Share

Bab 5

Author: Rira Faradina
last update Last Updated: 2022-02-21 04:27:32

Kutatap wajahku yang pucat dicermin. Sejak tadi mulutku tak bisa menelan apapun karena rasa mual. Morning Sickness ini membuatku tak bertenaga. Yang kulakukan sedari tadi hanyalah berbaring saja. Malas melakukan kegiatan apapun.

Mas Bayu sempat bertanya mengapa aku tak menyentuh sarapannya, Namun, aku bisa menyakinkan dirinya jika aku baik baik saja, aku beralasan hanya masuk angin biasa. Entah kenapa, aku masih ingin merahasiakan kehamilanku darinya.

Bi Imah, seorang yang bekerja sebagai ART di rumahku, membuatkan ku segelas teh hangat. Bi Imah hanya bekerja setengah hari saja, ia biasa datang pukul tujuh pagi dan akan pulang setelah menyiapkan makan siang.

Aku masih duduk menatap pantulan wajah diri di cermin. Ku elus perlahan perutku. Aku berharap ditengah berkecamuknya pikiran dan perasaanku saat ini, tak akan mempengaruhi tumbuh kembang janin dalam kandungan ku.

Pembicaraan dengan Mas Bayu semalam, masih menyisakan rasa sesak didada. Keinginannya untuk meminang Kania, seperti sudah tak terbendung lagi. Harapannya untuk bersama wanita yang dicintainya kini sudah terbentang didepan mata.

Aku memijat kepala yang terasa pusing. Mungkin sudah waktunya aku memeriksakan kandunganku ke dokter. Aku butuh vitamin agar janin dan tubuhku kuat menghadapi kenyataan ini, tak ingin terlalu banyak berpikir, kuputuskan sore ini saja pergi ke dokter.

Tok tok tok ....

Terdengar pintu kamarku diketuk, dengan langkah malas aku menyeret kaki ke sana untuk membuka pintu, wajah Bi Imah langsung menyembul ketika daun pintu ini terbuka.

"Bi Imah?" Tanyaku sedikit terkejut.

Wajah cemas Bi Imah terlihat sangat cemas, entah apa yang membuatnya seperti terlihat khawatir seperti itu. Jujur saja melihat penampakan raut wajah wanita yang telah bekerja setahun padaku ini, tak ayal membuatku sedikit cemas.

"Ada apa Bi, apa ada masalah?"

"Anu Mbak, bibi kalau boleh mau minta izin, tadi ada yang datang kesini, ngasih kabar kalau Nurma mau lahiran," jelasnya gelisah.

"Ya sudah, tunggu apa lagi, Bi Imah bisa pulang sekarang," jawabku.

"Memangnya Nurma di mana sekarang?"

"Tadi yang ngabarin bilang, udah dibawa ke-rumah sakit," ucapnya gugup.

"Begitu ya, tunggu sebentar disini," pintaku.

Aku masuk dan mengambil beberapa lembaran biru dari dalam dompet ku, lalu kembali lagi menemui Bi Imah, yang masih menunggu di depan pintu kamarku.

"Bibi pulang saja sekarang, ini ada sekedar untuk bantu beli popok," ucapku mengulurkan tangan.

"Maaf, tapi Bibi juga izin gak datang beberapa hari, ya mbak Alina, buat ngurusin Nurma dulu dan bayinya," ucapnya lagi.

"Iya, gak apa apa. Bibi datang kembali kalau semuanya sudah beres," jawabku.

Ia terlihat lega, setelah mengucap berkali kali terima kasih, ia pun berlalu dari hadapanku.

Aku berlalu meninggalkan kamarku, berjalan kearah dapur. Kulihat makan siang sudah tersedia di atas meja. Rupanya sebelum pergi meminta izin padaku, ia sudah menyelesaikan pekerjaannya dengan rapih seperti biasanya.

Hoek ....

Rasa mual kembali menyapa saat aku mencium aroma masakan. Kucoba memuntahkan isi perutku di wastafel ini, namun, tak ada apapun yang keluar. Rasa mual ini sungguh menguras energi. Kuhirup dalam dalam aroma minyak kayu putih, setidaknya ini bisa sedikit membantu melegakan rasa mual ini.

