“Alamak kayak sama siapa aja! Ita juga adikku sendiri. Kamu dari mana, Ta, aku sudah datang dari tadi loh, enggak ada yang nyambut. Mamah Atik entah ke mana. Ibu entah ke mana. Kia entah ke mana cuma ada Mbak Asih itu di dalam terus. Mbak Asih itu ya, kenapa ada tamu kok, malah diam saja nyuekin kami malah asyik nonton TV,” ucap Mbak Susi lagi.Oh, rupanya Mbak Asih dan juga ibu mertuaku sudah pulang dari ngajinya.“Mbak Asih lagi sakit juga lagi hamil. Emosinya enggak stabil itu sebabnya mungkin dia mendiamkan Mbak Susi. Lagi pula anggap saja rumah sendiri, kalau datang ke rumahku haus tinggal ambil minum di belakang. Suami dibikinin kopi yang penting kan, di rumah ada orang ada Mbak Asih,” jawabku seraya masuk ke dalam Mbak Susi membuntutiku.MasyaAllah ... ternyata Mbak Susi membawa oleh-oleh hasil kebunnya.“Mbak Susi bawa hasil kebun sebanyak itu memang tidak susah kan, bawa anak dua. Motornya muat Mbak?” tanyaku.“Tidak susah, lah, Ta. Suamiku itu kan, sudah ahli dalam sopir me
Menurutku Mbak Asih sudah sembuh dan memang dia menepati janjinya untuk jadi lebih baik lagi.Lihatlah sekarang dia sudah menutup auratnya dan berusaha menjalankan semua perintah-perintah Tuhannya. Sedangkan orang-orang yang selama ini menghina dia bahkan belum melaksanakan suatu kewajibannya sebagai seorang muslimah yaitu menutup aurat.“Asih kesambet apa, Ta? Kok tumben amat dengar azan langsung salat?" tanya Mbak Susi padaku, dia masih saja asyik nonton sinetron ikan terbang.“Mbak Asih enggak kesambet apa-apa, Mbak, tapi dia sudah mendapatkan hidayah dari Allah subhanahu wa ta'ala, jadi dia memperbaiki dirinya untuk terus mendekatkan diri agar menjadi Insan Yang mulia di pandangan Tuhan," jawabku.“Masa sih, begitu drastisnya pasti ada sesuatunya kamu harus hati-hati Ta," ucap Mbak Susi lagi.“Mbak Susi ini aneh orang rajin ibadah dikomentarin, orang banyak maksiat dikomentarin. Sudah merasa hidupnya paling sempurna aja! Harusnya Mbak Susi tidak usah banyak komentar, tapi langsun
“Tidak Bu, aku tidak akan menjauhi Asih, dia istriku dan harus kembali padaku," jawab Mas Roni.“Kamu tuh, ya, dasar manusia tidak tahu diri untuk apa kamu cari-cari Asih, kamu mau menyakiti hatinya lagi gitu," teriak ibu lagi. “Ya, untuk kubawa pulanglah, Bu! Dia itu istriku. Aku menginginkannya sudah berapa hari tidak bertemu dengan dia, jadi aku berhak mencarinya!" jawab Mas Roni.“Istri, kamu bilang? Istri dari Hongkong! Asih itu udah minta pisah sama kamu. Dia sudah katakan semuanya pada Ibu bahwa dia sudah putuskan untuk benar-benar meninggalkan kamu. Jadi, kamu ke sini sia-sia saja! Cepetan pergi atau aku akan panggil RT untuk mengusirmu!” Ancam ibu.“Ibu, panggil presiden pun aku tidak takut, karena aku ke sini untuk mengambil istriku sendiri bukan orang lain!" Tantang Mas Roni."Eyalah ... dasar orang gendeng! Terserah kamu, orang Asihnya enggak mau kok, kamu paksa!"Ibu mertuaku masuk ke dalam rumah lagi tanpa memperdulikan ada Mas Roni. Ibu menutup pintunya dengan sanga
Mbak Asih terlihat sekali marah pada mas Roni. Aku yang mendengar pengakuannya Mbak Asih pun rasanya ingin ikut marah.Bagaimana tidak yang namanya istri pasti ingin dinafkahi, ingin disayang, ingin diperhatikan, tapi Mbak Asih tidak mendapatkan itu semua dan yang membuatku salut adalah Mbak Asih tidak pernah bercerita pada siapa pun. Mungkin karena dia takut disuruh berpisah dengan Mas Roni karena waktu itu dia bucin atau juga mungkin karena dia sudah malas berbagi cerita.“Dik, percayalah, aku akan berubah. Aku akan menjadi suami yang baik untukmu. Aku akan menjadi pelindungmu seperti yang kamu inginkan. Aku janji! Sekarang waktuku akan aku habiskan bersamamu. Tolong, Dik, beri aku kesempatan sekali ini saja," ucap Mas Roni memohon.“Tidak bisa, kesempatan hanya berlaku sampai dengan satu atau dua kali dan aku sudah memberimu kesempatan sampai 5 kali! Kamu tidak pernah berubah sama sekali dan kali ini pun aku tidak akan pernah mau bersamamu lagi. Kita akhiri cukup sampai di sini!”
