Di tengah pencarian yang tak kunjung menemukan titik terang, Zach menerima telepon dari seseorang yang mengabarkan tentang keberadaan Evelyn.“Putar arah! Kita ke DarkFord sekarang,” titah Zach kepada supir pribadinya yang bernama Henry.DarkFord adalah tempat persembunyian Rogers bersama anak buahnya.“Siap, Tuan!” balas Henry seraya berputar arah. Secara otomatis mobil para pengawal Zach mengikuti dari belakang, menjaga ke mana pun mobil itu membawa Zach pergi.***Mobil terparkir di tepi jalan. Tidak jauh dari gedung rahasia yang disebut DarkFord. Zach memandang serius bangunan gelap itu dari dalam mobil, sambil mengeluarkan kepulan asap rokok melalui mulutnya.Salah satu anak buah Rogers berbicara lewat telepon dan memintanya masuk ke DarkFord sendirian. Tanpa satu pun teman, pengawal, apalagi polisi. Benar-benar harus seorang diri.Jika tidak, Evelyn akan dibunuh. Zach tidak akan bisa lagi melihat mata cantik itu menatap penuh dendam ke arahnya, atau diam-diam memperhatikan bagaim
Sikap lancang Rogers yang telah mencium Evelyn membuat Zach naik pitam. Dadanya bergemuruh marah. Dengan sekuat tenaga, Zach akhirnya menemukan celah untuk bisa lepas dari kedua pengawal Rogers.Zach memukul dada orang-orang di sampingnya dengan sikut tangan. Meski tidak sekeras tinju, setidaknya cukup untuk membuat lawannya mengerang kesakitan.“Bajingan!” Zach berlari ke depan, mencuri kesempatan untuk menarik kerah kemeja Rogers, membantingnya hingga terjungkal ke lantai, lalu melesatkan satu pukulan di wajah pria berambut cokelat gelap itu.Tidak tinggal diam, anak buah Rogers langsung menarik pelatuk tepat ke arah Zach. Namun, mereka heran kenapa Zach tidak terlihat kesakitan, bahkan masih bisa melepaskan bogeman sekali lagi di wajah bos mereka. Sementara, di sisi lain, Evelyn sudah terpekik ketakutan menyaksikannya.“Jangan pernah sentuh istriku!” bentak Zach seperti orang kesetanan. Matanya memerah, menahan kobaran amarah yang amat besar.Saat Zach hendak menghajar sekali lagi,
Dalam keadaan setengah sadar, Zach membuka mata perlahan-lahan. Cahaya terang lampu yang menggantung di tengah plafon membuatnya mengerjap beberapa kali. Sampai akhirnya, ia sadar sekarang sedang berada di rumah sakit.“Tuan Zach sudah sadar!” Suara seorang laki-laki menggema dengan nada antusias, menerobos ke dalam indera pendengaran Zach, seiring berlalu meninggalkan kamar rawat inap.Selang beberapa detik, terdengar pintu dibuka, dikawal dengan derap langkah yang mengetuk lantai. Zach menoleh, mendapati laki-laki itu kembali memasuki ruangan bersama seorang dokter di belakangnya.Sementara dokter itu mulai memeriksa kondisinya, Zach justru mengedarkan bola mata ke seluruh penjuru ruangan. Mencari sosok perempuan yang telah ia hancurkan hatinya hingga menjadi debu tak berarti.Seluas matanya memandang, hanya ada Jack dan dokter ber-nametag Freddy yang Zach temukan di balik sorot matanya. Tak ada yang lain. Tak ada Evelyn.Perasaan Zach mendadak kacau. Tidak tenang. Ia takut sesuatu t