Lewat aplikasi aku memesan sebuah taksi online. Kulirik jam diponselku, sudah hampir jam sebelas siang, aku membuka lemari mengganti pakaianku dengan pakaian yang pantas lalu bersiap menunggu kedatangan taksi yang tadi kupesan.

Sepuluh menit kemudian, sebuah taksi sudah tiba didepan rumahku. Tak ingin membuang-buang waktu, aku segera memintanya pergi ke sebuah rumah sakit.

****

"Selamat, ibu positif hamil, usia kandungan ibu sudah berjalan tujuh minggu," terang dokter Silvia, dokter kandungan yang kupilih.

Aku tersenyum mendengarnya. Tampak dilayar monitor sebuah janin kecil sudah berada di rahimku. Bahagia. Tentu saja, jangan kau tanyakan lagi.

Aku duduk dihadapan dokter Silvia, ia memberikan informasi yang kuperlukan mengenai kehamilanku, tak lupa menuliskan beberapa resep vitamin untukku.

"Jangan lupa diminum vitaminnya, dan rutin tiap bulan diperiksakan kandungannya, ya bu," pesan dokter Silvia, ketika aku pamit hendak meninggalkan ruangannya.

Aku menyimpan vitamin kedalam tas, setelah merasa tak ada keperluan lagi di rumah sakit ini, aku pun berjalan menuju pintu keluar, namun, begitu tiba di pintu keluar, ponselku tiba tiba berdering.

Kania.

Nama itu nampak jelas terlihat dilayar ponsel, mood ku yang tadinya bahagia menyambut calon anakku, tiba tiba rusak hanya dengan melihat namanya saja.

Dengan suara ketus aku menjawab panggilannya, dalam sambungan telepon ini, ia meminta ingin bertemu denganku.

Entah untuk urusan apa lagi ia ingin bicara denganku, akupun menyetujuinya. Ku ajak dia bertemu di sebuah Cafe dekat rumah sakit ini. Aku ingin mendengar apa lagi yang ingin ia ambil dariku.

Setengah jam sudah berlalu aku duduk di cafe ini, namun, Kania belum juga datang. Rasa pusing dan mual yang kutahan sudah cukup menyiksaku, ditambah cuaca yang sedang terik, membuatku rasanya ingin cepat cepat pulang dan merebahkan diri.

Aku masih memandang ke luar jendela, segelas minuman dingin yang kupesan hanya kuminum beberapa teguk saja, begitu pula dengan cake ini, hanya ku cuil sedikit, karena perutku menolak diisi.

Wanita yang sedari tadi kutunggu akhirnya terlihat, aku mendengkus kesal, karena kulihat ia tak datang sendiri, melainkan bersama seorang teman wanita. Sambil mengulas senyum, wanita yang mengenakan blouse berwarna merah ini, kini menghampiriku.

"Maaf, Alina. Aku terlambat."

Aku hanya mengangguk pelan, ia lalu memperkenalkan wanita yang datang bersamanya padaku.

"Ini Winda, sepupuku." Wanita itu mengulurkan tangannya, mengajakku berjabat tangan.

"Alina," balasku sambil menerima jabatan tangannya.

"Katakan ada urusan apa lagi kau ingin menemui ku, bukankah semua sudah sesuai dengan keinginanmu, bukankah sebentar lagi Mas Bayu akan melamarmu?" Sindirku.

Ia belum menjawabnya, tapi meminta Winda untuk memanggil pelayan, memesankan minuman, tak lupa juga menawariku.

"Aku tak punya banyak waktu, Kania. Jika kau ingin bicara, sebaiknya bicaralah sekarang," desakku ketus.

"Aku ingin kau menerimaku sebagai calon istri Mas Bayu, aku ingin kau hadir di acara lamaranku nanti," ucapnya sambil menatapku tajam.

Aku menyipitkan mata begitu mendengar ia bicara. Apa benar ia meminta bertemu hanya untuk mengatakan hal itu?

"Apa Mas Bayu yang memintamu, mengatakan hal itu padaku?" Tanyaku sinis.

"Tak penting Mas Bayu yang meminta atau tidak. Aku ingin kau melihat acara lamaran kami," kilahnya.

Aku terkekeh geli mendengarnya, ia terlihat tak suka dengan sikapku. Dering ponsel seseorang tiba tiba berbunyi, membuatku menghentikan sejenak tawa ku.