"Heh, kamu, Ita, enggak usah ikut campur urusan orang lain ya! Mau kamu teriaki maling atau perampok, aku tidak akan pernah takut! Karena aku datang ke sini untuk menjemput istriku sendiri!" Mas Roni ini benar-benar bebal sekali. otaknya enggak dipakai.“Ayo, Dik, kita pulang pokoknya kamu harus ikut aku!" Mas Roni kembali menarik lengan Mbak Asih, tapi Mbak Asih kali ini tidak tinggal diem dia menggigit lengan Mas Roni hingga Mas Roni teriak histeris karena kesakitan. Tiba-tiba dari dalam rumah ibu datang dan membawa air seember penuh dan menyiramkannya pada Mas Roni, jadilah emas Roni basah kuyup aku dan Mbak Asih segera masuk ke dalam rumah. “Aku sudah katakan sama kamu, ya, Roni, untuk tidak datang lagi ke sini mencari anak Ibu! Asal kamu tahu, ya, Ibu tidak pernah merestuimu lagi dengan Asih! Kamu sudah punya istri baru dan juga ana. Lebih baik kamu fokus kepada dia, kasihan anak istrimu!" teriak Ibu.“Silakan saja, Ibu, mau bicara apa pun, aku tetap tidak akan pernah mau
Hari ini aku mendapat WA dari Novi ternyata dia mengirimkan video permintaan maaf padaku.Aku sungguh terharu sekali, rupanya Novi melakukan itu agar dia tidak dibully orang dan agar dia disukai banyak orang, tapi ternyata akibatnya sangat membuat dirinya malu. {Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ita. Selamat pagi, kamu lagi ngapain? Biasanya sepagi ini aku sudah memperhatikan rumahmu. Apakah kamu sedang beberes atau sedang menikmati secangkir kopi bersama roti panggang makanan ala orang londo, biasanya sepagi ini aku akan selalu kepo. Apakah kamu sudah mengantarkan suamimu ke depan untuk berangkat kerja atau kamu sedang bermain di teras bersama Kia. Biasanya sepagi ini aku sudah kepo, apakah kamu sudah belanja ke warung atau sudah membagikan nasi kotak kepada orang lewat.Ita maafkan atas semua salah dan khilafku padamu sungguh aku tidak bermaksud untuk menipumu ataupun memfitnahmu. Semua itu terjadi spontan begitu saja. Aku tahu aku salah, tapi egoku tidak mau kalah.Ita,
“Susi ke mana, Ta? “Aku tidak tahu Mbak, tadi ada kok, di sini sama anaknya lagi mainan sama Kia, tapi itu Kia sama Mbak Asih! Mungkin Mbak Susinya ada di kamar atau mungkin sedang keluar beli jajan anaknya. Mbak Susi itu doyan sekali jajan. Padahal di dalam rumah ini banyak jajanan di kulkas, tapi dia tidak mau jajanan sehat malah yang diberi itu sosis bakar dan teman-temannya," jawabku.Ternyata, Mbak Susi panjang umur baru saja dibicarakan dia sudah datang dari pintu samping, melihat kami duduk bersama, Mbak Susi mengambil duduk di antara kami menyalami kakak-kakakku satu per satu dan juga adikku. Kemarin Mbak Susi tidak begitu padaku. Aku jadi merasa cemburu diperlakukan berbeda oleh saudara-saudaraku sendiri padahal aku tidak tahu salahku apa.“Kamu dari mana, Sus, ya ampun kita orang udah datang dari tadi loh, lihat nih, aku udah ngopi, udah dikasih kue kamu enggak menyambut kakak-kakak kamu datanga!?" omel, Mbak Nur seraya memamerkan perhiasan-penghiasan yang dia pakai.Aku
