Sesampainya di rumah Husein, Andhika merasa berat untuk melangkah masuk ke dalam rumahnya Husein. Apalagi dia membawa sayur mayur untuk dijadikan buah tangannya.
Baru kali ini, Andhika berkunjung ke rumah orang dengan membawa sayur mayur. Ada rasa tidak percaya diri dalam hatinya.
"Ayo! Kenapa malah diam?"
Husein yang melangkah masuk ke dalam rumahnya terlebih dahulu merasa heran, saat Andhika tidak mengikutinya.
"Kenapa?" tanya Husein.
Husein melihat jika Andhika ragu-ragu untuk masuk ke dalam rumahnya.
"Ini semua gara-gara kamu! Masa iya, aku bawa sayur mayur kayak gini," ucap Andhika kesal.
Saat Salwa membawa nampan ke ruang tamu, Salwa mendengar Andhika yang bertanya, "Bagaimana dengan sepupu?" Lalu Adam menjawab, "Sepupu itu bukan mahram, jadi kalau seandainya kamu mau menikah dengan sepupu, itu boleh. Tapi masih banyak ya, yang menganggapnya aneh, karena berpikir, masa menikah dengan kakaknya sendiri sih. Padahal boleh lho, kalau memang mau menikah dengan sepupu, karena mereka itu bukan mahram," jawab Adam. Salwa meletakkan nampan yang di bawanya ke meja, sambil mendengarkan penjelasan dari Adam. Setelah Salwa menaruh minuman dan juga kudapan di atas meja, Salwa segera kembali lagi ke dapur untuk melanjutkan memasak. "Iya, Mas! Masih banyak yang menilai tabu, jika menikah dengan sepupu sendiri," ucap Andhika. Husein sendiri dari tadi juga hanya menyimak saja percakapan Andhika dan kakaknya. Menurut Husein, jika kakaknya itu sedang menjelaskan sesuatu, itu memang mudah sekali dipahami. Husein mengakui itu. "Hai Nabi, sesungguhnya kami telah menghalalkan bagimu ist
Andhika melihat Adam yang tengah mengaji, dengan Husein dan Salwa yang menyimak di sampingnya."Suaranya Mas Adam benar-benar sangat merdu," gumam Andhika.Andhika tidak bisa melepaskan pandangannya dari Habibah bersaudara, terutama Salwa.Salwa terlihat sangat cantik dan begitu meneduhkan di mata Andhika."Kalau begini, aku malah semakin suka sama kamu," ucap Andhika pelan sambil terus menatap ke arah Habibah bersaudara.Takut jika sampai akan ketahuan Habibah bersaudara, akhirnya Andhika memilih untuk kembali menunggu mereka di ruang tamu.Andhika meninggalkan Habibah bersaudara yang sedang menga
Setelah kunjungan Andhika ke rumah Husein beberapa waktu lalu. Rasa kagum Andhika kepada Salwa bukannya hilang tapi malah semakin besar. Padahal Andhika sudah berniat untuk melupakan perasaannya pada Salwa, mumpung Andhika belum terlanjur mencintainya.Tapi setelah kunjungannya ke rumah Husein, rasa kagum Andhika bukan hanya bertambah kepada Salwa. Namun, Andhika juga menjadi kagum dengan hubungan Habibah bersaudara.Seumur hidup Andhika, dia tidak pernah melihat hubungan persaudaraan, sebaik dan seharmonis persaudaraan Habibah bersaudara."Apa aku bisa menjadi bagian dari mereka?" tanya Andhika pada dirinya sendiri."Kamu ini mikir apa sih! Kamu dan Salwa itu berbeda. Jangan berpikir terlalu jauh!" Andhika memukul
