Bima merasa bingung, ia tidak bisa mencerna perkataan mertuanya. Bima sama sekali tidak mengerti, apa yang sedang terjadi. Malam itu ia tidak bisa tidur sedikitpun. Ingin rasanya ia pulang secepatnya dan menemui Dahlia. Pagi itu Bima sarapan dan segera menuju ke kantor. Satu hal yang ia inginkan adalah segera menyelesaikan semua pekerjaannya di kantor cabang dan segera pulang, jika mungkin lebih cepat dari jadwal yang telah ditentukan sebelumnya. Bima sudah tiba di kantor dan sedang berbincang dengan pimpinan cabang tersebut. Tiba-tiba ponsel Bima berdering, ternyata Luciana yang menelepon."Halo," jawab Bima."Pak, Bapak dimana? Saya sudah di lobi," kata Luciana. "Oh, maaf Lus. Saya sudah di kantor, tadi saya lupa menghubungi kamu. Kamu naik taksi saja, ya," kata Bima. Bima langsung mengakhiri telepon itu dan melanjutkan percakapannya dengan karyawan itu. "Sial! Masa Mas Bima bisa melupakan aku? Aku ditinggal begitu saja di hotel, sementara dia sudah pergi duluan ke kantor. Meny
"Yes!! Akhirnya aku bisa dapat gambar yang bagus. Bisa juga kayaknya aku jadi paparazzi nih. Lumayan bisa dapat bonus tambahan dari Bu Bos," Robi tersenyum senang melihat foto-foto di ponselnya. Tak menunggu lama, Robi segera mengirimkan foto-foto itu. Ia yakin fotonya kali ini akan membuat si Nyonya Bos merasa senang dan puas. Mama Bima tersenyum puas melihat hasil foto-foto Robi. Ia segera mengirimkan foto itu pada Dahlia. Setelah foto-foto itu terkirim, Mama Bima segera mematikan ponselnya dan mengganti dengan nomor yang biasanya ia pakai. Setelah itu, Mama Bima segera mengirimkan uang sejumlah lima juta rupiah pada Robi. Robi sangat senang mendapatkan bonus yang tak terduga itu. "Pintar juga Luciana, dia memang bisa memanfaatkan situasi. Aku rasa Dahlia pasti akan sangat marah saat melihat foto ini," gumam Mama Bima sambil melihat kembali foto-foto anaknya itu. "Mama sedang lihat apa?" tanya Papa Bima yang sudah ada di dekat tempat tidur. Mama Bima terkejut, karena ia tidak
"Pak, saya sungguh tidak mengerti apa yang terjadi. Selingkuh apa maksud Bapak?" tanya Bima. "Pergi kamu dari sini!" seru bapak. "Pak, saya mohon, ijinkan saya bertemu dengan Dahlia," kata Bima berusaha memegang tangan Bapak Dahlia. Namun bapak segera menepis tangan Bima dengan kasar. "Dia tidak sudi bertemu denganmu. Saya juga tidak akan mengijinkan dia bertemu dengan pria seperti kamu!" seru bapak sambil membanting pintu di depan Bima. Bima belum menyerah, ia mengetuk pintu berulangkali dan memanggil-manggil nama istrinya. "Lia, aku mohon. Ijinkan aku bertemu denganmu. Ini pasti hanya salah paham, aku tidak pernah mengkhianati kamu," kata Bima. Di dalam kamar, Dahlia menutup telinganya dan menangis. Ibu menemani dan memeluk Dahlia dengan erat. Bima terus menunggu di depan rumah Dahlia. Ia mengetuk pintu itu berulangkali dan duduk termangu di lantai. 'Ada apa ini? Mengapa bapak mengatakan kalau aku berselingkuh? Mengapa Dahlia menuduh aku seperti itu?' tanya Bima dalam hatin
