Hana berusaha untuk tersenyum, meski dalam hati dia malas melakukannya. Sedangkan Devy, langsung berdiri dan membalas senyuman Hana serta menyalami wanita hamil itu.“Perkenalkan, saya Devy. Saya...mantan kekasih Andhika.” Devy menjawab tanpa malu ketika menyebutkan statusnya yang sebatas mantan.Hana tersenyum lebar sambil mengangkat sebelah alisnya. Dalam hati, dia memuji kepercayaan diri Devy yang berani datang serta menyebutkan statusnya.‘Mantap sekali ini cewek. Cuma mantan saja bangga. Kalau aku sih ogah menyebutkan identitas, kalau hanya sebatas mantan. Atau memang dia ini nggak punya urat malu, ya. Sudah menyakiti Mas Dhika, tapi masih berani menampakkan dirinya di sini dan bangga bilang mantannya Mas Dhika,’ ucap Hana dalam hati.“Oh, mantannya toh. Perkenalkan juga, saya Hana. Istrinya Andhika Barata,” sahut Hana dengan rasa percaya diri.Devy yang tersentak lantas menatap diri Hana dari atas hingga ke bawah.“Ka-kalian sudah menikah? Kapan?” tanya Devy dengan tatapan tak p
“Eh, apa-apaan ini, Dev? Lepas deh! Jangan begini!” seru Andhika dengan tatapan tak suka.Andhika lalu menjauhkan tubuh Devy dari tubuhnya. Dia lalu menghindari Devy dengan cara mundur satu langkah.“Kalau sudah selesai minta maafnya, lebih baik kamu pulang. Jangan mengacau di rumahku!” imbuh Andhika.“Kamu belum maafkan aku, Dhika. Aku tahu kesalahanku sangat besar. Makanya aku saat ini selalu sial.” Devy berkata sambil terisak.Andhika tertawa sambil geleng-geleng kepala. Dia tak mengerti dengan isi kepala Devy. Sekarang minta maaf, karena sepertinya Devy maupun Sakti terkena karma dari perbuatannya.“Dev, hidup adalah pilihan. Kamu jalani saja pilihan hidup kamu. Apa yang kamu rasakan saat ini adalah buah dari yang kamu tanam di masa lalu. Aku sudah maafkan kamu dan Sakti. Jadi pulanglah sekarang. Tenangkan diri kamu. Sudah, jangan bahas masalah yang sudah lewat. Aku sendiri sudah lupa. Sekarang aku fokus dengan rumah tanggaku bersama Hana,” cetus Andhika yang membuat air mata Devy
Aluna mengerutkan keningnya ketika melihat Hana yang kini termenung. Dia lalu mencolek bahu Hana.“Han, kenapa melamun? Sudah, nggak usah dipikirin. Devy itu bibit pelakor. Jadi jangan dikasih celah. Nanti kalau dia bertingkah, aku akan bantu kamu melawannya. Aku paling benci sama yang namanya pelakor, karena mama pernah tersakiti hatinya, gara-gara cewek lain yang jadi orang ketiga di kehidupan rumah tangganya. Makanya aku akan bantu kamu untuk membuat pelajaran pada Devy, kalau dia berani dekati Kak Dhika,” imbuh Aluna, yang membuat Hana semakin merasa tak enak hati.“Kamu tahunya dari mana kalau ada orang ketiga di kehidupan rumah tangga mama dan papa, Lun? Apa mama cerita ke kamu?” tanya Hana mengulang pertanyaannya tadi.Aluna lalu meraih tangan Hana, dan menuntunnya untuk duduk di sofa.“Mama pernah kasih nasihat ke aku, supaya aku jangan terlalu percaya sama suami nantinya. Itu karena mama pernah dikhianati papa saat aku dan Kak Dhika masih kecil. Memang mama nggak punya bukti
