Ganesha menghela napas panjang. Pria itu tengah duduk di tepi ranjang, sementara sang istri masih terbaring pingsan di sana."Tuan tenang saja. Nyonya Geisha mungkin hanya shock. Dia tidak kenapa-kenapa," tutur seorang pelayan yang baru saja mengantarkan minuman untuk sang tuan.Ganesha mengangguk sebagai respon atas penuturan pelayannya. Pria itu menggumamkan kata terima kasih, sebelum akhirnya si pelayan berpamit untuk pergi keluar kamar."Papa?" panggil Gabriel yang kini muncul dari balik celah pintu yang terbuka.Ganesha lantas menolehkan kepalanya ke ambang pintu. Senyum pria itu merekah begitu melihat sosok putranya yang kini mulai mendekat. "Kenapa kau tidak istirahat di kamarmu?"Gabriel yang mendengar pertanyaan sang ayah itu pun lantas menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. "Aku ingin menemani Mama.""Kemarilah," pinta Ganesha. Pria itu segera mengangkat tubuh sang putra untuk duduk di pangkuannya. Kemudian, dipeluknya dengan erat bocah tersebut.Ganesha menghirup dalam-da
Hari telah menjelang malam. Namun, Samuel dan Gabriel masih sama-sama menikmati kebersamaan mereka. Keduanya saat ini tengah berada di sebuah mall. Mereka berkunjung di zona bermain anak. Semua atas permintaan Gabriel yang tak dapat Samuel tolak."Tembak, Paman! Tembak!" seru bocah laki-laki itu dengan bersemangat saat memainkan sebuah permainan aksi. Ia dan Samuel sama-sama memegang sebuah pistol mainan yang mereka arahkan pada zombie yang muncul di dalam monitor."Ahahaha! Dasar payah!" ejek Samuel saat tembakan Gabriel meleset."Aku hanya pemanasan saja!" ucap Gabriel mencoba membela diri.Mereka bermain sampai lupa waktu. Hingga tak terasa, arloji di tangan Samuel telah menunjukkan pukul setengah delapan malam."Ayo, pulang!" ajak Samuel kepada keponakan kecilnya."Aku masih ingin bermain, Paman!" tolak Gabriel dengan wajah yang memberengut kesal."Besok lagi. Kita masih punya banyak sekali waktu untuk bermain. Sekarang, kita pulang dulu. Mama dan papamu pasti mencarimu," tutur Sa
BYUR!Cipratan air menyembur mengenai kaki pelayan yang berdiri di tepi kolam, serta Samuel dan Ganesha yang masih bertikai di tengah kolam. Mereka sontak menoleh dan menatap terkejut pada sosok Geisha yang baru saja melompat masuk ke dalam air."Geisha!" pekik Ganesha dengan mata terbelalak tak percaya. Pria itu segera berenang menepi untuk menghampiri Geisha yang kepalanya timbul dan tenggelam.Sementara itu, Samuel pun berusaha mendekat. Ia dan sang kakak sama-sama berusaha menolong Geisha yang terlihat gelagapan dengan tangan yang melambai di atas permukaan air."HAMPPP–""Sayang! Sayang!" Ganesha meraih bahu sang istri, kemudian mendekapnya erat."Ahh .... Aku hampir mati," lirih wanita itu dengan bibir bergemetar dan tubuh menggigil."Ambilkan handuk untuk Nyonya!" perintah Ganesha pada sang pelayan dengan tegas.Pelayan itu segera berlari masuk ke dalam rumah untuk mengambilkan handuk. Sementara, pelayan lain datang bersama seorang pengawal bertubuh kekar."Apa yang terjadi, Tu
