“Ayah Nona harus dioperasi dan membutuhkan biaya sekitar lima ratus juta.”
Masih terngiang-ngiang dengan jelas perkataan dokter Samuel di telinganya. Lima ratus juta bukanlah uang yang sedikit. Entah butuh berapa lama Tiara harus mengumpulkan uang sebesar itu, untuk biaya operasi Leo—sang ayah.Tiara menyusuri jalanan yang gelap disertai dengan turunnya hujan yang lebat. Udara yang dingin tidak membuat Tiara merasa kedinginan. Pikirannya terlalu rumit hingga tidak bisa merespons apa pun termasuk embusan udara dingin.Langkahnya begitu gontai, tiap-tiap langkah kakinya serasa tidak menapaki jalanan. Ayah—keluarganya yang tersisa setelah lima tahun lalu ibu dan kakak perempuannya meninggal karena korban tabrak lari, kini harus menderita penyakit gagal jantung.Lalu sekarang? Apakah dia harus kehilangan ayahnya juga? Ah, rasanya ia ingin ikut mati saja jika memang ayahnya pun harus menyusul sang ibu dan sang kakak.Dunia ini terlalu kejam untuk Tiara lalui sendiri. Dunia terlalu bahaya jika hidup seorang diri. Tidak ada tempat untuk berlindung ataupun sekadar bersandar.Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam, itu artinya waktunya untuk kerja sudah tiba. Tiara tidak peduli meskipun datang ke tempat kerja dalam keadaan basah kuyup. Bahkan jadi bahan tontonan dan cemoohan orang-orang yang membencinya. Tiara tidak peduli!“Tiara!”Suara seseorang menghentikan langkah Tiara yang hendak masuk ke klub lewat pintu belakang. Tiara menoleh ke sumber suara dan terlihatlah dengan jelas seorang pria tampan pemilik pupil warna coklat dan pipi mulus tanpa ada jambang ataupun kumis meski tipis.Pria itu adalah Panji Putra pemilik klub King—tempat Tiara bekerja sekaligus teman dekat Tiara.Panji melangkah dengan lebar menghampiri Tiara yang terlihat begitu kacau dan menyedihkan itu. Rambut panjangnya basah, bajunya basah jangan lupakan bibirnya berubah membiru dan kulitnya keriput akibat terlalu lama terkena air hujan.“Apa yang terjadi denganmu, Tiara?” Panji khawatir. Secepatnya ia berlari ke loker untuk mengambil sesuatu yang bisa membuat tubuh Tiara hangat.Di tangan Panji menenteng handuk berwarna putih. Lalu Panji menggosok-gosokan pada rambut Tiara yang basah setelah itu menyelimutkan pada tubuh Tiara. Sedangkan Tiara hanya diam.Panji tahu Tiara sedang tidak baik-baik saja. Oleh karena itu, Panji membiarkan Tiara untuk menenangkan dirinya. Kadang, perhatian Panji pada Tiara membuat para pegawai lainnya merasa cemburu dan iri.“Tenangkan dirimu dulu, Tiara. Aku tidak tahu apa yang terjadi denganmu hingga sampai seperti ini. Aku akan menunggumu untuk bicara. Sekarang diamlah di sini biar aku ambil baju ganti di loker milikmu.”Baru saja Panji akan beranjak pergi tetapi, Tiara menahan tangan Panji hingga Panji pun menoleh ke arah Tiara.“Ada apa?” Dengan tatapan kosong ke depan Tiara berucap. “Tidak perlu repot-repot. Aku bisa ambil sendiri, aku akan langsung bekerja,” tolak Tiara.Setelah itu Tiara beranjak lalu berjalan ke arah tempat di mana loker berada. Panji hanya bisa menghela napas panjang, saat Tiara selalu menolak perhatian kecil darinya.Panji pun bertanya-tanya dalam benaknya. Sebenarnya apa yang terjadi dengan Tiara? Panji yakin ada sesuatu hal besar yang terjadi sehingga Tiara seperti mayat hidup.Kini, Tiara ada di ruang ganti sendirian. Tiba di sana Tiara tidak langsung berganti pakaian ia hanyalah diam. Hingga beberapa detik kemudian tubuh Tiara serasa melemah terduduk di lantai. Tiara kembali menangis. Ia menutup mulutnya agar tangisannya tidak menimbulkan suara yang akan terdengar oleh siapa pun yang lewat atau memang hendak ke ruangan ganti.