Di saat Hana dan Aluna sedang berbincang mengenai masa lalu Aryo, Andhika muncul.“Lun, ada Raka tuh.”“Oh, iya. Aku turun sebentar lagi,” sahut Aluna. Dia lalu mengalihkan tatapannya pada Hana. “Pokoknya kamu tenang saja. Aku akan bantu menghempaskan Devy, kalau dia berusaha masuk ke dalam kehidupan rumah tangga kalian. Aku sangat benci pelakor. Jadi aku akan dengan senang hati membantu kamu nantinya.”Setelah berkata, Aluna beranjak dari sofa dan melenggang menuruni anak tangga. Sedangkan Hana hanya tertegun mengingat ucapan Aluna. Terutama kata tentang pelakor yang Aluna pertegas, kalau dia sangat membenci wanita yang seperti itu. Rupanya Aluna mengalami trauma atas kejadian yang menimpa rumah tangga orang tuanya. Meskipun tak mengetahui secara langsung, tapi Aluna mengetahui dari kabar yang ibunya beri.“Hai, kenapa jadi melamun? Memang tadi sedang ngobrol apa sih dengan Aluna?” tanya Andhika. Dia lalu duduk di sebelah sang istri yang masih terdiam seribu bahasa.Hana sepertinya t
Setelah sepakat dengan adik iparnya, Hana melenggang masuk ke kamar dan menaruh ponsel suaminya di kantung baju hamil. Sebelumnya dia telah menghapus pesan dari Devy. Di kamar ternyata Andhika sudah selesai mandi dan kini sedang berpakaian. Hana mendekati suaminya dan membantu mengancingkan kemeja Andhika.Andhika tersenyum dan mengecup lembut kening istrinya. “Nanti makan siang bareng, ya. Aku nanti akan pesan tempat di restoran dekat kantor. Aku akan pesan tempat di private room. Biar makan siang kita nggak terganggu sama yang lain.”Hana seketika gelagapan mendengar tawaran makan siang dari suaminya. Dia tentu saja tak akan menolak, tapi dia sudah ada janji dengan Aluna untuk memberi pelajaran pada Devy.“Restoran mana, Mas?” tanya Hana memastikan.“Di dekat kantor ya restoran Jepang, Han. Kamu suka juga kan masakan Jepang? Atau di restoran yang dulu kita janjian makan malam?” sahut Andhika.“Tapi, kalau yang itu kan jaraknya lumayan jauh dari kantor Mas. Nanti kamu terlambat sampa
Aluna dan Hana mengulum senyuman ketika Devy pergi sambil bersungut-sungut. Sedangkan Amir tampak kebingungan, menatap hidangan makan siang yang tersaji di atas meja.“Mbak Aluna. Ini saya habiskan semuanya?” tanya Amir dengan menatap hidangan makanan dan Aluna secara bergantian.“Kalau kamu habis, ya habiskan saja. Tapi kalau nggak habis, minta dibungkus saja sama pelayan restorannya ya, Mir. Kamu makan saja yang tenang. Nanti tagihan makanannya biar Kak Dhika yang bayar.” Aluna berkata sambil tertawa.“Lho, kok Pak Dhika yang bayar sih, Mbak? Orangnya saja nggak ada. Bagaimana ini, Mbak?” ucap Amir panik, antara perut lapar dan ingin makan hidangan yang menggugah selera. Tapi, khawatir dengan pembayarannya.“Sudah deh, kamu tenang saja kenapa sih. Sebentar lagi juga orangnya muncul di sini. Kalau nggak muncul, istrinya ada di sini. Dia yang akan bayar,” sahut Aluna masih dengan tawanya.Hana pun terkekeh mendengar ucapan Aluna. Dia baru tahu hari ini sisi lain dari diri Aluna, yang
Hana menatap sang suami dengan tatapan sendu, menunggu jawaban dari Andhika yang masih mengatupkan kedua bibirnya. “Mas,” panggil Hana dengan nada lembut. “Hm.” “Kalau kamu diam saja, berarti kamu juga sama seperti Aluna. Kamu membenci juga ibuku, iya?” ucap Hana dengan kedua mata yang mulai memanas, menahan tangisannya. Andhika menghela napas panjang. Dia menggenggam jemari lentik sang istri, lalu mengangkat jemari itu dan dicium punggung tangannya dengan lembut. Sekian detik Andhika melakukan itu, hingga wajahnya terangkat dan tersenyum ketika tatapannya bertemu dengan tatapan Hana. “Jangan berpikiran seperti itu, Sayang. Aku sudah melupakan masa lalu papa. Setiap orang pasti punya kesalahan dalam hidupnya, termasuk papa juga. Jujur saja kalau aku sangat kecewa dengan papa, dan agak kurang percaya dengan pengakuan papa. Tapi, aku berusaha lapang dada. Aku ambil positifnya saja, kalau papa nggak meninggalkan kami meskipun punya keluarga lain selain kami. Sakit memang, Han. Aku ma
