Luna turun dari mobil di bantu Laksa dan langsung di sambut oleh sang kakek yang menunggunya di atas kursi roda.
“Kamu akhirnya pulang juga, maaf opa tak bisa menjenguk ke rumah sakit.”Luna berjalan menghampiri laki-laki tua itu dan memelukanya singakat. “Luna malah khawatir kalu opa pergi ke rumah sakit.”Sang kakek berdecak kesal. “Kamu memiliki terlalu banyak kekhawatiran, opa masih kuat kalau hanya menjenguk ke rumah sakit, Laksa saja yang terlalu berlebihan melarang opa ke sana.”“Itu karena kak Laksa sayang opa, benarkan, Kak,” Luna menoleh pada Laksa yang malah memalingkan muka ke arah lain.Luna kembali menatap sang kakek saat terdengar tawanya. “Baiklah aku mengerti, Nak, ayo masuk, bukankah kamu tidak boleh terlalu capek.Luna masih memandang Laksa dengan kening berkerut, kenapa suaminya itu jadi bersiakap aneh, bukankah dia benar, Laksa melarang sang kakek karena menyayanginya dan tak ingin terjadi hal yang buruk.“Jadi bagaimana kondisLuna hampir terpekik saat dia membuka matanya dan bangun dalam pelukan seseorang.Lalu dia ingat semalam memang sudah setuju untuk tidur di ranjang Laksa, sejenak diamatinya wajah tampan yang masih terpejam dalam tidurnya, bahkan saat tidurpun terlihat begitu tampan, pantas saja banyak wanita yang tidak rela laki-laki ini berakhir bersama dirinya yang hanya dari kalangan biasa. Matanya yang begitu tajam saat menatap, membuat jantungnya berdebar tak menentu, hidungnya yang mancung, bibirnya yang pernah dengan kurang ajar hinggap di bibirnya, tapi Luna suka, wajah itu tak akan pernah bosan Luna memandangnya. “Berapa nilaiku?” Luna hampir saja terlonjak saat tiba-tiba Laksa bersuara, meski dengan mata masih terpejam, tapi tangan kekar Laksa yang melingkar di perutnya membuat Luna tak bisa bahkan untuk bergerak menjauh. “Apa aku bisa menyaingi laki-laki cantik yang saat ini banyak disukai wanita?” tanya Laksa lagi karena tak juga mendapat jawaban dari bibir Luna.
Lagi-lagi Laksa harus meminjam mobil mamanya untuk mengantar Luna, sebenarnya wanita itu sendiri tak masalah kalau Laksa menggunakan mobil ‘Kecilnya’ itu tapi, Laksa yang tahu kalau Luna tak nyaman jika menaiki mobil itu, tak ingin membuat istrinya itu semakin stress. “Apa kakak yakin harus mengantarku, kak Laksa pasti akan terlambat kerja, jam masukku tak menentu, kadang bisa pagi atau siang,” kata Luna yang masih keberata kalau Laksa harus mengantar jemputnya setiap hari. Bukan karena Luna tak bersyukur dengan perubahan yang terjadi pada Laksa, tapi dia hanya takut terjadi kehebohan, apalagi dia datang dengan dianatar laki-laki tampan dan juga mobil yang luar biasa mewah. “kamu sepertinya keberatan aku mengantarmu?” tanya Laksa meski pandangannya masih lurus ke depan untuk mengemudikan mobilnya. Memang. “Bukan begitu aku hanya tak ingin merepotkan kakak saja, aku yakin Kak Laksa punya jadwal kerja yang padat,” kata Luna berusaha memberi
