POV Freya
"Tarik napas, ya, Mbak," ujar seorang perawat yang menusukkan jarum ke kulit tangan kiriku. Meski takut jarum, aku tak peduli. Aku menarik napas panjang dan membuangnya perlahan. Kualihkan wajah ke sisi kanan di mana Gauri duduk di sebelah, menepuk-nepuk lenganku pelan.Orang yang kucintai dan namanya selalu terukir di dalam hatiku, kini sedang sekarat. Penyebabnya adalah setelah mencoba menyelamatkanku, bahkan abai terhadap keselamatannya sendiri.Sejak awal aku bertekad akan menjaga jarak dengannya. Sebab bagiku Mas Abdu adalah masa lalu dan aku harus belajar melupakannya meski butuh waktu yang lama. Apalagi setelah tau dia sudah menikah dengan Gauri, temanku sendiri.Meski mereka telah berpisah pun aku tak berniat sama sekali untuk kembali pada Mas Abdu. Aku tak mau orang-orang bilang bahwa aku lah penyebab perceraian mereka. Aku lelah disangkut pauti lagi dengan luka lama. Namun, pertahananku runtuh setelah melihat Mas Abdu tergeletak bersimAku turut senang mendengar kondisi Mas Abdu yang kian membaik. Dengan tulus juga ku merasa bahagia, melihat hubungan mantan suamiku itu dengan Freya berjalan mulus sesuai dengan rencanaku. Meski bukan aku yang membuat mereka bersatu, melainkan campur tangan Tuhan melalui kecelakaan itu.Saat ini polisi sedang menyelidiki siapa pelaku penabrak Mas Abdu. Bermodalkan rekaman CCTV parkiran mal, pihak kepolisan pun masih memburu pelakunya.Pelaku tersebut cukup cerdik. Dia sama sekali tidak menampakan wajahnya. Mobil yang dia kendarai pun mobil hasil rental. Polisi sudah menginterogasi pemilik mobil tersebut. Hanya satu info yang polisi dapatkan bahwa penyewa mobil itu seorang wanita.Yang amat disayangkan, pemilik mobil tidak memegang alamat lengkap pelaku. Sebenarnya salah satu syarat menyewakan mobil rentalan itu ialah foto kopi KTP. Namun, oleh sebab si pelaku beralasan tidak membawa KTP dan siap membayar lebih, si pemilik mobil begitu saja memberi kunci kepada w
Wulan perlahan melangkah mundur, menyeret Freya ke luar masih dengan posisi yang sama. Matanya awas menatap kami satu-persatu.Tanpa dia sadari, Dodot berjingkat di belakangnya, memberi kode pada kami dengan cara meletakkan telunjuk di depan bibir. Sekali pukul, Dodot berhasil membuat pisau di tangan Wulan lepas terpelanting. Terdengar pekikan keras darinya.Tanpa dikomando, Ali dan Mas Abdu bergerak cepat. Ali dengan sigap langsung membekuk Wulan yang masih memegangi bahu kanannya. Tampak dia meringis kesakitan.Mas Abdu menarik Freya, menjauhi wanita gila itu. Laila pun dengan cekatan membawa Taksa ke ruangan dalam.Aku mendekati Freya, menuntunnya duduk ke kursi sofa. Mas Abdu bergegas ke dalam, lalu kembali cepat dengan sekotak peralatan P3K. Untungnya luka Freya tidak dalam. Hanya tergores, tetapi bisa diatasi dengan obat merah dan perban saja."Biar aku aja, Mas. Mas urus aja perempuan gila itu," ujarku meraih tangan Freya.Mas Abdu me