Andhika menatap sang istri dengan tatapan penuh tanya. Sedang yang ditatap hanya tersenyum sambil mengedipkan sebelah matanya. Andhika terkesiap karena baru kali ini Hana bersikap seperti itu. Biasanya dia yang selalu menggoda Hana dengan kedipan matanya. Kini sepertinya Hana telah tertular olehnya. Atau apa ini sisi lain dari istrinya? Apa pun itu, Andhika suka. Tak menunggu lama, wajahnya sudah ia benamkan di ceruk leher jenjang sang istri.“Nanti saja ya, Bu. Aku belum siap kalau sekarang,” sahut Hana.Tampak di layar ponsel, wajah Widya yang kecewa mendengar jawaban anaknya. Wanita paruh baya itu bahkan matanya mulai berkaca-kaca.“Kamu nggak sedang menghindari Ibu kan, Han,” ucap Widya dengan suara tercekat. Jelas sekali kalau Widya tengah menahan tangis saat ini.“Menghindari kenapa, Bu?” tanya Hana pura-pura tak tahu maksud sang ibu.“Karena masa lalu Ibu,” sahut Widya melirih. Dia sontak menundukkan wajahnya, menghindar dari tatapan anaknya.Hana terdiam. Begitu juga dengan An
Andhika dan Hana sontak menoleh ke arah sumber suara. Tampak seorang pria sebaya dengan Andhika kini tengah melangkah serta tersenyum pada Andhika.“Siapa dia, Mas?” bisik Hana.“Dia Sakti. Teman semasa SMA yang berselingkuh dengan Devy,” sahut Andhika datar.Hana hanya manggut-manggut dan memperhatikan perubahan ekspresi sang suami.Rahang Andhika mengeras. Tampak jelas kalau kini dia sedang menahan emosinya. Terbayang masa lalu Sakti bersama dengan Devy yang mengkhianatinya.“Dhika, apa kabar?” sapa sakti ketika dirinya sudah berada di hadapan Andhika.“Kabarku baik, alhamdulillah,” sahut Andhika datar.Sakti yang paham dengan sikap Andhika yang dingin padanya, kini tersenyum canggung.“Aku tahu kamu mau makan malam ke restoran itu. Tapi, bisakah kita bicara sebentar saja. Aku mau...minta maaf padamu,” ucap Sakti agak grogi.Andhika menghela napas panjang. Dia tersenyum samar kala mendengar permintaan maaf yang baru saja Sakti ucapkan. Baru sekarang pria itu minta maaf. Ke mana saja
Aryo lalu mendekati Widya seraya berkata, “Aku akan mencarinya. Aku akan lapor ke polisi. Kamu tenang saja, ya.”“Aku ikut ke kantor polisi, karena aku yang mendapat kabar dari sekolah kalau Tika dijemput oleh seseorang yang mengaku masih keluarga,” sahut Widya setelah dapat menghentikan isak tangisnya. Dia lalu melirik ke arah Wiryo.Aryo yang paham akan lirikan Widya, menoleh pada mertuanya. Dia menatap Wiryo seraya berkata, “Apa Ayah yang menyuruh seseorang untuk menjemput anak kami di sekolahnya?”Wiryo terkekeh mendengar ucapan Aryo. “Buat apa aku melakukan hal itu? Urusanku adalah mengamankan aset perusahaan milik anakku, yang otomatis adalah milik kedua cucuku. Selain itu juga, kamu adalah suami anakku. Jadi aku berusaha untuk mengembalikan posisi kamu seperti semula, sebagai suami Lestari satu-satunya. Jadi setelah kamu menceraikan perempuan ini, dan menyuruhnya pergi dari sini, maka selesai sudah urusanku. Masalah anak kalian, aku sama sekali nggak tahu menahu.”Jawaban Wiryo
