Ayam jago peliharaan Dodot mulai berkokok sebelum hari terlalu terang. Rumah pria berambut kriting itu kebetulan berada tepat di sebelah rumah Abdu. Tanah tempat Abdu membangun rumah, didapat dari sahabatnya itu sendiri. Ketika dulu Abdu menyendiri dan merenungi segala kesalahannya, Dodot menawarkan sebidang tanah dan jadilah Abdu membeli dan membangun rumah di sini.
Freya mengeliat, merenggangkan kedua tangan dan kakinya. Matanya mengerjap-ngerjap berusaha menerima cahaya dari lampu kamar. Seperti kebiasaan, Taksa tidak bisa tidur dalam kegelapan. Takut katanya, sehingga Freya menyalakan lampu kamar sepanjang malam.Dia menoleh ke samping, memindai wajah Taksa yang masih tertidur pulas. Dia tersenyum pada bocah itu. Wajahnya perpaduan antara Gauri dan Abdu. Namun, rambut dan kulit tubuhnya persis seperti ayahnya.Perlahan Freya membelai rambut bocah itu. Terlihat pergerakan pelan, tetapi Taksa tidak bangun, hanya berpindah posisi saja.Tak ingin membanguAbdu pulang ke rumah tepat ketika Taksa baru saja memejamkan matanya untuk tidur siang. Lelaki itu terlihat letih. Wajahnya lusuh, rambut serta pakaiannya tidak lagi rapi. Meski begitu, dia tetap memberikan senyuman termanis untuk kekasihnya yang menyambut seraya membuka pintu ruang tamu."Mana Taksa?""Barusan tidur siang, Kak."Abdu melangkah ke sofa lantas duduk. Dia membuka sepatu dan melepas kaos kaki. Menanggalkan jaket, lalu mengempaskan punggungnya ke sandaran sofa. Kelopak matanya tertutup rapat.Sesungguhnya Freya sejak tadi ingin mengungkapkan kejadian yang mengganggu pikirannya. Namun, jika melihat Abdu letih begini, ya ... dia tentu tidak berani.Freya kembali menelan ucapan yang sudah berada di ujung lidahnya. Lebih baik menunggu waktu yang tepat, hingga Abdu dalam keadaan segar bugar dan pikiran yang tenang."Mandi dulu sana, habis itu makan, Kak, lalu lanjut tidur." Freya masih berdiri sembari memberi instruksi. Ketika dia be
Sedan yang dikendarai Abdu melaju tidak terlalu kencang. Bersama Taksa serta Freya, dia menuju bandara untuk menjemput kepulangan Gauri dan Ali dari berbulan madu.Hanya suara musik game yang berasal dari ponsel di genggaman Taksa yang memecah kesunyian di antara mereka. Freya dan Abdu sama-sama membisu. Pikiran mereka tak luput dari kejadian tak enak yang menimpa Taksa kemarin. Hanya saja, mereka tidak tahu isi benak masing-masing.Freya pikir, mungkin Abdu sedang tidak ingin berbicara panjang lebar. Bisa jadi pria itu memikirkan masalah dalam pekerjaan atau hal lainnya. Freya tidak ingin terlalu banyak ikut campur jika tidak dimintai pendapat oleh Abdu sendiri.Sedang Abdu, dia juga tak bisa menebak apa yang akan Freya lakukan. Selamanya menyembunyikan fakta tersebut atau mendiskusikannya hanya dengan Gauri saja. Ah, dia memang tidak pandai menebak isi hati dan pikiran para wanita.Oleh karena jarak bandara dan rumah tidak terlalu jauh, mereka bertiga t
"Eh, ada Taksa ...!"Kedatangan mereka berlima disambut ramah oleh ibunya Ali, terlebih pada Taksa. Wanita berusia lebih dari setengah abad itu merentangkan tangan hendak memeluk bocah lelaki yang menatap ragu.Ibunya Ali seolah tidak peduli. Dia merengkuh Taksa ke dalam pelukannya, bahkan bersusah payah menunduk.Freya melirik berkali-kali pada Abdu yang diam-diam tersenyum sinis. Meski tidak kentara, tapi Freya hapal betul senyum tipis lelaki itu."Ini oleh-oleh buat Mama." Gauri menyerahkan bungkusan besar untuk ibunya Ali.Wanita itu melepaskan pelukan, lalu menerima bungkusan berwarna cokelat yang dikemas rapi. "Seharusnya nggak usah repot-repot, Nak. Apa ini?" Ibunya Ali sedikit mengintip dari celah bungkusan yang memang tidak tertutup rapat."Baju, Ma. Abis ... kita di sana nggak sempat jalan-jalan. Ali sibuk dengan pekerjaannya."Tangan kanan ibunya Ali mengibas. "Nggak apa-apa. Mama harap maklum, kok. Udah, yuk, pada masuk. J
