Hana menatap sang suami dengan senyum yang mengembang. Hatinya kini berbunga-bunga karena dirinya dan Andhika tak akan berpisah. Mereka akan membesarkan anak mereka dalam satu keluarga yang utuh.“Mas.”“Hm.”“Mas kan bilang tadi kalau ingin punya anak maksimal lima, minimal tiga. Nah, apa kamu akan tetap mencintai aku kalau nanti tubuhku nggak langsing lagi? Sekarang saja baru punya anak satu, sudah montok begini. Bagaimana nanti kalau punya anak lima? Aku takut kalau kamu akan....” Hana sengaja menjeda ucapannya. Dia ingin mengetahui reaksi Andhika. Dia rasa suaminya itu sudah tahu maksud perkataannya.“Cari perempuan lain, begitu? Seperti papaku, begitu maksud kamu?” tebak Andhika.Hana menganggukkan kepalanya seraya berkata lirih. “Iya, Mas. Aku takut juga kalau karma ibuku akan menimpaku. Lengkap sudah nanti jadinya. Kamu yang mengikuti jejak papa Aryo, dan aku terkena imbas dari ulah ibuku yang merebut papa kamu. Oh, sakit sekali rasanya kalau membayangkan hal itu terjadi padaku
Setelah tiga hari dirawat di rumah sakit, Hana sudah diperbolehkan pulang oleh dokter. Kabar itu pun disambut gembira oleh pasangan suami istri itu.Setelah menyelesaikan urusan administrasi rumah sakit, Andhika bergegas membawa pulang sang istri dan buah hati mereka.Di rumah mereka, ternyata Aluna dan keluarga Hana sudah menunggu. Tadinya Aryo pun ingin ikut datang ke rumah Andhika, tapi dia urungkan karena tahu Widya pun pasti hadir di sana. Dia bukannya takut bertemu dengan mantan istri sirinya. Tapi, takut Aluna akan curiga kalau melihat sikap Widya yang tak ramah padanya. Aryo tak ingin Aluna tahu identitas Widya. Dia tak ingin anak gadisnya itu semakin membenci dirinya, sekaligus membenci Widya. Sehingga dia beralasan pada Aluna kalau akan menyusul ke rumah Andhika. Seperti sebelumnya, Aluna hanya mengangguk tanpa mengeluarkan sepatah kata. Membuat gerimis di hati Aryo.“Selamat datang keponakan Tante Luna. Sini digendong sama Tante yuk, Ares!” sambut Aluna ketika mobil Andhika
Hana yang kini sedang menimang Ares karena bayi itu mulai rewel, tak menyadari kalau sang suami tengah memperhatikan Kartika. Hingga ketika dia ingin minta bantuan Andhika untuk meminta botol susu Ares dari sang baby sitter, pria itu masih bergeming sambil menatap wanita lain. Menyadari itu, Hana seketika panas hatinya.“Mas!” sentak Hana kesal.“Eh, apa?” Andhika menyahut dengan tergagap.“Kamu kebangetan banget sih. Di depan aku masih sempat-sempatnya menatap perempuan lain. Katanya mau jadi suami setia. Tapi, baru juga menggelar resepsi pernikahan, sudah jelalatan saja matanya.” Hana berucap sambil menekuk wajahnya. Meskipun dia berkata dengan perlahan, namun kata-kata Hana cukup menohok hati Andhika.“Ish, kamu ini. Jangan cemburu buta begitu dong. Aku menatap tunangannya Pak Rafli itu karena dia mirip dengan Aluna. Terus namanya kebetulan Kartika. Jadi aku agak curiga sama dia. Makanya aku tadi terus memperhatikan dia itu, karena pikiranku mulai banyak praduga terhadapnya,” jelas