Suasana sarapan pagi ini cukup menegangkan. Setidaknya, itulah yang dirasakan oleh Geisha dan Gabriel yang duduk bersebelahan. Kedua orang berwajah polos itu hanya sesekali saling melempar lirikan setiap kali mendengar denting alat makan beradu dengan piring. Juga, gerutuan sang kepala keluarga yang terdengar tak jelas."Merusak suasana. Jika bukan karena Geisha, aku sudah akan mengusir pria tak tahu diri ini dari rumahku," gumam Ganesha pelan. Berharap tidak ada seorang pun di atas meja makan ini yang mendengar ucapannya.Sementara itu, meskipun mendengar, Samuel memilih untuk mengabaikan ocehan sang kakak. Lagi pula, dirinya juga berhak tinggal di sini, bukan?"Gabriel, apa kau mau pergi keluar bersamaku?" tanya Samuel secara tiba-tiba, di tengah kegiatan sarapan bersama itu. Membuat Geisha sontak melirik ragu ke arah Ganesha yang juga telah menghentikan aktivitas makannya untuk sejenak. Wanita itu melihat sosok suaminya yang sudah melemparkan tatapan tajam ke arah Samuel."Mau! Kit
Geisha duduk bersandar pada sebuah pohon yang pernah Ganesha klaim sebagai rumah mendiang ayahnya. Sementara, suaminya itu membaringkan kepala di pangkuannya dengan mata yang terpejam.Wanita itu mengusap kepala sang suami dengan lembut seraya ikut memejamkan mata. Menikmati hembusan angin segar yang menyapa wajahnya. Ia tersenyum tipis dalam posisinya yang demikian.Cukup lama mereka menikmati suasana sunyi yang terasa menenangkan. Tentu saja. Mereka berdua ada di area pemakaman. Terakhir Geisha pergi ke makam, dia hanya mengunjungi makam palsu milik Ganesha. Dan itu sudah lebih dari dua atau tiga bulan yang lalu. Sementara, untuk mengunjungi makam orang tua Ganesha sendiri, mereka baru melakukannya lagi setelah bertahun-tahun lamanya.Ganesha menggeliat kecil. Sebelumnya, ia benar-benar tertidur dengan nyaman di atas pangkuan sang istri. Kini, pria itu mengubah posisinya menjadi menghadap ke perut Geisha. Memeluk perut itu dengan sebelah tangannya.Geisha membuka mata. Ia melirik ke
Ganesha benar-benar menepati janjinya. Ia membawa putranya pergi ke arena balap gokart seusai kegiatan home schooling-nya. Dan kini, mereka telah berada di depan loket pembelian tiket masuk."Maaf, Tuan. Putra Anda belum memenuhi standar minimal untuk memasuki arena. Di sini, usia minimal untuk ikut masuk ke arena balap adalah tujuh tahun," jelas sang petugas loket.Gabriel mendesah kecewa. Padahal, ia begitu ingin pergi ke tempat ini lantaran sering menontonnya, baik di televisi maupun ponsel. Namun sayang, keterbatasan usia membuatnya dilarang untuk masuk ke dalam."Apa kau tidak bisa melihat tinggi badannya? Putraku sangat tinggi. Tidak jauh berbeda dengan anak usia tujuh tahun!" kata Ganesha dengan sedikit keras kepala."Tapi, Tuan, kami tidak bisa membiarkan balita menyetir kart seorang diri," jawab si petugas loket."Dia bisa! Putraku bisa! Biarkan kami masuk!" tegas Ganesha yang mulai terbawa emosi. Bukan apa-apa. Ia hanya tak ingin mengecewakan putra semata wayang yang ia mili
BRAK!"Gabriel!" panggil Ganesha setengah berteriak. Namun, bocah yang baru saja menutup pintu mobil dengan cara membantingnya itu sudah berlari masuk ke dalam rumah. Suara tangis khas anak-anak mulai terdengar memenuhi seisi rumah."MAMA ...!" teriak Gabriel mencari sosok ibunya.Ganesha berdecak kesal. Ia segera menyusul putranya itu masuk ke dalam rumah. Dan di sana, ia melihat beberapa pelayan, termasuk pengasuh putranya itu sudah mendekati Gabriel, serta berusaha menenangkan bocah itu dari tangisannya yang menggemparkan seisi rumah."Tidak! Aku mau Mama! Panggilkan Mama!" teriak Gabriel yang semakin kencang menangis."Tenanglah, Tuan Muda. Mama sedang bekerja," ucap sang pengasuh."MAMAAAA!" Teriakan Gabriel semakin kencang dan menjadi-jadi.Ganesha yang semula menatap dari kejauhan pun memutuskan untuk mendekat. Ia melangkah dengan kasar, sementara kedua tangannya terkepal erat. Netranya menatap tajam pada sekumpulan orang di depan sana. Dan begitu ia menjangkau kerumunan terseb