Hari demi hari berlalu begitu saja. Hari ini, saat Adam tengah berada di ruko, tiba-tiba saja Adam mendapatkan pesan dari nomor yang tidak diketahui.Pesan yang isinya benar-benar membuat Adam sangat terkejut."Astaghfirullahaladzim! Aku benar-benar lupa akan hal ini," ucap Adam.Adam pun lalu buru-buru membalas pesan orang tersebut, dan meminta izin untuk datang ke rumahnya di akhir pekan nanti.Tentu saja orang itu mengizinkan Adam untuk berkunjung ke rumahnya."Maafkan Adam, Bah! Adam benar-benar tidak bermaksud untuk melupakan kata-kata Abah waktu itu," ucap Adam dengan sedih.Tanpa terasa, air
Dalam hati Husein bertanya-tanya, hal apakah yang hendak dibicarakan Adam kepada mereka. Husein tidak bisa menebaknya sama sekali.Setelah Adam memberitahu apa yang terjadi. Jujur saja, dalam hati Husein langsung menolaknya.Jujur saja Husein masih belum rela jika Adam harus menikah sekarang. Apalagi setelah kepergian Abah dan Umi yang masih menyisakan kesedihan di hatinya.Husein masih membutuhkan Adam untuk menggenggam tangannya. Husein masih membutuhkan Adam sebagai sandarannya. Husein masih belum ikhlas jika Adam harus menikah sekarang.Walaupun Husein tahu, menikah adalah hal yang baik, tapi tidak untuk saat ini. Husein masih belum siap melepaskan Adam untuk menikah. Husein masih membutuhkan Adam.
Salwa tengah termenung di ruang kerjanya yang berada di butik. Salwa masih saja kepikiran akan kedua kakaknya itu.Penolakan Husein semalam, membuat Salwa tidak bisa berhenti memikirkannya.Salwa ikhlas, jika Adam hendak menikah untuk sekarang ini, karena biar bagaimanapun, Salwa masih mempunyai Husein di sisinya.Tapi kalau harus berkata jujur, perasaan Salwa sama dengan yang Husein rasakan. Salwa masih ingin Adam berada di sisinya, karena jika nanti Adam sudah menikah, maka Adam sudah memiliki prioritas tanggung jawab, selain Salwa dan Husein.Salwa sadar seratus persen, jika menikah itu adalah hal yang baik. Salwa juga bisa merelakan, jika memang Adam mau menikah dalam waktu dekat ini.
Seperti yang dikatakan Adam. Akhir pekan ini, Adam mengajak Husein dan Salwa, untuk berkunjung ke rumah Pak Ramli. Saat Adam melihat Husein dan Salwa berjalan beriringan, Adam pun tersenyum menatap mereka. "Kalian sudah siap?" tanya Adam yang sedang duduk di kursi ruang tamu. "Sudah, Mas!" jawab Salwa. Husein dan Adam yang kompak memakai kemeja kotak-kotak berlengan panjang, dan Salwa yang memakai gamis dengan warna senada dengan kemeja yang dipakai Adam dan Husein. "Ayo! Kita berangkat sekarang!" Adam kemudian berdiri dari duduknya. "Bismillahirrahmanirrahim! Semoga ini menjadi yang terbaik untuk semua. Semoga keputusanku ini tidak menyakiti hati keluarga Pak Ramli," ucap Adam dalam hati. Seperti biasa, Adam membonceng Salwa, sedangkan Husein menaiki motornya sendiri. "Mas Husein hati-hati ya!" pesan Salwa sebelum mereka benar-benar berangkat. "Iya! Kalian juga hati-hati ya!" balas Husein. Hampir satu jam perjalanan mereka menuju ke rumah Pak Ramli, akhirnya mereka sampai jug