Aryo terkesiap. Dia menatap Aluna dengan tatapan tajam. Dirinya tak terima disebut sebagai lelaki mesum oleh anak kandungnya sendiri.“Jaga mulut kamu, Luna! Papa nggak serendah itu!” tegas Aryo.“Terus ngapain ada di sini?” tantang Aluna.Aryo gelagapan. Dia tak bisa menjelaskan pada Aluna, karena akan membangkitkan amarah anaknya itu. Hingga akhirnya dia memilih pergi dari sana, dari pada ribut dengan Aluna.Aluna menatap kepergian sang papa dengan tatapan penuh tanya. Dia geleng-geleng kepala sebelum akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam toilet. Setibanya di dalam, Aluna terkejut ketika melihat Widya dan seorang wanita ada juga di dalam toilet sambil berbincang. Tak mau ikut campur, Aluna langsung masuk ke dalam bilik toilet. Namun, dia fokus mendengarkan ucapan wanita yang menjadi lawan bicara Widya.“Saya nggak kenal Ibu. Tapi, kenapa tiba-tiba Ibu tanya tentang tanda lahir pada saya?” ucap Kartika.Widya ingin menjelaskan, tapi kehadiran Aluna di dalam toilet itu membuat Widy
Andhika menatap lekat wajah adiknya. Dia ingin mengatakan yang sebenarnya pada Aluna, namun dia khawatir kalau adiknya itu akan meluapkan emosinya pada Widya. Hana saja yang tak terkena imbas dari perselingkuhan papanya, sempat marah pada Widya. Apalagi Aluna, sudah dipastikan kalau adiknya itu akan memaki Widya seperti dia memaki ayah kandungnya sendiri. Aluna bahkan berani menyebut Aryo sebagai lelaki mesum, apalagi terhadap Widya yang tak memiliki hubungan darah dengannya.“Lun, Kakak bukannya melarang kamu untuk ikut mendengarkan pembicaraan Kakak dengan papa nantinya. Tapi, Kakak nggak mau kalau kamu akan syok kalau tahu kenyataannya. Biar Kakak saja yang tahu, karena Kakak bisa mengendalikan diri. Kalau kamu, Kakak nggak yakin kalau kamu bisa mengendalikan diri kamu. Jadi percaya sama Kakak, ya. Serahkan masalah ini sama Kakak. Insya Allah, semua akan baik-baik saja. Kamu urus saja persiapan pernikahan kamu dengan Raka,” ucap Andhika.Aluna memicingkan matanya seraya berkata, “K
“Cuma itu nama lengkapnya, Mar?” tanya Aryo lagi dengan perasaan gusar.“Iya, Pak. Hanya itu yang saya dapat. Tidak ada nama Barata di belakangnya seperti nama Pak Dhika dan Bu Luna,” sahut Umar.Aryo menyandarkan punggungnya di sandaran sofa. Matanya mulai berkaca-kaca dan bibirnya pun bergetar menahan tangis. Dirinya sangat yakin kalau Kartika itu adalah anak kandungnya yang hilang saat berusia empat tahun.“Kamu sudah selidiki orang tuanya Kartika? Di mana rumahnya? Aku ingin bertemu dengan orang tuanya. Ingin memastikan apakah Kartika adalah benar anakku atau bukan,” ucap Aryo lirih.“Saya sudah selidiki, Pak. Kartika itu tinggal di sebuah panti asuhan. Di sana dia juga membantu ibu panti dalam mengelola panti asuhan itu. Apa tidak sebaiknya Bapak berkunjung ke panti asuhan itu, dan berbicara dengan ibu panti? Supaya jelas semuanya, Pak,” cetus Umar.“Bisa juga begitu. Enaknya kapan ya ke sananya, Mar?”“Terserah Pak Aryo saja. Saya sih siap mendampingi Bapak kapan pun juga,” sahu
“Gus, jadwal meeting siang ini tolong dimundurkan ke jam tiga sore, ya,” ucap Andhika ketika dia sudah di dalam mobil, dalam perjalanan menuju kantor Rafli.“Ok, Pak. Nanti saya infokan ke Mbak Stella untuk menjadwal ulang meeting hari ini,” sahut Bagus.“Saya ada urusan mendadak ini, Gus. Sementara saya belum datang, kamu tangani dulu urusan di kantor. Agak siang kayaknya baru saya tiba ke kantor,” imbuh Andhika.“Siap, Pak. Nanti berkas yang harus Bapak tangani, saya letakkan di meja kerja Bapak seperti biasa,” sahut Bagus cepat.“Ok, saya tutup teleponnya kalau begitu.”Setelah sambungan teleponnya berakhir, Andhika melajukan mobilnya dengan kecepatan agak tinggi agar segera tiba di kantor Rafli.Andhika menghela napas panjang berkali-kali. Dia tak menyangka kalau anak papanya dengan wanita lain ternyata masih hidup. Hebatnya lagi, ternyata dia adalah perawat yang bekerja di rumah sakit tempat Hana melahirkan. Saat itu, dirinya memang tak memperhatikan wajah Kartika, karena selama