Pagi itu Bima segera menghubungi Pak Arya untuk mengumpulkan semua karyawan yang hadir dalam rapat kemarin. Mendengar nada tinggi suara Bima, Pak Arya segera mengetahui bahwa ini adalah persoalan yang sangat serius.Bima menceritakan secara pribadi pada Pak Arya mengenai semua hal yang terjadi. Bima meminta alasan dan peristiwa itu tidak diceritakan secara terbuka pada semua karyawan. Pak Arya segera mengumpulkan karyawan yang mengikuti rapat di hari pertama bersama Bima. Para Karyawan itu duduk di kursinya masing-masing dengan bingung, semuanya berpikir dan bertanya dalam hati, kesalahan apa yang mungkin telah mereka perbuat. Robi merasa cemas dan merasa kalau mungkin ini adalah dampak dari perbuatannya kemarin. Ia menjadi gelisah dan ketakutan. Pak Arya menghubungi Bima dan melaporkan bahwa semua karyawan itu sudah berkumpul. Bima memimpin rapat dadakan yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan itu. Melalui sebuah aplikasi, Bima melihat wajah-wajah para karyawan yang tegang itu
Bima merasa sangat kesal, tetapi ia merasa sedikit lega karena akhirnya ada karyawan yang mengakui semua perbuatannya. Bima tidak sabar menunggu Robi datang dan menjelaskan semuanya.Bima berjalan bolak-balik di dalam ruangannya. Bima mencoba memeriksa data karyawan atas nama Robi di laptopnya. Dalam penilaiannya, Robi terlihat cukup baik dan pintar. Selama bekerja di perusahaan, Robi juga tidak memiliki catatan yang buruk atau melakukan suatu pelanggaran. Bima tidak mengerti mengapa Robi bisa melakukan semua itu. "Ada apa, Pak? Sepertinya Bapak sedang menunggu seseorang?" tanya Luciana ketika meminta tanda tangan Bima. Bima menatap Luciana sekilas, lalu berpikir bahwa sebaiknya ia tidak bertemu dengan Robi di kantor ini. Bima mulai mencurigai Luciana juga terlibat dalam kejadian ini."Aku ada sedikit urusan dan harus pulang lebih cepat. Jika ada kegiatan yang harus kulakukan nanti sore, tolong atur kembali jadwalnya untuk besok!" kata Bima sambil menyambar jasnya. Bima segera meni
Bima membawa Robi untuk menemui Dahlia. Sepanjang perjalanan Bima sangat bersemangat dan ingin segera bertemu dengan istrinya itu. Sesampainya di depan rumah Dahlia, Bima segera mengetuk pintu rumah itu. Dahlia mengintip dari balik jendela, dan masih enggan membuka pintu untuk Bima. Akhirnya Ibu Dahlia yang keluar untuk menemui Bima."Selamat malam, Bu," Bima menyalami dan mencium tangan Ibu Dahlia. Ibu Dahlia memandang ke arah Robi sejenak, lalu Robi turut menjabat tangan ibu dan memperkenalkan diri. "Ada apa, Nak?" tanya ibu. "Bu, ada hal penting yang harus saya bicarakan dengan Dahlia," jawab Bima. "Sepertinya Dahlia belum mau menemui kamu, Nak," kata ibu. "Ini sangat penting, Bu. Tolong saya untuk membujuk Dahlia, Bu. Saya harus bertemu dengan Dahlia sekarang," kata Bima. Ibu Dahlia melihat Bima sangat serius, ia tidak tega untuk menolak permintaan Bima lagi. "Ya sudah, tunggu sebentar di sini. Ibu akan mencoba membujuk Dahlia," jawab ibu. "Baik, Bu," kata Bima. Ibu Dahl
"Kamu sudah siap, Sayang?" tanya Bima sambil memeluk Dahlia dari belakang. Dahlia menundukkan kepalanya dan membelai perutnya dengan lembut. "Mas, rasanya aku tidak ingin ikut ke rumah mama," jawab Dahlia. Bima memutar tubuh Dahlia dan berjalan dengannya. Ia membelai juga perut Dahlia yang kini membuncit. "Semua ini harus dijelaskan dan diselesaikan, Sayang. Aku harus menanyakan pada mama, apa alasannya melakukan hal itu," kata Bima. "Tapi, Mas. Aku saat ini sedang hamil, aku hanya ingin merasa tenang. Mungkin saja nanti mama akan marah dan terjadi keributan, dan smuanya gara-gara aku," ucap Dahlia. "Bukan karena kamu, Sayang. Aku akan melindungi dan membela kamu. Aku janji, tidak akan membiarkan siapapun menyakiti dan menghina istriku," kata Bima. "Aku bersyukur, bisa memeluk istriku lagi. Aku tidak bisa hidup tanpamu, Sayang. Beberapa hari ini aku tidak enak makan, tidak bisa tidur, nyaris tidak bisa bekerja karena memikirkan hubungan kita," ujar Bima. "Maafkan aku, Mas. Tap