Matahari berada tepat di pucuk kepala, ketika Freya baru saja menurunkan standar motor metiknya di parkiran kafe, di mana tempat dia dan Gauri membikin janji temu.Meski pandangannya masih tertutup kaca helm gelap, tetapi dia bisa melihat sosok Gauri dan Taksa yang sedang duduk di bangku sudut kafe.Bergegas Freya melepaskan sarung tangan, menyatukan kedua benda lembut nan tebal itu menjadi sebuah gumpalan, lantas dia selipkan ke dasboar motornya. Lalu dia mencopot helm, menyimpannya di bawah jok. Sejenak dia memandangi wajahnya dari pantulan kaca spion, merapikan anak rambut yang lepek akibat helm dan keringatnya sendiri.Merasa kehadirannya sudah diketahui oleh Taksa yang melambai-lambai dari balik kaca kafe, Freya menyambar tas jinjing dan melangkah ke dalam kafe. Ucapan selamat datang dia terima dari pelayan yang berdiri di sebelah pintu. Tak kalah ramah, dia membalasnya dengan anggukan."Kenapa harus jam segini, sih?" Freya sedikit menggerutu sembari
Dengan tekad yang kuat, hari ini juga Gauri ingin memberitahukan segala kegundahannya pada Ali. Namun, seperti tidak punya banyak keberanian, dia ingin Freya turut serta menemaninya sekaligus sebagai saksi, bahwa pada hari itu ibunya Ali telah memperlakukan Taksa dengan tidak menyenangkan hati.Sesungguhnya Freya sendiri merasa tidak enak, seperti memakan buah simalakama. Di satu sisi dia ingin membantu, tapi di sisi lain dia tidak ingin terlalu jauh mencampuri urusan rumah tangga orang lain sebagaimana yang selalu diwanti-wanti ibunya sejak lalu-lalu. Namun, bila dia tidak angkat bicara, kasihan Gauri. Pasti perempuan itu akan dicap memfitnah mertuanya sendiri tanpa adanya bukti.Selepas menghabiskan menu hidangan kafe, mereka bertiga menuju rumah Gauri yang lama, yang dulunya ditinggali semasa Gauri masih menjalin hubungan bersama Abdu. Semenjak dia menikah, rumah itu kini kosong. Pemiliknya sesekali datang hanya untuk membersihkan debu dan juga sarang laba-laba yang
Keheningan menyelingkupi tatkala empat orang dewasa berbeda karakter dan jenis kelamin, duduk di sofa ruang tamu yang berhias gorden tinggi berwarna silver mengilat.Abdu dengan sikap tak acuh, tetapi dia siap mendengarkan dan meluruskan perkara jika dirasa perlu. Meski sedari awal dia masa bodoh dengan apa yang terjadi saat ini.Freya sendiri, bergerak-gerak gelisah di sebelah kekasihnya. Rasanya duduknya sungguh tidak nyaman, serba salah. Dia berharap Ali menerima dengan kepala dingin, semua ucapan yang dia lontarkan apa pun nanti.Sedang Gauri, berulang kali dia menghela napas berat. Sesekali melirik ke arah Ali yang sejak tadi juga terdiam, menunggu penyebab kenapa dia harus meninggalkan pekerjaannya yang penting dan berkumpul di sini."Ini sebenarnya kenapa, sih? Kalian menyimpan sesuatu dariku, ya?"Pertanyaan tepat sasaran yang barusan dilontarkan Ali, membuat tiga orang yang lainnya saling lempar pandang."Nah, betul, kan, tebakanku.