Di tengah segala penderitaan yang menimpanya, Evelyn bersyukur karena masih ada orang baik yang mau menolong dan mengantar dirinya pulang.Bahkan orang asing itu juga membelikan beberapa bekal makanan untuk Evely, usai mendengar kisah malangnya yang menjadi korban tawanan dan dijebak oleh seseorang, sehingga kini ia bisa terlelap dengan sedikit nyenyak tanpa harus merasa kelaparan.Karena sudah tidak lagi memiliki akses untuk masuk ke rumah—tidak ada kunci duplikat atau semacamnya—Evelyn terpaksa meringkuk di atas teras rumah orangtuanya.Miris?Tidak juga. Bagi Evelyn, ini jauh lebih baik dibandingkan harus menetap di mansion mewah milik seseorang yang merupakan dalang dari kematian ayahnya.“Tidak apa-apa, ya, Nak. Malam ini kita harus tidur tanpa alas dan selimut.” Evelyn mengusap perutnya yang sudah semakin membesar. “Jangan takut kedinginan. Ibu akan memelukmu dengan cinta dan kasih sayang yang tersisa. Terima kasih sudah menjadi janin yang kuat. Terima kasih ... karena tidak per
“Kalian ... saling kenal?” Lucas nyaris tak berkedip ketika menyaksikan Evelyn dan Robby yang kelihatan seperti dua orang teman yang sudah lama tidak berjumpa.Robby bergeming dalam bimbang. Ia sudah mendengar bahwa Zach telah merahasiakan pernikahannya dengan Evelyn. Jadi, tak ada niat di hatinya untuk membeberkan kepada Lucas terkait status Evelyn yang merupakan istri dari seorang konglomerat.“Kami tidak sengaja pernah bertemu. Dia sempat menolongku pada saat itu.” Karena Robby terus saja diam, akhirnya Evelyn yang menjawab pertanyaan Lucas—walaupun apa yang diucapkannya jelas tidaklah benar.Evelyn sebetulnya ingat, Robby adalah asisten pribadi Zach. Meski belakangan ini jarang terlihat dan tugasnya selalu dialihkan ke anak buah lainnya, tetapi bukan berarti Robby berhenti dari pekerjaannya.Pria itu hanya meminta cuti karena memiliki urusan penting yang harus diselesaikan di Jerman. Dan sekarang ia telah kembali—tepatnya hampir satu minggu yang lalu.Obrolan basa-basi tidak berlan
Hampir satu minggu berlalu setelah kedatangan Robby yang menandatangani surat perjanjian untuk membeli tanah dan menerima gadaian rumah orangtuanya.Sejak saat itu, Evelyn menyadari kalau ia harus memikirkan cara agar bisa bergerak lebih cepat untuk menghindari orang-orang Zach. Karena, meskipun sampai detik ini tak ada orang yang datang untuk memaksanya kembali ke mansion, tetap saja ia harus waspada mengenai hari esok atau lusa.Orang-orang suruhan Zach mungkin masih menunggu waktu yang tepat untuk menculik dan membawa Evelyn. Siapa yang tahu?‘Kau boleh tinggal di sini selama apa pun, Nyonya. Tak akan ada yang melarang, tentu saja. Rumah ini milikmu dan orangtuamu.’Suara Robby masih berputar di kepala Evelyn dengan sangat jelas. Sebuah kalimat yang pada akhirnya membuat Evelyn pasrah, terpaksa menyerah. Sebab, ia tidak memiliki tempat lain untuk singgah, juga tidak ada satu sen pun uang yang bisa digunakan untuk menyewa tempat penginapan.Tiga hari yang lalu, Evelyn mendapatkan pek
Seluruh pasang mata beralih menatap seorang pria yang baru saja datang. Dari arah pintu masuk, tampak Zach berjalan menghampiri keributan yang melibatkan Evelyn di dalamnya.Kehadiran Zach menimbulkan tanda tanya di benak Evelyn. Bagaimana pria itu bisa tahu keberadaannya?Evelyn menunduk ketika Zach semakin mendekat. Kemudian, pria itu berdiri tepat di hadapannya.“Sayang, bukankah itu Tuan Zachary Muller? Salah satu calon pemimpin negara, ‘kan?”Jeff nyaris tidak berkedip pada saat mendengar kekasihnya membisikkan satu pertanyaan di telinganya. “Iya, Sayang. Tapi apa kita tidak salah orang?”Shiren bergeming. Tak lepas memandangi Zach. Masih tidak percaya akan bertemu dengan orang penting di bidang politik.“Tuan Zach ...?” Seolah menjawab segala tanya di benak Jeff dan Shiren, Xavier yang berada di dekat Evelyn mengeluarkan suara untuk memanggil nama pria itu. Membuat Shiren dan Zach semakin yakin bahwa yang mereka lihat memang benar-benar kandidat presiden bernama lengkap Zachary