"Maaf, aku terima telepon sebentar," ucap Winda lalu berdiri, melangkah menjauhi kami.

"Bagaimana kalau aku menolak? Apa yang akan kau lakukan?" Tantangku.

"Terserah kau saja, Alina. Aku hanya mencoba untuk bersikap baik padamu, kau hadir atau tidak tak akan berpengaruh bagiku. Mas Bayu akan tetap melamarku."

Ia memperlihatkan sikap kesalnya padaku, aku tersenyum sinis melihatnya. Lalu membalikkan kembali kata katanya.

"Jika kau sudah tahu, lalu untuk apa bertanya lagi padaku. Hah?"

"Alina!" Sentaknya keras.

"Jaga mulutmu, Kania. Jangan seenaknya kau lancang memanggil namaku. Aku Alina, istrinya Mas Bayu, dan akan selamanya begitu. Aku yakin Mas Bayu sudah memberitahumu jika ia tak akan menceraikan ku setelah kalian menikah, bukan?"

"... dan kurasa wanita pintar seperti dirimu pasti tahu, apa anggapan orang orang tentang Istri kedua."

"Pe-la-kor," ucapku dengan nada penekanan yang kuat.

"Alina ... kau!"

Wajahnya memerah karena tudingan yang kukatakan. Aku tersenyum mengejek padanya, tak lama bibirnya kembali berdecak kesal padaku.

"Aku sudah berusaha bersikap baik padamu, Alina. Kau sungguh membuatku kesal," geramnya.

"Aku yakin kau meminta bertemu karena permintaan dari Mas Bayu, bukan?" Sinisku.

Ia terdiam mendengarnya, namun, sorot matanya masih menunjukkan rasa tidak nyaman atas pertanyaanku tadi.

"Iya, jika bukan karena permintaan Mas Bayu, aku malas bertemu denganmu," ungkapnya.

"Jadi, tak usah lagi kau tanyakan, kau sendiri sudah tahu apa jawabanku, Kania."

"Maaf, tapi kurasa sudah tak ada lagi yang harus kita bicarakan, aku mau pulang," ucapku sambil meraih tasku.

"Kalau begitu, kau minta saja Mas Bayu untuk menceraikanmu, Alina? Kurasa itu lebih baik untuk kita bertiga," ucapnya saat aku baru saja membalikkan badan.

"Kau ..."

Aku mengepalkan tanganku erat, rasa marah yang sedari tadi kutahan, ingin kukeluarkan sekarang.

"Kenapa Alina, kau tidak bisa melakukannya?" Ia tersenyum seolah mengejekku.

"Kania ...!"

Aku membentaknya keras, beberapa pasang mata pengunjung kini menatap kami, aku tak peduli, memilih mengabaikannya. Dengan geram aku mendekat kembali ke arah Kania. Memberinya sedikit pelajaran.

Plak.

Sebuah tamparan kuhadiahkan di pipi mulusnya, ia terkejut lalu memakiku.

"Kurang ajar kau, Alina!" Geramnya sambil mengelus pipinya yang memerah.

"Kau sadar apa baru saja kau katakan?"

"Kau memintaku membujuk Mas Bayu agar menjatuhkan talak. Kau tahu, jika setan sedang tertawa bahkan iblis pun berbahagia mendengar ucapanmu ini, Kania. Tidakkah kau tahu, jika memutuskan dan menghancurkan pernikahan orang lain itu, dosa."

"Aku memang menolak rencana poligami yang akan Mas Bayu lakukan, tapi bukan berarti aku bisa meminta cerai sesuka hatiku, aku masih takut akan dosa. Untuk hal seperti itu apakah aku juga harus memberitahumu?

Ia masih memegang pipinya, aku melotot tajam padanya, kesabaranku sudah diambang puncak. Jika tak segera kutinggalkan tempat ini, bisa bisa aku khilaf, dan wanita ini sudah habis kuhajar.