"Ada apa ini?" tiba-tiba Papa Bima sudah berdiri di antara mereka. Papa Bima baru saja pulang dari kantor dan mendengar keributan di rumahnya. "Papa," Mama Bima langsung berdiri dan menyambut suaminya. "Pa, Bima sudah sangat lelah dengan sikap Mama. Kalau Mama memang tidak bisa merestui kami, mohon maaf kalau kami tidak akan pernah menginjakkan kaki di rumah ini lagi," kata Bima. "Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa kamu sampai bisa berbicara seperti itu?""Bukan maksud Bima untuk menjadi anak durhaka dan tidak tahu terimakasih, Pa. Tapi perbuatan Mama sudah keterlaluan," jawab Bima. Papa Bima beralih menatap istrinya, berusaha menemukan jawaban dari bibirnya. Namun Mama Bima diam dan duduk di sofa. "Jelaskan pada Papa sekarang!" seru Papa Bima. "Pa, Mama mencoba membuat skenario untuk memisahkan aku dengan Dahlia. Saat perjalanan dinas Bima dan Luciana kemarin, Mama dengan sengaja menjebak Bima dan menyuruh Robi untuk mengambil foto Bima dan Luciana. Mama mengirimkan foto itu
Bima tersentak, ia juga terkejut karena baru mendengar kenyataan ini. "Jadi semua ini rencana Mama dan Sandra?" tanya Bima. "Maafkan Mama, Nak," bisik Mama Bima. "Mama.. Kenapa Mama membongkar semua ini?" teriak Sandra yang sudah berdiri di pintu masuk. Sandra terlihat marah dan kesal pada mama mertuanya itu, karena membongkar rahasia itu tanpa meminta pendapatnya terlebih dahulu. Semua mata beralih menatap Sandra. Sementara Sandra menghampiri Mama Bima dan berusaha meminta penjelasan. "San, Mama merasa waktu Mama tidak akan lama lagi. Mama harus mengatakan semua ini agar Mama bisa pergi dengan tenang. Sejujurnya Mama menyesal selama beberapa tahun ini, karena Mama telah menghancurkan hidup kalian semua," kata Mama Bima. Mama Bima terdiam sejenak, ia mengatur nafasnya yang sesak. Berbicara sejenak membuat ia sangat kelelahan. "Sekarang Mama menghancurkan hidupku. Mengapa Mama berbuat seperti itu?" tanya Sandra kesal. "Mama telah memisahkan Bima dengan Dahlia dan anaknya. Mama
Bima akhirnya harus menikahi Sandra. Namun sejak hari itu hidup Bima berubah sepenuhnya. Ia hanya memberikan status pada Sandra sebagai seorang istri, tapi tidak pernah memberikan hatinya. Sandra tinggal dengan Mama Bima, sementara Bima tetap di Semarang. Ketika Sandra mengusulkan untuk tinggal di Semarang bersamanya, Bima menolak mentah-mentah. Bima memilih tidak serumah dengan Sandra. Sandra sadar, ia tidak pernah bisa memiliki hati dan cinta Bima saat dia dalam keadaan sadar. Bima tidak pernah mau menyentuh dirinya, atau tidur bersamanya. Hal itu membuat Sandra sangat terluka, ia melampiaskan rasa kesal dan bencinya pada Bima dengan berfoya-foya, menghabiskan uang pemberian Mama Bima. Semakin lama terlihat jelas sifat dan karakter Sandra yang sebenarnya. Ia tidak lagi menghormati Mama Bima seperti dulu. Sandra sering melampiaskan rasa kesalnya pada Bima dengan menyakiti hati mama mertuanya. Sementara itu, Dahlia berusaha kembali bangkit dan menata hatinya. Dahlia menghabiskan