Andhika memejamkan matanya sesaat. Wajah Kartika melintas di kepalanya. Wajah yang mirip dengan Aluna, adik kandungnya. Haruskah dia membenci Kartika sedangkan wanita itu juga korban dari keegoisan orang tuanya? Dirinya dan Aluna merupakan korban dari keegoisan papanya. Namun, mereka berdua masih beruntung karena tak terpisah dengan kedua orang tua. Mereka bisa mengenyam pendidikan hingga jenjang S2 di luar negeri. Sedang Kartika, wanita itu hanya mengenyam pendidikan di akademi perawat. Mirisnya lagi, wanita itu menjadi simpanan pria beristri demi tempat tinggalnya tak digusur.‘Ya Tuhan, semua ini papa lah biang keroknya. Andaikan papa nggak genit, semua ini nggak mungkin terjadi. Mungkin Kartika akan terlahir dari seorang ibu yang statusnya bukan istri siri seorang pria beristri. Orang tua yang berbuat, tapi akhirnya anak yang menjadi korban,’ ucap Andhika dalam hati.Rafli yang melihat reaksi Andhika tentu saja bingung. Dia menatap lekat wajah Andhika yang tampak tengah berpikir k
Andhika dan Hana sontak menoleh ke arah sumber suara. Tampak seorang pria sebaya dengan Andhika kini tengah melangkah serta tersenyum pada Andhika.“Siapa dia, Mas?” bisik Hana.“Dia Sakti. Teman semasa SMA yang berselingkuh dengan Devy,” sahut Andhika datar.Hana hanya manggut-manggut dan memperhatikan perubahan ekspresi sang suami.Rahang Andhika mengeras. Tampak jelas kalau kini dia sedang menahan emosinya. Terbayang masa lalu Sakti bersama dengan Devy yang mengkhianatinya.“Dhika, apa kabar?” sapa sakti ketika dirinya sudah berada di hadapan Andhika.“Kabarku baik, alhamdulillah,” sahut Andhika datar.Sakti yang paham dengan sikap Andhika yang dingin padanya, kini tersenyum canggung.“Aku tahu kamu mau makan malam ke restoran itu. Tapi, bisakah kita bicara sebentar saja. Aku mau...minta maaf padamu,” ucap Sakti agak grogi.Andhika menghela napas panjang. Dia tersenyum samar kala mendengar permintaan maaf yang baru saja Sakti ucapkan. Baru sekarang pria itu minta maaf. Ke mana saja
Aryo lalu mendekati Widya seraya berkata, “Aku akan mencarinya. Aku akan lapor ke polisi. Kamu tenang saja, ya.”“Aku ikut ke kantor polisi, karena aku yang mendapat kabar dari sekolah kalau Tika dijemput oleh seseorang yang mengaku masih keluarga,” sahut Widya setelah dapat menghentikan isak tangisnya. Dia lalu melirik ke arah Wiryo.Aryo yang paham akan lirikan Widya, menoleh pada mertuanya. Dia menatap Wiryo seraya berkata, “Apa Ayah yang menyuruh seseorang untuk menjemput anak kami di sekolahnya?”Wiryo terkekeh mendengar ucapan Aryo. “Buat apa aku melakukan hal itu? Urusanku adalah mengamankan aset perusahaan milik anakku, yang otomatis adalah milik kedua cucuku. Selain itu juga, kamu adalah suami anakku. Jadi aku berusaha untuk mengembalikan posisi kamu seperti semula, sebagai suami Lestari satu-satunya. Jadi setelah kamu menceraikan perempuan ini, dan menyuruhnya pergi dari sini, maka selesai sudah urusanku. Masalah anak kalian, aku sama sekali nggak tahu menahu.”Jawaban Wiryo