"Akh! Sakit! Ganesha, lepas!" pekik Geisha sembari meringis kesakitan kala Ganesha menariknya secara paksa untuk menaiki anak tangga rumah. Para pelayan yang melihat kejadian itu pun tak ada yang berani mendekat, atau bahkan sekedar menegur. Ganesha terlihat benar-benar dirundung amarah."Sudah kubilang, panggil yang benar!" gertak Ganesha sambil terus menyeret sang istri hingga ke depan pintu kamar mereka.Pria itu menghentakkan tangan istrinya dengan gerakan kasar, kemudian menatap tajam pada wanita yang kini terlihat menangis tersedu-sedu itu.Geisha mengusap-usap pergelangan tangannya yang mulai memunculkan guratan kemerahan. Wanita itu sama sekali tak berani menatap wajah sang suami yang terlihat menahan emosi."Bagaimana kau memanggilku?" tanya Ganesha dengan suara dingin."Tapi, aku istrimu," lirih Geisha dengan wajah memelas yang sama sekali tidak membuat pintu hati Ganesha terketuk. Sebaliknya, pria itu justru mencengkeram kuat rahangnya. Membuat wajahnya sedikit mendongak un
Beberapa bulan kemudian ...."Ergh, sakit!" ringis Geisha sembari terus meremas tangan sang suami yang menggenggamnya. Peluh mengucur di kening dan pelipis wanita itu. Bibirnya pucat, bahkan membiru ketika ia terus menggigitnya kuat-kuat demi menahan sakitnya kontraksi yang ia alami.Ganesha menatap sendu sang istri yang masih duduk di atas gym ball di sebuah bilik persalinan rumah sakit. "Tahan, Sayang. Tidak lama lagi, kita bertemu Baby.""Sakit sekali. Aaakhh hah hah ...!" Wanita itu terengah-engah menahan sakit. Ia semakin kuat meremas tangan suaminya. Satu tangannya yang lain ia gunakan untuk mengusap perut bulatnya.Ganesha segera berlutut di hadapan tubuh sang istri yang berada dalam posisi duduk tersebut. "Maafkan aku, Sayang. Aku membuatmu sakit. Maafkan aku," lirih pria itu seraya mendongakkan wajah untuk menatap sang istri."Kau bicara apa? Dasar!" cibir Geisha pelan. Sedetik kemudian, wajahnya kembali mengerut dan meringis kesakitan. "Awhh!""Aku berhutang nyawa dua kali p
"Ahh hah ... hah ... eunghhh!" Suara lenguhan tersebut terdengar memenuhi ruangan seluas tiga kali tiga meter yang merupakan kamar Geisha. Wanita itu terlihat kewalahan untuk mengimbangi permainan Ganesha yang menggila."Ahh, Sayang, kau benar-benar nikmat," ucap Ganesha di tengah desahannya. Pria itu terus menghentak panggulnya untuk mengerjai tubuh sang istri."Pelan– ohh pelan. Shh emhh," racau Geisha yang kini meremas sprei di bawahnya.***Geisha terbangun ketika suara gaduh mulai memenuhi seisi rumah. Ia begitu yakin bahwa anak-anak telah kembali bersama Samuel dan juga Alexa. Dirinya harus cepat merapikan penampilan, sebelum kedua orang dewasa itu menggodanya, jika saja mereka tahu apa yang baru saja ia lakukan bersama Ganesha."Aih .... Bagaimana aku harus menutupi ini?" gumam Geisha pelan ketika melihat banyak tanda kissmark di lehernya. Wanita yang tengah bercermin itu segera melirik kesal pada seorang pria yang masih terlelap di atas ranjangnya. "Dasar kurang ajar!" gerutun