“Tuan, sebenarnya mau berapa lama lagi kita mengikuti Nyonya Evelyn? Bukankah kita terkesan seperti penguntit jika terus seperti ini?”Zach mengerutkan kening. “Bisakah kau diam?” Ia memelototi Henry dengan gemas bin kesal. Seolah itu adalah peringatan halus untuk supir pribadinya tersebut.Sementara Henry tak lagi berani melontarkan suara, Zach mengalihkan pandangan, memperhatikan Evelyn dari kejauhan di balik kaca mobil yang sengaja ditutup rapat—supaya Evelyn tidak curiga sedang diintai olehnya.Zach melihat Evelyn turun dari taksi, lalu memasuki rumah orangtuanya yang telah digadaikan oleh Lucas kepada Zach.Hari ini Zach telah menghabiskan banyak waktu untuk memperhatikan gerak-gerik Evelyn secara tersembunyi. Itulah alasan kenapa ia bisa muncul tiba-tiba pada saat Evelyn bertengkar dengan salah seorang pengunjung restoran di tempatnya bekerja.“Sebenarnya apa tujuanmu, Tuan?” Lidah Henry terasa sangat gatal, sehingga tidak mampu menahan ucapan lebih lama lagi. “Kita sudah mengaw
Halo, Semuanya!Aku mau nanya, kira-kira ada gak yang masih mau baca novel ini kalau aku bikin S2?Tapi di S2 ini pemeran utamanya bukan Evelyn & Zach, melainkan karakter lain di dalam cerita ini. Nah, kalian mau aku bikin cerita lanjutan tentang perjalanan kisah siapa nih?Ada beberapa pilihan yang bisa kalian pertimbangkan—tentunya dengan konflik berbeda yang nggak kalah seru dan bikin senyum-senyum sendiri.1. Oliver2. Aldrick3. Bryan4. Fathe5. Florez6. Freya7. Atau ada request?Btw, terima kasih banyak buat yang udah baca S1—baik yang baru baca beberapa BAB atau udah sampe selesai. Semoga rezekinya selalu lancar dan berkah, biar bisa top up banyak-banyak dan ikutin terus karya-karya aku yang lain, hehehe. Luv♥️
“Apa yang kau lakukan pada adikku?!”Suara bocah laki-laki dari arah lain berhasil mengalihkan perhatian Bastian dan Freya, membuat keduanya menoleh ke sumber suara, lalu terkejut mendapati Fathe yang sedang menghampiri dengan raut marah tercetak jelas di wajahnya.“Fathe!” Freya bergumam, merasa bala bantuan sudah datang kepadanya.Di belakang Fathe, tampak Florez membuntuti dengan ekspresi khawatir.Ketika Bastian menurunkan kedua tangannya dari sisi tembok, Freya langsung memaanfaatkannya untuk berlari kecil dan bersembunyi di balik punggung Fathe.Fathe menatap tajam Bastian. Satu jarinya terangkat, menunjuk-nunjuk wajah Bastian. “Kau ... jangan sekali-sekali mengganggu adikku lagi, atau aku akan mematahkan kakimu!” ancamnya dengan suara kesal.Bastian terlihat ketakutan. “Ti–tidak, Fathe. Aku tidak berniat mengganggu Freya.” Lutut kakinya terasa lemas sekarang.“Pergi sana, sebelum aku benar-benar akan menghajar wajahmu!” gertak Fathe sambil mengangkat kepalan tangannya.Bastian y