Wajah Aryo pun semakin pucat pasi mendengar ancaman dari ayah mertuanya. Dia lalu beranjak dari sofa dan bersimpuh di kaki sang mertua.“Ayah, maafkan aku. Maafkan atas kekhilafanku ini. Aku berjanji akan mengakhiri semua, asalkan jangan usik kehidupan adikku. Aku mohon Ayah,” ucap Aryo memelas.Wiryo tersenyum mendengar permohonan menantunya itu. Dia lalu berdiri karena tak sudi kakinya disentuh oleh pria macam Aryo, yang jelas telah membuatnya kecewa.“Apa kamu pikir aku akan percaya dengan perkataanmu ini, Aryo? Aku bukan orang bodoh yang bisa kamu bohongi untuk kedua kalinya. Kamu mau mengakhiri ini semua, maksudnya mau kamu ceraikan istri simpananmu itu? Apa bisa kamu menceraikannya? Sementara kamu tergila-gila sama dia, iya kan. Kalau kamu nggak tergila-gila, tentu nggak mungkin kamu selingkuh sampai menikahi perempuan itu. Semua yang kamu lakukan itu sudah terlalu jauh, Aryo, dan jujur aku sangat kecewa dan menyesal telah berbaik hati padamu dulu. Jadi salah satunya cara agar k
Sementara itu, Aryo yang tengah berada di apartemen tampak tak tenang. Semenjak kepergiannya dari rumah meninggalkan Lestari yang marah, dan Andhika yang menangis dengan kening yang berdarah, membuat rasa bersalah menyelimuti hati Aryo. Tiba-tiba rasa penyesalan hinggap di hatinya, karena dia tak menuruti permintaan anak sulungnya, anak kesayangannya.‘Dhika maafkan Papa ya, Nak,’ ucap Aryo dalam hati.Aryo memejamkan matanya dan menjambak rambutnya karena kesal pada dirinya sendiri. Ingin dia berteriak sekedar meringankan sesak di hati. Namun, dia tak ingin Widya mengetahui masalahnya.Widya yang baru saja meninabobokan Kartika, tercenung melihat Aryo yang tampak gusar di ruang tengah. Wanita itu melangkah menghampiri sang suami.“Ada apa, Mas?” tanya Widya dengan perlahan.Aryo membuka kelopak mata dan menggelengkan kepalanya. “Nggak ada apa-apa kok, Wid. Aku hanya pusing saja. Aku mau tidur saja sekarang. Mungkin dengan tidur, sakit kepalaku akan hilang.”Tak menunggu jawaban dari
Aryo sedikit tersentak mendengar pengakuan Widya. Namun, tak lama dia pun tersenyum karena sadar apa yang mereka lakukan selama ini akan membuahkan hasil.“Aku akan menikahi kamu. Tapi, aku nggak bisa menikahi kamu secara resmi.”“Lho, kenapa?” tanya Widya bingung. “Kamu ini ngakunya bujangan, Mas. Masak menikahi aku nggak menikah resmi sih? Atau...kamu sudah punya keluarga?”Aryo tampak sedikit gugup. Dia melihat wajah Widya yang menatapnya dengan penuh selidik.“Bu-bukan begitu, Widya. Tapi, aku ada ikatan dinas di kantorku yang melarang karyawannya untuk menikah dulu selama lima tahun. Nanti kalau ikatan dinas itu sudah selesai, aku akan meresmikan pernikahan kita. Jadi nanti kita menikah di Bogor saja, ya. Kalau di Jakarta nanti ada teman-temanku yang tahu. Bisa bahaya untuk karirku,” sahut Aryo berbohong. Tentu saja dia tak mau menikah di Jakarta, karena Lestari atau keluarga yang lainnya yang juga tinggal di Jakarta akan tahu. Aryo tak ingin itu terjadi.“Oh, ya sudah kalau begi
Aryo menghela napas panjang dan geleng-geleng kepala.“Aku nggak akan macam-macam, apalagi selingkuh, Tari,” ucap Aryo serius.“Aku hanya jaga-jaga saja, Mas. Aku lakukan ini demi anak kita. Kalau nanti kamu macam-macam, aku bisa mengambil tindakan tegas. Lalu aku pastikan kalau masa depan anakku juga aman. Aku berkata begini bukan sombong, tapi aku hanya mengambil tindakan yang tepat untuk anakku kelak,” sahut Lestari yang juga serius.Akhirnya pasangan suami istri itu berhasil mendirikan CV Barata yang bergerak di bidang kontraktor kecil-kecilan. Lestari sendiri yang menangani dibantu oleh empat orang karyawan. Sedangkan Aryo masih tetap bekerja sambil mencari klien untuk CV Barata. Bahkan Aryo pun mulai berani ikut tender proyek pendirian sekolah swasta. Proyek itu pun sukses. Dari situlah lambat laun CV Barata mulai dikenal orang. Hingga dua tahun pendirian badan usaha itu yang semula bernama CV Barata, kini berubah menjadi PT. Barata.Usaha mereka pun semakin maju pesat. Omsetnya