"Kamu ngusir aku, Ta? Nyesel aku jauh-jauh datang ke sini ada Wira, Bapak, Mbak Nur enggak tahunya kamu di sini mempermalukan aku begitu, kalau tahu begini najis aku menginjakkan kakiku ke rumah kamu," jawab Mbak Ning, dia pun tak kalah emosinya denganku. Ibu yang ada di dapur tergopoh-gopoh menghampiri kami.“Ya, Allah, kalian ada apa ini? Kaliand sudah datang. Kenapa tidak menemui Ibu di belakang, Ibu tidak tahu kalau kalian sudah datang," ucap Ibu matanya berkaca-kaca melihat aku dan Mbak Ning bersitegang.Untungnya saudara Mas Danu pun belum pada datang hanya baru kami dan juga tetangga kanan, kini, Mbak Wulan, Mbak Fitri dan tukang masak yang kami bayar.“Tanyakan pada anak kesayangan Ibu ini, yang kaya raya 7 turunan, 7 tanjakan, belokan segala macam ini kenapa aku marah-marah begini Bu. Sakit hatiku baru datang sudah diusir," jawab Mbak Ning menggebu-gebu."Apa benar begitu Ita?" tanya ibu padaku. Aku menggeleng memang kenyataannya bukan aku duluan yang bikin masalah dan ad
Wak Tono melotot begitu juga dengan istrinya. Pasti mereka benar-benar tidak menyangka bahwa aku akan nekat seperti ini mempolisikan mereka berdua.“Sabar Ita, sabar dulu. Kita dengarkan dulu penjelasan Wak Tono. Barangkali itu memang bukan barang milik Wak Tono atau mungkin memang punya dia, tapi tidak untuk dipakai mencelakai kamu ataupun Danu,” bela Mbak Ning.“Kalau tidak tahu apa-apa enggak usah banyak komentar Mbak. Lama-lama mulut Mbak Ning, aku sumpel pakai paku ini. Aku tidak butuh saran dari Mbak Ning dan Mbak Ning tidak usah mencampur urusan rumah tanggaku. Aku sudah benar-benar kesal dan batas ambang sabarku sudah habis, Mbak! Pokoknya aku mau kita selesaikan ini secara hukum. Wak Tono dan istrinya harus benar-benar dihukum dengan setimpal karena ini membahayakan nyawa orang lain,” tegasku. Mbak Ning diam saja mungkin dia takut akan aku masukkan ke penjara juga jika membantah ucapanku.“Benar sekali apa yang dikatakan oleh Ita. Baik Wak Tono maupun istrinya harus kita pro
"Hentikan! Tolong hentikan dan jangan kamu pukuli suamiku!” sela istri Wak Tono seraya memukul-mukul punggung Mas Danu. Aku yang geram pun langsung mendorong tubuh tua istri Wak Tono hingga dia tersungkur tepat di bawah kaki suaminya.“Jahat! Kalian jahat!” teriak istri Wak Tono lagi dan berusaha bangun untuk menyerangku. Badannya yang gemuk membuatnya susah untuk leluasa bergerak sedangkan wajah Wak Tono sudah babak belur. Wak Tono diseret oleh Pak RT dan beberapa warga ke rumah kami.Istri Wak Tono terus saja meraung-raung menangisi suaminya. Semua saudara-saudara yang sudah terlelap tidur pun terpaksa bangun untuk melihat apa yang terjadi di sini, bahkan ibu mertuaku dan Mbak Lili yang berada di rumahnya pun tergopoh-gopoh menghampiri kami.“Ada apa ini, Ita? Kenapa istrinya Wak Tono menangis begitu?” tanya ibuku.“Mereka itu penjahat, Bu! Ternyata yang meneror keluarga kita selama ini adalah Wak Tono dan juga istrinya. Itu sebabnya istrinya Wak Tono menangis karena Wak Tono sudah
Aku bergegas keluar. Tak pedulikan panggilan Mamah Atik dan juga Ibuku. Rupanya mereka juga belum tidur. Mungkin sedang menyusun rencana untuk acara besok. Sedangkan Dina tadi tidak aku memperbolehkan ikut karena dia harus tetap tinggal di kamar untuk menjaga anak-anak.Teras depan langsung sepi sepertinya bapak-bapak yang ikut mengobrol tadi langsung menuju ke samping kamarku. Ya, Allah aku deg-degan sekali. Takut sesuatu terjadi pada Mas Danu karena dia jalannya saja susah agak pincang kalau dia berduel dengan orang yang mengetuk jendelaku tentu saja dia kalah.Aku yakin sekali bahwa itu adalah manusia, kalau hantu tentu saja tidak akan seperti itu. Mana bisa hantu melakukan hal-hal yang bisa dilakukan oleh manusia. Walaupun ada itu hanya dalam cerita saja.