Suara kokok ayam jago terdengar bersahut-sahutan dari arah pekarangan belakang rumah Abdu. Freya mengeliat. Masih terpejam, dia regangkan kedua tangan ke atas sejajar dengan bahu. Tak sengaja jemarinya menyentuh Gauri yang masih terlelap.Freya tersentak. Kelopaknya terbuka. Dia menatap sekeliling, mencoba mengingat di mana dia dan Gauri berada. Seketika dia teringat, dia sedang berada di kamar Abdu. Semalam mereka menghabiskan waktu bercengkerama hingga dini hari.Selain untuk merayakan kepulangan Abdu dari rumah sakit, mereka sekaligus mengadakan pesta kecil-kecilan karena semalam Ali telah melamar Gauri.Namun, kejadian tak diduga juga terjadi. Wulan menggila dan membabi buta menyerang Freya. Dia pandangi perban di tangan kiri, luka yang tertutup plaster karena sayatan pisau perempuan licik itu.Syukurlah Wulan sudah dibekuk polisi dan mendekam di balik jeruji. Dia akan menanggung semua akibat ulahnya sendiri.Freya bangkit duduk, berjalan menge
Jemari lentik Freya mengaduk isi dalam gelas. Sesekali terdengar helaan napasnya yang panjang. Nampak sekali pikirannya lagi digelayuti beban yang berat. Sama sekali tak ada senyuman menghiasi wajahnya yang putih mulus.Aksinya tak luput dari perhatian Gauri. Perempuan itu bertopang sebelah tangan, sedang tangan yang lain, jemarinya mengetuk-ngetuk permukaan meja kafe di mana dia dan Freya janjian untuk bertemu.Taksa juga ada bersama mereka. Bocah itu duduk di sebelah mamanya sembari bermain game pada ponsel."Maaf, ya, aku melarang kalian ke rumah. Suasananya lagi nggak enak." Freya memberi raut sedih."Masalah Ibu dengan mas Abdu, ya?" Gauri menerka. Oleh sebab pernah mendengar cerita masa lalu Abdu dan Freya, membuat Gauri dengan mudahnya bisa menebak perkara yang sedang terjadi.Sekali lagi perempuan itu menghela napas berat. "Iya. Untungnya kak Abdu nggak ambil hati. Aku bingung harus gimana."Jemari Gauri berpindah, mmenarik, lalu men
Sudah tiga hari Freya mengunci mulut dan mengunci diri di kamar yang gelap. Dia menolak makan juga tak mau berbicara pada ibunya. Sungguh rasanya dia telah kehilangan muka karena ibunya bertindak tak semestinya di depan Abdu bahkan di tempat umum.Pandangannya jauh menerawang menembus ambang jendela hingga ke langit biru. Semangatnya luruh bersama kebahagiaannya yang hilang seketika.Terdengar ketukan pada pintu kamarnya. "Ibu letakkan makananmu di depan pintu. Terserah jika kau nggak mau makan. Ibu nggak akan peduli." Kemudian hening. Freya pun bergeming.Namun, kepalanya tiba-tiba pusing. Pandangannya menjadi gelap. Dia pun ambruk ke atas ranjangnya. Pingsan karena kelelahan dan juga dehidrasi.***Di tempat yang berbeda, Gauri dan Ali menggelar resepsi. Tidak terlalu megah, namun tamu yang hadir cukup banyak hingga memenuhi tiap kursi yang terpajang.Gauri meski hari ini dia merasa bahagia karena akhirnya sudah sah menyandang sebagai istr
Suasana bising melingkupi setiap sudut bandara. Semua orang berbeda postur dan warna kulit, tergesa-gesa mengejar waktu sembari menyeret-nyeret koper mereka. Ada juga yang menenteng tas jinjing serta kardus-kardus.Tak jauh dari pintu keberangkatan, Gauri sedang memeluk Taksa. Beberapa kali dia mengusap kepala anak semata wayangnya itu. Agak berat baginya untuk meninggalkan bocah itu. Apalagi ini merupakan kali pertama Gauri melakukan perjalanan jauh tanpa Taksa."Kamu baik-baik sama Papa, ya? Jangan nakal. Nanti kalau Mama udah tiba di sana, Mama langsung telepon Taksa."Anak kelas dua Sekolah Dasar itu mengangguk. Apa yang ibunya rasakan, dia tentu tidak tahu. Berbeda dengannya, Taksa malah senang sekali bisa menginap di rumah ayahnya, Abdu. Sebab jika bersama Abdu, dia sedikit merasakan kebebasan. Bisa main game sepuasnya, bebas tidur larut malam bila esoknya libur sekolah."Sebentar lagi pesawat kita akan berangkat. Ayo!" Ali mengingatkan setelah meli