“Mbak Luna sudah ditunggu pacarnya yang ganteng dari tadi,” kata Sifa petugas resepsionis yang biasanya berjaga di depan. Luna menghela napas panjang dan mengangguk berterima kasih, dia tidak ingin repot-repot meluruskan kesalahpahaman itu.“Tuh, yag punya pacar baru rajin banget sudah jemput,” Vira malah meledek Luna yang cemberut. Setelah mengajar, seperti biasa Luna memang berada di ruangan Vira, mereka terbiasa ngobrol tentang apa saja, sampai Luna harus pulang, tapi sekarang momen seperti itu harus dia lupakan, salahkan saja Luna yang terlalu ceroboh memberikan jadwal mengajarnya langsung pada Laksa, jadi laki-laki itu kapan harus mengantar dan menjemputnya. “Sebenarnya kamu mendukung atau tidak hubunganku dengan kak Laksa, kamu terlihat tidak suka padanya, tapi juga lain waktu mendukungku dengannya?” Vira pura-pura berpikir keras yang membuat Luna kesal. “Aku sudah siapin racun tikus kok,” katanya kemudian. “Apa maksudmu, kamu tidak bermaksud membu
Luna terduduk merasa bersalah pada Laksa, bagaimanapun suaminya itu terlihat sangat kesakitan, dan Luna hanya bisa berdiri diam di sana, tanpa membantu apapun. Dan Laksa yang masih tampak meringis kesakitan itu harus cepat-cepat berangkat kembali ke kantor saat sekretarisnya menghubunginya kalau meeting akan segera di mulai. Laksa hanya mengatakan “Aku pergi dulu.” Pada Luna sebelum meninggalkan kamar ini, membuat Luna teringat kejadian beberapa malam yang lalu. Dan rasa bersalah langsung menghujam hati Luna. Dia bahkan menelepon Vira dan sahabatnya malah menertawakannya. “Biarkan saja, Lun, itu bisa jadi pelajaran buat dia, supaya tidak menggunakan ‘itu’ sembarangan,” kata Vira dari seberang sana.“Tapi... itu berarti aku berdosa menyakiti suamiku sendiri.” Luna bisa mendengar helaan napas Vira diseberang sana. “Luna, aku saja belum menikah kenapa juga kamu tanya beginian ke aku.” Luna menghela napas benar juga, dia salah berguru. “Lalu aku
Luna menggeliatkan tubuhnya yang terasa remuk, bagian bawah tubuhnya masih terasa sakit, tapi senyum malu-malu di bibirnya menandakan dia bahagia dan tidak menyesali semuanya. Tapi senyum itu langsung sirnah saat tak mendapati Laksa yang seharusnya tertidur di sampingnya. ‘aku mencintaimu, terima kasih untuk malam yang sangat indah.’‘Kamu wanita terbaik dalam hidupku.’Luna menggeleng miris, khayalannya terlalu tinggi Laksa tak mungkin berkata seperti itu, hidup tidak akan semanis drama yang sering ditontonnya. Luna pernah membaca bahwa laki-laki bisa melakukan hal ini tanpa cinta sekalipun, dan tidak menutup kemungkinan untuk Laksa. Luna menggelengkan kepala mengenyahkan semua pikiran buruk dalam kepalanya, seperti kata Vira mungkin ini baru awal, setidaknya nanti dia tidak akan menyesal, dia sudah berusaha menjadi istri yang baik seperti yang pernah bundanya ajarkan, andai nanti Laksa tak serius dengan ucapannya. Luna berusaha menggerakkan tubuhn
Hari sudah berganti malam saat Luna berdiri di bawah pohon mangga yang ada di belakang rumah keluarga Sanjaya. Entah mengapa tiba-tiba dia ingin sekali makan buah mangga, mungkin ini yang dinamakan ngidam.Luna bahkan membujuk dirinya sendiri untuk memakan buah lain yang sudah tersedia, tapi ternyata jiwa bandel Luna sedang ingin bermain, dia bahkan tak tergoda dengan jeruk yang terlihat sangat segar, atau strawberry yang biasanya sangat dia sukai, bahkan keripik dan cokelat yang menjadi favoritnya kini terabaikan sudah. Jadi dengan nekat dia keluar dengan membawa ponselnya yang dijadikan senter untuk melihat buah mangga yang bisa dia petik. “Seharusnya ada banyak tadi pagi d sini, apa sudah dipetik ya,” gumam Luna pada dirinya sendiri, wanita itu menoleh ke kiri dan kanan, keadaan sudah sangat sepi, jam di ponselnya sudah menunjukkan angka sembilan malam, dan para asisten rumah tangga sudah berangkat untuk beristirahat. Luna mengarahkan senter ponselnya ke kanan