“Tuhan... apa yang harus aku lakukan? Uang dari mana sebanyak itu? Uang gajiku saja selalu habis di tengah bulan untuk beli obat Ayah. Dan sekarang? Lima ratus juta!”Tiara bingung, apa harus ia minta bantuan pada Panji? Meminjam uang darinya dengan jaminan setiap bulan gajinya dipotong untuk mencicil. Namun... berapa tahun ia harus mencicil uang sebesar itu?“Argh!” Tiara menggeram.“Tuhan... aku masih butuh Ayah. Aku mohon jangan dulu kau ambil nyawa ayahku.”Hiks... Hiks... HiksSungguh Tiara tiada berdaya. Sejurus kemudian Tiara menyeka air matanya. Dia kuat, dia wanita tangguh, gak boleh cengeng! Tuhan pasti akan memberinya jalan di setiap kesulitan hamba-Nya.Tuhan pasti tahu Tiara mampu, maka Tiara pun akan tetap berusaha mendapatkan uang lima ratus juta dalam waktu singkat.Tiara secepatnya berganti pakaian, ia sudah telat setengah jam. Sudah dipastikan ia akan dapat bully-an dari pegawai lain.Di klub Tiara bekerja sebagai waiter. Ingat! Waiter. Bukan wanita yang suka menjajalkan tubuhnya untuk dinikmati banyak orang.Namun penilaian orang tentang Tiara salah. Para tetangga mengira jika dirinya kerja di klub menjual diri. Hingga berita itu sampai ke telinga Leo dan langsung anfal. Tiara mengutuk siapa saja yang berani menyebarkan berita semacam itu. Apalah daya, semua terasa percuma dia hanyalah orang miskin yang tidak bisa membela harga dirinya sendiri.Brugh ...“Aww,” Tiara meringis saat tiba-tiba saja ada orang yang mendorong tubuhnya hingga terjatuh.“Lo masih betah kerja di sini? Kalau masih betah profesional, dong. Jangan mentang-mentang kenal sama si Bos kamu ngelunjak!” maki seorang wanita yang memakai seragam sama seperti Tiara.“Aku habis dari rumah sakit dulu ta—““Alah, alasan lo klasik! Sekarang cepat kerja! Gatiin gue, gue capek mau istirahat.”“Baik.”Rasanya Tiara ingin membalas makian Dewi. Sayangnya, ia tidak mau membuang-buang tenaganya untuk membalas perkataan pedas Dewi. Gak penting!Pengunjung di Klub King begitu ramai. Maklum malam minggu hari yang sering dijadikan waktu untuk menikmati hidup. Hidup penuh maksiat.Tak jarang Tiara hampir mendapatkan pelecehan. Beruntung ia bisa bela diri jika ada yang macam-macam siap saja akan kena pelintiran dan tinjuan di area selangkangan.Malam semakin larut bukannya semakin sepi tapi malah semakin rame. Begitu banyak manusia-manusia yang tidak takut mati, tidak takut Tuhan dan tidak takut akan dosa semua berkumpul. Tiara sudah mulai kelelahan ia beberapa kali hampir terjatuh, namun masih bisa menopang tubuhnya.Gawai milik Tiara bergetar, gawai yang ia simpan di antara dadanya. Bukan tanpa alasan menyimpan gawainya di sana, ini bertujuan agar saat ada yang menghubungi getarannya mampu terasa.Secepatnya Tiara mengambil gawainya dan tertulis nama rumah sakit di layar gawai.“Hallo.”“... ...”“Apa?!”Tiara bergeming lalu air matanya kembali luruh. Pihak rumah sakit mengatakan jika Leo—ayahnya kembali anfal dan secepatnya harus melakukan operasi.Bagaimana ini? Dari mana Tiara bisa dapa uang sebanyak itu. Entah setan dari mana hingga terlintas di benak Tiara untuk melakukan hal itu.“Apa aku harus melakukannya? Hanya itu hal yang berharga dan pasti harganya mahal,” Tiara bergumam.Sejurus kemudian, dia berjalan menyusuri koridor demi koridor tujuannya hanya satu ruangan Panji. Tiara sudah bulat akan melakukan hal itu, hanya sekali saja tidak masalah. Batinnya terus berperang.Brak...Suara pintu dibuka dengan keras.Orang yang berada di dalam sana langsung mendongakkan kepalanya.“Aku mau menjual keperawananku.”“Aku mau menjual keperawananku.”Mendengar kalimat horor itu membuat Panji yang sedang sibuk di depan layar seketika mendongak. Ia sampai melepaskan kacamata bacanya.