"Maafkan Adam, Pakde! Tapi untuk saat ini, Adam benar-benar tidak bisa meninggalkan mereka," ucap Adam sambil tersenyum melihat kedua adiknya itu.Ada keheningan setelahnya. Pak Ramli juga tidak bisa memaksa Adam untuk menerima anaknya.Kalau ditanya apakah Pak Ramli kecewa? Jelas, Pak Ramli sangat kecewa dengan penolakan Adam.Apalagi Nurul, anaknya lah yang mengajukan untuk bertaaruf kepada Adam. Pak Ramli merasa sedih untuk Nurul.Entah darimana Nurul bertemu dengan Adam, sehingga membuat Nurul berani memintanya untuk melamar Adam lewat almarhum Abah Ali."Boleh Pakde bertanya, Dam?"Adam mendongak untuk melihat Pak Ramli."Boleh, Pakde!" jawab Adam."Jika Pakde tanya tentang kesiapan kamu untuk menikah, apakah kamu sudah siap?"Pak Ramli benar-benar berusaha untuk mengubah jawaban Adam. Selain karena untuk anaknya. Pak Ramli juga ingin sekali memiliki menantu dari salah satu anaknya Ali Habibah.Adam terdiam sebentar. Adam memikirkan kembali perasaannya, apakah dia benar-benar sud
Berbulan-bulan telah berlalu. Kehidupan mereka masih berjalan seperti biasanya.Andhika yang masih belum bisa menghapus rasa sukanya pada Salwa. Dan juga masih sering curhat dengan Dara.Sedangkan Ridwan, semakin sering dia berkunjung ke rumah Adam. Tentu saja dengan alasan menyambung tali persaudaraan yang sudah lama terputus.Padahal alasan utama sebenarnya Ridwan sering berkunjung ke rumah Adam, adalah untuk mencari celah bagaimana caranya untuk bisa mendapatkan restu dari kedua Kakak Salwa itu.Niat Ridwan yang ingin mempersunting Salwa sudah bulat. Namun sebelum dia melamar Salwa secara resmi, Ridwan harus terlebih dahulu mendapatkan restu dari Adam dan Husein.Sesuai dengan tebakan Ridwan sebelumnya, sangat sulit mendapatkan restu dari Adam maupun Husein.Kedua laki-laki tersebut sangat protektif terhadap Salwa. Dari kesekian kali kunjungan Ridwan ke rumah Adam, hanya sekilas Ridwan bisa bertatap muka dengan Salwa, yaitu ketika Salwa mengantarkan minuman untuknya. Selebihnya, Sa
"Nggak semudah itu aku kembali lagi ke Bandung! Aku baru aja lho di Solo. Kontrak untuk kerja disini masih panjang. Nggak profesional banget kesannya kalau aku tiba-tiba mengajukan pindah lagi ke Bandung!" balas Andhika. "Apalagi ini karena urusan pribadiku!" lanjutnya."Ya udah! Kalau gitu gimana senyamanya kamu aja! Aku juga cuma kasih saran!" balas Dara."Aku tahu! Btw, makasih ya, Dar! Udah mau dengerin curhatanku selama ini. Kamu memang yang terbaik! Aku tutup dulu ya! Mau istirahat! Bye!""Bye!"Setelah sambungan telepon terputus, lagi-lagi Dara merasa jika dirinya adalah wanita yang sangat bodoh. Lebih tepatnya bodoh karena cinta.Sudah tahu pasti akan terluka, masih saja mau mendengar curhatan Andhika tentang wanita lain, padahal dia sendiri juga menyukai Andhika."Kalau dipikir-pikir, ternyata aku kuat juga ya jadi wanita. Jadi tempat curhatan gebetan selama ini. Kenapa hidupku nyesek banget sih!" monolog Dara yang tanpa sadar, air matanya kembali menetes untuk yang kesekian
Semakin hari, perasaan galau Andhika semakin menjadi. Rasa sukanya kepada Salwa bukannya hilang tapi malah semakin bertambah.Saat ini Andhika sedang berbaring santai di kamar kost nya.Andhika kembali mengenang saat-saat awal dia bertemu dengan Salwa.Wanita yang menunjukkan sikap yang sangat berbeda dengan wanita lain, sangat berbeda dengan kebanyakan wanita yang pernah Andhika jumpai.Berawal dari rasa kagum, menjadi rasa suka. Bahkan mungkin sekarang bisa dikatakan rasa sukanya sudah berubah menjadi rasa cinta."Tuhan! Begini amat perjalanan cintaku!" ucap Andhika sembari mengusap wajahnya.Mau memperjuangkan tapi sudah kalah duluan."Curhat sama Dara aja deh!" Putus Andhika.Lalu Andhika mencari ponselnya untuk menghubungi Dara."Hallo!" sapa Dara di seberang sana. "Kenapa? Ada masalahkah? Atau kamu butuh bantuan?" lanjutnya.Andhika terdiam sejenak. "Aku mau curhat!" ucap Andhika."Masalah Salwa lagi? Kali ini kenapa lagi?" tanya Dara. Karena ini memang bukanlah pertama kali And