Jam dinding berbentuk bulat berwarna hitam pekat dengan dihiasi warna putih pada angka dan jarumnya, menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Biasanya Abdu di waktu seperti ini sudah rebahan di kamar miliknya. Namun karena sedang bersama Taksa, mau tidak mau dia menemani putranya itu menonton TV di ruang tengah.Acara kartun kesukaan Taksa akan berakhir setengah jam lagi. Sembari menemani, dia sedari tadi berbalas pesan dengan Freya via aplikasi W******p.[Taksa belum juga tidur? Dia nggak ngantuk apa, Kak?] Pesan Freya baru saja masuk.Seraya menyandarkan kepala ke kursi sofa merah marun, Abdu mengetik pesan balasan. Kedua kakinya bersandar pada kursi plastik lipat berwarna putih.[Enggak kayaknya. Biarin aja. Nanti jam 9 acaranya juga habis.]Pesan yang baru dikirimkan, terlihat sudah dibaca Freya. Akan tetapi, tak terlihat tanda-tanda perempuan itu mengetik balasan.Abdu melirik pada Taksa yang menguap. "Itu udah ngantuk, kita tidur sek
Ayam jago peliharaan Dodot mulai berkokok sebelum hari terlalu terang. Rumah pria berambut kriting itu kebetulan berada tepat di sebelah rumah Abdu. Tanah tempat Abdu membangun rumah, didapat dari sahabatnya itu sendiri. Ketika dulu Abdu menyendiri dan merenungi segala kesalahannya, Dodot menawarkan sebidang tanah dan jadilah Abdu membeli dan membangun rumah di sini.Freya mengeliat, merenggangkan kedua tangan dan kakinya. Matanya mengerjap-ngerjap berusaha menerima cahaya dari lampu kamar. Seperti kebiasaan, Taksa tidak bisa tidur dalam kegelapan. Takut katanya, sehingga Freya menyalakan lampu kamar sepanjang malam.Dia menoleh ke samping, memindai wajah Taksa yang masih tertidur pulas. Dia tersenyum pada bocah itu. Wajahnya perpaduan antara Gauri dan Abdu. Namun, rambut dan kulit tubuhnya persis seperti ayahnya.Perlahan Freya membelai rambut bocah itu. Terlihat pergerakan pelan, tetapi Taksa tidak bangun, hanya berpindah posisi saja.Tak ingin membangu
Suasana bandara ramai seperti biasa. Di antara orang-orang yang berlalu lalang mengejar waktu keberangkatan pesawat mereka, ada sepasang pengantin baru yang berjalan santai ke arah konter check-in keberangkatan.Akan tetapi, ada yang berbeda pada wajah Freya. Dia tidak semringah seperti ketika hendak jalan-jalan atau ke tempat-tempat baru seperti sebelum-sebelumnya. Bibirnya mencebik, raut wajahnya masam, berulang kali dia menggerutu sejak tadi."Mereka yang kasih tiket perjalanan ini sebagai kado pernikahan, eh, malah mereka gak ada kabar. Gimana, sih, padahal gak ada salahnya, kan, cuma nganterin ke bandara doang?"Abdu tersenyum geli sekaligus geleng-geleng kepala mendengarkan gerutuan istrinya. Dia mengecup pelan kepala Freya sembari menepuk-nepuk pundaknya berbalut gemas."Mungkin mereka sibuk, Yank. Kan Gauri lagi ngidam, lagi mabuk-mabuknya. Bisa jadi Ali juga lagi sibuk urus pekerjaan di kantor. Jadi mereka gak sempat antar kita hari ini."