Seunit mobil sport berwarna silver melaju sangat kencang membelah jalan aspal hitam. Ketika memasuki jalur yang sedikit merayap, pengemudinya membunyikan klakson tiada henti. Pria berhidung mancung, berwajah kearaban itu tidak sabar dan ingin secepatnya tiba di tempat tujuan, rumah ibunya.Aksinya itu menarik beragam reaksi: seorang pedagang asongan yang terkaget-kaget, mengalihkan perhatian seorang tukang ojek online yang tadinya fokus pada ponsel di tangan, seorang sopir angkot yang mengerutu tak karuan sebab dia baru saja terpejam sembari menanti penumpang.Bagaimana tidak, Ali mengendarai mobilnya secara ugal-ugalan. Jika saja di sebelahnya ada Gauri, tentu lengan Ali sudah habis kena cubit maupun pukulan yang dibarengi oleh omelan tiada henti.Sayangnya Ali sekarang hanya sendirian, sedangkan istrinya masih menenangkan diri di rumahnya sendiri. Yap, Gauri butuh itu setelah mengalami perlakuan yang sangat menyayat hati dari mama mertuanya.Lampu lalu
Freya sedang menonton televisi di ruang tengah bersama ibunya. Sejak tadi dia menjawab pertanyaan ibunya yang berulang-ulang. Mengapa ibunya Ali menjadi jahat? Mengapa Gauri masih mau menikahi Ali jika sejak awal mendapat perlakuan yang tidak adil? Mengapa, mengapa, dan mengapa?Dengan sabar Freya menjawab segala tanya. Untuk menjelaskan kenapa perempuan itu pulang terlambat dan diantar oleh Abdu, tentu dia harus menjelaskannya secara detail. Freya tidak terbiasa berbohong, makanya dia menceritakan segalanya pada ibunya."Takdir itu memang rumit," kata Ibu pada akhirnya. "Kau pun dengan Abdu rumit sekali. Entah gimana kau ke depan nanti. Menjadi jodoh kah atau sebaliknya?"Omongan Ibu ada benarnya. Hubungan Freya dengan Abdu tak kalah rumitnya, tak jauh beda dengan Gauri."Sebenarnya ... kak Abdu udah melamar Fre, Bu. Dia ingin kami menikah secepatnya." Akhirnya dia berani juga memberitahukan hal ini pada Ibu.Sontak Ibu menoleh, mengalihkan pandan
Suasana bandara ramai seperti biasa. Di antara orang-orang yang berlalu lalang mengejar waktu keberangkatan pesawat mereka, ada sepasang pengantin baru yang berjalan santai ke arah konter check-in keberangkatan.Akan tetapi, ada yang berbeda pada wajah Freya. Dia tidak semringah seperti ketika hendak jalan-jalan atau ke tempat-tempat baru seperti sebelum-sebelumnya. Bibirnya mencebik, raut wajahnya masam, berulang kali dia menggerutu sejak tadi."Mereka yang kasih tiket perjalanan ini sebagai kado pernikahan, eh, malah mereka gak ada kabar. Gimana, sih, padahal gak ada salahnya, kan, cuma nganterin ke bandara doang?"Abdu tersenyum geli sekaligus geleng-geleng kepala mendengarkan gerutuan istrinya. Dia mengecup pelan kepala Freya sembari menepuk-nepuk pundaknya berbalut gemas."Mungkin mereka sibuk, Yank. Kan Gauri lagi ngidam, lagi mabuk-mabuknya. Bisa jadi Ali juga lagi sibuk urus pekerjaan di kantor. Jadi mereka gak sempat antar kita hari ini."