Andhika menahan diri, yang rasanya ingin sekali untuk segera bertanya tentang rasa penasarannya itu.Dia hanya diam melihat ke empat orang yang sedang sibuk mencabuti rumput-rumput liar yang tumbuh di sekitar makam.Banyak sekali yang ingin Andhika tanyakan kepada Husein atau kepada Adam.Mengapa makam orang tua mereka hanya diberikan batu diatasnya, bahkan juga tidak ada nama di batu tersebut.Sangat jauh berbeda dengan apa yang selama ini diketahuinya, dan tidak seperti makam-makam yang ada disekelilingnya. Ada banyak yang di kijing. Bahkan ada yang diberi bangunan seperti rumah diatasnya. Semakin heran saja Andhika melihatnya.Memang ini bukan pertama kalinya dia melihat bangunan rumah di makam. Tapi yang menjadi pertanyaan Andhika adalah. Mereka kan sama-sama beragama Islam, mengapa perbedaan makam di antara mereka begitu besar.Dalam pikiran Andhika, bukankah mereka satu keyakinan, bukankah seharusnya mereka sama dalam perkara makam. Sama seperti ketika orang Islam sama-sama shal
Pagi hari sekitar jam delapan, Salwa beserta Adam sudah sampai di pemakaman umum, dimana tempat Abah dan Umi dimakamkan.Mereka berdua di luar makam menunggu kedatangan Husein, Andhika dan Amira untuk ziarah bersama-sama.Tidak tahu bagaimana ceritanya, Andhika tiba-tiba saja ingin ikut ziarah ke makam Abah dan Umi, jadi Husein sekarang sedang menjemputnya di kost an.Sedangkan Amira, kemungkinan dia masih berada di jalan."Amira sudah berangkat kan, Dek?" tanya Adam memecah keheningan."Sudah kok, Mas! Mungkin sekitar lima menitan lagi dia sampai!"Adam menganggukkan kepalanya. Dalam hati Adam merasa bersyukur jika masih banyak orang yang mengingat kedua orang tuanya.Mengingat kembali pada hari kepergian Abah dan umi. Mereka terpaksa harus segera menguburkan Abah dan Umi malam itu juga. Padahal saat sudah lewat jam satu malam.Bukan tanpa alasan. Kebetulan esok hari itu akan ada acara walimahan tetangga mereka. Meskipun bukan tetangga dekat, tapi masih satu komplek. Dan di komplek me
Siang ini di butik, Salwa dan Amira tengah beristirahat setelah selesai sholat Dzuhur dan selesai makan siang.Mumpung belum ada pembeli, Amira bertanya-tanya kepada Salwa tentang laki-laki yang beberapa hari lalu datang ke butik bersama Husein.Amira yang memang menyukai keindahan langsung terpana melihat ketampanan wajah Andhika.Dalam hati Amira berpikir, jika tidak berjodoh dengan Adam, laki-laki yang datang ke butik bersama Husein boleh juga."Ayo dong, Wa! Aku penasaran banget nih sama cowok yang datang kemarin sama Mas Husein!" Amira dengan penuh semangat merecoki Sawla yang sebenarnya sangat enggan membicarakan tentang Andhika.Sebenarnya Amira sudah ingin menanyakannya dari kemarin-kemarin, setelah Husein datang bersama Andhika. Tapi baru kali ini ada kesempatan yang pas untuk menanyakannya."Memangnya kalau kamu sudah tahu dia siapa, kamu mau apa?" tanya Salwa heran."Ya mau di ajak kenalan dong! Siapa tahu jodoh kan? Daripada nunggu kepastian dari Mas Adam yang belum juga ke