Sambil menangis Dahlia memasukkan semua pakaian dan barang miliknya dan Nadine ke dalam koper. Ia tidak pernah menduga mimpi buruk itu akan datang kembali dalam hidupnya. Bima selama ini selalu penuh cinta, menyayangi, dan membela Dahlia di hadapan siapapun. Namun ternyata semua hanya kepalsuan, karena Bima menyakiti Dahlia begitu dalam. Dahlia menggantikan pakaian Nadine, lalu menggendong Nadine dengan kain gendongan. Tangan kanan Dahlia menarik kopernya. "Lia, aku tidak bisa hidup tanpamu dan Nadine. Tolong maafkan aku!" Bima memegang tangan Dahlia dan berlutut di hadapannya. "Seharusnya kamu pikirkan semua akibatnya sebelum bertindak, Mas! Kamu tahu kalau aku pernah terluka, dan tidak akan berkompromi pada masalah ini. Aku benci kamu, Mas! Silakan kamu nikahi dia! Aku tidak peduli! Aku tunggu surat cerai darimu," ucap Dahlia. "Nak, kamu bisa tetap menjadi istri pertama Bima. Biarlah Sandra menjadi istri kedua Bima. Bukankah pria bisa mempunyai lebih dari satu istri?" kata Mama
Selama beberapa hari terakhir ini, Dahlia merasa suaminya banyak berubah. Bima sering melamun dan lebih pendiam. Berkali-kali Dahlia melihat raut wajah suaminya yang sendu. Dahlia mencoba bertanya apa yang sedang terjadi, tetapi Bima hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Bima belum mau menceritakan masalah yang terjadi. Dahlia berpikir suaminya mungkin hanya merasa lelah, atau ada masalah dalam pekerjaannya. Bima yang biasanya ceria, selalu memeluk Dahlia dengan hangat, bermain dengan Nadine, kini mendadak murung. Seperti ada beban yang berat yang sedang dialami oleh Bima. "Mas, koq malah melamun?" tanya Dahlia. Mereka sedang di meja makan untuk makan malam bersama. Dahlia sudah mengambilkan makanan untuk suaminya dan dirinya sendiri."Oh, tidak apa-apa, Sayang. Ayo kita makan!" jawab Bima. "Sebenarnya ada masalah apa, Mas? Biasanya Mas selalu menceritakan apapun padaku," kata Dahlia. "Hanya masalah pekerjaan, biasa saja koq. Kamu tenang saja, ya. Jangan cemas!" ujar Bi
Bima meminum teh manis hangat yang dihidangkan oleh Sandra. Setelah itu ia kembali menghubungi mamanya, tetapi tidak ada jawaban. "San, aku pulang saja, ya. Nanti sampaikan pada mama kalau aku datang kemari," kata Bima. Bima baru saja akan bangkit berdiri, tetapi tiba-tiba ia merasa kepalanya sangat berat dan sangat mengantuk. Detik terakhir ia melihat Sandra tersenyum dan mendekatinya. Bima tak sanggup membuka matanya lagi, ia terkulai di sofa. Sandra segera menopang tubuh Bima. "Mas, kamu kenapa? Kamu lelah, ya? Ayo aku bantu kamu ke kamar," bisik Sandra. Sandra melingkarkan tangan Bima di atas bahunya, lalu memapah Bima. Sandra menghempaskan tubuh Bima ke kasur, lalu sejenak memastikan bahwa Bima sudah benar-benar lelap. Sandra tersenyum senang, rencananya berhasil. Ia harus bergerak cepat sebelum Bima bangun dan sadar. Sandra melepas pakaian Bima, lalu pakaiannya sendiri. Sandra juga mengambil ponselnya dan mengambil foto yang menunjukkan seolah dirinya dan Bima tidur bersam
"Jangan bergurau, Ma! Bima tidak akan mau mengkhianati Dahlia," kata Bima. Mama Bima hanya diam dan melemparkan pandangan ke luar jendela mobil itu. "Ma, besok Bima tidak bisa mengantar Mama ke pemakaman Mama Sandra," ucap Bima. "Kenapa, Nak? Hubungan kita sangat dekat dengan keluarga Sandra. Kita harus menghadiri acara pemakaman itu," kata Mama Bima. Bima harus bekerja, Ma. Besok ada pertemuan penting dengan klien. Kalau Mama memang mau datang, Mama naik taksi saja," ucap Bima dengan nada suara yang mulai meninggi. Mama Bima kembali bungkam, ia sadar sepertinya percuma kalau ia memaksakan kehendak pada Bima. Bima dan mamanya akhirnya sampai di rumah."Ma, Bima langsung pulang, ya," kata Bima sebelum mamanya turun dari mobil. "Hati-hati, ya,"Sepanjang jalan Bima terus memikirkan semua yang terjadi, dan perkataan mamanya. Bima tak habis pikir, mengapa mamanya bisa memberikan ide padanya untuk menikahi Sandra. 'Itu tidak mungkin terjadi! Aku sudah punya Dahlia dan Nadine. Aku s