Geisha terbangun dari tidur lelapnya dengan rasa mual yang luar biasanya menderanya. Wanita itu buru-buru turun dari ranjang, yang sialnya, hal itu justru membuat kepalanya terasa berputar seketika. Untuk beberapa saat, ia terdiam dan mencoba mengatur napas, berusaha menormalkan pengelihatannya yang sempat mengabur.Begitu merasa lebih baik, Geisha bergegas keluar dari kamarnya. Ia terkejut bukan main lantaran ketika pintu terbuka, Ganesha sudah berdiri di hadapannya dengan senyum yang menurut wanita itu begitu bodoh."Menyingkir! Aku mual melihat wajahmu!" ketus Geisha yang langsung mendorong Ganesha untuk menjauh. Wanita itu buru-buru menuju kamar mandi, kemudian lekas memuntahkan isi perutnya. "Hmmb– hoek!" Berkali-kali Geisha mencoba mengeluarkan isi perut. Namun, yang keluar hanyalah cairan bening serta kekuningan.Ganesha datang dan segera membantu sang istri. Pria itu memijat pelan tengkuk wanita tersebut, guna merangsang agar Geisha lebih leluasa untuk muntah."Hoekk!" Berhas
"Hei, Tuan! Kita bahkan tidak saling mengenal!" celetuk Alexa dengan nada protes. Ia tak ingin menjadi bahan bakar atas kesalahpahaman yang terjadi antara sepasang suami istri di depannya ini."Memangnya kenapa?" Ganesha menatap ke arah Alexa. "Aku dan dia bahkan tidak saling mengenal mulanya, tapi kami tidur bersama," ucapnya secara frontal."Dasar gila!" desis Samuel pelan. "Lex, abaikan ucapannya laki-laki sinting ini! Cepat bawa anak-anak masuk ke dalam!" perintahnya kemudian.Alexa mengangguk setuju. Ia pun lantas membawa Gabriel dan Giselle untuk masuk ke dalam. Meninggalkan ketiga orang dewasa lain di teras rumah tersebut.Di sana, Geisha masih terlihat menatap tajam ke arah Ganesha. Wanita itu mengepalkan tangannya kuat-kuat demi menahan emosinya yang meluap-luap sampai ke ubun-ubun lantaran mendengar penuturan sang suami yang berniat menikahi Alexa."Pergilah!" usir Samuel setelah keheningan yang beberapa saat menyelimuti."Tidak tanpa istri dan anakku," sahut Ganesha dengan
Bruk!Ganesha menjatuhkan diri. Pria itu berlutut di hadapan sang istri dengan kepala yang tertunduk, serta bahu yang tampak lesu. "Aku mengaku salah. Tolong .... Maafkan aku. Kecemburuanku terhadap adikku justru membuatku gelap mata dengan menyakitimu dan putra kita."Geisha masih berdiri dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada. Wanita itu memalingkan wajahnya ke samping. "Bangunlah. Tidak ada gunanya kau meminta maaf saat ini. Keputusanku masih sama. Aku tetap ingin bercerai darimu," tutur wanita itu tanpa ragu sedikit pun. Kemudian, dirinya memilih untuk meninggalkan sosok yang masih terdiam dalam posisi bersimpuhnya tersebut.BLAM!Pintu kamar Geisha tertutup dengan suara dentuman yang cukup keras lantaran wanita itu memang sengaja membantingnya dengan penuh emosi.***Di sisi lain, Alexa dan Samuel tampak menikmati waktu bersama di bawah pohon tak jauh dari sungai. Samuel terlihat membaringkan kepalanya pada paha wanita muda itu. Mereka menikmati suasana sore menjelang pe
Tiga hari sudah, Geisha dirawat di rumah sakit. Dan sore ini, wanita itu sudah diizinkan untuk pulang ke rumah. Namun, selama dua hari ini, Ganesha sama sekali tak terlihat, bahkan berkunjung.Geisha kini duduk di tepi ranjang pasiennya dengan kaki yang menjuntai ke lantai. Jarum infus yang selama tiga hari ini terpasang di punggung tangannya sudah dilepas siang tadi. Lukanya pun sudah ditutup plester. Namun, dia perlu menunggu Bibi Margaretha yang masih menyelesaikan administrasi rumah sakit."Ke mana dia? Apakah dia benar-benar tidak ingin bertemu denganku lagi?" gumam Geisha bertanya-tanya. Tatapannya terus tertuju pada pintu masuk ruang rawat inapnya yang terbuka lebar."Ah, bodoh! Untuk apa menunggu orang itu? Dia hanya menyusahkanku saja," gerutu Geisha dengan suara yang pelan. Wanita itu lantas menghela napas berat. Bahunya mendadak lesu, seiring dengan perasaan tak nyaman dalam dadanya. Ia merasa hampa. Padahal, sebelum pergi ke rumah sakit dan kembali bertemu Ganesha, dirinya