“Are you crazy?” tanya panji. Ia sama sekali tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Menjual keperawanan? Ini gila!“Aku mau menjual keperawananku, Panji,” ulang Tiara dengan air mata yang berderai.Antara hati dan nalarnya sungguh tidak bisa sinkron, namun ia tetap harus melakukan ini semua. Demi kesembuhan Bapak tercinta keluarga yang ia miliki satu-satunya.Panji beranjak, lalu ia berjalan ke arah Tiara yang masih berdiri di ambang pintu. Tidak lupa air mata yang sedari tadi berderai. Ini bukan kemauan hatinya, namun ia tetap harus melakukannya.Panji langsung menempelkan punggung tangannya ke kening Tiara, mungkin... temannya ini sedang berada dalam keadaan tidak baik-baik saja.“Kamu sakit?” tanya Panji memastikan. Sebab tidak biasanya Tiara bersikap seperti ini. Tiara yang Panji kenal adalah wanita tang
Keesokan harinya Panji sudah mendapatkan seorang pria yang menurutnya layak untuk Tiara. Dia adalah seorang pengusaha sukses di kota Jakarta. Harta kekayaannya begitu banyak mungkin saja harga 500 juta tidak akan ada artinya bagi dia.Pengusaha itu adalah Tuan Adipati, seorang duda kaya yang selalu menyalurkan hasratnya pada wanita-wanita panggilan. Jika boleh jujur Panji teramat tidak rela. Bagaimana bisa dirinya bisa berbesar hati jika orang yang dia cintai secara tidak langsung harus ia jual?Terpaksa, ini hanya terpaksa. Setelah beberapa menit lalu Panji dan Adipati saling bersepakat masalah harga panggilan telepon pun terputus.Terdengar helaan napas dari mulut Panji, baginya ini adalah keputusan terberatnya.Memang Tiara buka keluarga bahkan kekasih pun bukan, ia hanya seorang sahabat yang berharap bisa memiliki hati Tiara.Sepertdetik kemudian, Panji mengirim pesan pada Tiara memintanya untuk menemui dirinya di apartemen miliknya. Sebuah transaksi besar akan ia lakukan dan ini
Perusahaan Salim GroupPrang!...Terdengar suara kegaduhan dari ruangan CEO. Ini membuat para karyawan yang kebetulan melintas di ruangan sang CEO mendadak jadi merinding ketakutan.Ya, saat ini memang sang pemilik ruangan yang tidak lain pemimpi perusahaan Salim group sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja.Rupanya kemarahan sang pemilik Salim grup bertahan sampai malam tiba. Bahkan saking marahnya ia tidak beranjak dari tempat duduknya. Yang dia lakukan hanyalah diam dengan sorot mata yang tajam, dari tatapan matanya itu terlihat kilatan-kilatan kebencian.Ada kalanya tangannya terlihat terkepal lalu rahang yang mengeras hingga urat-urat di lehernya terlihat begitu dengan jelas.Aditya Dika itulah namanya pria dewasa yang berusia 30 tahun, satu tahun lalu dia ditinggalkan oleh pacarnya padahal mereka berencana akan menikah beberapa bulan lagi. Dengan kejadian itu sikap Aditya Dika berubah yang tadinya arogan semakin arogan yang tadinya kejam semakin kejam satu hal lagi... dia sa
Saat pintu mobil bisa dibuka, Tiara langsung masuk dan bersembunyi di bawah—di antara jok dan sandaran jok. Tidak lupa kepalanya ikut ia sembunyikan di antara kedua tangannya.Aditya menatap jijik ke arah Tiara, sampai-sampai Aditya enggan untuk bersitatap. Saat tiga orang yang mengejar Tiara tadi berhenti tepat di samping mobil yang dijadikan tempat bersembunyi. Tubuh Tiara gemetaran. Dalam pikirannya, ia membayangkan bagaimana nasibnya jika seandainya dirinya tidak bisa melarikan diri. Hancur sudah masa depannya.Aditya yang tidak terbiasa melihat pemandangan yang menurutnya menjijikkan itu. Di mana Tiara memakai pakaian minim dengan belahan dada yang semakin terlihat jelas.Dengan ekspresi datar Aditya membuka jas mahalnya, lalu secara kasar melempar jasnya pada tubuh Tiara.“Pakai! Bajumu itu sungguh tidak layak disebut baju. Di rumah apakah kamu tidak punya baju? Sampai-sampai baju adikmu kamu pakai,” sinis Aditya tanpa sedikit pun melihat ke arah Tiara.Mendengar kata-kata itu m
