Beranda / Romansa / Wanita Yang Kau Pilih / 85. Rasa Rindu Itu

Share

85. Rasa Rindu Itu

Penulis: Ajeng padmi
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-03 12:32:13

“Saya akan menjemput istri saya dulu, hubungi saya kalau sudah mendapat suplier yang tepat.”

“Baik, Pak?”

Laksa baru saja kembali dari meeting dengan klien penting, rasanya kepalanya sangat penuh, belum lagi permintaan sang klien yang tidak biasa, bukannya pihaknya tak bisa memenuhi hanya saja akan butuh waktu untuk melakukan pemesanan dan lain sebagainya dan sekarang Laksa harus putar otak bagaimana memenuhi itu semua dalam waktu yang singkat.

Belum lagi persoalan pribadinya yang sangat menguras emosi, meski Dirga telah mengatakan kalau akan memikirkan permintaan Laksa, tapi selama laki-laki itu belum mengatakan iya hatinya belum bisa tenang.

Laksa mengenal Dirga hampir sepanjang hidupnya dan sepupunya itu kadang seenaknya, dan terkesan angin-anginan.

Saat penat seperti ini biasanya Luna bisa membuat perasaannya lebih baik dengan tingkah polos tapi menggemaskan menurut Laksa.

Sebena
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Wanita Yang Kau Pilih   86. Jalan Berliku

    Luna meremas tangannya dengan gugup, sesekali dia melirik pada Laksa yang begitu masuk ke dalam mobil menampilkan wajah datarnya, bahkan dia yang biasanya bertanya ini itu pada Luna kini hanya seperti patung batu. Luna bukan orang yang pandai untuk memulai pembicaraan dengan orang lain, karena itu dia jarang punya teman yang akrab dengannya, mungkin mereka berpikir Luna orang yang sangat membosankan. Iya Luna akui mungkin mereka benar, Luna bahkan hanya bisa bersikap apa adanya, tak pandai untuk diajak bekerja sama dalam menjahili teman dan sederet hal lainnya yang mungkin tidak akan muat dalam satu buah buku, hanya Vira yang betah berteman dengan Luna, mungkin karena gadis itu sangat cerewet jadi mereka tak pernah kekurangan bahan obrolan. Otak Luna sibuk berputar mencari apa kesalahannya dan kalimat apa yang tepat untuk membuka percakapan dengan Laksa., tapi saat melihat wajah Laksa yang terlihat sangar nyali Luna langsung ciut. Mobil yang dikemudikan Laksa me

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-03
  • Wanita Yang Kau Pilih   87. Pesan Tersirat

    Luna langsung meloncat keluar saat mobil Laksa berhenti di depan halaman rumah ayahnya. “Luna jangan Lari,” teriak Laksa yang begitu khawatir, tapi Luna seolah tak mendengar apapun. Istrinya itu terus berlari ke dalam rumah, Laksa sontak juga berlari menyusul Luna, kakinya yang panjang memudahkannya menyusul.Karena tak memperhatikan tempat yang dia pijak, kaki Luna terpeleset kerikil, dia sudah memejamkan matanya tak bisa berpikir lagi, tapi sebuah tangan menyangga tubuhnya dan memeluknya erat. “Sudah aku bilang jangan berlari,” kata Laksa dengan wajah dingin dan segera menggendong tubuh mungil Luna.“Turunkan aku, kak,” kata Luna dengan tercekat, antara marah, kecewa juga takut. “Tidak akan jika kamu masih ceroboh seperti itu, kamu dan anak kita bisa celaka.”“Bukankah itu yang kakak inginkan.” “Apa?” “Kakak sengaja tadi mengemudi secepat itu, padahal tahu aku takut.” Laksa menghela napas. “Maaf, aku hanya sedang emosi tadi,” kata Laksa m

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-04
  • Wanita Yang Kau Pilih   88. Karma Atau Pelet

    Vira memeluk Luna dengan kencang sahabatnya itu, bukan Vira namanya jika tidak datang dengan heboh, bahkan gadis itu mengabaikan yang Luna mungkin saja masih butuh istirahat setelah apa yang dia alami. Sore tadi Laksa yang menghubungi Vira bukan Luna. Benar Laksa yang itu. Vira juga sempat terkejut tadi saat mendengar suara laki-laki itu, tapi rasa terkejutnya berganti dengan cemas saat dia mengatakan kalau Luna kecelakaan. Vira yang tadi masih mengurusi beberapa pagelaran di pusat kota langsung meluncur ke rumah ayah Luna, tentu saja dengan membawa serta berbagai sajen yang Vira yakin akan disukai Luna. “Kamu kok tahu aku barusan kecelakaan?” tanya Luna heran, dia baru saja akan memejamkan matanya, tapi suara Vira yang setara toa masjid membuatnya langsung melek seketika. “Suamimu yang menghubungiku.” “Eh suamiku? Kak Laksa maksudnya?” Dengan gemas Vira menjitak kepala Luna. “Memangnya kamu punya berapa suami, hah!” Luna meringis, sahabatnya