“Kenapa harus menunggu pulang sekolah? Kau bisa mengatakannya sekarang juga. Kebetulan sedang tidak ada Fathe,” ucap Revano.“Benar juga. Ayo! Kau bisa melakukannya, Bastian." Kenzo menyemangati.Bastian diam saja. Namun, isi kepalanya tidak benar-benar diam. Dia sedang berpikir mengenai apa yang harus dilakukan saat ini.“Apa kau takut ketahuan Fathe?” tanya Revano. “Kau dan Freya bisa berteman dulu. Tidak harus langsung menjalin hubungan.”“Bukan,” bantah Bastian yang tidak terima dibilang takut. “Aku hanya khawatir Freya tidak mau berteman denganku.”Revano mengibaskan telapak tangan di depan wajah Bastian. “Tidak mungkin. Aku perhatikan, Freya itu anak yang sangat baik dan berhati lembut. Dia pasti mau berteman dengan siapa saja,” ucapnya mengompori.“Revano benar. Aku bahkan tidak sengaja pernah menabrak Freya, tetapi malah dia yang menyesal dan minta maaf,” beritahu Kenzo.Karena terus didesak oleh kedua temannya, Bastian pun merasa tertantang untuk maju mendekati gadis berpipi c
“Mami, Mami, tadi Fathe mengatakan kalau dia mau memukul orang jahat,” adu Florez yang sedang dipakaikan dasi oleh Evelyn.“Iya, Mami. Papi juga malah mendukung, bukannya menegur,” tambah Freya. Seperti biasa, dia selalu menjadi orang pertama yang selesai mengenakan seragam dibandingkan kedua kakaknya.“Bukan begitu, Mami.” Fathe yang sedang memegang rompi merah itu langsung buka suara, tidak terima atas tuduhan yang telah dilayangkan Florez dan Freya kepadanya. “Aku hanya ingin memukul orang-orang yang bersikap jahat pada mereka.”“Ih, tapi, Mami ... bukankah kita tidak boleh membalas perbuatan jahat orang lain? Nanti Tuhan yang akan membalasnya,” ujar Florez. “Iya, ‘kan, Mi?” tanyanya memastikan.Evelyn menghela napas sejenak. Sudah biasa baginya mendengar perdebatan atau keluh kesah putra-putrinya di pagi hari, dan itu tidak pernah membuatnya merasa kesal.“Iya, betul. Kita memang tidak boleh membalas perbuatan jahat orang lain, tetapi bukan berarti kita harus diam saja pada saat di
Sinar mentari menembus jendela kamar ketika Evelyn menyibak tirai gorden. Sejak pukul setengah lima pagi, dia sudah bangun untuk mandi dan menyiapkan sarapan.Ini adalah hari Senin. Ketiga anak kembarnya akan beraktivitas seperti biasa, yaitu mengikuti program prasekolah yang sudah mereka jalani sejak usia tiga tahun. Jadi, tidak heran kalau Evelyn akan lebih sibuk dibandingkan di tanggal merah.Selain mengurus anak-anak mungil itu, Evelyn juga tidak lupa dengan kewajiban sebagi istri yang harus menyiapkan segala keperluan suami yang juga akan berangkat kerja pagi ini.Masing-masing seragam sudah Evelyn letakkan dengan rapi di atas kasur, lengkap dengan dasi, topi dan kaos kaki, sedangkan beberapa pasang sepatu dia taruh di lantai.Sekarang Evelyn kembali ke dapur untuk menyiapkan sarapan.Sementara itu, di dalam toilet ....“Papi, aku ingin duduk di sana.” Freya, gadis kecil yang masih memakai baju tidur dengan rambut ikalnya yang sudah berantakan, baru saja mendongak ke arah pria ber
“Siapa yang mau sandwich?” Terdengar suara dari arah lain, dan ternyata itu adalah Alice yang baru saja datang membawakan beberapa sandwich di atas piring.“Aku mau! Aku mau!” Ketiga anak itu berseru, lalu berlari dengan riang gembira menghampiri Alice.Melihat itu, Bryan ikut berlari ke arah Alice. “Ibu, aku mau dua! Untuk Fathe, berikan yang paling kecil dan isinya sedikit saja,” ledeknya.Fathe menoleh sambil mengerucutkan bibir dengan tatapan tajam. “Dasar serakah! Nanti perutmu bisa meledak karena terlalu banyak makan,” katanya, terlihat kesal.Bryan menjawab, “Aku tahu kapan waktunya berhenti makan, tidak seperti ikan hias yang makan banyak melebihi kapasitas perutnya yang kecil.”Fathe merasa tersinggung mendengar kata ‘ikan’. Karena, sebelumnya Bryan mengatai dirinya sekecil ikan hias. “Aku tidak pernah makan terlalu banyak,” ucapnya.“Kau menganggap dirimu seperti ikan?” ledek Bryan. “Padahal aku benar-benar sedang membahas ikan hias. Apa kau tidak tahu, ikan akan makan sebany
