"Ada apa sih, Sayang?" tanya Bima bingung. "Ini apa? Aku minta cendol di penjual pinggir jalan, tapi Mas membelinya di restoran," jawab Dahlia. "Sayang, aku sudah berusaha mencarinya, meminta OB untuk berkeliling juga, tapi tidak menemukannya. Aku tidak sampai hati padamu jika pulang dengan tangan kosong. Maaf, bukannya aku bermaksud untuk membohongi kamu," Bima berusaha menjelaskan pada Dahlia. "Aku tidak mau tahu, pokoknya malam ini kamu tidur di luar! Aku tidak mau sekamar dengan pembohong!" seru Dahlia sambil melemparkan bantal ke arah Bima. "Kamu ini! Masalah kecil saja dibesar-besarkan! Aku kan sudah berusaha menuruti pernintaanmu. Kamu malah marah-marah seperti itu!" gerutu Bima sambil meninggalkan kamar. Dahlia duduk di kasurnya dan menangis. Ia juga tidak mengerti, mengapa jadi sensitif seperti ini. Dahlia membaringkan tubuhnya di tempat tidur, tetapi ia tidak dapat memejamkan matanya. Dahlia mulai berpikir dan bertanya pada dirinya sendiri, mengapa marah pada suami yan
Bima dan Dahlia saling berpandangan. Andri tentunya tidak mengetahui bahwa Dahlia adalah mantan istri Aditya. "Orangnya bagaimana Aditya itu?" tanya Andri. "Dia hanya sebentar bekerja di perusahaanku, jadi aku tidak bisa memberi pendapat apapun," jawab Bima. "Jadi ga masalah kalau aku menerimanya di perusahaanku?" tanya Andri lagi. Bima menatap Dahlia yang hampir tidak memberikan reaksi apapun. "Boleh saja, kalau memang dia memenuhi kriteria yang kamu cari," jawab Bima. "Aku akan memberinya kesempatan menjadi karyawan kontrak. Aku lihat dari daftar riwayat hidupnya, dulu dia menduduki posisi yang cukup baik," kata Andri. "Iya, aku juga mendengar dia itu manajer di perusahaan lamanya. Sepertinya kinerjanya cukup baik," kata Bima. "Ya sudah, aku hanya ingin menanyakan, apa dia dipecat karena melakukan kecurangan atau kesalahan fatal di perusahaanmu atau tidak," ucap Andri."Kinerjanya cukup baik, kalau aku memberhentikan dia, itu karena ada alasan lain yang tidak bisa aku cerita
Pagi itu masih gelap, matahari belumlah terbit. Dahlia masih terlelap ketika ponselnya berdering. Dahlia yang setengah mengantuk meraba ponsel yang ada di atas meja kecil di samping tempat tidurnya. Dahlia membuka matanya dan membaca kontak ibunya tertera di layar ponsel itu. Perasaan Dahlia tidak enak, tidak biasanya ibunya menelepon sepagi itu. Dahlia menduga ada sesuatu yang sangat penting. "Halo, Bu. Ada apa?" tanya Dahlia cemas. "Lia, gawat! Salonmu!" jawab ibu terdengar panik. "Ada apa lagi dengan salonku, Bu?" tanya Dahlia dengan suara serak. Bima turut membuka matanya yang masih terasa berat. "Salonmu terbakar, untung saja kami terbangun tepat waktu, sehingga bisa menyelamatkan diri. Sekarang bapakmu dan warga sedang berusaha memadamkannya, supaya kebakaran itu tidak merambat ke rumah kita," kata ibu. "A-apa? Kenapa bisa begitu, Bu? Kami segera ke sana, Bu," kata Dahlia sambil menutup panggilan telepon itu. "Ada apa, Lia? Apa yang terjadi?" tanya Bima. "Mas, salonku t