“Wak, kenapa di luar begini? Apa Wak dengar keributan juga?” tanyaku pada istri Wak Tono, tapi istri Wak Tono diam saja justru jalannya terburu-buru menghampiri kerumunan. Rupanya dia pun penasaran sama sepertiku.Memang sih,
“Iya, Din, Betul kata kamu. Makanya tadi pas Mbak ke sana, ya, hanya ngasih saran sekedarnya saja. Sepertinya juga Mas Roni tadi ketakutan karena aku ancam akan kupolisikan kalau masih memaksa Mbak Asih dengan kekerasan.”“Ya, Allah ngeri banget, sih! Mas Roni benar-benar nekat!” ujar Dina.“Ya, begitulah kalau orang sudah nekat pasti segala cara akan dilakukan. Sebentar, ya, Din, aku mau WA Mas Danu dulu. Tadi mau manggil dia enggak enak karena sedang ngobrol sama Pak RT dan juga bapakku.”[Mas, ada yang ketuk-ketuk jendela kamar kita. Sewaktu Dina berniat untuk melihatnya, tapi tidak ada siapa-siapa. Tolong Mas Danu awasi barangkali setelah ini akan ada ketukan selanjutnya.] terkirim dan langsung dibaca oleh Mas Danu.[Iya, Sayang! Ini Mas juga sambil ngawasin saudara-saudara kita. Karena tadi Mas seperti melihat bayangan hitam menyelinap. Mas pikir hanya halusinasi saja.][Iya, Mas. Sepertinya yang meneror keluarga kita mulai beraksi lagi, setelah tiga hari kemarin dia tidak mela
"Mbak, Mbak, itu apa seperti bayangan hitam?” tanyaku pada Mbak Mala. Dia justru memegang lenganku dengan erat. Mbak Mala ketakutan.“Duh, apa, ya, aku pun tidak tahu Ita? Aku takut. Ayo, ah, kita masuk rumah saja!” ajak Mbak Mala seraya menyeret lenganku untuk segera masuk ke dalam rumah.“Itu manusia loh, bukan hantu. Kakinya saja tadi napak tanah, tapi dia tidak melihat kita. Mungkin dia terburu-buru. Ayo, Mbak, kita, intip!” ajakku pada Mbak Mala.“Enggak maulah, Ta, aku takut!” tolak Mbak Mala kemudian dia buru-buru menutup pintu aku pun mengekorinya.“Tuh, kan, Ta, semuanya sudah tidur hanya para bapak-bapak saja itu di depan yang sedang main gaple. Ayolah, kita tidur juga biar besok bisa bangun pagi! Mungkin tadi itu beneran hantu tahu, Ta. Kita sih, malam-malam kelayapan,” ucap Mbak Mala. Lucu sekali ekspresinya dia. Mbak Mala menunjukkan bahwa dia benar-benar ketakutan.“Iya, Mbak Mala tidur sana. Terima kasih infonya nanti kalau misalnya beneran ada apa-apa kita selidiki b
“Mbak Asih, kamu tidak apa-apa, Mbak? Bagaimana perutmu apa sakit? tanyaku khawatir pada Mbak Asih. Mbak Asih hanya menggeleng saja mulutnya terus saja beristighfar. Kasihan sekali. Aku tidak tega melihat dia begini.“Ayo, Ibu, Mbak Lili, Mbak Mala sudah jangan hiraukan Mas Roni dulu. Kita tolong Mbak Asih. Kasihan dia sedang hamil pasti perutnya sakit karena tersungkur begini. Ini pasti Mas Roni kan, yang sudah mendorong Mbak Asih,” kataku lagi. Mereka bertiga bergegas menghampiri untuk membantu Mbak Asih berdiri dan pindah duduk ke sofa.“Iya, benar sekali ini ulah si Roni laknat itu! Padahal Asih sudah menolaknya berkali-kali ini tetap saja si Roni memaksanya untuk kembali. Asih tidak mau lalu si Roni mendorong Asih. Dia itu tidak punya otak dan pikiran padahal Asih sedang hamil besar. Ibu benar-benar benci pada dia. Kalau bisa jebloskan saja Roni ke penjara!” ucap ibu.“Mana bisa begitu, Bu, kalian tidak berhak mengatur hidupku dan juga Asih. Aku ini masih suami sahnya Asih, ja