Puluhan unit tenda terbentang luas memenuhi halaman rumah Freya. Bunga-bunga nan harum dan berwarna-warni ditata sedemikian rupa di tiap sudut: tenda, meja prasmanan, ruang tamu sebagai tempat ijab kabul. Kain-kain serta hiasan yang tergelar bernuansa nilakandi dan abu-abu, warna kesukaan Freya, menjadi tema utama.Di kamarnya, teman dan kerabat terdekat berkerumun, mengobrol bahkan memerhatikan gadis itu yang sedang dihiasi jari-jarinya menggunakan inai instans.Gauri juga berada di sana. Freya memintanya untuk datang, sebab malam ini akan diadakan doa selamat agar acara yang berlangsung esok hari berjalan dengan lancar."Kamu deg-deg'an, gak?" Gauri berbisik di dekatnya.Freya tersipu. "Ya, jelas dong. Duh!" Dia mengembuskan napas panjang. Sebenarnya bukan sejak itu saja, tetapi sedari ketika Freya menerima lamaran Abdu, kekasihnya itu."Santai aja, kan, bukan yang pertama." Gauri terkikik."Ya, kan, beda, Gauri." Freya memutar bola matany
Ali mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh. Dia sedang mengejar waktu sebab waktu yang dia punya, sungguh terbatas.Berulang kali dia mengerutu atau menekan klakson tak henti-henti ketika ada pengendara lain yang menghalangi jalannya.Ali sangat menyesali keputusannya yang datang terlambat. Andai saja sedari awal dia tidak plin-plan dan menolak semua ajakan-ajakan Lena. Setelah dia berbincang cukup lama dengan Abdu, barulah Ali menyadari, perasaan ragu yang sempat datang ketika bertemu Lena ialah bersifat sementara."Itu cuma rasa penasaranmu aja, Li. Karena kamu dulu menyukai Lena dan gak pernah menjalin hubungan dengannya. Kamu akan sadar mencintai siapa bila orang tersebut pergi meninggalkanmu. Kamu akan merasa baik-baik aja atau nelangsa."Sekarang, itu lah yang Ali rasakan, nelangsa. Ketika Freya datang ke kantornya membawa kabar bahwa Gauri akan pergi meninggalkannya, pikirannya seketika kalut. Hatinya gelisah. Ali sedang tidak baik-baik saja.
Freya menurunkan standar motor metic-nya di parkiran sebuah kantor berlantai tiga. Gadis berkulit putih itu menyimpan jaket dan helm ke jok motor, sebelum melangkah ke lobi untuk bertanya ke meja resepsionis.Kakinya tanpa ragu melangkah, terbalut rasa geram dan amarah. Sejak mengetahui bahwa Gauri hamil, Freya tidak bisa untuk diam saja. Rasanya merupakan perbuatan zholim jika mengetahui kebenaran tetapi malah tidak melakukan tindakan apa-apa.Freya pun kali ini tidak peduli jika aksinya bakal berujung dengan kemarahan Abdu. Itu urusan nanti saja, yang penting saat ini dia harus segera menemui Ali dan menyampaikan fakta yang sebenarnya.Berdasarkan keterangan dari resepsionis, Ali sedang berada di kantornya. Kebetulan pula dia baru selesai menghadiri rapat. Sebelum petugas resepsionis melarangnya ke kantor Ali, Freya setengah berlari menuju lift yang hendak tertutup.Gadis itu berhasil masuk, meski mendapat sorot tatapan tajam dari beberapa orang yang te
Ali pulang ke rumah tepat ketika jam dinding menunjuk ke angka tengah malam. Gauri sengaja menunggunya di ruang tengah sembari menonton televisi."Kamu belum tidur?" Ali hendak melangkah ke kamar, tetapi ucapan Gauri menghentikan langkahnya."Bisa bicara sebentar, Mas?" Suaranya datar, tetapi senyuman tipis tak lepas dari bibir Gauri.Ali menurut saja tanpa berkomentar apa-apa. Wajahnya kelihatan kusam dan letih, seperti habis bepergian seharian penuh."Mas seharian bersama Lena, kan?" Gauri tidak ingin basa-basi yang menurutnya sangat membuang-buang waktu dan itu memuakkan jika dilakukan di saat hatinya sedang remuk redam."Ya, maaf, aku gak kasih tau." Ali menghela napas. "Tadi dia memintaku mengantarkannya membeli sesuatu. Barang yang dia cari, susah ditemui. Itu sebabnya sampai malam aku baru pulang."Gauri manggut-manggut, mencoba memahami. "Saking sibuknya, sampai-sampai Mas gak bisa lagi kasih kabar via chat atau telepon ke aku, ya? P
