"Bersamamu aku begitu mudah mengulas senyum. Dada ini juga berdebar tak tahu waktu. Rasa apa ini? Bisa kau jelaskan?===============Gemericik air menarik perhatian Lintang. Wanita itu menoleh ke arah air mancur yang berada di samping rumah. Sebuah kolam berbentuk elips ada di sana, menampung curahan air yang tumpah. Hiasan batu alam dan karang mempercantik bagian kolam. Tumbuhan menjalar dibiarkan tumbuh liar, tetapi tetap rapi. Sepertinya kolam itu benar-benar terawat. Ikan yang berenang di dalam air yang jernih menyegarkan mata Lintang, tak urung seulas senyum dia ukir di bibirnya."Lagi apa?" Suara Satya menghamburkan kesenangan yang baru Lintang kumpulkan. Wanita itu tidak langsung berbalik. Dia memejamkan kelopak mata kuat sambil menekan dahinya untuk menghadapi pria tersebut. Tentu saja, dia merasa sangat malu dan bodoh karena ketahuan baru saja berbohong. Mana dia tahu rumah yang diakui sebagai rumahnya adalah milik Satya. Pantas saja pria itu seperti sangat mengenal lokasi p
"Kaca yang retak tak perlu kuat kau genggam. Karena dia akan pecah dengan sendirinya. Pun aku, telah hancur oleh harapanku sendiri."============Lintang menuruni anak tangga perlahan menuju ruang makan. Dia belum terlalu mengenal bagian rumah Satya. Rumah itu terlalu besar untuk ditinggali seorang diri saja. Terdiri dari dua lantai di mana kamarnya dan Satya berada di lantai kedua. Awalnya Lintang heran bagaimana cara pria tersebut turun naik dengan mudah, mengingat kondisinya yang berada di kursi roda. Namun, Erna--asisten rumah tangga--menjelaskan bahwa di kamar pria itu terdapat lift pribadi yang akan mempermudah mobilisasinya.Begitu menapak di anak tangga terakhir aroma roti bakar mengelitik penciuman Lintang. Dia hapal betul selai apa yang dipakai. Aroma kacang dan coklat membuat perut wanita itu meronta minta diisi. Perlahan melangkah ke ruang makan, Lintang melihat Satya telah duduk di sana dengan koran di tangan, sambil sesekali menggigit roti bakarnya. Lintang hanya mampu
"Aku tak ingin menjadi malammu atau senjakala. Hanya ingin menawarkan bahu untukmu bersandar agar kau merasa nyaman."============="Terima kasih atas bantuanmu."Satya mengakhiri sambungan teleponnya saat mendengar lenguhan dari mulut Lintang. Pria itu menggerakkan kursi rodanya mendekati brankar tempat wanita itu terbaring lemah. Dia tak habis pikir kenapa wanita itu menggila. Lintang yang pergi begitu saja dari pertemuan membuat Satya heran. Dia menghubungi Mang Udin yang menunggu di dalam restoran untuk mengikuti Lintang. Laporan pria paruh baya itu membuat Satya mengakhiri pertemuan bisnisnya lebih cepat. Dengan bantuan Mang Udin, mereka mendobrak pintu toilet yang dijadikan Lintang untuk melampiaskan kegilaannya. Wanita itu tidak tahu jika restoran itu milik Satya, hingga tidak akan ada gugatan terhadap kekacauan yang terjadi."Di mana aku ....?"Lintang menekan kepalanya yang terasa berdenyut nyeri. Matanya masih kabur untuk melihat di mana dia berada. Aroma obat-obatan menye