Puluhan unit tenda terbentang luas memenuhi halaman rumah Freya. Bunga-bunga nan harum dan berwarna-warni ditata sedemikian rupa di tiap sudut: tenda, meja prasmanan, ruang tamu sebagai tempat ijab kabul. Kain-kain serta hiasan yang tergelar bernuansa nilakandi dan abu-abu, warna kesukaan Freya, menjadi tema utama.Di kamarnya, teman dan kerabat terdekat berkerumun, mengobrol bahkan memerhatikan gadis itu yang sedang dihiasi jari-jarinya menggunakan inai instans.Gauri juga berada di sana. Freya memintanya untuk datang, sebab malam ini akan diadakan doa selamat agar acara yang berlangsung esok hari berjalan dengan lancar."Kamu deg-deg'an, gak?" Gauri berbisik di dekatnya.Freya tersipu. "Ya, jelas dong. Duh!" Dia mengembuskan napas panjang. Sebenarnya bukan sejak itu saja, tetapi sedari ketika Freya menerima lamaran Abdu, kekasihnya itu."Santai aja, kan, bukan yang pertama." Gauri terkikik."Ya, kan, beda, Gauri." Freya memutar bola matany
Ali mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh. Dia sedang mengejar waktu sebab waktu yang dia punya, sungguh terbatas.Berulang kali dia mengerutu atau menekan klakson tak henti-henti ketika ada pengendara lain yang menghalangi jalannya.Ali sangat menyesali keputusannya yang datang terlambat. Andai saja sedari awal dia tidak plin-plan dan menolak semua ajakan-ajakan Lena. Setelah dia berbincang cukup lama dengan Abdu, barulah Ali menyadari, perasaan ragu yang sempat datang ketika bertemu Lena ialah bersifat sementara."Itu cuma rasa penasaranmu aja, Li. Karena kamu dulu menyukai Lena dan gak pernah menjalin hubungan dengannya. Kamu akan sadar mencintai siapa bila orang tersebut pergi meninggalkanmu. Kamu akan merasa baik-baik aja atau nelangsa."Sekarang, itu lah yang Ali rasakan, nelangsa. Ketika Freya datang ke kantornya membawa kabar bahwa Gauri akan pergi meninggalkannya, pikirannya seketika kalut. Hatinya gelisah. Ali sedang tidak baik-baik saja.
Freya menurunkan standar motor metic-nya di parkiran sebuah kantor berlantai tiga. Gadis berkulit putih itu menyimpan jaket dan helm ke jok motor, sebelum melangkah ke lobi untuk bertanya ke meja resepsionis.Kakinya tanpa ragu melangkah, terbalut rasa geram dan amarah. Sejak mengetahui bahwa Gauri hamil, Freya tidak bisa untuk diam saja. Rasanya merupakan perbuatan zholim jika mengetahui kebenaran tetapi malah tidak melakukan tindakan apa-apa.Freya pun kali ini tidak peduli jika aksinya bakal berujung dengan kemarahan Abdu. Itu urusan nanti saja, yang penting saat ini dia harus segera menemui Ali dan menyampaikan fakta yang sebenarnya.Berdasarkan keterangan dari resepsionis, Ali sedang berada di kantornya. Kebetulan pula dia baru selesai menghadiri rapat. Sebelum petugas resepsionis melarangnya ke kantor Ali, Freya setengah berlari menuju lift yang hendak tertutup.Gadis itu berhasil masuk, meski mendapat sorot tatapan tajam dari beberapa orang yang te
Ali pulang ke rumah tepat ketika jam dinding menunjuk ke angka tengah malam. Gauri sengaja menunggunya di ruang tengah sembari menonton televisi."Kamu belum tidur?" Ali hendak melangkah ke kamar, tetapi ucapan Gauri menghentikan langkahnya."Bisa bicara sebentar, Mas?" Suaranya datar, tetapi senyuman tipis tak lepas dari bibir Gauri.Ali menurut saja tanpa berkomentar apa-apa. Wajahnya kelihatan kusam dan letih, seperti habis bepergian seharian penuh."Mas seharian bersama Lena, kan?" Gauri tidak ingin basa-basi yang menurutnya sangat membuang-buang waktu dan itu memuakkan jika dilakukan di saat hatinya sedang remuk redam."Ya, maaf, aku gak kasih tau." Ali menghela napas. "Tadi dia memintaku mengantarkannya membeli sesuatu. Barang yang dia cari, susah ditemui. Itu sebabnya sampai malam aku baru pulang."Gauri manggut-manggut, mencoba memahami. "Saking sibuknya, sampai-sampai Mas gak bisa lagi kasih kabar via chat atau telepon ke aku, ya? P