Suasana vila menjadi aneh. Sebab perubahan sikap Gauri dan juga Ali terjadi secara bersamaan. Seharusnya masalah yang menerpa mereka, dibicarakan berdua, tetapi didiamkan saja tanpa adanya jalan keluar.Di sisi Gauri, dia ingin kejelasan, tentang apa hubungan yang terjadi antara suaminya dengan Lena. Mengapa sikapnya tunduk saja ketika ditarik kala di pesta itu, bukankah seharusnya saat itu Ali menemani Gauri, bukannya malah menghilang, malah kepergok tengah berciuman. Meski saat itu Ali tidak tahu, bahwa aksinya sedang dilihat oleh istrinya sendiri.Di sisi Ali, pikirannya dipenuhi peristiwa itu, tentang Lena yang menciumnya secara tiba-tiba. Rasa yang dulu telah terkubur dalam, kini seperti berontak dan menggelitik dadanya. Ali sebenarnya sadar diri bahwa Gauri mencurigai sesuatu, tetapi pria itu lebih memilih untuk diam. Dia kehabisan tenaga untuk berdebat. Dia sedang tidak ingin bertengkar dan malah nanti Lena menjadi pelariannya saja.Sehabis sarapan, merek
Selesai berdansa, Abdu mencari-cari keberadaan Taksa dan juga Gauri. Berulang kali dia berusaha menghubungi ponsel Gauri, tetapi sama sekali tidak ada sahutan.Setelah berkeliling, Abdu mendapati Ali yang tengah duduk melamun di teras vila. "Ali, kamu sendirian? Mana Taksa? Gauri?"Ali mengerutkan dahi. "Mereka gak bersamaku sejak tadi. Dari tadi aku sendirian di sini.""Apa mereka balik ke vila, ya?" Freya menduga. "Kalau gitu, aku cek ke sana dulu, ya, Kak." Gadis itu bergegas pulang. Tubuhnya pun dirasa penat sehabis berdansa dan bermain seharian sejak pagi. Mencari Gauri ke vila sewaan mereka bisa dijadikan alasan untuk melarikan diri dari sana.Freya pun agak kesal. Dia datang ke pesta tersebut, tapi seperti orang asing saja. Tidak ada sesiapa pun yang menyapa. Tidak ibunya Ali, atau Ali sendiri. Freya sudah punya firasat tak baik. Mungkinkah Gauri lebih memilih pulang ketimbang merasakan hal tak enak yang sama seperti dia rasakan?Setiba di v
Mereka berlima termasuk Taksa berjalan kaki menuju vila sewaan ibunya Ali. Tempat itu tidak terlalu jauh jaraknya, hanya terpisah tiga vila saja.Vila yang disewa ibunya Ali untuk mengadakan pesta ukurannya lebih luas. Halamannya pun luas, bisa menampung sekitar lima puluh orang tamu yang hadir.Tampaknya ibunya Ali niat sekali untuk mengadakan pesta. Cukup terlihat dari dekorasi yang apik, bunga-bunga segar yang menghiasi tiap sudut halaman, dan juga menu makanan yang terhidang terkesan makanan mahal serta mewah.Pihak pengelola vila ternyata juga menyediakan segala perlengkapan jika tamunya hendak mengadakan pesta. Gauri melihat pelayan yang mondar-mandir membawakan minuman atau pun di bagian bersih-bersih memakai seragam hitam-hitam berlabel nama perusahan pengelola vila tersebut."Ali!" Dari sudut halaman, terdengar suara perempuan memanggil. Sontak Ali menoleh ke arah Lena yang berjalan anggun mendekatinya.Gaun malam yang dikenakannya, berwar
Ibunya Ali tanpa permisi langsung masuk melangkahkan kaki ke dalam ruangan di mana mereka masih terdiam dan menatap heran. Disusul Magdalena yang berjalan anggun, mengekor di belakangnya. Gadis itu tersenyum manis pada siapa saja yang memandangnya."Kamu gak tau, ya? Mama lagi ajak Lena jalan-jalan. Dia pengin sekali menikmati suasana yang segar dan hijau-hijau. Ya sudah. Mama ajak aja dia ke sini. Mama direkomendasiin temen Mama. Katanya tempat ini lagi viral di I*, kan." Ibunya Ali terus nyerocos tak henti-henti. "Kalau Mama tau kamu juga ke sini, pasti Mama bakal minta jemput dan nebeng mobilmu aja, Li."Tak ada jawaban. Suasana menjadi canggung. Apalagi Ali menjadi pendiam, tidak banyak bunyi. Gauri sungguh penasaran, siapakah gadis itu yang membuat suaminya menjadi salah tingkah dan gugup seketika."Taksa udah makannya?" Suara Abdu mengenyahkan atmosfer yang aneh di antara mereka.Taksa yang baru saja meneguk habis susunya, lantas mengangguk. "Sudah,