Seorang gadis yang memakai jaket hitam, masker, dan topi mengamati salon itu dari kejauhan. Setelah memastikan rencananya berjalan lancar, ia meninggalkan lokasi kebakaran dengan senang. Ia sangat puas melihat salon milik wanita yang ia benci menjadi reruntuhan. Setelah mobilnya cukup jauh dari lokasi, ia membuka maskernya dan tersenyum licik. "Sepertinya akan aman tidak ada yang melihatku, dan juga tidak akan ada yang bisa menemukan jejakku," ucapnya. Ia melepas sarung tangan dan membuangnya di tempat sampah. Juga jeriken yang tadinya terisi penuh dengan bensin. "Rasakan kamu, Dahlia! Aku sangat puas bisa membalas perbuatanmu. Karena kamu, usahaku hancur berantakan, dan aku harus menanggung kerugian yang cukup besar," katanya lagi. ---Kasus salon Salvina berakhir dengan damai. Salvina harus bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi pada orang-orang yang merasa dirugikan karena menggunakan produk dari salon itu. Setelah kasus itu, Salon Salvina tidak bisa kembali beroperasi
"Maksud Bapak? Ada orang yang sengaja membakar salon Dahlia?" Bima terkejut dan membelalakkan matanya. "Menurut penyelidikan kami seperti itu, Pak. Karena tidak ditemukan penyebab lainnya seperti korsleting listrik atau hal lainnya. Ada seorang saksi yang mengatakan ada kendaraan yang mencurigakan mendekat ke lokasi sebelum kejadian itu," kata polisi itu. "Lalu apa sudah ada orang yang dicurigai, Pak?" tanya Bima. "Kami masih menyelidiki lebih jauh, Pak. Untuk saat ini ada beberapa orang yang kami periksa. Saat ini kami juga akan memeriksa bapak dan ibu yang tinggal di rumah tersebut," jawab polisi itu. "Baik, Pak. Tolong berikan informasi pada saya jika Bapak mendapatkan perkembangan situasi dan kasus ini," kata Bima. "Baik, Pak Bima," jawab polisi itu. Polisi itu memanggil Bapak dan Ibu Dahlia untuk meminta keterangan. Bima kembali masuk ke dalam ruang rawat Dahlia. "Sayang, jamu tidak apa-apa?" tanya Bima sambil mendekati Dahlia. "Ada apa, Mas? Kenapa sampai ada polisi yan
Mama Bima langsung menghubungi Luciana untuk memberi instruksi. "Halo, Lus,""Halo, Tante," kata Luciana. "Bima tidak datang ke kantor, ya?" tanya Mama Bima. "Oh, iya. Ada apa, Tante?" "Kamu harus mencari cara untuk datang ke rumah sakit dan mencari perhatian Bima!" ucap Mama Bima. "Tapi Tante, saya tidak mungkin datang ke sana tanpa perintah dari kantor atau permintaan Mas Bima," jawab Luciana. "Justru itu, kamu harus mencari caranya!" Mama Bima berpikir sejenak, jika Luciana menggoda Bima secara langsung, pasti Bima akan lari menghindar. Jadi Luciana harus menggunakan pendekatan yang lain. "Lus, kamu harus mendekati Bima dengan sebuah siasat yang berbeda. Jika kamu terang-terangan merayu Bima dan membuat Dahlia marah, pasti Bima akan langsung marah padamu. Kamu harus membuat Dahlia percaya bahwa kamu ini orang yang tulus dan baik! Jangan membuat Bima dan Dahlia curiga kalau kamu berniat merusak hubungan mereka!" titah Mama Bima. Luciana memegang kepalanya, ia harus berpikir
Dahlia dirawat di rumah sakit selama tiga hari. Setelah keadaannya membaik, Dahlia diijinkan pulang ke rumah. Dokter berpesan agar Dahlia tetap menjaga kesehatan dan tidak berpikir terlalu berat. Sore itu, Bima merapat Dahlia melewati tangga rumah mereka untuk menuju ke lantai dua. Bi Inah membukakan pintu untuk Bima dan Dahlia. Bi Inah menyambut Dahlia dengan senang. Bima menuntun Dahlia ke tempat tidurnya dan mendudukkan Dahlia dengan bantal sebagai sandarannya. "Neng, bagaimana keadaan Neng?" tanya Bi Inah. "Sudah lebih baik, Bi," jawab Dahlia. "Bibi ikut prihatin, Neng. Semoga Neng dan Mas Bima ada rejeki untuk membangun salon yang lebih bagus lagi. Neng harus ikhlas dan berbesar hati, jangan terlalu banyak pikiran!" kata Bi Inah. "Terimakasih, Bi. Memang awalnya saya sangat terpukul dan kecewa. Tapi sekarang saya sudah merelakannya, Bi. Saya tidak ingin terlalu larut bersedih, kasihan bayi ini," Dahlia memandang perutnya yang masih rata dan mengusapnya. "Betul, Neng. Yang
