“Salam kenal, aku Ivan Barata, pemilik dan pemimpin Grup Barata saat ini,” ucap pria itu memperkenalkan dirinya.Barata Cipta Abadi, sebuah grup yang menaungi puluhan perusahaan besar yang tersebar di seluruh Indonesia. Dalam dunia bisnis di Indonesia, tidak ada yang tidak mengenal nama besar Grup ini.Eddy tidak pernah menyangka jika hari ini, Ivan Barata pemimpin grup besar itu akan datang ke showroom miliknya.Eddy juga mengenali kedua pria yang datang bersama Ivan Barata. Keduanya merupakan CEO dari perusahaan besar di bawah naungan Grup itu. Jafin dan Billy, dua sosok pengusaha muda yang menjadi orang kepercayaan Ivan Barata.“A... aku Van-““Vanya kan?” sela Ivan sambil tersenyum memotong ucapan Vanya.Eddy, Vanya dan Adelia sontak terkejut, mereka semakin di buat kebingungan karena Ivan Barata mengetahui nama Vanya.“I... Iya Pak,” jawab Vanya terbata-bata.“Vanya... Ayo makan siang denganku,” kata Ivan santai.“Jika Anda ingin membeli mobil, biar aku yang melayani Anda. Sebaga
Ivan dan Vanya akhirnya tiba, beberapa mobil mewah dengan harga fantastis terparkir rapi di garasi kediaman Ivan. Vanya sedikit di buat kagum dengan pemandangan itu, harga satu mobil mewah di garasi Ivan bahkan jauh lebih mahal dari mobil mewah harga tertinggi di showroom Eddy.Setelah memarkir mobilnya, Ivan dan Vanya turun dari mobil. Vanya terlihat gugup dan berat untuk melangkah, Ivan yang melihat itu tersenyum, dengan lembut dia menarik tangan Vanya yang membuat Vanya kembali merasa bingung dengan perasaannya.Tepat di depan pintu rumah, Ivan tiba-tiba berhenti, dia menoleh ke Vanya yang masih menunduk tak berani menatap Ivan.Ivan melepas tangan Vanya, lalu dengan lembut melepas kacamata hitam milik Vanya.“Hah... Vicky...” batin Ivan sambil menghela nafasnya pelan begitu melihat kondisi mata Vanya yang sembab.Vanya kembali terkejut, dia masih terdiam bahkan saat Ivan merapikan rambutnya.“Nah... sekarang kamu sudah terlihat lebih baik,” ucap Ivan sambil tersenyum kepada Vanya.
Suara tawa terus terdengar dari ruang keluarga kediaman Ivan Barata, Vanya tak henti-hentinya tertawa saat mendengar cerita Ivan dan Nabila tentang apa yang terjadi saat mereka mencoba menghibur Vicky.Ivan dan Nabila juga sedikit terkejut begitu mengetahui sifat dan karakter asli Vanya, sifat Vanya yang ceria dan juga manja kepada mereka, sangat berbanding terbalik dengan apa yang mereka bayangkan sewaktu pertama kali bertemu dengan Vanya.“Aku tidak menyangka jika si bungsu ternyata sangat manja,” ucap Nabila sambil mencubit pelan pipi Vanya.“Hmm... Iya... aku kira kamu itu selalu serius seperti robot,” sambung Ivan sambil tertawa.Vanya dan Nabila ikut tertawa, mereka bertiga sudah terlihat sangat akrab satu sama lain.Ivan dan Nabila juga kembali di buat takjub saat melihat Vanya berinteraksi dengan Calvin, sikap Vanya yang lembut membuat Calvin merasa nyaman dan tak mau lepas dari sisi Vanya.“Kamu akan menjadi ibu yang hebat, tidak hanya si kecil Elina, Calvin bahkan langsung l
Dor! Dor! Dor!Suara letusan senjata api terdengar saling bersahutan, Vicky yang sedang menjalani misinya di salah satu negara di Afrika, sedang terlibat baku tembak dengan kelompok bersenjata di daerah itu.Sudah lebih 4 jam mereka saling tembak, korban terus berjatuhan di pihak kelompok lawan yang menyerang Vicky.Beberapa jam yang lalu, Vicky dan empat orang anggota regunya mengunjungi sebuah desa untuk memberikan bantuan makanan dan obat-obatan.Saat mereka sedang bercengkerama dengan penduduk setempat, tiba-tiba dari kejauhan, delapan mobil pickup terlihat menuju ke desa itu dan mulai melepaskan tembakan ke arah penduduk yang sedang berkumpul.Vicky dan anggota regunya langsung merespons, seorang di antaranya langsung mengevakuasi warga ke tempat aman, dan sisanya bertahan menghalau kelompok bersenjata itu.Walaupun Vicky hanya berlima, dia dan anggota regunya dapat bertahan dan menghalau pihak kelompok bersenjata itu, agar tidak masuk lebih dalam ke desa tempat warga mengungsi.