"Kau adalah seseorang yang kuingin menjadi masa depanku. Tetapi, masa lalu begitu kuat mengikatku pada kenangan. Bersabarlah, Sayang ... bantu aku menujumu."================Lintang menyeduh kopi di dalam cangkir bermotif hati dengan air panas, lalu menuang sisa air tersebut ke dalam mug yang berisi coklat beraroma teh hijau. Harum kopi dan coklat memenuhi dapur minimalis milik Satya. Meski kecil, tetapi dapur itu memiliki fasilitas yang lengkap dan modern. Lintang berpikir dia akan betah berlama-lama di sana, memasak berbagai macam kuliner dan kue."Non Lintang, maaf. Bibi ketiduran sampai harus bikin minuman sendiri." Seorang pelayan yang bernama Erna tergopoh mendekati Lintang dengan raut bersalah.Lintang menoleh dan mengulas senyum lebar. "Ngga papa, cuma bikin minum aja. Gampang ini.""Non Lintang 'kan baru sembuh. Saya diwanti-wanti sama Tuan muda buat jagain, Non," balas Erna masih dengan raut penyesalan.Lintang berdecak pelan. Satya terlalu berlebihan memperlakukannya. Pada
"Maaf, aku tidak akan pernah kembali memungut keping kenangan yang kau hancurkan. Biar saja dia lebur, lalu hilang ditiup angin."================Satya Bumantara, SH. Nama yang tersemat pada pria beriris abu-abu itu. Dia itu bertindak sebagai pengacara Lintang. Tahapan pertama yang harus dilalui adalah mediasi yang diajukan pihak Arsen. Entah apa maksudnya. Bukankah mereka telah sepakat berpisah baik-baik, lalu mengapa harus dipersulit dengan mediasi segala.Lintang hanya diam saat sesi mediasi berlangsung. Wanita itu mendengarkan dengan seksama nasihat yang disampaikan petugas pengadilan. Akan tetapi, tak satu pun nasehat dan saran itu diterimanya. Tekad wanita itu sudah sangat bulat, bodoh jika dia terus bertahan dalam pernikahan penuh kesakitan, hanya akan menghadirkan luka lain yang kemudian bernanah, lalu membusuk. Dia juga mengacuhkan tatapan lekat Arsen, pria itu terkejut melihat kehadirannya di pengadilan bersama Satya. Ada binar di mata sang pria. Lintang paham tatapan maca
"Engkau perlahan menyusup ke dalam dada, mengukir jejakmu di sana. Aku bisa apa jika hati dan pikir sepakat menjadikanmu raja di sana."===========Detik, menit, jam berlalu dengan cepat. Waktu seolah tak mau berhenti meski sejenak. Dia berotasi sesuai kodratnya, meninggalkan manusia yang masih sibuk berleha-leha dengan kesenangannya. Lupa dengan kehidupan yang sebenarnya, hidup abadi di akhirat nanti.Lintang tidak lupa hal itu. Setiap hari dia mencoba memperbaiki diri. Lebih sering mendekatkan diri kepada Sang Pemilik Jiwa. Wanita itu sadar, mungkin saja semua kemalangan yang terjadi tidak lepas dari kelalaian dia sendiri. Terlalu sibuk mengejar dunia, terlalu mencintai manusia, hingga terkadang melupakan Dia yang memberi kesuksesan. Mungkin dia terlalu jumawa dan terlalu percaya diri, hingga Tuhan menegur dengan cara seperti ini. Lintang lebih memperpanjang sujudnya, memperlama zikirnya, dan menguntai doa lebih khusuk dari sebelumnya. Sering tangis dan sedu sedan mengiringi permoh
"Kepercayaan itu seumpama kertas putih. Sekali dia tertumpah noda, selamanya tidak akan disebut putih lagi."===========Satya menatap ke luar jendela apartemen. Kedua tangannya terkepal kuat di kedua sisi tubuhnya. Dia tidak mengira kepercayaan yang selama ini dia beri dikhianati begitu saja. Dia bukan pria yang mudah jatuh cinta, tetapi jika sudah menjatuhkan pilihan, Satya akan memperjuangkannya hingga akhir.Anika. Wanita yang dia cintai melebihi dirinya sendiri. Berkulit putih dengan fitur wajah nyaris sempurna itu memikat hatinya sejak tiga tahun yang lalu, butuh satu tahun bagi Satya untuk meyakinkan hati. Hingga kemudian dia meminta sang wanita menjadi miliknya. Tidak ada yang aneh dalam hubungan mereka, meski setahun terakhir harus menjalani hubungan jarak jauh. Kepercayaan selalu jadi modal utama bagi Satya.Hingga hari ini. Tepat di perayaan pernikahan mereka yang kedua, Satya harus menelan pil pahit. Bermaksud memberi kejutan untuk sang pujaan, justru dia mendapati istriny