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-04
  • Wanita Yang Kau Pilih   89. Rasa Sesak yang Indah

    Seolah tidak memberi waktu pada Luna untuk menarik napas dan sembuh dari ketakutan karena kejadian hari ini, dan juga kemungkinan Luna memiliki kepentingan yang lain, Laksa mengungkapkan sebuah rencana yang membuat Luna terkejut. Bukan rencana jahat memang tapi sanggup membuat Luna bingung, apalagi rencana itu dia utarakan langsung di depan ayahnya, saat makan malam di rumah sang ayah. Hari ini mereka memang memutuskan untuk menginap di rumah sang ayah, karena Luna enggan diajak kembali ke apartemen yang mereka tinggali. “Jadi gini, yah, Laksa berencana mengajak Luna liburan, mungkin untuk beberapa hari, sejak menikah kami belum pernah menikmati liburan berdua, sekalian untuk menyegarkan pikiran, apalagi setelah kejadian kemarin.” “Ayah terserah pada kalian saja, kalain sudha dewasa, tapi Ayah titip Luna, jangan sampai dia terluka lagi.” “Baik ayah.” “Kok kak Laksa nggak bilang.” “Aku pernah janji padamu akan mengajak liburan bukan?” tanya Laksa b

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-04
  • Wanita Yang Kau Pilih   90. Keindahan yang Menyakitkan

    Indah. Pemandangan yang sangat Indah. Luna mengawasi laki-laki itu dari baklon kamarnya di lantai dua, entah kenapa dia tak pernah bosan melihatnya. Apalagi dengan latar belakang pantai yang indah di seberang sana, juga deburan ombak sebagai musik syahdu yang menentramkan. Sejenak dia terpaku menatap sosok itu. “Suami aku,” gumam Luna, ada nada bangga dalam suaranya. Dia mungkin saja belum berhasil mendapatkan hati Laksa, tapi Vira benar, dia ingin menikmati waktu kebersamaan mereka ini, mungkin memang sebentar, tapi Luna tidak akan menyesal. Semoga. “Luna! Kamu istirahat dulu, aku sama pak mamad mau ke beli bebrapa barang sebentar, kunci pintu dan jendela, aku bawa kunci cadangan,” teriak Laksa dari bawah sana. Mereka memang memutuskan membawa seorang sopir untuk bergantian menyetir dengan Laksa, karena jarak yang mereka tempuh cukup jauh dan sulit, lagi pula Luna juga tahu kalau Laksa sedang mengantuk, tentu saja mereka tak mau ambil resiko, dan pili

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-05
  • Wanita Yang Kau Pilih   91. Salah Sangka

    Luna menatap langit yang begitu cerah malam ini, bintang bertaburan di langit malam dan bulan bersinar begitu terang. “Malam yang terlalu indah untuk patah hati,” gumam Luna pelan. Dia menatap Laksa yang sedang menerima telepon entah dari siapa, yang jelas terlihat sangat penting dan ... rahasia, setidaknya itu yang dipikirkan Luna saat laksa beranjak berdiri meninggalkannya untuk menerima telepon itu. Luna melangkah ke arah tepi pantai deburan ombak yang pecah di tepi pantai menghangatkan hatinya, setidaknya dia tidak hancur sendiri ada ombak yang berkali-kali hancur di tepi pantai. Sangat konyol memang menyamakan hatinya dengan ombak di pantai, tapi dengan begitu Luna bisa sedikit mengalihkan perhatiannya. Lalu dia memandang karang yang berdiri kokoh di sana, andai hatinya sekuat itu tentu dia perlu lagi merasakan kesakitan yang teramat sangat. “Sudah selesai? Kita pindah saja ke sana, di sini dingin,” kata Laksa menunjuk suatu te,pat di dalam sebua

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-05
  • Wanita Yang Kau Pilih   92. Patah Hati Berlapis-lapis