“Dia terlalu manja dan sangat merepotkan beda sekali dengan Non Raya yang baik dan mandiri.” “Mau bagaimana lagi, dia jadi Nyonya juga hasil menjebak Mas Laksa, tentu beda dengan Non Raya yang dicintai mas Laksa.” Lakas berdiam di sana mengamati interaksi Luna dari pintu halaman belakang yang terbuka lebar, mungkin mereka memang tak menyadari kehadiarannya, tapi Ekspresi masam Luna yang baru keluar dari dapur da= langsung menuju kamar mereka membuat Laksa mau tak mau memperhatikannya. “Apa kamu tidak ingin menjelaskan semuanya?” Laksa menoleh dan mendapati sang kakek sudah di sampingnya, mungkin dia terlalu fokus memperhatikan semuanya sampai suara kursi roda sang kakek tak terdengar. “Menjelaskan apa?” Sang kakek menghela napas panjang dengan kebebalan Laksa. Entah cucunya ini memang tidak tahu kejadian ini atau memang tidak perduli. “Bagiamana sebenarnya hubunganmu dengan istrimu.” “kami baik-baik saja.” “Opa pikir juga begitu melihat
Laksa berdecak kesal saat tiba-tiba Dirga datang ke kantornya, sepupu dari pihak ibunya itu memang suka sekali datang tak diundang dan pulang juga semaunya. Pekerjaannya yang seorang programer di sebuah situs pencarian terkenal di dunia, memungkinkannya untuk bekerja dari manapun dia berada. Atau lebih tepatnya dia bisa melakukan apapun yang dia suka. Bahkan Dirga pernah berseloroh bahwa dia bisa bekerja sambil kencan dengan pacarnya. “kamu terlihat tidak senang melihatku.”“Memang, kamu kesini pasti akan ada masalah yang terjadi,” jawab Laksa tak menutupi rasa enggannya, meski dia tahu Dirga tak akan terpengaruh dengan rasa kesalnya. Mereka sudah bersama sejak kecil, bahkan bisa dibilang mereka dibesarkan bersama-sama, karena seringnya ibu mereka bertemu dan membawa mereka turut serta. “Bukan aku yang membawa masalah tapi kamu saja yang tidak jeli melihat masalah,” kata Dirga yang membuat Laksa mati kutu dibuatnya. Laksa memang sangat pandai dalam menga
Akhirnya Laksa hanya bisa menanyakan kegiatan sang istri hari ini, tanpa menyatakan dimana dirinya sekarang berada, tapi dia berjanji akan mengatakan semuanya setelah sampai di rumah, banyak hal yang harus mereka bicarakan tapi Laksa butuh suasana yang tenang. Saat seorang perawat memangil keluarga Raya serempak dia dan sang manager restoran berdiri, mereka lalu diarahkan untuk menemui dokter paruh baya yang sangat dikenal Laksa. “Apa anda berdua keluarganya?” “Saya manager restoran tempat ibu Raya pingsan, saya hanya ingin memastikan kalau pingsannya ibu Raya ada sangkut pautnya dengan restoran kami atau tidak.” Sang dokter mengangguk mengerti meski begitu dia melirik pada Laksa yang hanya berdiri diam di depannya. “Saya bisa memastikan kalau ibu Raya pingsan bukan karena makanan dan minuman yang dia makan tapi karena stress dan tertekan, syukurlah untuk janin yang dia kandung baik-baik saja.” “Jadi dia benar hamil, Dok?”
