami, pertarungan antara dua Abadi di cakrawala adalah sesuatu yang sangat luar biasa.Pertarungan yang terjadi antara Rong Guo dan Khagan dari Benua Podura mengguncang cakrawala. Kedua sosok abadi itu bertarung dengan kekuatan luar biasa, memecah langit dan menggoncangkan bumi di sekitar mereka.Kedatangan Rong Guo yang terlambat membuatnya terkejut, melihat apa yang terjadi di puncak Gunung Wudang.“Terlambat! Kita terlambat,” tangis Biarawati Fear tak tertahankan.Ia merunduk di tanah puncak gunung, sambil menangisi satu demi satu jenazah murid-murid dari Sekte Gurun Gobi yang tergeletak kaku.Sementara Rong Guo hanya diam.Meski emosinya bergejolak, namun dengan tingkat kultivasi yang telah mencapai puncak dunia, yaitu Yongheng—atau abadi—dia tidak mudah hanyut dalam perasaan sedih yang mendalam.Sambil memindai dengan energi spiritualnya yang tajam, Rong Guo menemukan jejak aura ribuan tentara Kekaisaran Matahari Emas yang menyebar di Puncak Terlarang.Sedetik sorot mata
"Apa yang terjadi?" suara seseorang bergetar memecah keheningan."Siapa yang melakukan ini? Siapa yang menghabisi semua tentara Matahari Emas?"Tidak ada yang mampu menjawab. Keheningan kembali menyelimuti, berat dan penuh tanda tanya.Zhang Long Yin memandang pemandangan itu dengan dahi berkerut tajam. Ia mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi, tapi pikirannya dipenuhi kebingungan. Siapa yang memiliki kekuatan sebesar ini, yang mampu menyingkirkan ribuan tentara dalam sekejap?Xiao Ning menggigit bibir, emosinya bercampur aduk.Keajaiban ini mungkin telah menyelamatkan mereka, tetapi muncul pertanyaan besar: keajaiban macam apa yang terjadi di Puncak Terlarang malam tadi?>>> Di langit...Dua sosok bertarung dalam bentuk yang melampaui nalar manusia.Pemuda berbaju putih longgar berdiri di udara dengan ketenangan yang menusuk, seperti puncak gunung es yang tersembunyi.Senjata di tangannya adalah sebuah payung istimewa yang memancarkan aura magis. Angin berputar di sekelilingny
Malam yang panjang berlalu dengan cepat.Di dalam array Puncak Terlarang, semua orang terdiam, menutup mata, berusaha mengabaikan hiruk pikuk di luar. Ada yang tenggelam dalam meditasi, ada pula yang sibuk mencoba menyembuhkan luka dengan sisa obat seadanya.Kesibukan itu membuat tak seorang pun memperhatikan keanehan yang muncul di luar.Di langit yang kelam, sebuah kilat tiba-tiba menyala, hanya sekejap. Namun, efeknya sungguh menggetarkan.Saat kilat itu lenyap, ribuan tentara Kekaisaran Matahari Emas tergeletak, saling bertumpuk di atas tanah Puncak Terlarang.Tubuh-tubuh mereka tidak bergerak tak bernyawa, nyaris menyatu dengan ribuan jasad yang sudah lebih dulu menjadi korban perang.Tak lama kemudian, matahari mulai bersinar lembut.Cahayanya menyelinap melalui celah array, menyentuh permukaan tanah yang dingin dengan kehangatan samar.Zhang Long Yin, pemimpin Sekte Wudang, membuka mata perlahan setelah semalaman bermeditasi untuk memulihkan energi Qi-nya.Di dekatnya, Xiao Nin
Jauh sebelum perang ini pecah, dalam sebuah diskusi, Zhang Long Yin pernah mengungkapkan bahwa mereka masih memiliki tempat persembunyian, jika keadaan mendesak.“Aku akan bersiul sebagai kode, dan semua orang harus segera bergegas menuju Puncak Terlarang Sekte Wudang. Di sana, kita akan aman!” ujarnya dengan tegas, suaranya penuh keyakinan.Namun, siapa yang bisa membayangkan bahwa saat ini, kata-katanya akan menjadi kenyataan yang mengerikan?“Array dan formasi sihir di Puncak Terlarang sangat kuat. Tidak ada yang bisa menembusnya jika kita berlindung di sana!” jelas Zhang Long Yin lebih lanjut, seperti mengingatkan dirinya sendiri bahwa satu-satunya harapan adalah puncak terlarang itu.Para pemimpin sekte, bersama datuk-datuk dunia persilatan, bahkan telah melakukan simulasi tentang cara evakuasi ke Puncak Terlarang jika keadaan semakin genting.Namun, mereka tidak menyangka bahwa hari itu akan datang dengan begitu cepat.“Tapi semoga ini tak terjadi. Kita akan berperang mati-matia
Di belakang Sekte Wudang, terdapat satu puncak yang belum pernah tersentuh oleh siapapun. Puncak itu dikenal sebagai "Puncak Terlarang", dan hanya pemimpin sekte yang diperbolehkan menginjakkan kaki di sana.Desas-desus beredar bahwa di puncak daerah terlarang tersebut terdapat sebuah jurang yang sangat dalam, yang disebut-sebut sebagai neraka dunia.Jurang itu mendapat juluka "Neraka Dunia" karena di sanalah para praktisi Sekte Wudang yang sesat dan melanggar aturan golongan putih dibuang.Tempat itu menyimpan penderitaan yang tak terbayangkan, dan tak seorang pun yang pernah kembali untuk menceritakan kisahnya.Pagi mulai menjelang, cahaya matahari menyemburat lembut di ufuk timur, namun pertempuran yang berkecamuk tak juga mereda.Di atas Puncak Sekte Wudang, bukanlah pemandangan yang biasanya terlihat—sekarang lebih tepat disebut puncak pemakaman daripada puncak sekte dari dunia persilatan aliran putih. Lantaran darah yang berceceran, dan tubuh yang berserakan, udara terasa begit