"Vicky...."Vicky sontak membuka mata saat mendengar suara Vanya seolah memanggil namanya.Samar-samar matanya mulai bisa menangkap cahaya yang masuk.Dia terbaring di atas velbed, tempat tidur lipat yang biasa digunakan tentara di lapangan.Punggungnya masih terasa nyeri karena benturan tadi, dia terlihat mengusap wajahnya beberapa kali untuk menghilangkan bekas debu di wajahnya.Dari tempatnya berbaring dia dapat melihat beberapa tentara menggunakan loreng hijau dengan lambang bendera Indonesia di lengan kiri mereka."Kamu sudah sadar? Kamu benar-benar prajurit tangguh," ujar seorang tentara di tempat itu."Ah... Maaf bagaimana dengan anak itu?" Tanya Vicky yang berusaha bangkit dari tidurnya."Berkatmu anak itu bisa selamat," jawab tentara itu."Huft... Syukurlah...." gumam Vicky bernafas lega."Tapi aku benar-benar salut dengan kalian, 170 orang yang menyerang tak bisa melewati pertahanan kalian sehingga tidak ada satu pun warga di desa ini yang terluka, padahal jumlah kalian hany
"Halo...."Vicky sontak kaget ketika mendengar suara seorang pria yang menjawab panggilan teleponnya.Dia kembali menatap layar ponselnya untuk memastikan jika nomor yang dia hubungi adalah benar nomor ponsel Vanya. Kekasih hatinya, wanita yang begitu dia rindukan."Hmm, Maaf, apakah ini benar nomor Vanya?" Tanya Vicky dengan nada sopan."Benar ini nomor Vanya," jawab pria itu singkat."Bi... bisakah aku berbicara dengan Vanya?" Tanya Vicky kembali, rasa cemas mulai menghampiri dirinya."Dia sedang berada di rumahku, mungkin karena terburu-buru dia sampai lupa mengambil ponselnya di mobilku," jawab pria itu lagi.Deg!!Vicky terdiam, dia tidak bisa lagi berkata-kata, Vicky tertunduk lesu, berbagai kemungkinan muncul di kepalanya.Tut..Vicky mengakhiri panggilannya, sambil memejamkan mata dia bersandar di kursi mobil yang sedang membawanya ke bandara."Pak Barry, sebaiknya kita kembali ke Rusia," lirih Vicky. Kesedihan tergambar jelas dari raut wajahnya."Mungkin dia sudah bertemu den
"Tuan Muda, ada apa?" Tanya Barry, dia dapat melihat kesedihan dari wajah Vicky setelah menghubungi nomor ponsel Vanya."Pak Barry, sepertinya Vanya sudah bertemu dengan pria yang cocok dengannya," lirih VickyBarry tertegun mendengar perkataan Tuan Mudanya, "Mengapa Tuan Muda berkata seperti itu?" Tanya Barry."Barusan Yang menjawab panggilan teleponku adalah seorang pria, dia berkata jika Vanya sedang berada di rumah pria itu, ponsel Vanya juga ketinggalan di mobil pria itu, huftt... bukankah itu sudah menandakan jika mereka mempunyai hubungan spesial?" ucap Vicky menyimpulkan segalanya."Apakah ponsel milik Tuan Muda di nonaktifkan?" Tanya Barry. Menatap Vicky dari spion tengah mobil yang dia kemudikan."Iya, aku tidak ingin mengganggu hubungan mereka," jawab Vicky, dia menatap layar gelap ponsel yang berada di tangannya."Hahaha!" Barry tertawa mendengar jawaban Vicky."Maafkan aku Tuan Muda, biar aku jelaskan apa yang membuatku tertawa. Lima tahun yang lalu aku mengenal seorang g
Manda sontak emosi begitu melihat Vanya di Cafe tempat dia dan temannya biasa menghabiskan waktu.Manda selalu merasa jika alasan Vicky meninggalkan dirinya itu karena Vanya, dan bukan karena perselingkuhan yang dia lakukan bersama Giyan.Jika Vanya tidak ada, dia meyakini jika Vicky akan memaafkannya walaupun sudah berselingkuh dengan Giyan, sifat lembut Vicky kepadanya menjadi alasan mengapa dia berpikir seperti itu. Dia sangat yakin jika Vicky juga mencintainya.Manda yang sudah menyimpan dendam langsung menghampiri Vanya, dia ingin menumpahkan semua kekesalannya yang telah dia pendam selama lima tahun."Dasar wanita sialan! Itu karena kamu terus menggoda tunanganku sehingga dia pergi meninggalkanku!" Teriak Manda yang tiba-tiba muncul di tempat itu.Vincent dan Vanya langsung menoleh ketika mendengar suara wanita yang tiba-tiba berteriak di dekat mereka.Walaupun sudah lima tahun berlalu, Vanya masih dapat mengenali wajah Manda, dia adalah wanita yang telah membuat Vanya salah pah