Laksa langsung mendekati Raya, dia memang tidak tahu apapun tentang pertolongan pertama pada orang sakit , jadi yang bisa dia lakukan adalah memastikan Raya masih bernapas dengan tangannya yang gemetar. Bagaimanapun Raya pernah menjadi bagian penting dalam hidupnya dan juga sebagai sesama manusia tentu saja Laksa tak bisa meninggalkannya begitu saja. “Tolong segera kirim ambulance, seorang wanita tiba-tiba pingsan.” Laksa lalu menyebutkan alamat restoran ini. Tak lama kemudian manager restoran tiba-tiba muncul entah siapa yang memberitahunya, tapi kemunculan sang menager berhasil meredam kehebohan yang ada. “Apa yang terjadi, pak?” tanya sang manager ramah dan berusaha tenang meski Laksa tahu ada getar dalam suara laki-laki itu. “Saya juga tidak tahu kami baru saja selesai bicara dan saya sudah akan pergi tapi tiba-tiba saja dia terjatuh,” kata Laksa menjelaskan sesingkat mungkin. Seorang pelayan wanita masuk dan meletakkan
“Sudahlah yang penting aku menemuinya hanya untuk menyelesaikan masalah saja.” Laksa tak menyadari kalau keputusan yang dia ambil kini akan berdampak besar pada kehidupan pernikahannya kelak. “Aku akan keluar sebentar,” kata Laksa pada asistennya. “Tapi pak jam tiga kita ada pertemuan dengan seorang investor.” “Aku akan kembali sebelum itu.” Asisten itu terlihat bimbang, tapi tak mungkin dia melarang bosnya apalagi Laksa sudah masuk ke dalam lift. “Semoga bapak bisa kembali tepat waktu dan tidak ada masalah lagi kedepannya,” gumam sang asisten entah mengapa dia memiliki firasat buruk. Laksa memasuki restoran jepan yang dulu menjadi favorit Raya setiap kali mereka bertemu. Seorang pelayan memakai pakaian tradisional jepang menyambut Laksa di depan pintu setelah Laksa mengatakan akan bertemu dengan Raya. “Akhirnya kamu datang juga.” Laksa melirik jam tangannya mengisyaratkan kalau dia
Tidak banyak waktu yang tersisa untuk Laksa dalam meyiapkan event besar yang akan diadakan di hotelnya. Tanda tangan kontrak memang sudah dilakukan dan pihak penyelenggara memberikan beberapa syarat yang harus manageman hotel penuhi terkait dengan sarana dan prasarana yang akan digunakan. Tumpukan dokumen laporan berserakan di meja kerjanya menunggu untuk dikerjakan. Bukan tanpa aasan dia bekerja sekeras ini, dia hanya ingin membuktikan pada semua orang dia bukan hanya beruntung mewarisi semua kekayaan ini, tapi dia juga punya kemampuan untuk membawa kemajuan usaha yang telah dirintis kakeknya dan juga Laksa ingin membuktikan meski dia lahir dari rahim wanita yang gila harta, tapi dia berbeda dengan ibunya. Itu juga salah satu alasan dia akan tetap setia pada istrinyaa, di samping rasa yang mulai tumbuh subur di hatinya. "Maaf, pak. Ada telepon untuk bapak," suara asistennya terdengar dari interkom yang terhubung antar ruangan. "Dari siapa?" Sang asisten terdengar menghela napas
"Tentu saja , Ma. Aku akan bertajan selama kak Laksa masih menginginkanku dan juga tidak menduakanku," jawab Luna yakin. Sang mama menganggukkan kepala. "Bagus, jawaban itu yang ingin mama dengar, jika kamu masih ingin mempertahankan semuanya kamu harus lawan wanita itu." Sang mama menghela napas sebentar dan meminum air putih di depannya. "Dengar, Nak. Mama memang bukan mama kandung Laksa, tapi mamalah yang merawatnya sejak kecil dan dia bukan orang yang tidak bertanggung jawab. Dia pernah bilang pada mama akan mempertahankanmu di sisinya jadi jangan pernah menyerah." Luna menangguk, suaminya juga pernah mengatakan hal yang sama. "Kak Laksa juga pernah mengatakannya pada Luna." "Jadi kamu harus percaya Laksa kalau dia tidak aka kembali pada wanita itu, tapi mungkin dia akan membantunya. Sifatnyaa, tapi hanya sebatas itu yang perlu kamu lakukan adalah mencegah mereka untuk taak sering bertemu. " Lun