Beberapa minggu kemudian, hubungan Aryo dan Lestari semakin akrab. Hal itu diketahui oleh orang tua mereka. Sehingga Wiryo dan Dirjo sepakat untuk segera melangsungkan pernikahan mereka.Aryo dan Lestari hanya menuruti keinginan orang tua mereka. Meskipun belum ada perasaan cinta di hati keduanya, namun kedua insan itu telah berkomitmen untuk saling menyayangi dan menghargai satu sama lain. Mereka juga sepakat akan membina rumah tangga dengan baik, sehingga bisa menjadikan rumah tangga mereka rukun dan tenteram.Lima bulan pasca pernikahan, Lestari telah lulus kuliah dengan predikat terbaik. Selain itu, dia juga telah mengandung anak Aryo. Hal itu tentu saja membuat pasangan suami istri sangat bahagia karena mendapat hadiah yang terindah dari Yang Maha Kuasa.“Alhamdulillah, di saat aku telah lulus kuliah, aku hamil,” ucap Lestari suatu malam ketika dia dan Aryo sudah berada di peraduan.“Iya, Tari. Aku sangat bahagia sekali. Kamu jaga ya kandungan kamu ini. Biar bayi kita tumbuh deng
Aryo hanya diam. Dia bingung dengan jawaban yang harus dia berikan pada kedua orang tuanya. Dia ingin menolak, tapi tak mau mengecewakan orang tuanya. Kalau dia menerima, itu bertentangan dengan hati nuraninya.“Nak, cinta itu bisa tumbuh setelah tinggal bersama nanti setelah kalian menikah. Dulu Bapak dan Ibu juga menikah tanpa adanya cinta. Tapi, pernikahan kami langgeng sampai sekarang,” ucap Narti-sang ibu, seolah tahu dilema yang Aryo rasakan saat ini.Aryo hanya menghela napas panjang. “Lalu bagaimana dengan Lestari sendiri? Apa dia bersedia punya suami kere seperti aku ini. Aku nggak bisa menjanjikan apa-apa untuk dia. Ya...hanya gajiku saja sebagai staf keuangan di perusahaan swasta, yang bisa aku berikan untuknya. Tentunya nggak seratus persen, karena aku juga ingin memberi uang untuk kalian. Aku ingin membantu perekonomian orang tua.”Dirjo dan Narti tersenyum mendengar penuturan anak sulung mereka.“Terima kasih kamu sudah punya niat baik untuk kami, Nak. Bapak yakin kalau
Semenjak Aluna menikah dan tinggal bersama dengan sang suami, Aryo tinggal sendiri di rumahnya. Pria itu hanya ditemani oleh asisten rumah tangga, sopir dan penjaga rumahnya. Membuat Aryo merasa kesepian. Kadang kala dia menginap di rumah Andhika. Dia ingin menginap di rumah Aluna maupun Kartika, tapi dirinya merasa sungkan. Aryo lebih nyaman menginap di rumah anak laki-lakinya. Hal itu membuat Aluna maupun Kartika secara bergantian mengunjungi ayah mereka.Seperti hari ini, Kartika datang berkunjung setelah pulang dari bekerja di rumah sakit.“Kenapa kamu masih bekerja, Tika? Apa uang suami kamu nggak cukup untuk biaya hidup kamu?” tanya Aryo ketika mereka sedang berbincang di taman belakang sambil minum teh di sore hari.“Mas Rafli memang sudah berulang kali menyuruhku berhenti bekerja, Pa. Tapi aku keberatan, karena aku masih menikmati pekerjaanku merawat orang-orang di rumah sakit,” sahut Tika kalem.“Kalau begitu, jadilah perawat Papa. Apa kamu masih keberatan juga kalau harus me