Tiara syok bukan main saat Aditya mengatakan jumlah uang yang sangat fantastis itu. Satu milyar! Sudah pasti itu adalah jumlah uang yang sama sekali tidak terpikirkan Tiara. Sekadar menyentuh atau melihatnya saja ia tidak pernah.Keterkejutan Tiara semakin menjadi saat Aditya meminta pada Boy agar membawa uang tersebut. Dan kini uang satu milyar ada di hadapan Tiara yang berada di dalam koper.Tiara lalu menatap ke arah Aditya. Ia ingin bicara tapi mulutnya terasa begitu kelu tidak bisa untuk berkata-kata. Hanya sebuah tatapan yang mengisyaratkan apa dia serius?“Uang itu bisa jadi milikmu asalkan kamu bersedia menikah denganku. Bagaimana? Tawaranku menggiurkan bukan?”Memang, ini tawaran yang sangat menggiurkan. Dia tidak perlu menjual tubuhnya dan dinikmati oleh pria brengsek. Namun... dia sadar ini sama saja harga dirinya sudah dibeli. Masa bodoh! Ini demi ayahnya, ayahnya lebih penting daripada harga dirinya.Tapi... Tiara masih bingung. Apakah kehormatan dirinya bisa terjamin? Ap
Tiara mendongak kaget. Ayahnya bangun di waktu yang tidak tepat. Lalu, bagaimana cara menjelaskannya? Tidak mungkin jika dirinya harus mengatakan jika uang yang ia maksud adalah hasil dari sebuah kesepakatan kontrak pernikahan.“Uang apa yang kamu maksud, Tiara?” tanya Leo penasaran.“Itu ...,”“Apa?”Tiara sedikit menghela napas seraya mata yang ia tutup. Sejurus kemudian menatap sang ayah.“Kalau Tiara kasih tahu, Ayah harus janji dulu,” ucap Tiara membuat kesepakatan.“Janji apa?” balik tanya Leo.“Janji jangan marah jangan terkejut pula.”Leo tertawa tangannya terangkat lalu ia daratkan di kepala Tiara. “Anak Ayah lucu. Masa Ayah disuruh berjanji dulu.”“Ayah....”“Iya, iya, Ayah janji.” Tangannya mencubit pipi Tiara.“Tiara sudah dapat uang untuk biaya operasi Ayah. Dan....”“Dan apa Tiara? Ayah harap bukan sesuatu yang buruk,” ujar Leo saat Tiara sedikit menjeda perkataannya.“Calon suami Tiara membayar lunas pengobatan Ayah sekaligus membayar semua biaya operasi.” Tiara memilih
Kediaman Aditya Dika.Ini adalah cuci tangan Aditya yang kesepuluh. Seperti itulah Aditya. Saat tangannya sudah bersentuhan dengan wanita maka ia akan langsung mencuci tangan sampai bersih dan berulang-ulang.Menurut Aditya wanita itu ibarat kuman, bakteri atau apa pun itu sejenis makhluk menjijikkan. Tangan Aditya sudah terlihat memucat, diakibatkan sering terguyur air. Hingga saat Boy datang barulah ia menghentikan aktivitas mencuci tangannya.“Kau sudah mengantar dia pulang?” tanya Aditya seraya beranjak dari westafel dan mulai mengeringkan tangannya.Dengan takzim dan rasa hormat Boy mengiyakan perkataan Aditya. “ Sudah. Dia sekarang di rumah sakit.”“Bagus!” ujar Aditya lalu duduk di sofa diikuti oleh Boy. “Aku harus pastikan pernikahanku dengan dia berlangsung besok. Sebab wanita itu akan pulang lusa.”“Tenang saja, Tuan. Semua pasti akan berjalan dengan lancar. Apa yang Tuan inginkan pasti kan segera terwujud. Saya yakin ayahnya akan setuju jika mendengar niat Tuan untuk me