Luna menyadarkan tubuhnya yang terasa lelah luar biasa di kursi penumpang, di sampingnya Laksa menyetir mobil dengan wajah keruh, membuat Luna enggan untuk memulai pembicaraan dengannya. Beberapa saat yang lalu memang Laksa menjemputnya di sanggar saat dia sedang ngobrol dengan Vano di halaman belakang dan tentu saja hanya berdua karena Vira benar-benar tak muncul sampai akhir. "Hhh." Helaan napas panjang dan lelah Luna bahkan tak membuat Laksa menoleh laki-laki itu masih fokus dengan kemudinya. Luna tak tahu apa sebenarnya kesalahannya sehingga Laksa berubah dingin seperti ini. Apa karena Luna menemui mantan kekasih suaminya itu? Atau karena di pergi ke sanggar? Tapi Luna sudah minta Izin dan kalau ternyata Laksa terlambat membukanya itu bukan salahnya kan. Kenapa Laksa marah? "Kakak sudaah makan siang?" tanya Luna mencoba untuk membuka pembicaraan dengan suaminya meski dia sedikit ngeri sendiri dengan sikap Laks
"Maaf, kak. Aku kira tidak ada orang," kata Luna tak enak hati. "Masuklah, sudah lama kamu tidak kemari." Luna bimbang di dalam sana hanya ada Vano yang sedang melakukan entah apa, tapi kalau dia langsung pergi rasanya juga tidak sopan bagaimanapun Vano juga orang yang sangat berjasa untuknya. "Apa kabar kak?" sapa Luna sedikit sungkan. Vano mengangkat alisnya dengan senyum mengejek. "Baik. Setidaknya aku tidak menangis hari ini," kata Vano menyebalkan. Luna mengerucutkan bibirnya, Vano masih tetap sama menyebalkanya seperti dulu."Aku tidak menangis." "Percaya." Jawaban yang makin mempertegas kalau laki-laki itu hanya sedang ingin mengejek Luna. "Kakak ngapain di ruangan Vira?" tanya Luna sebal sendiri. "Bumil habis nangis otaknya ikut eror juga. Kamu tidak lupa kan kalau aku pemilik tempat ini dna bisa bebas berada di mana saja yang aku suka." Ish sebel banget Luna dikatain seperti itu, dia yang sudah duduk di sofa langsung bangkit dan melangkah pergi. Lebih baik dia jalan
Luna keluar dari cafe dengan kaki yang bergetar hebat, dia tak pernah suka bertengkar dengan orang lain. Saat akan berkonfrontasi dengan orang lain Luna lebih memilih mengatakan apa yang memang perlu dikatakan lalu pergi begitu saja, tanpa mau menoleh lagi. Terkesan pengecut memang tapi seperti itulah Luna. JIka hari ini dia mampu berkonfrontasi dengan Raya, itu semata-mata karena rasa cemburu yang mendominasi pikirannya. Dia mencintai Laksa dengan tulus dan laki-laki itu juga mengatakan kalau hanya Luna yang akan menjadi masa depannya, meski tanpa ada kata cinta, tapi bagi Luna itu sudah cukup. Dia jadi punya keberanian untuk melawan. "Mbak Luna baik-baik saja?" tanya sopir yang mengantarkan Luna. Dia menatap khawatir menantu majikannya ini. Luna terlihat pucat dan lemas. "Saya baik-baik saja, Pak." Luna memberi senyum sebahai ucapan terima kasih, si bapak membukakan pintu mobil untuknya. "Kita langsung pulang, mbak?" tanya sang sopir. Luna menimbang sejenak, dia tak
Tanpa menunggu dipersilahkan Luna meanrik kursi dan duduk di sana. Perutnya yang besar memang membuatnya tak betah untuk berdiri terlalu lama. "Mau pesan apa?" tanya Raya yang telah mampu menguasai dirinya. Sepertinya beberapa bulan menjadi istri Laksa membuat wanita lebih berani tak sepolos dan sepengecut dulu. LUna melihat buku menu dan dia langsung menginginkan oreo milkshake dan brownies yang terlihat menggoda di sana. "Kamu cukup berani juga memesan minuman itu padahal tubuhmu sudah gendut," Komentar Raya saat Luna menyebutkan pesanannya. Wah bodyshaming ini. "Sya memang sedang hamil jadi wajar kalau tubuh saya berisi, justru kalau kurus suami saya akan khawatir." "Hati-hati. Laki-laki tidak suka dengan wanita gendut," kata Raya sok menasehati. Luna tersenyum mendengar nasehat 'baik hati' dari mantan kekasih Laksa ini. "Mungkin, Tapi suami saya bilang lebih suka memeluk saya yang lebih berisi d