Aditya dan Ratih sudah kembali tinggal bersama di rumah pemberian orang tua Ratih. Mertua Aditya sudah mulai menawarkan tanah mereka yang akan digunakan untuk melunasi hutang itu. Beberapa calon pembeli mulai melakukan survei dan menawar harga tanah tersebut. Beberapa hari berlalu, akhirnya tanah itu terjual, dan hutang itu segera dilunasi. Aditya mulai melamar pekerjaan, dan meminta bantuan kepada teman-temannya. Setelah berulangkali mencoba, Aditya mendapatkan panggilan wawancara di perusahaan milik Andri, teman Bima. Perusahaan itu masih berada di kota Semarang. "Ratih, Mas mendapatkan panggilan wawancara pekerjaan di Semarang," kata Aditya sambil menunjukkan pesan masuk di ponselnya. "Wah, bagus donk, Mas," Ratih merasa senang. "Kamu setuju kalau aku bekerja kembali di Semarang?" tanya Aditya. "Iya, tidak masalah, Mas," jawab Ratih. "Tapi itu artinya kita akan jarang bertemu," kata Aditya. "Tidak apa-apa, Mas. Semarang masih cukup dekat dari sini. Kita bisa bertemu satu ata
Bima tersentak, ia juga terkejut karena baru mendengar kenyataan ini. "Jadi semua ini rencana Mama dan Sandra?" tanya Bima. "Maafkan Mama, Nak," bisik Mama Bima. "Mama.. Kenapa Mama membongkar semua ini?" teriak Sandra yang sudah berdiri di pintu masuk. Sandra terlihat marah dan kesal pada mama mertuanya itu, karena membongkar rahasia itu tanpa meminta pendapatnya terlebih dahulu. Semua mata beralih menatap Sandra. Sementara Sandra menghampiri Mama Bima dan berusaha meminta penjelasan. "San, Mama merasa waktu Mama tidak akan lama lagi. Mama harus mengatakan semua ini agar Mama bisa pergi dengan tenang. Sejujurnya Mama menyesal selama beberapa tahun ini, karena Mama telah menghancurkan hidup kalian semua," kata Mama Bima. Mama Bima terdiam sejenak, ia mengatur nafasnya yang sesak. Berbicara sejenak membuat ia sangat kelelahan. "Sekarang Mama menghancurkan hidupku. Mengapa Mama berbuat seperti itu?" tanya Sandra kesal. "Mama telah memisahkan Bima dengan Dahlia dan anaknya. Mama
Bima akhirnya harus menikahi Sandra. Namun sejak hari itu hidup Bima berubah sepenuhnya. Ia hanya memberikan status pada Sandra sebagai seorang istri, tapi tidak pernah memberikan hatinya. Sandra tinggal dengan Mama Bima, sementara Bima tetap di Semarang. Ketika Sandra mengusulkan untuk tinggal di Semarang bersamanya, Bima menolak mentah-mentah. Bima memilih tidak serumah dengan Sandra. Sandra sadar, ia tidak pernah bisa memiliki hati dan cinta Bima saat dia dalam keadaan sadar. Bima tidak pernah mau menyentuh dirinya, atau tidur bersamanya. Hal itu membuat Sandra sangat terluka, ia melampiaskan rasa kesal dan bencinya pada Bima dengan berfoya-foya, menghabiskan uang pemberian Mama Bima. Semakin lama terlihat jelas sifat dan karakter Sandra yang sebenarnya. Ia tidak lagi menghormati Mama Bima seperti dulu. Sandra sering melampiaskan rasa kesalnya pada Bima dengan menyakiti hati mama mertuanya. Sementara itu, Dahlia berusaha kembali bangkit dan menata hatinya. Dahlia menghabiskan