Bima segera menuju ke rumah mamanya. Perjalanan agak tersendat karena ini adalah jam pulang kerja. Bima ingin sampai secepat mungkin ke rumah mamanya, supaya bisa pulang lebih cepat. "Ma, sudah siap? Ayo kita berangkat!" kata Bima. "Iya, Nak. Sebentar Mama ambil tas dulu," ucap Mama Bima. Lalu Bima dan mamanya naik ke mobil dan menuju ke rumah Sandra. Rumah Sandra sangat ramai dan dipadati oleh para pelayat. Jenazah Mama Sandra memang belum dimakamkan, karena menunggu Kakak Sandra yang masih dalam perjalanan dari luar negeri. Rencananya Mama Sandra akan dimakamkan besok pagi. Mama Bima segera mendekati Sandra dan memeluknya. Mama Bima memang terlihat sudah akrab dan mempunyai hubungan dekat dengan keluarga Sandra. Sementara itu Bima memilih duduk agak jauh dan berbaur bersama para pelayat yang lain. Wajah Sandra terlihat pucat dan matanya sembab karena banyak menangis. Wajahnya nyaris tanpa riasan dan air mata masih membasahi wajahnya. Mama Bima mengusap lembut bahu Sandra. Sand
Mama Bima dan Sandra baru saja meninggalkan rumah Bima. Dahlia langsung masuk ke kamar dan membaringkan Nadine yang sudah terlelap. Untuk sementara tempat tidur Nadine dipindahkan ke kamar Dahlia dan Bima. Sampai nanti Nadine sudah lebih besar dan bisa tidur sendiri. Dahlia tak berbicara sepatah katapun, tak bisa dipungkiri, hatinya sakit karena perkataan Mama Bima dan tingkah laku Sandra. Dahlia membaringkan tubuhnya dan menghadap ke dinding memunggungi Bima. Ia pura-pura memejamkan matanya dan tidur. Hanya dengan melihat ekspresi wajah Dahlia, Bima mengerti perasaan istrinya itu. "Sayang, kamu sudah tidur?" tanya Bima. Dahlia tidak menjawab pertanyaan Bima itu. Ia tetap memejamkan matanya dan menahan diri sekuatnya agar tidak menangis. Bima mendekat dan memeluk Dahlia dari belakang. "Sayang, aku tahu kamu belum tidur. Sekalipun kamu diam, aku mengerti perasaanmu dan rasa sakit hatimu," kata Bima. Bima menghadapkan tubuh Dahlia ke arahnya, sehingga kini mereka saling berhadapa
Hari demi hari berlalu dengan cepat. Bima dan Dahlia menikmati kebahagiaan sebagai orang tua. Mereka sangat bahagia melihat Nadine tumbuh menjadi anak yang sehat dan ceria. Pernikahan Dahlia dan Bima berjalan bahagia dan harmonis. Tanpa terasa, Nadine sudah berumur delapan bulan. Suatu hari, Mama Bima datang ke rumah bersama Sandra. Dahlia berusaha berpikiran positif dan menyambut mereka seperti tamu lainnya. Namun yang membuat Dahlia merasa tidak nyaman adalah ulah Sandra. Awalnya Sandra dan Mama Bima duduk seperti biasa di ruang tamu. "Bima mana, Lia?" tanya Mama Bima. "Oh, sebentar lagi pulang, Ma. Mungkin ini sedang di perjalanan," jawab Dahlia. Saat Dahlia mengambil minuman di dapur, ternyata Sandra masuk ke kamar Dahlia tanpa ijin dan menggendong Nadine yang sedang tidur. Sandra membawa Nadine ke ruang tamu. Dahlia terkejut dan merasa kesal, karena Nadine yang baru saja tertidur kini terbangun lagi dan rewel. Bukannya meminta maaf, Sandra malah tertawa-tawa dan menggend