Tidak ada sedikit pun niat untuk merespons pesan itu. Bagi Aditya ini tidaklah penting. Membalas pesan mantan. Terdengar lucu di telinga Aditya. Baginya mantan adalah bagian di masa lalu yang tidak berhak mencampuri kehidupannya lagi. Karena tidak ingin kembali mengulang dengan masa lalu, pada akhirnya Aditya melakukan kontrak pernikahan dengan Tiara dengan maksud agar sang mantan tidak mengganggunya lagi. Sekaligus ingin membuktikan jika dirinya bisa move on darinya.Tidak ingin terlalu memikirkan sang mantan Aditya memutuskan untuk beranjak ke kamar. Tubuhnya terasa lelah ingin secepatnya membaringkan tubuhnya.Sementara itu di rumah sakit, Tiara merasa lega sebab ia sudah mengatakan jika calon suaminya akan datang besok. Meskipun diselipi dengan sebuan kebohongan.Waktu terus saja berjalan hingga tidak terasa sudah menunjukkan pukul dua pagi. Dan dirinya sama sekali belum memejamkan mata, rasa kantuknya hilang dikarenakan memikirkan bagaimana besok ia harus menghadapi pria yan
Semua berkumpul di ruang tamu seusai acara akad pernikahan sederhana antara Rendi dan Melly. mereka saling pandang sebab dari setiap orang memiliki pertanyaan di benak mereka. Ayu yang bertanya-tanya kenapa bisa Rendy dan melly menikah, sedangkan yang ia tahu hubungan keduanya begitu sangat renggang bagaikan kucing dan tikus yang saling menjelekkan dan saling menghindari satu sama lain. Melly dan Rendy Yang bertanya-tanya kenapa Ayu bisa bersama dengan Marvel. kemudian Davin dan Mauren pun memiliki pertanyaan yang sama ditambah ke mana saja selama ini selama 8 bulan menghilang. Rendy yang sedari tadi terus saja menatap Ayu, sementara Ayu yang merasa ditatap hanya tertunduk dengan meremas jari jemarinya. hal yang tidak ingin Ia hadapi ini harus terjadi, ia harus bertemu dengan Rendy begitu cepat "Marvel bisa kamu jelaskan ke mana selama ini dan kenapa kamu bisa dengan wanita ini," ucap Maureen memecah keheningan dengan nada sedikit sinis ketika mengucapkan kata wanita ini."Dia pu
Dalam perjalanan menuju rumahnya, Aditya tidak hentinya memainkan handphone. Terkadang seulas senyum terbit di bibir Aditya. Sontak saja hal demikian membuat Boy takjub, karena pemandangan seperti ini jarang sekali terjadi. Boy begitu penasaran apa sebenarnya yang sedang tuannya lihat? Hingga dirinya tersenyum senyum sendiri. Sungguh pemandnagan yang langka. "Tuan apa yang terjadi?" tanya Boy pada Aditya. Aditya yang ditanya langsung mengalihkan tatapannya ke Boy. "Wanita itu sudah ada di depan rumah, dia bodoh! Ia memilih diam di depan gerbang , padahal kamu memberikannya kunci rumah itu bukan?" tanya Aditya pada Boy, Boy yang tengah menyetir itu tiba-tiba merasa kesulitan untuk menelan salivanya sendiri. Dia lupa memberikannya. "Maaf Tuan sepertinya aku lupa memberikan kunci rumah itu." boy merasa menyesali , ia teledor kali ini. "Apa kamu tidak mendengarkan perintahku? Aku kan bilang kirim dia alamat rumah dan kuncinya, biar dia menunggu di sana,'' sentak Aditya "Maaf,
Rachel syok, ia tidak percaya jika Aditiya sudah menikah, padahal Ia sudah percaya diri jika Aditiya tidak mungkin memiliki pengganti dirinya. namun dugaannya salah, justru ia harus mengetahui fakta Aditya sudah menikah. "Kamu bohong kan, kamu sengaja ingin membuat aku cemburu. Kamu sebenarnya masih mencintaiku. Hanya saja, Kamu marah karena aku meninggalkanmu. dan Kamu berpura-pura sudah menikah," Rachel berkata dengan percaya dirinya . ia kekeh meyakini sikap dan perkataan Aditya itu bohong. Jika dia belum menikah belum memiliki istri. "Terserah kamu mau percaya atau tidak yang pasti, apa yang aku katakan itu fakta, kenyataan. jika tidak percaya datanglah besok ke sini, aku akan membawa istriku ke kantor,'' terang Aditya. Ia ingin membuat Rachel berhenti mengganggunya. Rachael tertawa begitu kerasnya, entah apa yang membuat ia tertawa seperti itu. "Jangan kira aku Bodoh, Aditya. Sekarang ada begitu banyak cara.. termasuk kamu, bisa saja kamu ngaku menikah padahal belum menikah.