"Sakit hati adalah fitrah manusia bila terluka. Tetapi, menjadi pendendam adalah pilihan."==============Lintang tak henti menciumi pipi sang putri. Tiga bulan tidak bertemu membuat kerinduannya menggunung. Gayatri pun seolah mengerti perasaan sang bunda. Bocah itu bergelayut manja di dada Lintang. Tak henti berceloteh, meski tidak jelas apa yang dia katakan. "Dia sangat merindukanmu."Suara Handoko menginterupsi kemesraan ibu dan anak tersebut. Lintang acuh, dia sama sekali tidak berminat menanggapi ucapan mantan mertuanya tersebut. Hatinya masih berdenyut sakit mengingat apa yang telah dilihatnya di restoran dua minggu yang lalu."Lintang, Papa minta maaf. Papa tidak bermaksud memisahkanmu dengan Gayatri. Semua Papa lakukan agar masa depan Gayatri tidak terombang-ambing."Lintang mendengkus, menoleh ke arah pria itu. "Apa Papa pikir tindakan itu bijak? Papa misahin aku dari Gayatri, tekan Buk Rima agar mengusir aku dari sana. Papa sengaja bikin aku jadi gembel agar ngga bisa ngamb
Pekarangan rumah yang ditumbuhi pepohonan pinus terlihat rindang. Suara gemericik air yang jatuh ke dalam kolam membuat pendengaran menjadi tenang. Di bawah canopy berwarna biru, di bagian kiri disusun banyak tanaman hias beraneka ragam. Mulai dari mawar, anggrek, kaktus, dan sebangsa daun keladi, lengkap dengan jenis dan warna masing-masing. Seorang wanita yang rambut hitamnya sudah disela uban, terlihat mengamati anak-anak kecil berlarian di pekarangan yang sangat sejuk tadi. Dia beberapa kali ikut tertawa melihat tingkah lucu mereka. Wanita itu adalah Lintang. Setelah bertahun-tahun mengalami cobaan, kemudian menikah dengan Satya, tidak serta-merta membuat hidup Lintang dihujani kebahagiaan. Begitu banyak masalah yang menghadang. Akan tetapi, keduanya bisa melewati kerikil-kerikil tajam dengan berbekal kepercayaan dan cinta yang besar. Saling percaya dan menghormati menjadi kunci keharmonisan rumah tangga mereka. Lintang lagi-lagi tersenyum kecil melihat keriuhan yang tercipta da
"Siapa yang bisa menentang jalan takdir. Bila Dia telah berkehendak, langit dan bumi pun tak akan sanggup menghalangi."==============Lintang meraba dadanya yang kini berdentum-dentum, ada haru yang menyelimuti hatinya. Menatap pantulan diri di dalam cermin, ada seraut wajah yang kini sedang tersenyum bahagia dengan riasan wajah sederhana. Wajah yang dulu kuyu dan menyimpan banyak luka di matanya, kini bersinar bak mentari pagi. Setelah bertahun berlalu, bahagia itu datang menghampiri. Tidak dengan memaksa, tetapi hanya merayu Yang Maha Kuasa dengan doa dan pengabdian tinggi."Ayo, Lintang semua sudah menunggu."Bunda Dewi menghampiri Lintang. Dia membingkai wajah wanita itu dengan kedua telapak tangannya. Senyum tulus dia ukir di wajahnya yang telah menua."Bunda berdoa semoga kebahagiaan ini tak pernah lekang dari hidupmu."Lintang mengangguk pelan, memeluk wanita yang telah berjasa membimbing menjemput hijrahnya. Setetes air mata jatuh tergelincir di pipinya. Tak ada kata yang bis