Suasana vila menjadi aneh. Sebab perubahan sikap Gauri dan juga Ali terjadi secara bersamaan. Seharusnya masalah yang menerpa mereka, dibicarakan berdua, tetapi didiamkan saja tanpa adanya jalan keluar.Di sisi Gauri, dia ingin kejelasan, tentang apa hubungan yang terjadi antara suaminya dengan Lena. Mengapa sikapnya tunduk saja ketika ditarik kala di pesta itu, bukankah seharusnya saat itu Ali menemani Gauri, bukannya malah menghilang, malah kepergok tengah berciuman. Meski saat itu Ali tidak tahu, bahwa aksinya sedang dilihat oleh istrinya sendiri.Di sisi Ali, pikirannya dipenuhi peristiwa itu, tentang Lena yang menciumnya secara tiba-tiba. Rasa yang dulu telah terkubur dalam, kini seperti berontak dan menggelitik dadanya. Ali sebenarnya sadar diri bahwa Gauri mencurigai sesuatu, tetapi pria itu lebih memilih untuk diam. Dia kehabisan tenaga untuk berdebat. Dia sedang tidak ingin bertengkar dan malah nanti Lena menjadi pelariannya saja.Sehabis sarapan, merek
Selesai berdansa, Abdu mencari-cari keberadaan Taksa dan juga Gauri. Berulang kali dia berusaha menghubungi ponsel Gauri, tetapi sama sekali tidak ada sahutan.Setelah berkeliling, Abdu mendapati Ali yang tengah duduk melamun di teras vila. "Ali, kamu sendirian? Mana Taksa? Gauri?"Ali mengerutkan dahi. "Mereka gak bersamaku sejak tadi. Dari tadi aku sendirian di sini.""Apa mereka balik ke vila, ya?" Freya menduga. "Kalau gitu, aku cek ke sana dulu, ya, Kak." Gadis itu bergegas pulang. Tubuhnya pun dirasa penat sehabis berdansa dan bermain seharian sejak pagi. Mencari Gauri ke vila sewaan mereka bisa dijadikan alasan untuk melarikan diri dari sana.Freya pun agak kesal. Dia datang ke pesta tersebut, tapi seperti orang asing saja. Tidak ada sesiapa pun yang menyapa. Tidak ibunya Ali, atau Ali sendiri. Freya sudah punya firasat tak baik. Mungkinkah Gauri lebih memilih pulang ketimbang merasakan hal tak enak yang sama seperti dia rasakan?Setiba di v
Mereka berlima termasuk Taksa berjalan kaki menuju vila sewaan ibunya Ali. Tempat itu tidak terlalu jauh jaraknya, hanya terpisah tiga vila saja.Vila yang disewa ibunya Ali untuk mengadakan pesta ukurannya lebih luas. Halamannya pun luas, bisa menampung sekitar lima puluh orang tamu yang hadir.Tampaknya ibunya Ali niat sekali untuk mengadakan pesta. Cukup terlihat dari dekorasi yang apik, bunga-bunga segar yang menghiasi tiap sudut halaman, dan juga menu makanan yang terhidang terkesan makanan mahal serta mewah.Pihak pengelola vila ternyata juga menyediakan segala perlengkapan jika tamunya hendak mengadakan pesta. Gauri melihat pelayan yang mondar-mandir membawakan minuman atau pun di bagian bersih-bersih memakai seragam hitam-hitam berlabel nama perusahan pengelola vila tersebut."Ali!" Dari sudut halaman, terdengar suara perempuan memanggil. Sontak Ali menoleh ke arah Lena yang berjalan anggun mendekatinya.Gaun malam yang dikenakannya, berwar
Ibunya Ali tanpa permisi langsung masuk melangkahkan kaki ke dalam ruangan di mana mereka masih terdiam dan menatap heran. Disusul Magdalena yang berjalan anggun, mengekor di belakangnya. Gadis itu tersenyum manis pada siapa saja yang memandangnya."Kamu gak tau, ya? Mama lagi ajak Lena jalan-jalan. Dia pengin sekali menikmati suasana yang segar dan hijau-hijau. Ya sudah. Mama ajak aja dia ke sini. Mama direkomendasiin temen Mama. Katanya tempat ini lagi viral di I*, kan." Ibunya Ali terus nyerocos tak henti-henti. "Kalau Mama tau kamu juga ke sini, pasti Mama bakal minta jemput dan nebeng mobilmu aja, Li."Tak ada jawaban. Suasana menjadi canggung. Apalagi Ali menjadi pendiam, tidak banyak bunyi. Gauri sungguh penasaran, siapakah gadis itu yang membuat suaminya menjadi salah tingkah dan gugup seketika."Taksa udah makannya?" Suara Abdu mengenyahkan atmosfer yang aneh di antara mereka.Taksa yang baru saja meneguk habis susunya, lantas mengangguk. "Sudah,