Setelah kembali ke kantor, Andhika benar-benar tidak bisa fokus dalam bekerja.Bayang-bayang Salwa yang mencium pipi Husein masih menari-nari di pikirannya.Jauh di dalam lubuk hatinya yang terdalam, Andhika sadar dan paham betul jika percuma saja dia memiliki perasaan untuk Salwa, karena pada akhirnya dia tidak akan bisa bersama dengan Salwa.Tembok yang menghalanginya sangatlah besar dan tinggi, dan sangat tidak mudah untuk dihancurkan. Atau mungkin malah tidak bisa dihancurkan.Mungkin bisa dihancurkan, jika Andhika mau menjadi mualaf. Itu pun masih belum tentu dia akan berjodoh dengan Salwa.Walaupun Andhika paham dan sadar betul. Tapi Andhika juga tidak bisa menghentikan dirinya sendiri untuk membayangkan jika seandainya dia bisa menikah dengan Salwa.Meski belum lama kenal. Tapi Andhika yakin Salwa nantinya akan menjadi seorang Istri yang baik dan juga Ibu yang baik.Bukan tanpa alasan Andhika menilai Salwa seperti itu.Pertama dilihat dari sikap Husein selama Andhika mengenalny
Setelah mendengar dari cerita Adam, Abah Ali bisa mengambil kesimpulan jika putrinya yang kalau bicara suaranya terlalu lembut, hingga menimbulkan salah paham seperti itu.Setelahnya Salwa ditegur dengan keras Abahnya untuk tidak berkata lembut kepada laki-laki lain di luar sana.Abah menyuruh Salwa untuk berkata dengan tegas dan tidak dengan menggunakan suara yang lembut seperti saat Salwa tengah berbicara kepada keluarganya.Salwa hanya boleh berbicara seperti biasanya hanya di depan keluarganya, orang tua dan anak yatim. Masih boleh berbicara dengan lemah lembut kepada sesama wanita.Selebihnya, Abah meminta Salwa jika berbicara dengan laki-laki lain harus menegaskan suaranya. Bukan kasar, hanya tegas dan tidak lemah lembut seperti jika dia berbicara dengan keluarganya.Salwa saat itu sampai menangis karena tidak menyangka jika cara dia berbicara bisa membuat orang lain salah paham. Bahkan sampai ditegur dengan keras oleh Abahnya.Sejak saat itu, Salwa lebih memilih untuk diam jika
"Hmmm! Menurut Salwa, jika mereka tidak mampu untuk mengadakan walimatul urs', tidak apa-apa hanya untuk mengundang tetangga dekatnya saja. Kalau memang benar-benar tidak bisa untuk mengadakan walimatul urs' karena memang tidak ada biaya, menurut Salwa tidak ada salahnya mereka hanya memberi kabar kepada tetangga dan orang-orang disekitarnya. Karena kita memang tidak pernah tahu bagaimana sebenarnya keadaan orang-orang tersebut kan!""Lanjutkan penjelasan tentang bagaimana anjuran dari Rasulullah SAW tentang walimatul urs'!" ucap Adam.Salwa mengangguk lalu mengingat-ingat bagaimana dulu abahnya dan Guru ngajinya menjelaskan padanya tentang walimatul urs'. Walaupun tidak ingat semuanya, paling tidak Salwa masih mengingat beberapa hal."Tadikan tentang anjuran mengadakan walimatul urs'. Salwa nggak ingat banyak Mas karena hadistnya banyak. Tapi Salwa ingat satu hadist lagi mas!"Dari Anas, ia berkata, "Nabi SAW tidak pernah menyelenggarakan walimah atas (pernikahannya) dengan istri-is