Sambil menangis Dahlia memasukkan semua pakaian dan barang miliknya dan Nadine ke dalam koper. Ia tidak pernah menduga mimpi buruk itu akan datang kembali dalam hidupnya. Bima selama ini selalu penuh cinta, menyayangi, dan membela Dahlia di hadapan siapapun. Namun ternyata semua hanya kepalsuan, karena Bima menyakiti Dahlia begitu dalam. Dahlia menggantikan pakaian Nadine, lalu menggendong Nadine dengan kain gendongan. Tangan kanan Dahlia menarik kopernya. "Lia, aku tidak bisa hidup tanpamu dan Nadine. Tolong maafkan aku!" Bima memegang tangan Dahlia dan berlutut di hadapannya. "Seharusnya kamu pikirkan semua akibatnya sebelum bertindak, Mas! Kamu tahu kalau aku pernah terluka, dan tidak akan berkompromi pada masalah ini. Aku benci kamu, Mas! Silakan kamu nikahi dia! Aku tidak peduli! Aku tunggu surat cerai darimu," ucap Dahlia. "Nak, kamu bisa tetap menjadi istri pertama Bima. Biarlah Sandra menjadi istri kedua Bima. Bukankah pria bisa mempunyai lebih dari satu istri?" kata Mama
Selama beberapa hari terakhir ini, Dahlia merasa suaminya banyak berubah. Bima sering melamun dan lebih pendiam. Berkali-kali Dahlia melihat raut wajah suaminya yang sendu. Dahlia mencoba bertanya apa yang sedang terjadi, tetapi Bima hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Bima belum mau menceritakan masalah yang terjadi. Dahlia berpikir suaminya mungkin hanya merasa lelah, atau ada masalah dalam pekerjaannya. Bima yang biasanya ceria, selalu memeluk Dahlia dengan hangat, bermain dengan Nadine, kini mendadak murung. Seperti ada beban yang berat yang sedang dialami oleh Bima. "Mas, koq malah melamun?" tanya Dahlia. Mereka sedang di meja makan untuk makan malam bersama. Dahlia sudah mengambilkan makanan untuk suaminya dan dirinya sendiri."Oh, tidak apa-apa, Sayang. Ayo kita makan!" jawab Bima. "Sebenarnya ada masalah apa, Mas? Biasanya Mas selalu menceritakan apapun padaku," kata Dahlia. "Hanya masalah pekerjaan, biasa saja koq. Kamu tenang saja, ya. Jangan cemas!" ujar Bi
Bima meminum teh manis hangat yang dihidangkan oleh Sandra. Setelah itu ia kembali menghubungi mamanya, tetapi tidak ada jawaban. "San, aku pulang saja, ya. Nanti sampaikan pada mama kalau aku datang kemari," kata Bima. Bima baru saja akan bangkit berdiri, tetapi tiba-tiba ia merasa kepalanya sangat berat dan sangat mengantuk. Detik terakhir ia melihat Sandra tersenyum dan mendekatinya. Bima tak sanggup membuka matanya lagi, ia terkulai di sofa. Sandra segera menopang tubuh Bima. "Mas, kamu kenapa? Kamu lelah, ya? Ayo aku bantu kamu ke kamar," bisik Sandra. Sandra melingkarkan tangan Bima di atas bahunya, lalu memapah Bima. Sandra menghempaskan tubuh Bima ke kasur, lalu sejenak memastikan bahwa Bima sudah benar-benar lelap. Sandra tersenyum senang, rencananya berhasil. Ia harus bergerak cepat sebelum Bima bangun dan sadar. Sandra melepas pakaian Bima, lalu pakaiannya sendiri. Sandra juga mengambil ponselnya dan mengambil foto yang menunjukkan seolah dirinya dan Bima tidur bersam
"Jangan bergurau, Ma! Bima tidak akan mau mengkhianati Dahlia," kata Bima. Mama Bima hanya diam dan melemparkan pandangan ke luar jendela mobil itu. "Ma, besok Bima tidak bisa mengantar Mama ke pemakaman Mama Sandra," ucap Bima. "Kenapa, Nak? Hubungan kita sangat dekat dengan keluarga Sandra. Kita harus menghadiri acara pemakaman itu," kata Mama Bima. Bima harus bekerja, Ma. Besok ada pertemuan penting dengan klien. Kalau Mama memang mau datang, Mama naik taksi saja," ucap Bima dengan nada suara yang mulai meninggi. Mama Bima kembali bungkam, ia sadar sepertinya percuma kalau ia memaksakan kehendak pada Bima. Bima dan mamanya akhirnya sampai di rumah."Ma, Bima langsung pulang, ya," kata Bima sebelum mamanya turun dari mobil. "Hati-hati, ya,"Sepanjang jalan Bima terus memikirkan semua yang terjadi, dan perkataan mamanya. Bima tak habis pikir, mengapa mamanya bisa memberikan ide padanya untuk menikahi Sandra. 'Itu tidak mungkin terjadi! Aku sudah punya Dahlia dan Nadine. Aku s