Bersambung.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
dasarnya JALANG nggak tahu aturan agama Fir'aun barangkali
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
banyak alasan kau nyet
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Wanita Yang Dicintai Suamiku   Bab 6

    "Mas, maaf aku lupa meminta izin padamu, tadi siang aku keluar menemui seseorang?" Ucapku saat kulihat ia naik ke atas ranjang kami."Iya, tak apa apa, hati hati jika kau keluar sendiri," jawabnya."Humm ...""Aku pergi bertemu Kania," lanjutku.Ia tak menjawabnya, hanya helaan nafasnya saja yang terdengar, aku meliriknya, ia tampak memejamkan mata, entahlah. Mungkin memikirkan Kania."Kau tak ingin tahu mengapa ia menemuiku?" Pancingku."Aku yang memintanya agar menemuimu, Alina." Akhirnya ia bicara."Harusnya, kau tak melakukan hal itu, mas. Kau tahu, aku bahkan sempat menamparnya tadi," lanjutku.Ia tampak tak terkejut. Matanya masih terpejam, membuatku sedikit kesal."Alina, aku memintanya menemuimu agar kalian berdua bisa berdamai. Aku ingin semuanya berakhir baik baik saja. Aku berjanji padamu, Kania tak kan tinggal bersama kita, kalian tak ak

    Last Updated : 2022-02-21
  • Wanita Yang Dicintai Suamiku   Bab 7

    PoV. KaniaSentuhan lembut tangan mama, membangunkanku, perlahan aku membuka mata, tampak jelas wajah mama yang kini tersenyum menatapku."Kau sudah bangun, sayang?" Terdengar mama bertanya.Aku hanya mengangguk lemah, perlahan mencoba bangkit dari tidurku.Kupijat pelan pelipisku, entah mengapa kepalaku masih terasa pusing, kulihat mama menuangkan segelas air, lalu duduk ditepian ranjang ini."Ini minumlah dulu." Mama menyodorkan gelas berisi air itu padaku.Aku mengambil gelas itu dari dalam genggaman tangan mama, lalu segera menghabiskannya."Apa yang terjadi padamu, Kania?" Aku mendengar pertanyaan mama, hanya saja kepalaku masih terasa pusing, aku mengerjap mata beberapa kali, lalu kembali memijat pelipisku."Entahlah ma, kepalaku tiba tiba pusing," jawabku asal.Mama tampak menggelengkan kepala, lalu membantu menaruh bantal dipu

    Last Updated : 2022-02-22
  • Wanita Yang Dicintai Suamiku   Bab 8

    Waktu seperti sangat cepat berlalu, tak kusangka acara lamaran Mas Bayu tinggal seminggu lagi. Aku mematung saat melihat kalender dinding ini, berharap bisa menghentikan Sang Waktu berjalan.Tak ada persiapan khusus untuk acara lamaran nanti, semua saudara Mas Bayu, sudah di beri kabar. Mas Adi sudah menyampaikan pesan akan menghadiri acara itu, sedang adiknya, Carissa. Memilih menolak untuk menghadirinya.[Maaf, aku menolak hadir di acara lamaranmu, mas. Sejak ibu masih hidup, ia menolak keras hubunganmu dengan Kania, jika sekarang aku datang ke acara lamaranmu, aku akan merasa amat bersalah pada Almh. Ibu.][Terserah kau, jika ingin marah atau kesal padaku, tapi jika kau tetap menikahi wanita itu, aku tak akan pernah menganggapnya sebagai saudara iparku. Bagiku cuma Mbak Alina dan hanyalah dia saja yang kuakui sebagai kakak iparku.][ ... Kuharap kau tidak memaksaku untuk bersikap baik pada calon istri keduamu itu, maaf,

    Last Updated : 2022-02-23
  • Wanita Yang Dicintai Suamiku   Bab 9

    PoV. BayuBrakk!Terdengar suara berdebum cukup keras dari arah dapur, disusul suara dentingan beberapa alat makan yang berjatuhan, membuatku terkejut. "Alina ...!"Aku memanggilnya, namun, tak ada jawaban, seketika atmosfir rumah ini terasa hening membuat perasaanku mulai tidak enak.Khawatir terjadi sesuatu pada Alina, aku berjalan cepat kearah dapur, tampak tubuh Alina yang sudah terbaring dilantai, dengan kedua mata yang tertutup rapat."Ya tuhan, Alina!" pekikku.Aku menghampirinya, langsung meraih kepalanya dan meletakkannya di atas pangkuanku, ku tepuk pipinya beberapa kali, mencoba membuatnya sadar, namun, mata itu masih terpejam, seolah usahaku tak berarti. sia sia.Ku gendong tubuh kurus ini menuju kamar kami, dengan perasaan yang tak menentu, kurebahkan tubuhnya perlahan diatas ranjang kami. Wajah itu sangat pucat, seolah tak ada aliran darah disana.