Wajah Aryo pun semakin pucat pasi mendengar ancaman dari ayah mertuanya. Dia lalu beranjak dari sofa dan bersimpuh di kaki sang mertua.“Ayah, maafkan aku. Maafkan atas kekhilafanku ini. Aku berjanji akan mengakhiri semua, asalkan jangan usik kehidupan adikku. Aku mohon Ayah,” ucap Aryo memelas.Wiryo tersenyum mendengar permohonan menantunya itu. Dia lalu berdiri karena tak sudi kakinya disentuh oleh pria macam Aryo, yang jelas telah membuatnya kecewa.“Apa kamu pikir aku akan percaya dengan perkataanmu ini, Aryo? Aku bukan orang bodoh yang bisa kamu bohongi untuk kedua kalinya. Kamu mau mengakhiri ini semua, maksudnya mau kamu ceraikan istri simpananmu itu? Apa bisa kamu menceraikannya? Sementara kamu tergila-gila sama dia, iya kan. Kalau kamu nggak tergila-gila, tentu nggak mungkin kamu selingkuh sampai menikahi perempuan itu. Semua yang kamu lakukan itu sudah terlalu jauh, Aryo, dan jujur aku sangat kecewa dan menyesal telah berbaik hati padamu dulu. Jadi salah satunya cara agar k
Sementara itu, Aryo yang tengah berada di apartemen tampak tak tenang. Semenjak kepergiannya dari rumah meninggalkan Lestari yang marah, dan Andhika yang menangis dengan kening yang berdarah, membuat rasa bersalah menyelimuti hati Aryo. Tiba-tiba rasa penyesalan hinggap di hatinya, karena dia tak menuruti permintaan anak sulungnya, anak kesayangannya.‘Dhika maafkan Papa ya, Nak,’ ucap Aryo dalam hati.Aryo memejamkan matanya dan menjambak rambutnya karena kesal pada dirinya sendiri. Ingin dia berteriak sekedar meringankan sesak di hati. Namun, dia tak ingin Widya mengetahui masalahnya.Widya yang baru saja meninabobokan Kartika, tercenung melihat Aryo yang tampak gusar di ruang tengah. Wanita itu melangkah menghampiri sang suami.“Ada apa, Mas?” tanya Widya dengan perlahan.Aryo membuka kelopak mata dan menggelengkan kepalanya. “Nggak ada apa-apa kok, Wid. Aku hanya pusing saja. Aku mau tidur saja sekarang. Mungkin dengan tidur, sakit kepalaku akan hilang.”Tak menunggu jawaban dari
Aryo sedikit tersentak mendengar pengakuan Widya. Namun, tak lama dia pun tersenyum karena sadar apa yang mereka lakukan selama ini akan membuahkan hasil.“Aku akan menikahi kamu. Tapi, aku nggak bisa menikahi kamu secara resmi.”“Lho, kenapa?” tanya Widya bingung. “Kamu ini ngakunya bujangan, Mas. Masak menikahi aku nggak menikah resmi sih? Atau...kamu sudah punya keluarga?”Aryo tampak sedikit gugup. Dia melihat wajah Widya yang menatapnya dengan penuh selidik.“Bu-bukan begitu, Widya. Tapi, aku ada ikatan dinas di kantorku yang melarang karyawannya untuk menikah dulu selama lima tahun. Nanti kalau ikatan dinas itu sudah selesai, aku akan meresmikan pernikahan kita. Jadi nanti kita menikah di Bogor saja, ya. Kalau di Jakarta nanti ada teman-temanku yang tahu. Bisa bahaya untuk karirku,” sahut Aryo berbohong. Tentu saja dia tak mau menikah di Jakarta, karena Lestari atau keluarga yang lainnya yang juga tinggal di Jakarta akan tahu. Aryo tak ingin itu terjadi.“Oh, ya sudah kalau begi
Aryo menghela napas panjang dan geleng-geleng kepala.“Aku nggak akan macam-macam, apalagi selingkuh, Tari,” ucap Aryo serius.“Aku hanya jaga-jaga saja, Mas. Aku lakukan ini demi anak kita. Kalau nanti kamu macam-macam, aku bisa mengambil tindakan tegas. Lalu aku pastikan kalau masa depan anakku juga aman. Aku berkata begini bukan sombong, tapi aku hanya mengambil tindakan yang tepat untuk anakku kelak,” sahut Lestari yang juga serius.Akhirnya pasangan suami istri itu berhasil mendirikan CV Barata yang bergerak di bidang kontraktor kecil-kecilan. Lestari sendiri yang menangani dibantu oleh empat orang karyawan. Sedangkan Aryo masih tetap bekerja sambil mencari klien untuk CV Barata. Bahkan Aryo pun mulai berani ikut tender proyek pendirian sekolah swasta. Proyek itu pun sukses. Dari situlah lambat laun CV Barata mulai dikenal orang. Hingga dua tahun pendirian badan usaha itu yang semula bernama CV Barata, kini berubah menjadi PT. Barata.Usaha mereka pun semakin maju pesat. Omsetnya