Rachel marah dan merasa tidak terima saat mendengar Aditya sudah memiliki calon istri. Ia menduga-duga jika perubahan sikap Aditya memang karena hal ini. Tidak bisa! Rachel tidak rela! Aditya harus jadi miliknya selamanya.Saat ini Rachel sedang di jalan menuju kantor Aditya. Ia ingin mendengar langsung dari bibir Aditya dan ia harap apa yang Monica katakan tidaklah benar. Jika pun itu benar Rachel bersumpah akan merebut Aditya bagaimanapun caranya. Apalagi posisinya sangat kuat karena mendapatkan dukungan dari Monica. “Aditya ... kau hanya milikku dan selamanya akan tetap seperti itu,” gumam Rachel di sela aktivitas menyetir. Sementara itu di kantor milik Aditya, ia baru saja kembali dari pertemuan dengan klien. Ia merasa lelah karena siang ini dirinya melewatkan makan siang. Ia melihat jam yang terpasang di tangan kirinya yang sudah menunjukkan pukul dua siang lebih. “Boy aku melewatkan makan siangku. Tolong belikan aku makan siang,” titah Aditya pada Boy.Tanpa menolak Boy
***Tiara menatap nanar kartu nama yang ada di tangannya. Tertera nama Aditya Dika, nomor telepon serta alamat kantor dan alamat rumah. Ia sama sekali tidak tahu apa sebenarnya tujuan dari Aditya melakukan kontrak pernikahan ini. Namun mata dan hati nuraninya gelap. Tergelapkan oleh sogokan uang sebanyak satu milyar. Uang yang entah harus berapa puluh tahun lamanya ia kumpulkan. Ini hanya dalam semalam uang sebesar itu sudah ia dapatkan dengan risiko selama satu tahun penuh tinggal bersama suami kontraknya. Lamunan Tiara buyar tatkala Leo memanggil namanya. Mungkin Leo melihat anaknya yang tengah melamun. “Tiara, Mutiara!” panggil Leo.“Eh, Ayah. Kenapa? Haus? Lapar? Atau mau makan buah?” Seketika Tiara jadi salah tingkah sendiri. “Tenang! Ayah tidak mau itu semua,” tutur Leo.“Lalu ayah mau apa? Biar Tiara belikan.”“Ayah hanya ingin bicara sama Kamu saja, Nak. Tentang kamu dan suamimu.”Tiara diam. Ia bingung sendiri rasanya ia tidak memiliki semangat jika harus mem
Aditya tertegun melihat seorang wanita berdiri tepat di hadapannya. Lalu secara tiba-tiba memeluk dan memberikan kecupan di pipi dan bibir Aditya. Merasa lancang, Aditya pun langsung mendorong tubuh wanita itu. “Menyingkir, Rachel!” Wanita yang baru saja memberikan kecupan singkat itu adalah Rachel—mantan kekasihnya. Rachel terkejut mendapatkan perlakuan seperti ini dari Aditya sebelumnya tidak seperti ini. “What happened, Babe? Kenapa kamu mendorongku?” Tanpa menjawab pertanyaan Rachel, Aditya melewatinya begitu saja. Seperti yang sudah-sudah Aditya mengambil handsanitezer lalu menyemprotkan pada tangan. Sementara pipi dan bibirnya ia lap pakai tisu basah. Melihat sikap Aditya membuat Rachel semakin bingung dibuatnya. “Babe, are you, oke?” tanya Rachel tak percaya. Aditya menatap ke arah Rachel. Sebenarnya saat ia mengikrarkan membenci wanita saat itu pula Aditya seperti alergi disentuh wanita. Kulitnya akan terasa terbakar lalu muncul ruam-ruam. Namun saat bekas sentuhan wan