    “Kamu ngambeknya masih lama, nggak , Lun, aku sudah kelaparn ini?”Luna yang sedang duduk termangu di balkon kamar mereka menoleh pada Laksa yang barus saja keluar dari kamar mandi. Dilihatnya jam dinding sudah menunjukkan pukul delapan pagi, waktu yang terlalu siang untuk mereka sarapan pagi. Luna langsung berdiri dan memandang Laksa dengan tak enak hati, dia tidak sedang ngambek seperti kata Laksa sebenarnya, dia hanya terlalu malu untuk bertemu suaminya itu. Laksa memang tidak lagi membicarakan tentang kesalah pahaman mereka kemarin, tapi ekspresi Laksa yang geli setiap melihat Luna membuat wanita itu tak dapat menahan rasa malunya. “Maaf, kak, seharusnya aku menyiapkan sarapan pagi untuk kakak,” kata Luna penuh sesal. Laksa meletakkan handuk yang baru saja dia gunakan untuk mengeringkan rambut, lalu berjalan mendekati Luna yang berdiri salah tingkah di balkon kamar mereka. “Kamu tidak salah, jangan minta maaf.” “Tapi seharusnya aku–““

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-05
  • Wanita Yang Kau Pilih   93. Rahasia

    “Aku belum bertemu dengan mamamu, tapi aku sudah mendapatkan informasi yang lengkap tentangnya.” Sepulang dari liburannya Laksa segera menghubungi Dirga, dan mendapati sepupunya itu sudah kembali ke apartemennya sehari sebelumnya. Dengan tidak sabar Laksa langsung menemui Dirga saat jam makan siang, setelah ini dia bisa langsung menjemput Luna. “Apa ada masalah?” Dirga mengangguk. “Seperti dugaanmu dia hidup berpindah-pindah tempat.” “Apa dia tidak punya rumah?” Laksa berkata dengan hati yang tak menentu, bagaimanapun wanita itu ibu kandungnya, meski dia dulu meninggalkannya dengan tega. “Pernah punya, tapi dua tahun lalu dia jual untuk menutupi hutang judi dan juga gaya hidupnya yang mewah.” Laksa mengerutkan kening. “Dia suka berjudi?” “Yup dan menurut beberapa info dia sering bertaruh dengan hal yang besar, oh iya rumah yang dia jual adalah rumah yang dulu diberikan oleh papamu.” “Papa masih berhubungan dengan dia di belkang mama? Sete

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-06

Bab terbaru

  • Wanita Yang Kau Pilih   118. Butuh Logika

    "Apa kamu masih mengharapkan wanita itu?" tanya sang kakek saat mereka sudah berada di kamar sang kakek. Mereka sengaja datang kemari, karena hari sudah malam, dan juga kamar sang kakek memang langsung menghadap taman yang memiliki pemadangan sangat indah, apalagi saat bunga bermekaran di sana, meski bukan penggemar bunga tapi kadang Laksa tak melewatkan pemandangan itu. "Wanita yang mana?" "Jangan pura-pura tidak mengerti, Nak, kakek memang lumpuh dan hanya berdiam di rumah, tapi bukan berarti buta dengan semua kejadian di rumah ini." Keras, Laksa menghela napasnya, dia tak langsung menjawab, dipandangnya sinar bulan yang hari ini bersinar terang di atas sana, dan bintang yang berkelit menemani di sekelilingnya. Malam yang indah. Andai suasana hatinya seindah malam ini. Setelah puas memandang mereka, Laksa membalikkan tubuhnya menghadap sang kakek dan bersandar pada jendela yang terbuka lebar. "Jika maksud op

  • Wanita Yang Kau Pilih   117. Saat Senja

    Mobil yang dikendarai Laksa memasuki halaman rumah keluarganya. Nampak sang mama yang langsung berdiri begitu mobilnya terlihat. “Kakak tadi mengabari mama?” tanya Luna yang heran melihat mama mertuanya terlihat menunggu mereka. “Iya, bagaimanapun mama nyonya rumah di sini, jadi semua atas ijinnya,” kata Laksa. Luna membenarkan perkataan suaminya, dia sedikit merasa bersalah karena tidak menghubungi mama mertuanya ini, padahal sang mamalah yang menemaninya di rumah sakit saat Laksa belum datang. “Hati-hati, Lun, mama tidak akan ke mana-mana,” tegur Laksa saat Luna sedikit terburu-buru menghampiri mama mertuanya. Luna hanya meringis merasa bersalah apalagi saat dia akan tersandung kakinya sendiri. Laksa hanya bisa menggelengkan kepala melihat Luna yang sangat antusias menemui mamanya, dia langsung menggamit pinggang sang istri mencegah Luna lepas kendali lagi. “Mama, maaf Luna tidak mengabari mama,” kata Luna sambil me