Kamu BagikuBertemu denganmu tak pernah kukira. Memilikimu adalah ingin, jatuh cinta padamu di luar nalar, dan menyandingmu bukan kemampuanku.Engkau laksana cahaya yang kutitipkan pada mentari pagi, hangat, dan menyulut semangat dalam diri. Engkau juga seperti senjakala, membias indah di cakrawala. Cahayamu indah menggugah rahsa, lesapkan gundah di dalam sukma.Hadirmu memberi terang sekaligus tenang. Engkau adalah puncak segala keindahan. Cinta ini begitu megah dan tertanam kokoh di dalam dada. Begitu besar inginku milikimu. Tak jemu merayu Sang Pemilik Cinta di sepertiga malam, agar sedia menyandingkan nama kita di lauh mahfuz. Bermimpi merenda cinta penuh makna, saling menggenggam hingga usia menua.Janjiku padamu duhai sang pemilik rahsa. Andai Tuhan takdirkan kita menempuh perjalanan bersama, kujaga setia sampai nadi, lalu memupuk cinta membiarkannya menyemak belukar. Hati ini akan selalu berdebar karenamu, hingga jantungku berhenti berdetak.Setiap helaan napasku akan selalu me
Lintang tertawa melihat Gayatri sibuk menangkap kupu-kupu dengan jaring kecil yang terbuat dari potongan jala yang dijepit dengan bambu tipis dan dibuat menyerupai bentuk kerucut. Tawa batita itu berderai-derai ketika kupu-kupu tersebut beterbangan ketika dihampiri. Udara di seputaran komplek olah raga terasa sangat sejuk. Apalagi di kala sore hari. Banyaknya pepohonan besar yang tumbuh berjajar membuat udara terasa sangat rindang. Lintang memperhatikan sekeliling, banyak orang berlalu lalang. Entah hanya untuk menghabiskan sore atau memang sekadar berolah raga. Ada juga yang memang sengaja datang untuk berburu aneka macam kuliner kekinian yang dijual berjejer sepanjang jalan.Pun Lintang. Sejak memutuskan untuk menjauh dari Satya dan masa lalunya yang menyakitkan, wanita itu memilih kota Padang sebagai tempatnya menenangkan diri. Sebuah kota yang terletak di pesisir pantai, dengan jumlah penduduk yang tidak terlalu padat. Sengaja Lintang memilih kota tersebut, selain penduduknya yan
Tangan Anita mengerat memegang pulpen yang diberikan Handoko. Matanya nanar membaca surat perjanjian di atas meja. Hari ini dia diperbolehkan pulang. Sayangnya, tanpa membawa apa pun. Tidak buah hati yang tidak pernah disusui atau lelaki yang dia cintai. Semua kembali ke awal. Dia masuk seorang diri, kini keluar pun sebagai fakir."Tunggu apalagi? Makin lama kau menahan, semakin lama pula putramu mendapat penanganan."Suara Handoko menggedor pertahanan Anita yang memang sudah rapuh. Ketegaran yang dia bangun dan terlihat kokoh, sebenarnya sudah keropos sejak awal. Dia saja yang keras kepala bertahan untuk sesuatu yang semu. Kini, keyakinan yang telah disematkan sejak semalam, perlahan melonggar. Bayang-bayang kerinduan kepada putranya kelak, kembali menggoyahkan teguh Anita. "Aku tidak punya banyak waktu untuk menunggu tanda-tanganmu saja." Handoko bangkit dari kursi dan merapikan jasnya. "Jika kau mundur, aku akan minta perawat melepas alat penunjang hidup anakmu""Jangan! Saya moho
Anita terenyuh melihat bayinya yang berada di dalam kotak inkubator. Bayi lelaki yang dia kandung selama sembilam bulan terlihat sangat kecil, lemah, dan tidak berdaya. Bahkan, wanita itu takut untuk menyentuhnya saja. Seolah-olah sentuhannya bisa menyakiti bayi tersebut. Anita membekap mulutnya untuk meredam tangis yang pecah sejak masuk ke ruangan NICU. Ada yang berdentang hebat di dada, menyakiti dan membuat ngilu ke sekujur tubuhnya. Anita lemah, dia tidak berdaya melihat buah hatinya tergeletak hanya memakai popok dengan wajah membiru."Bagaimana anak saya, sus?" tanya Anita melihat seorang perawat mendekatinya."Untuk saat ini menunggu keadaannya stabil. Harus segera dilakukan operasi, karena katup jantungnya bocor.""Berapa biaya operasinya?" tanya Anita lagi dengan lirih."Sekitar seratus juta, Buk. Itupun resikonya sangat besar. Setelah operasi harus dilakukan perawatan berkala."Mendengar penjelasan perawat tersebut tubuh Anita seketika lunglai. Tenaganya benar-benar tersed