“Aku tidak melakukan apa pun.”“Diamlah!” sentak Aditya.Aditya lalu membawa sesuatu dari balik jas kerjanya. Tanpa diberitahu pun Tiara tahu apa yang dibawa Aditya, handsanitezer.Aditya menyemprotkan handsanitezer ke lengannya yang sempat Tiara sentuh. Tentu saja hal itu memancing kemarahan Tiara.“Emang kamu pikir aku virus?” ujar Tiara, lalu dengan sengaja menyentuhkan tangannya lagi ke anggota tubuh Aditya yang lainnya. Aditya geram.“Eh, eh, kamu gak waras, ya? Berhenti! Jangan lakukan ini lagi!” Aditya berusaha menghindar. Namun sia-sia, Tiara dengan sengaja menyentuh terus tangannya lalu berganti menyentuh apa pun yang ia bisa disentuhnya.Tiara tidak ingin menghentikan meskipun Aditya terus memintanya untuk menghentikan kegilaannya. Hingga dengan kasar Aditya menyentuh tangan Tiara hingga pergerakan tangan Tiara terhenti.“Aku bilang hentikan? Apakah kau tuli?” Boy yang melihat tuannya hilang kendali langsung saja menenangkan kembal
.Tiara tidak menyangka ayahnya bisa mengambil keputusan yang cepat. Padahal Ayahnya belum mengenal pria yang saat imi sudah resmi jadi suaminya. Baru saja kemarin malam rencana pernikahan kontrak ini direncanakan. Sekarang belum juga ada sehari baru beberapa jam saja sudah terealisasikan.Ini serasa mimpi bagi Tiara. Statusnya berubah dalam hitungan menit, jelas saja hitungan menit sebab satu jam lalu tepatnya enam puluh menit lalu status masih lajang. Masih menjadi gadis sembilan belas tahun. Sekarang dia jadi seorang istri diusianya yang kesembilan belas tahun. Tidak apa, dia rela. Ini demi ayahnya. Jika saja tidak ada uang dari Aditya mungkin saja ayahnya akan segera dipulangkan karena tidak memiliki biaya pengobatan. Apakah ini musibah? Atau justru berkah? Entahlah Tiara bingung harus bersikap seperti apa. “Ayah, kenapa tidak memberitahu aku dulu?”“Aku sudah tahu semua dari ayahmu. Jadi keputusan ayahmu itu tepat,” sela Aditya kemudian seraya tangannya merangkul bahu Tiara
Langkah Tiara gontai saat mengetahui kenyataan jika operasi transplantasi jantung untuk sang ayah akan diundur. Untuk sementara agar kondisi ayahnya tidak kalap terus, membuat Tiara setuju untuk melaksanakan rawat inap sampai waktu operasi tiba. Beruntung uang satu milyar yang diberikan Aditya bisa ia gunakan untuk biaya rawat inap sang Ayah dan sisanya untuk operasi.Hampir sampai di ruangan ayahnya, Tiara masih tidak menyangka jika Aditya belum juga selesai dengan ayahnya. Ini terbukti dengan Boy yang masih di luar. Merasa tidak ada gunanya menunggu Aditya selesai membuat Tiara memutuskan untuk ke kantin. Perutnya lapar ia lupa jika semalam ia belum makan. Jadinya pagi ini terasa begitu keroncongan.Sepanjang perjalanan menuju kantin, Tiara begitu penasaran hal apa yang sebenarnya sedang dibahas sampai harus selama ini. Atau mungkin... Aditya memang ingin mengenal lebih dekat sosok calon ayah mertuanya? Pikir Tiara.Lucu memang. Calon mertua? Tiara tertawa kecut. Calon mertua s