Aku mengikuti Mbak Mala ke luar rumah dan terpaksa meninggalkan piring makan malamku. Untungnya tinggal sedikit lagi. Gampanglah nanti bisa aku habiskan.Malam ini rembulan memang bersinar terang sekali sepertinya memang hari ini tanggal 15, jadi bulan purnama bertengger cantik di langit malam.Sejujurnya memang dari awal Wak Tono datang ke rumah aku sudah sedikit tidak sreg dengan segala tingkah lakunya. Seperti ucapannya yang terkesan selalu ketus, selalu menyudutkanku dan Mas Danu dan juga seperti mengawasi keadaan rumahku.“Mbak Mala apa beneran tadi Wak Tono ke sini?” tanyaku pada Mbak Mala, dia hanya mengangguk dan terus menggandeng tanganku.“Iya, Ita. Tadi aku lihat Wak Tono tlewat sini terus ke arah sana, ke pohon jeruk kamu dan membakar sesuatu seperti yang aku jelaskan tadi,” jawab Mbak Mala.“Baiklah kalau gitu, ayo kita cek ke sana!” Kami berdua gegas mengecek pohon jeruk yang dimaksud oleh Mbak Mala. Aku menggunakan senter HP untuk lebih menerangi jalanan kami karena me
"Ya, Allah ... sungguh mulia hatimu, Dina. Bapak jadi malu karena tidak bisa mengontrol emosi. Bapak begitu mendengar kabar dari Danu bahwa Wira besok akan menikah sungguh Bapak benar-benar malu. Maafkan kekhilafan Bapak Dina,” ucap bapak dengan tulus.“Iya, Pak. Aku memaafkan semua orang-orang yang menyakitiku karena aku merasa lebih tenang dan damai jika aku berbuat demikian. Sudahlah lebih baik kita jangan bahas Mas Wira lagi nanti selera makanku jadi turun kasihan kan, cucu Bapak dan Ibu, jadi asinya nanti enggak berkualitas kalau aku makannya tidak banyak.”“Iya, iya, betul. Benar apa yang kamu bilang, ya, sudah Bapak kembali ke depan untuk menemui Danu. Kamu tetap di sini dengan ibu dan juga kakak-kakakmu. Terima kasih sudah menjadi menantu Bapak yang baik hati. Terima kasih Dina,” ucap bapak lagi sebelum pergi meninggalkan kamar ini. Matanya berkaca-kaca, tangannya mengelus pundak Dina.Aku tahu Dina pun menahan gejolak yang ada di hatinya itu terbukti dari tatapan Dina yang s
"Ya, Allah, Dina! Kamu yang sabar, ya, sayang? Di sini ada Bulek yang akan selalu membelamu. Apa pun yang terjadi Bulek akan menjadi garda terdepan untuk kamu. Apalagi hanya laki-laki pecundang macam Wira. Bulek akan polisikan dia, sampai bertekuk lutut padamu. Memang Tuhan itu menunjukkan siapa sebenarnya suamimu itu, Dina. Di saat kamu berhijrah ke jalan Allah menjalani hidup menjadi lebih baik justru suamimu perbuatannya makin tidak terkendali. Makin bobrok sehingga melupakan anak istrinya. Tenanglah Dina. Jangan kamu tangisi laki-laki seperti itu. Jangan pernah kamu bersedih karena ulahnya. Allah sudah merencanakan masa depanmu yang jauh lebih indah dari pada ini. Bulek yakin suatu hari nanti kamu akan mendapatkan jodoh yang lebih baik dari Wira. Kamu masih muda, cantik, saleha pasti banyak laki-laki yang jauh di atas Wira yang mau dengan kamu. Percayalah pada Bulekmu ini Dina, kesedihan kamu kesedihan Bulek juga. Sakitmu sakitnya Bulek juga," ucap Mamah Atik seraya memeluk Din