  • Wanita Yang Kau Pilih   116. Wanita Sepertimu

    Luna meremas rok yang dipakainya saat ini, setelah makan siang yang sangat terlambat yang mereka lakukan Luna kira Laksa akan langsung kembali ke kantornya tapi ternyata dia salah, suaminya itu malah duduk berselonjor di atas karpet tebal di depan televisi besar yang ada di ruangan itu. Luna membulatkan tekad, menekan gengsi dan rasa malunya yang setinggi gunung itu, dia sadar jika ingin hubungan mereka berhasil bukan hanya Laksa yang harus berjuang, dia juga tak boleh pasif dan hanya bisa menerima saja, dan salah satu cara untuk semakin meningkatkan hubungan mereka yang diajarkan guru besarnya -VIRA- adalah dengan menjalin komunikasi yang baik dengan Laksa, hal kecil yang sejak dulu adalah penyakit Luna yang sangat sulit dicari obatnya. Luna berjalan pelan mendekati Laksa, dengan sedikit canggung dia duduk tepat di samping Laksa, tapi laki-laki itu rupanya cepat tanggap tangan kirinya yang sedang tidak memegang remot televisi merengkuh tubuh Luna hingga tak ada jarak

  • Wanita Yang Kau Pilih   115. Rencana Jahat

    Luna kembali berguling-guling di atas ranjang hotel yang empuk itu, ternyata menjadi tidak hanya saat bekerja dia bisa kelelahan, menjadi pengangguran seperti sekarang ini juga membuatnya lelah. Yah, meski Laksa memberikannya fasilitas mewah di hotel ini, tetap saja Luna yang biasa bekerja dan bergerak ke sana kemari sangat bosan kalau harus tiduran saja. Dia sedang tidak ingin menonton drama yang biasanya sangat dia sukai itu, pun demikian ebook yang sering dia baca juga terlihat tak menarik lagi. Intinya Luna sangat bosan, dia ingin berbicara dengan seseorang, oh... Ini memang bukan kebiasaannya, biasanya Luna bahkan begitu betah mendekam di dalam kamar semdirian.Dilihatnya jarum jam berdetak dengan sangat lambat menurut Luna dan berat. Kapan Laksa akan kembali?Luna menghela napas berat. Kalau tahu dia dianggurin seperti ini, lebih baik tadi dia pulang ke rumah keluarga Sanjaya saja, setidaknya di sana ada mama mertuanya atau para asisten rumah tangga yang meski tidak terlalu r

  • Wanita Yang Kau Pilih   114. Dia yang Tak Merindu

    Seperti memahami suasana hati Laksa yang segelap malam, Luna memutuskan diam saja di kursinya, kalau bisa ingin sekali berkamuflase agar sama dengan kursi mobil Laksa. Suasana hati suaminya ini benar-benar sedang tidak baik. Setelah mereka mengantarkan nenek ke stasiun tadi, Laksa memang akan langsung mengantar Luna ke rumah keluarganya, tapi siapa sangka tepat saat mereka akan keluar dari stasiun, mereka bertemu dengan ibu kandung Laksa bersama seorang laki-laki yang mungkin usianya hanya beberapa tahun lebih tua dari suaminya itu, mereka terlihat mesra bergandengan berdua. Luna sampai meringis karena Laksa mencengkeram tangannya terlalu kuat. Tapi tanpa Luna duga Laksa memutuskan untuk mengikuti mereka. Laki-laki yang bersama ibu Laksa itu langsung naik begitu kereta yang akan menuju ke Jakarta datang, meninggalkan sang ibu yang tersenyum lebar setelah memeluknya sebentar. Pemandangan yang jamak memang, tapi tidak untuk Laksa, meski mereka tak tahu apa hubungan keduanya tapi dari