Zach tidak mengerti apa maksud dari ucapan Aldrick. “Apa yang kau bicarakan?”Aldrick tampak kikuk. “Apa kau tidak tahu penyebab kenapa Ayah lumpuh?” Justru dia merasa heran, bisa-bisanya Zach tidak tahu alasan yang melatarbelakangi kelumpuhan kaki Jeremy?“Memang apa penyebabnya?”Jujur, Aldrick terkejut, ternyata Zach benar-benar tidak tahu soal itu.“Ayah, apa boleh aku ceritakan?” Aldrick adalah orang yang tahu etika, sehingga dia meminta izin dulu kepada Jeremy.“Silakan,” balas Jeremy. “Kalaupun aku mengatakan tidak, pasti kau tak bisa tidur nyenyak malam ini, karena Zach akan terus mendesakmu untuk bicara.”Sejenak Aldrick terkekeh, lalu mulai menceritakan, “Saat berusia sebelas tahun, kau menjadi korban penculikan. Ayah dan pengawalnya berusaha menyelamatkanmu. Tapi karena dibius, kau tidak sadarkan diri. Kemudian, komplotan penculik itu mengejar mobil yang ditumpangi Ayah dan beberapa pengawalnya, hingga insiden kecelakaan pun terjadi tanpa disangka-sangka.”Zach menjadi pende
Evelyn ikut terharu melihat Zach sudah berbaikan dengan Aldrick. Dia tersenyum manis, bangga kepada anak-anaknya yang telah membuat tembok raksasa pertahanan Zach akhirnya runtuh juga.Setelah itu, Evelyn ikut bergabung dan mereka melangkah bersama-sama menuju taman, mencari keberadaan Jeremy, karena Zach belum meminta maaf pada laki-laki itu.Benar saja. Ternyata Jeremy memang berada di sana, sedang duduk di atas kursi roda sambil memperhatikan Oliver yang sedang memanjat pohon apel, sedangkan Bryan, remaja berusia dua belas tahun itu berdiam diri di bawah pohon apel sambil menyemangati Oliver.“Ayo! Petik apelnya lebih banyak lagi, Paman!” pekik Bryan seraya mendongak memperhatikan setiap gerak-gerik Oliver.“Mami, Papi, bolehkah aku bergabung dengan Bryan dan Paman Oliver?” tanya Florez dengan penuh harap.Evelyn menyahut, “Boleh saja, Sayang, tapi harus minta izin dulu dengan mereka. Jika mereka tidak keberatan, silakan bergabung. Tapi, jika mereka merasa keberatan, kalian tidak pe
Karena didesak ketiga anak kembarnya, mau tidak mau Zach harus menemui kakak dan ayahnya untuk meminta maaf. Karena, sebagai orangtua, dia harus mencontohkan sikap yang baik, benar dan bijaksana.“Ayo, Papiiiiii!” Freya menarik lengan kanan Zach, lalu Florez di sebelah kiri, sedangkan Fathe mendorong tubuhnya dari belakang.Mereka tampak tidak menyerah walaupun Zach memiliki tubuh tinggi besar dan tidak sebanding dengan tubuh miniatur mereka.Zach hanya bisa pasrah menerima perlakuan anak-anaknya. Dia terus berjalan mengikuti ke mana si kembar membawanya pergi.“Paman Aldrick!” Fathe memanggil Aldrick yang sedang berjalan di koridor mansion.Pria itu menoleh, mengernyit melihat ketiga anak itu menghampirinya sambil menyeret Zach dengan tangan mungilnya.Sesekali Aldrick terkekeh geli pada saat menyaksikan Freya dan Florez yang terlihat berjalan mundur untuk bisa menarik tangan Zach dengan tenaga yang lebih besar.“Papi, bisakah berjalan lebih cepat sedikit? Kami hampir kehabisan tenaga