    Last Updated : 2022-02-24
  • Wanita Yang Dicintai Suamiku   Bab 10

    Aku menatap pantulan wajahku  dicermin, pucat dan tirus. Ku usap pelan wajahku, kehamilan ini benar benar membuat selera makan ku hilang.Wajah Mas Bayu terlihat cemas kemarin malam, sungguh aku tak menyangka akan merepotkan dan membuat dirinya cemas. Semua terjadi begitu tiba tiba, aku pun tak menyangka akan jatuh pingsan kemarin.Mas Bayu sudah berangkat kekantor dua jam yang lalu, sebelum pergi ia masih terlihat mengkhawatirkanku dan berpesan agar aku beristirahat. Bahkan, ia juga meminta Bi Imah, membuatkan bubur untukku.Ting ... Tong!Terdengar suara bel berbunyi, sepertinya ada yang datang bertamu. Tak ingin membuat tamuku menunggu lama, aku pun melangkah keluar meninggalkan kamar."Siapa Bi?"Tanyaku pada Bi Imah, yang mengintip dari balik gorden disana."Cewek Mbak, rasanya bibi pernah lihat wajahnya. tapi gak tahu namanya," Jawab Bi Imah.Aku mengernyitkan d

    Last Updated : 2022-02-24
  • Wanita Yang Dicintai Suamiku   Bab 11

    "Alina, jangan menguji kesabaranku!" Bentaknya."Mengapa? kau tak bisa, Kania? Tentu saja kau tak mampu melakukannya, jika kau bisa membujuknya menceraikanku, kau takkan menemuiku dan menawarkan hartamu padaku.""Aku tak akan menawarkan kesempatan ini dua kali padamu, Alina!" Tegasnya."Baik, katakan apalagi yang bisa kau tawarkan padaku?" Pancingku lagi."Apapun yang kau inginkan, Alina. Uang, perhiasan, tanah, liburan ke luar negeri,  katakan saja padaku, tapi setelah itu, kuminta kau pergi sejauh mungkin dari kehidupan Mas Bayu," sinisnya.Aku benar benar tertawa mendengarnya. Kulipat kedua tangan didada sambil menghela nafas panjang. "Setakut itukah kau padaku, Kania? Hingga kau merelakan hartamu untukku demi bisa membuatku pergi menjauh dari sisi Mas Bayu," sindirku."Kau wanita terhormat, cantik, dan berpendidikan. Kau juga kaya, bisnis keluargamu juga berkembang dengan

    Last Updated : 2022-02-24
  • Wanita Yang Dicintai Suamiku   Bab 12

    Hari ini Mas Bayu izin kerja, hingga dua hari kedepan, ia terpaksa meminta libur, karena ada beberapa pekerjaan yang harus di selesaikannya hari ini, terkait acara lamaran dirumah Kania, besok.Ting ... tong!Terdengar suara bel rumah berbunyi, ketika baru saja hendak menghempaskan bobot tubuhku di kursi.Kulirik sekilas jam yang menempel di dinding ruang tamu, sudah pukul sembilan pagi. Tak lama akupun membuka pintunya."Mas Adi!"Sapaku saat kulihat kakak iparku itu sudah berdiri di teras rumah ketika pintu ini terbuka, ia tak datang sendiri, melainkan bersama, Lisa, istrinya dan anak perempuan semata wayang mereka, Caca, yang berusia lima tahun.Aku mempersilahkan mereka masuk dan duduk, entah mengapa, untuk sesaat aku merasa jika tatapan mata mereka seolah memandangku penuh iba. "Aku buatkan minum sebentar ya, sekalian panggil Mas Bayu. Tadi sih ia sedang mandi, kurasa mungkin sudah selesai," pamitku pada mereka."Alina!" Panggil Mbak Lisa,