Beberapa minggu kemudian, hubungan Aryo dan Lestari semakin akrab. Hal itu diketahui oleh orang tua mereka. Sehingga Wiryo dan Dirjo sepakat untuk segera melangsungkan pernikahan mereka.Aryo dan Lestari hanya menuruti keinginan orang tua mereka. Meskipun belum ada perasaan cinta di hati keduanya, namun kedua insan itu telah berkomitmen untuk saling menyayangi dan menghargai satu sama lain. Mereka juga sepakat akan membina rumah tangga dengan baik, sehingga bisa menjadikan rumah tangga mereka rukun dan tenteram.Lima bulan pasca pernikahan, Lestari telah lulus kuliah dengan predikat terbaik. Selain itu, dia juga telah mengandung anak Aryo. Hal itu tentu saja membuat pasangan suami istri sangat bahagia karena mendapat hadiah yang terindah dari Yang Maha Kuasa.“Alhamdulillah, di saat aku telah lulus kuliah, aku hamil,” ucap Lestari suatu malam ketika dia dan Aryo sudah berada di peraduan.“Iya, Tari. Aku sangat bahagia sekali. Kamu jaga ya kandungan kamu ini. Biar bayi kita tumbuh deng
Aryo hanya diam. Dia bingung dengan jawaban yang harus dia berikan pada kedua orang tuanya. Dia ingin menolak, tapi tak mau mengecewakan orang tuanya. Kalau dia menerima, itu bertentangan dengan hati nuraninya.“Nak, cinta itu bisa tumbuh setelah tinggal bersama nanti setelah kalian menikah. Dulu Bapak dan Ibu juga menikah tanpa adanya cinta. Tapi, pernikahan kami langgeng sampai sekarang,” ucap Narti-sang ibu, seolah tahu dilema yang Aryo rasakan saat ini.Aryo hanya menghela napas panjang. “Lalu bagaimana dengan Lestari sendiri? Apa dia bersedia punya suami kere seperti aku ini. Aku nggak bisa menjanjikan apa-apa untuk dia. Ya...hanya gajiku saja sebagai staf keuangan di perusahaan swasta, yang bisa aku berikan untuknya. Tentunya nggak seratus persen, karena aku juga ingin memberi uang untuk kalian. Aku ingin membantu perekonomian orang tua.”Dirjo dan Narti tersenyum mendengar penuturan anak sulung mereka.“Terima kasih kamu sudah punya niat baik untuk kami, Nak. Bapak yakin kalau
Semenjak Aluna menikah dan tinggal bersama dengan sang suami, Aryo tinggal sendiri di rumahnya. Pria itu hanya ditemani oleh asisten rumah tangga, sopir dan penjaga rumahnya. Membuat Aryo merasa kesepian. Kadang kala dia menginap di rumah Andhika. Dia ingin menginap di rumah Aluna maupun Kartika, tapi dirinya merasa sungkan. Aryo lebih nyaman menginap di rumah anak laki-lakinya. Hal itu membuat Aluna maupun Kartika secara bergantian mengunjungi ayah mereka.Seperti hari ini, Kartika datang berkunjung setelah pulang dari bekerja di rumah sakit.“Kenapa kamu masih bekerja, Tika? Apa uang suami kamu nggak cukup untuk biaya hidup kamu?” tanya Aryo ketika mereka sedang berbincang di taman belakang sambil minum teh di sore hari.“Mas Rafli memang sudah berulang kali menyuruhku berhenti bekerja, Pa. Tapi aku keberatan, karena aku masih menikmati pekerjaanku merawat orang-orang di rumah sakit,” sahut Tika kalem.“Kalau begitu, jadilah perawat Papa. Apa kamu masih keberatan juga kalau harus me