Samuel dan Bibi Margaretha tercekat begitu mendengar suara tirai bilik tempat Geisha terbaring itu tersibak oleh seseorang. Mereka menoleh secara bersamaan, kemudian melihat seorang perawat yang sebelumnya ikut memeriksa kondisi Geisha.Perawat itu tersenyum seraya melangkah mendekat. Tangannya mendorong meja kecil dengan monitor di atasnya. "Dokter sebentar lagi akan kemari untuk pemeriksaan lanjutan."Samuel dan Bibi Margaretha saling melempar pandangan. Belum sempat mereka menanggapi ucapan perawat tersebut, orang-orang Ganesha sudah melihat keberadaan mereka."Tuan! Di sini!" seru salah satu ajudan Ganesha.Pria yang dipanggil Tuan itu segera mengayun langkahnya mendekati bilik Geisha. Membuat Samuel buru-buru keluar dari dalam sana.BUAGH!Samuel tersungkur ke atas lantai dingin rumah sakit. Membuat orang-orang yang ada di sana dan melihat kejadian tersebut pun memekik lantaran terkejut."Keparat!" maki Ganesha sembari mencengkeram kerah kemeja Samuel dalam posisi berlutut."Tuan
Ganesha berdiri di dekat jendela ruangannya. Ini sudah satu bulan semenjak kepergian sang istri. Dan tidak dipungkiri, pria itu merasakan sebuah ruang di hatinya yang terasa begitu hampa.Pria dengan rambut yang mulai sedikit panjang tersebut menghela napas berat. Memandang hiruk pikuk kota dari lantai empat belas dengan tatapan gusar."Ke mana lagi aku harus mencari?" gumam pria itu pelan.Tok! Tok! Tok!Pintu ruangan itu diketuk. Suara menggema yang dihasilkannya pun tak membuat Ganesha mengalihkan perhatiannya dari jendela sedikit pun. Pria itu hanya berseru, "Masuk!"Tak berselang lama, seseorang membuka pintu. Seorang wanita dengan pakaian semi formal dan rambut tersanggul ke atas mulai berjalan menghampiri sang atasan. "Tuan Gara," panggilnya dengan hati-hati."Ada apa?""Rapat dengan Dewan Direksi akan segera dimulai. Apakah Tuan tidak ingin bersiap?" tanya wanita yang merupakan sekretaris tersebut.Ganesha terdiam sejenak, dengan wajah yang menunjukkan bahwa ia tengah berpikir
"Mama, aku bosan," keluh Gabriel yang sejak tadi hanya duduk di bawah pohon apel dengan tangan yang menopang dagu."Kau tidak melakukan apa-apa sejak tadi, tentu saja merasa bosan," sahut Geisha yang tengah sibuk mengupas apel untuk dimasukkan ke dalam wadah persegi."Pergilah bersama anak-anak yang lain. Mereka bermain menangkap kupu-kupu dan mandi di sungai," tambah wanita cantik itu lagi.Gabriel hanya mendengus mendengar penuturan sang ibu. Bocah itu semakin menekuk wajahnya saja. "Nanti bajuku kotor. Ini pemberian Paman.""Mama bisa mencucinya. Pergilah bermain!" titah Geisha sekali lagi. Namun, putranya itu sama sekali tidak mengindahkan perintahnya."Aku rindu Paman," ungkap Gabriel sebagai alasan."Kau sendiri pun tahu jika pamanku pergi ke Amerika," jawab Geisha yang kini mulai sibuk menuang jus kemasan ke dalam gelas."Kita pergi ke Amerika saja, kalau begitu, Mama. Bersama Paman, Bibi Alexa, dan juga Giselle." Menyebutkan nama Giselle, membuat wajah Gabriel berbinar seketik