    Last Updated : 2022-02-25
  • Wanita Yang Dicintai Suamiku   Bab 13

    Aku terbangun ketika mendengar suara mobil Mas Bayu. Aku duduk, bangkit dari tidurku, melirik sekilas jam weker di atas nakas yang sudah menunjukkan angka sembilan malam, dan bergegas keluar kamar, membukakan pintu untuknya.Raut wajah lelah Mas Bayu langsung terlihat begitu pintu ini terbuka. Setelah mengucap salam, ia langsung menuju kekamar. Membuatku segan untuk bertanya sesuatu.Begitu tiba dikamar, ia langsung beringsut ke kamar mandi. Rasa lelah mungkin membuatnya ingin segera mengguyur tubuhnya dengan air. Aku membuka lemari menyiapkan pakaian ganti untuknya.Besok sore acara lamaran itu akan dilaksanakan, kulirik sebuah paper bag milik sebuah desainer terkenal, aku yakin isinya adalah pakaian yang akan dipakai Mas Bayu di acara lamarannya esok.Aku memejamkan mata sejenak. Entah mengapa rasanya ingin menyentuh paper bag ini, niatku hanyalah ingin memindahkan isinya ke dalam lemari. Namun, akhirnya kuurungkan niatan itu karena tanganku tiba tiba berubah

    Last Updated : 2022-02-25

Latest chapter

  • Wanita Yang Dicintai Suamiku   Bab 169 (Ending)

    "Apa ini untukku?" Tanyaku pada Mas Reyhan saat ia memperlihatkan sebuah kunci padaku."Iya, itu untukmu Alina, rumah yang kemarin kau lihat. Itu adalah hadiah dariku atas kehamilanmu ini," jawab Mas Reyhan.Mataku berbinar mendengarnya," benarkah itu mas?" Sahutku meraih kunci itu dari tangannya."Tentu saja, apa kau suka?""Pake nanya lagi, ya tentu saja mas," desisku cemberut.Mas Reyhan tertawa melihat sikapku, segera saja ku cubit lengannya. Tak mungkinlah aku menolak hadiah sebagus itu. Rasanya tak akan ada istri yang akan menolak diberi hadiah rumah mewah berlantai dua oleh suaminya, iya kan?Kadang aku merasa suamiku ini benar-benar absurb."Syukurlah jika kau suka. Sertifikatnya juga sudah ku ubah menjadi namamu," ujar Mas Reyhan."Terima kasih mas, kau sungguh baik," aku memujinya."Ini tidak sebanding dengan hadiah yang kau berikan padaku, sayang. Kau memberikan kebahagiaan dan kehidupan yang sempurna untukku, apapun yang kau minta jika aku mampu, pasti akan kuberikan," uca

  • Wanita Yang Dicintai Suamiku   Bab 168

    "Apa tante bersedia tinggal di panti jompo? Maaf tante, aku tidak bermaksud buruk, kupikir daripada tante tinggal disini sendiri, lebih baik di panti jompo, jangan khawatir, aku yang akan menanggung biayanya." Ujarku hati hati karena takut akan menyinggung perasaannya."Alina ...!" mata itu mendelik tajam padaku."Tidak tante, tolong jangan salah paham, aku hanya tidak ingin melihat tante hidup sendiri disini, setidaknya jika di panti, ada teman sekedar untuk bicara dan yang terpenting ada perawat yang akan mengurus." Lanjutku sambil melempar tatapan teduh padanya.***"Tante mengerti, Alina. Terima kasih atas niat baikmu, tapi tante tak ingin tinggal di panti jompo, biarlah di sini saja, lagipula tante malu jika harus menerima bantuan darimu," jawabnya."Mengapa harus malu, tante? yang berlalu biarlah saja berlalu. Yang penting sekarang adalah tante sudah menyadari semuanya dan mau berubah, bagiku itu sudah cukup," ujarku berusaha membujuknya."Kau memang baik, Alina. Tante menyesal