  • Wanita Yang Kau Pilih   112. Jujur lebih Baik

    Luna masih sibuk dengan ponsel di tangannya saat Laksa masuk kamar dan mengerutkan kening tak suka. Dengan pelan dia mendekati Luna dan mengintip apa yang sedang dilakukan sang istri sampai mengabaikan mahluk setampan dirinya begitu saja. “Kukira ngapain ternyata ngasih makan zombie.” Luna yang sedang sangat sibuk memberi makan zombienya langsung mendongak mendengar Laksa sudah ada didekatnya. Sejak kapan? “Aku kira kakak akan menemani ayah sampai malam,” kata Luna sambil meletakkan ponsel di sampingnya dan melupan kalau masih ada zombie kelaparan di sana. Laksa mengangguk. “Hanya ngobrol ringan, kami sudah selesai ngobrol serius tadi sore.” Mereka memang baru saja makan malam dengan makanan buatan nenek yang lezat itu, tapi nenek memutuskan tidur lebih awal, karena badannya terasa pegal setelah menempuh perjalanan jauh dan dia juga memerintahkan Luna untuk cepat masuk kamar dan tidur juga. Meninggalkan Pak Edwin dan Laksa yang atas perintah nenek, harus membersihkan mej

  • Wanita Yang Kau Pilih   113. Bimbang

    Malam sudah sangat larut saat Laksa memasuki pelataran rumah mertuanya, dia menengok pada arloji yang melingkar di tangannya, sudah hampir pukul sebelas malam memang, pantas saja semua rumah di kiri kanan sudha tertutup rapat. Untunglah Laksa sempat meminta kunci cadangan pada Luna, khawatir dia pulang cukup larut dan harus membangunkan orang rumah. Saat pintu terbuka dia masih bisa mendegar suara televisi yang dinyalakan di ruang tengah. Ternyata ayah mertuanya belum tidur, dalam hati Laksa sedikit mengeluh, tubuh dan pikirannya terasa lelah, dan dia ingin sekali langsung istirahat, tapi dia tak mungkin melewati ayah mertuanya begitu saja tanpa berbasa-basi sebentar minimal menanyakan apa yang dia tonton. Laksa tidak bisa bersikap seperti saat berada di rumahnya ayah mertuanya bukan papanya yang terlihat tidak peduli padanya. “Malam, Yah, belum tidur,” sapa Laksa berbasa basi. “Belum, ayah masih nonton bola.” Mau tak mau Laksa duduk sebentar menanyakan skor pero

  • Wanita Yang Kau Pilih   111. Cinta dan Luka

    Kalau mau tahu rasanya jatuh cinta sama cowok dan sudah dari laaama... tapi si cowok nggak notice juga yang berujung pada putus asa, Luna sangat tahu jawabannya. Sakitnya nylekit banget lebih sakit dari pada saat Luna digigit kalajengking waktu kecil. Dulu waktu Laksa bersikap sangat baik padanya –dan itu terjadi mungkin karena tidak sengaja– Luna sudah menggelepar kegeeran tidak karuan, dia selalu ingin melihat Laksa setiap saat., meskipun secara sembunyi-sembunyi dari tempat yang agak jauh dan yang pasti tidak ada yang curiga kalau dia sedang memperhatikan :Laksa. Saat Laksa jadian dengan teman seangkatannyanyapun yang terkenal sebagai primadona kampus, Luna tak langsung patah hati, dia selalu percaya kalau suatu saat dialah yang akan jadi jodoh Laksa, kepercayaan konyol memang yang langsung terkikis begitu dia bertemu Laksa pertama kali di tempat kerja dan tampak sangat tidak mengenali Luna, yang selama ini diam-diam memendam asa untuknya. Bego memang, Luna tahu it

  • Wanita Yang Kau Pilih   110. Usaha Dong

    Laksa bukan orang yang suka menunda masalah memang, baginya lebih cepat masalah bisa diselesaikan lebih cepat pula hasilnya akan kelihatan, begitulah yang dia lakukan selama ini. Akan tertapi serang bukan waktunya untuk memikirkan tentang hal lain, Luna masih sangat perlu perhatian darinya, apalagi hubungan mereka yang barusan membaik membuat Laksa berharap banyak. “Ada apa, Kak? Siapa yang menelepon?” tanya Luna yang melihat Laksa tiba-tiba terdiam di tempat duduknya. Laksa memandang Luna sejenak, menimbang apa akan mengatakan semuanya atau tidak, sejujurnya dia tak ingin membebani pikiran Luna dengan perkara itu, tapidia sudah banyak belajar dari kesalahan sebelumnya. Sekarang dia bukan lagi laki-laki lajang yang bisa memutuskan apapun sekehendak hatinya, ada Luna di sisinya yang akanberbagi suka dan duka dengannya. “Aku harap kamu tidak berpikir yang berlebihan.” Dirga menghela napasnya sebentar dan memandang Luna dalam. “Beberapa hari yang lalu aku min

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status