Bima segera menuju ke rumah mamanya. Perjalanan agak tersendat karena ini adalah jam pulang kerja. Bima ingin sampai secepat mungkin ke rumah mamanya, supaya bisa pulang lebih cepat. "Ma, sudah siap? Ayo kita berangkat!" kata Bima. "Iya, Nak. Sebentar Mama ambil tas dulu," ucap Mama Bima. Lalu Bima dan mamanya naik ke mobil dan menuju ke rumah Sandra. Rumah Sandra sangat ramai dan dipadati oleh para pelayat. Jenazah Mama Sandra memang belum dimakamkan, karena menunggu Kakak Sandra yang masih dalam perjalanan dari luar negeri. Rencananya Mama Sandra akan dimakamkan besok pagi. Mama Bima segera mendekati Sandra dan memeluknya. Mama Bima memang terlihat sudah akrab dan mempunyai hubungan dekat dengan keluarga Sandra. Sementara itu Bima memilih duduk agak jauh dan berbaur bersama para pelayat yang lain. Wajah Sandra terlihat pucat dan matanya sembab karena banyak menangis. Wajahnya nyaris tanpa riasan dan air mata masih membasahi wajahnya. Mama Bima mengusap lembut bahu Sandra. Sand
Mama Bima dan Sandra baru saja meninggalkan rumah Bima. Dahlia langsung masuk ke kamar dan membaringkan Nadine yang sudah terlelap. Untuk sementara tempat tidur Nadine dipindahkan ke kamar Dahlia dan Bima. Sampai nanti Nadine sudah lebih besar dan bisa tidur sendiri. Dahlia tak berbicara sepatah katapun, tak bisa dipungkiri, hatinya sakit karena perkataan Mama Bima dan tingkah laku Sandra. Dahlia membaringkan tubuhnya dan menghadap ke dinding memunggungi Bima. Ia pura-pura memejamkan matanya dan tidur. Hanya dengan melihat ekspresi wajah Dahlia, Bima mengerti perasaan istrinya itu. "Sayang, kamu sudah tidur?" tanya Bima. Dahlia tidak menjawab pertanyaan Bima itu. Ia tetap memejamkan matanya dan menahan diri sekuatnya agar tidak menangis. Bima mendekat dan memeluk Dahlia dari belakang. "Sayang, aku tahu kamu belum tidur. Sekalipun kamu diam, aku mengerti perasaanmu dan rasa sakit hatimu," kata Bima. Bima menghadapkan tubuh Dahlia ke arahnya, sehingga kini mereka saling berhadapa
Hari demi hari berlalu dengan cepat. Bima dan Dahlia menikmati kebahagiaan sebagai orang tua. Mereka sangat bahagia melihat Nadine tumbuh menjadi anak yang sehat dan ceria. Pernikahan Dahlia dan Bima berjalan bahagia dan harmonis. Tanpa terasa, Nadine sudah berumur delapan bulan. Suatu hari, Mama Bima datang ke rumah bersama Sandra. Dahlia berusaha berpikiran positif dan menyambut mereka seperti tamu lainnya. Namun yang membuat Dahlia merasa tidak nyaman adalah ulah Sandra. Awalnya Sandra dan Mama Bima duduk seperti biasa di ruang tamu. "Bima mana, Lia?" tanya Mama Bima. "Oh, sebentar lagi pulang, Ma. Mungkin ini sedang di perjalanan," jawab Dahlia. Saat Dahlia mengambil minuman di dapur, ternyata Sandra masuk ke kamar Dahlia tanpa ijin dan menggendong Nadine yang sedang tidur. Sandra membawa Nadine ke ruang tamu. Dahlia terkejut dan merasa kesal, karena Nadine yang baru saja tertidur kini terbangun lagi dan rewel. Bukannya meminta maaf, Sandra malah tertawa-tawa dan menggend