Handoko terdiam, seraya menatap lurus ke depan setelah mendapatkan telepon dari rumah sakit yang mengatakan bahwa Anita telah bangun dari koma. Setelah hampir dua minggu wanita tersebut tidak sadarkan diri, akhirnya dia membuka mata. Ternyata Tuhan tidak akan mengabulkan doa buruk meskipun itu untuk kebaikan. Handoko menganjur nafas panjang dan dalam. Sepertinya dia terpaksa harus bertemu Anita sekali lagi, meski sebenarnya tidak ingin. Melihat wanita itu dia sama sekali tidak respect. Sampai detik ini Handoko masih belum bisa menerima kenyataan bahwa rumah tangga anak dan menantunya telah hancur. Sama seperti Arsen, dia pun menyalahkan Anita sebagai biang keladi dari semua malapetaka itu.Handoko kembali mengalihkan pandangan pada putranya yang sedang duduk di ruang terapis. Baru satu minggu ini lelaki itu mencarikan putranya seorang psikiater karena perubahan psikis Arsen. Sejak bercerai Arsen seperti kehilangan jati dirinya. Dia tidak bersemangat dalam hal apa pun. Ditambah lagi
Anita merasakan pekat menyelimutinya. Bahkan, dia tidak bisa melihat ujung-ujung jemarinya sendiri. Perlahan-lahan dia mulai merasakan sesak, seolah-olah tempat dia berdiri, bergerak semakin menyempit. Anita panik, dia berusaha berjalan, tetapi tidak tahu apakah maju atau mundur karena semua terlihat sama. Wanita itu mulai panik. Dia terduduk dan mulai menangis. Semakin lama tangis Anita semakin kencang. Dia berteriak hendak mengeluarkan sesak di dada. Namun, suaranya seolah-olah tenggelam.Anita semakin panik saat mulai kepayahan menghela napas. Dia merangkak, tetapi buta pada arah. Tiba-tiba saja dari arah sebelah kiri, Seberkas cahaya hadir dan terlihat seperti bintang yang berkelap-kelip di atas langit malam. Wanita itu tersenyum lega dia mulai menumbuhkan sedikitharapan. Dia segera bangkit, lalu bergegas berjalan ke arah sumber cahaya yang terlihat dekat. Langkah Anita semakin cepat, dia bersemangat berlari karena cahaya semakin benderang. Namun, anehnya semakin dikejar jarak se
Tubuh Kinanti yang jatuh dari lantai tiga, tepat mengenai meja bartender membuat pengunjung yang berada di sekitar meja berteriak histeris. DJ segera menghentikan musiknya ketika melihat tubuh bos mereka bersimbah darah. Kinanti menggelepar sesaat, lalu diam. Para petugas keamanan segera berlari ke atas untuk mengamankan Arsen dan Anita, setelah orang-orang yang berada di lantai tiga menunjuk mereka sebagai biang keributan. Anita yang shock menurut ketika seorang lelaki berbadan tegap memegang lengannya dan membawa masuk ke dalam ruang kerja Kinanti. Namun, Arsen malah melawan. Dia mengatakan jatuhnya Kinanti murni kecelakaan. Akan tetapi, para petugas keamanan tetap mengamankan si lelaki.Tidak berapa lama mobil ambulan dan polisi datang ke lokasi. Setelah mengambil dokumentasi, petugas medisk segera mengevakuasi tubuh Kinanti masuk ke dalam ambulan. Para pengunjung berdengung berebut ingin melihat sosok pemilik diskotik yang tidak berdaya. Tidak hanya itu, beberapa pemburu berita j