  • Wanita Yang Dicintai Suamiku   Bab 167

    Bab 167"Tidak ada aku hanya mampir saja, kebetulan tadi lewat sini dan aku ingat pernah melihat tante di sekitar sini. Sekalian saja aku mampir," ujarku beralasan."Hmm ... Tante, dari tadi aku tidak melihat Erika, dimana dia?" Lanjutku kemudian bertanya.***Mendengar perkataanku seketika wajah Tante Nur berubah murung, entahlah, rasanya tak ada yang salah dengan ucapanku, lagipula bertanya tentang kabar seseorang tidak salah, bukan?Tante Nur nampak gelisah, ekor matanya tampak ingin menghindar dari tatapan mataku, tak lama, kulihat matanya seperti berkaca-kaca.Ah, seharusnya mungkin tadi aku tidak bertanya, tapi, aku juga ingin tahu dimana Erika sekarang. Yah, anggap saja mungkin aku sedang cemburu saat ini.Tante Nur mendesah, lalu menunduk, memainkan jemarinya yang keriput. Untuk beberapa saat tak ada dari kami yang bicara. Membuat keheningan diantara kami seolah menjadi jarak."Erika, dia ...."Hembusan nafasnya terdengar berat, ia menggantung ucapannya sesaat, seakan sedang

  • Wanita Yang Dicintai Suamiku   Bab 166

    Kemana Erika? Mengapa ia bisa tega meninggalkan ibunya sendirian?Batinku kini berperang antara ingin melanjutkan perjalanan ini atau berhenti saja. Hingga akhirnya kuputuskan untuk pergi ke gang, menuntaskan rasa penasaran yang sedari tadi menggangu pikiranku.***Aku menatap nanar pada bangunan rumah yang ada dihadapanku, tidak, ini tidak seperti rumah pada umumnya, ini adalah petakan yang hanya terdiri dari tiga sekat saja didalamnya.Langkahku terhenti di petakan empat pintu ini, tampak disana seorang ibu bertubuh gempal dan seorang wanita yang usianya lebih muda sedang menggendong bayi kini sedang memandangiku penuh tanya. Seorang wanita tiba-tiba datang dari arah belakang dan tak sengaja menyenggol lenganku, lalu meminta maaf. Segera saja ku tahan langkahnya dan menanyainya sebentar."Maaf mbak mau tanya, apa benar ibu nur tinggal disini?""Oh si tante sombong itu? Iya ada tuh di petakan paling ujung," jawabnya sambil menunjuk arah petakan yang berada persis disebelah pohon pis

  • Wanita Yang Dicintai Suamiku   Bab 165

    Baiklah, kau bisa ikut, nanti aku akan minta Pak Budi mengantar kita berdua, setelah mengantarku, akan kuminta Pak Budi untuk menemanimu, bagaimana?" Ucap Mas Reyhan menyerah."Tapi sebenarnya kau mau pergi kemana?" Pertanyaan Mas Reyhan membuatku seketika menelan ludah, haruskah aku mengatakan bahwa aku ingin tahu keberadaan Erika sekarang?***"Emm itu sebenarnya," ah, sial mengapa tiba-tiba mendadak tubuhku gemetar dan gugup. "Alina?!" Entah mengapa kali ini suara Mas Reyhan yang terdengar menakutkan."A-aku ingin memastikan keadaan Tante Nur," Jawabku gugup.Mata Mas Reyhan menyipit ketika mendengarnya, aku tahu rasanya perkataanku tadi mungkin terdengar konyol dan tidak masuk akal, tapi aku penasaran ingin tahu keberadaan Erika sekarang?Astaga, apakah aku cemburu?Entahlah, aku tak ingin mengakuinya, kurasa mungkin ini karena hormon kehamilanku, ah ... anggap saja begitu."Untuk apa, bukankah kemarin kita sudah melihatnya, ia nampak sehat dan baik baik saja," sahut Mas Reyhan g

  • Wanita Yang Dicintai Suamiku   Bab 164

    "Mana?" Mas Reyhan memalingkan wajahnya, mencari arah yang kutunjuk."Itu mas!" Mata Mas Reyhan mengikuti arah pandang yang kutunjukkan."Benar, itu memang dia." Sahut Mas Reyhan membenarkan."Tapi aneh mas, di mana Erika, lagipula lihatlah tangannya, ia hanya membeli sebungkus nasi saja," Ucapku sambil terus memandangi Tante Nur yang kini berjalan memasuki sebuah gang yang tak jauh dari warung makan tadi.***"Mungkin Erika sedang tidak ada di rumah jadi Tante Nur hanya membeli sebungkus nasi untuk dirinya sendiri," timpal Reyhan santai."Masa, rasanya aku tak percaya? Tapi ya mungkin saja."Mas Reyhan tampak tak begitu tertarik, wajahnya kini lurus memandang ke depan, menunggu lampu merah ini berubah hijau.Aku masih memandang gang itu, mengingatnya area ini dalam memori ingatanku. Kurasa tak ada masalah jika sewaktu-waktu aku ingin mengunjunginya. Entahlah, aku penasaran dengan keadaannya, apakah ia baik baik saja sekarang? Meskipun aku tahu bahwa perubahan gaya hidup pasti akan me

  • Wanita Yang Dicintai Suamiku   Bab 163

    Sekitar lima belas menit kemudian, Merry pamit, tentunya setelah saling bertukar nomor telepon terlebih dahulu. Tak lama ia pun melangkah dengan anggun keluar dari cafe ini.Melihat tubuh Merry yang telah menghilang dibalik dinding itu, Mas Reyhan yang sedari tadi duduk di meja lain kini beralih duduk di dekatku, dengan pandangan mata yang mengarah pada amplop coklat yang sudah terbuka itu.***"Amplop itu?" Tanya Mas Reyhan lalu meraih amplop coklat itu."Isinya uang dua puluh juta yang dipinjam Risa sebelum ia menghilang," Jawabku cepat."Mas mendengar semuanya kan?"Mas Reyhan menggeleng," tidak semuanya, begitu aku merasakan bahwa wanita tadi tidak akan berniat buruk padamu, aku memutuskan sambungan teleponnya." Terang Mas Reyhan lalu membuka lipatan kertas itu, dan membacanya."Lalu surat ini sudah kau baca?""Surat? Ah iya, isinya hanya permintaan maaf Risa karena ia tidak bisa langsung mengembalikan uang yang dipinjamnya padaku," balasku singkat."Surat ini isinya tidak sepert

  • Wanita Yang Dicintai Suamiku   Bab 162

    Sepuluh menit kemudian akhirnya, wanita yang ku tunggu pun tiba. Aku tidak mengerti, ternyata ia sudah mengenalku lebih dulu, terbukti dengan langkahnya yang langsung menuju ke arahku, tanpa menghiraukan pengunjung cafe yang lain."Maaf, saya terlambat Bu Alina."Sapaan itu mungkin terdengar biasa, namun tidak bagiku, ucapannya telah membuktikan jika wanita ini mengenalku cukup baik."Kau mengenalku? Siapa kau?" Spontan aku bertanya padanya.**Aku menyipitkan mataku, memandangnya dengan seksama. Ku coba menggali ingatanku, sungguh, aku merasa yakin belum pernah sekalipun bertemu dengannya.Wanita itu mengenakan kemeja putih yang dipadu dengan rok hitam dan blazer berwarna senada yang gantung di tangannya. Selain membawa sebuah tas 'Hermes Kelly' ukuran 30, ia juga membawa sebuah paper bag berwarna hitam dengan logo sebuah brand ternama.Wajahnya tersenyum ramah padaku, melihat sikap dan bahasa tubuhnya, kurasa ia datang dengan niat baik. Semoga, apa yang ku cemaskan tidak terjadi.Ah

  • Wanita Yang Dicintai Suamiku   Bab 161

    "Dari nomor yang sama, bicaralah dengan hati hati," pesannya.Aku mengangguk, hati hati sekali aku bangkit dan bersandar karena takut menggangu tidur Diyara. Tak lama, Mas Reyhan menyerahkan ponsel berwarna silver itu padaku."Halo!" Aku menyapanya lebih dulu, Namun, hanya suara statis jaringan yang kudengar, hingga tiga kali aku menyapa akhirnya suara seseorang terdengar membalas sapaanku dari ujung sambungan.***"Halo!?""Maaf, dengan siapa saya bicara?" Aku langsung bertanya, sambil mengaktifkan mode loudspeaker pada ponselku, agar Mas Reyhan juga ikut mendengarkan percakapan kami."Perkenalkan nama saya Merry, apakah ini nomor telepon Bu Alina, istrinya Pak Reyhan?""Iya, saya Alina, maaf ada perlu apa dengan saya, Mbak?" Tanyaku bingung sambil memandang Mas Reyhan yang terlihat penasaran."Bisakah saya bertemu dengan anda, bu? Ada sesuatu yang ingin saya beritahu pada anda. Sesuatu yang sangat penting," Dengan sopan, Ia balik bertanya.Untuk sesaat aku diam lalu memandang Mas R

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status