"Kenapa kau baru pulang?" tanya Geisha yang menyambut kedatangan Ganesha dengan gelayutan manja di lengan pria itu."Maafkan aku. Aku harus menyiapkan segala keperluan untuk berangkat ke luar kota besok," jawab Ganesha seraya mengendurkan ikatan dasinya."Luar kota?" Geisha segera melepaskan diri dari Ganesha, kemudian menatap pria itu dengan kernyitan di dahinya."Iya." Ganesha mengangguk sekilas. "Ada apa?""Kau akan pergi besok?" tanya Geisha lagi.Ganesha membuang napasnya sejenak, kemudian menatap Geisha dengan lembut. "Untuk urusan pekerjaan. Kau tinggal di sini saja. Aku sudah mengatakan pada Paman Daniel untuk menjagamu selama tiga hari ke depan.""Kau akan meninggalkanku?" tanya Geisha dengan kedua bola mata yang berkaca-kaca."Maafkan aku. Tapi, aku memang harus meninggalkanmu. Ini urusan kantor," sesal Ganesha."Tapi, bagaimana jika ibumu datang lagi?""Tidak akan. Mereka tidak akan berani."Geisha menghela napas panjang. Wajahnya memberengut."Setelah pekerjaan ini selesai,
Ganesha menghempaskan tubuh lelahnya di atas sofa di dalam kamar hotelnya. Ia baru saja kembali dari persiapan untuk peresmian toko cabang besok. Dirinya sungguh lelah.Pria itu merogoh saku jasnya, lalu mengeluarkan ponselnya dari dalam sana. Jam pada ponselnya menunjukkan pukul enam sore. Ia menghembuskan napas melalui mulut. Membaca notifikasi yang bermunculan pada layar pipih di genggamannya. Tiga panggilan tak terjawab dan empat pesan masuk baru dari Daniel.[Paman Daniel: Tuan, saya mengantar Nona Geisha ke supermarket.][Paman Daniel: Tuan, kami pulang dari supermarket. Nona Geisha bertengkar dengan Nona Sandra di sana.][Geisha: Aku tidak apa-apa. Jangan percaya apa kata Paman Daniel.][Geisha: #photo#]Ganesha kembali menghela napas setelah membaca pesan-pesan tersebut. Kemudian, ia memutuskan untuk menghubungi nomor Geisha.Beberapa saat mendengar nada sambung panggilan, akhirnya Geisha menjawab teleponnya. "Halo?" sapa gadis itu.Ganesha memejamkan matanya. Membayangkan bila
Geisha meringis sembari mengusap keningnya yang baru saja terantuk kabin. "Paman, ada apa?!""Maaf, Nona. Ada mobil yang menghadang," ucap Daniel dengan ragu. Pria itu terus menatap ke arah mobil di depannya."Nona baik-baik saja?" tanya Daniel. Pria itu melirik ke arah spion luarnya untuk melihat apakah kondisi di belakangnya aman atau tidak. Terutama saat ia menyadari bahwa seseorang keluar dari dalam sana.Seorang pria dengan tubuh tinggi besar tampak mendekati mobil yang membawa Geisha.Brak!"Keluar!" seru pria itu setelah menggebrak kap mobil.Daniel memundurkan mobil. Namun sial, ternyata mobil baru datang menahan dari belakang. Saat ia berniat untuk membanting stir ke kanan, mobil lain datang menyerempet mobilnya.Geisha memekik saat merasakan goncangan keras dari dalam mobil. Gadis itu ketakutan. Tangannya bergemetar."Geisha! Apa yang terjadi?!" teriak Ganesha yang sambungan teleponnya masih terhubung dengan Geisha.Gadis itu bergemetar hebat saat beberapa orang terlihat kel
Ganesha sudah tiba di rumahnya sejak setengah jam yang lalu. Ia mengumpulkan semua pengawalnya yang ada.Beberapa saat yang lalu, ketika ia tiba di apartemen, pelayan yang ditugaskan melayani di apartemen mengatakan bahwa Geisha dan Daniel belum kembali sejak kemarin pagi. Pelayannya itu mengira bahwa kemungkinan, mereka pulang ke rumah. Namun, begitu Ganesha memutuskan untuk pergi ke rumahnya, ia juga tidak bisa menemukan kedua orang itu di sana."Apa gunanya aku mempekerjakan kalian, jika kegiatan kalian hanya duduk di rumah saja!" gertak Ganesha pada para pengawalnya yang berjumlah hampir sepuluh orang.Para pria berpakaian hitam itu terlihat menundukkan kepala, tanpa berani menanggapi ucapan bosnya."BUKANKAH SUDAH AKU KATAKAN, AWASI KEKASIHKU, BAGAIMANAPUN SITUASINYA!"PRANG!Ganesha baru saja menyambar sebuah vas bunga di atas meja yang ada di dekatnya, dan melemparkannya ke lantai. Dada pria itu bergerak naik turun seiring dengan emosinya yang mulai tak terkendali."KALAU TERJA
Pagi ini, upacara pemakaman Daniel akan dilakukan. Jasadnya sudah selesai diautopsi. Dan hasilnya memang benar, pria itu meninggal karena dibunuh. Ada luka akibat benda tumpul pada kepala dan alat vitalnya. Meski sama sekali tidak ada senjata tajam atau senjata api, namun cara mereka menghabisi Daniel sungguh keji."Semoga Paman Daniel tenang di sisi-Nya. Amin."Ganesha dan para peziarah yang lain memanjatkan doa sebelum akhirnya, peti jenazah Daniel dikebumikan. Isak tangis dari orang-orang itu mengiringi kepergian Daniel. Menandakan bahwa pria tersebut cukup berpengaruh selama ini."Ibu, sampai kapan kita harus berada di sini?" bisik Samuel dengan wajah lesu pada sang ibu.Nyonya Clarissa mencubit lengan putranya. "Jangan terus-terusan merengek seperti bayi. Ibu muak, Sam," balasnya berbisik.Samuel membuang napasnya melalui mulut. Kemudian, ia kembali menatap kesal ke arah Ganesha yang terlihat menangisi kepergian Daniel. 'Dasar cengeng,' batin pria itu.Pemakaman tersebut berlangs
Ganesha mengerang dengan bahu kirinya yang tertembak. Sementara itu, wanita yang baru saja menembak dirinya tersebut terlihat tergeletak dengan darah yang merembes keluar dari kepalanya.Ganesha mengangkat wajahnya yang semula memandang ke lantai, kemudian beralih pada gadis yang kini terlihat membawa sebuah tongkat golf."Geisha ...," bisik Ganesha seakan tak percaya dengan pengelihatannya.Gadis itu menjatuhkan tongkat golf yang semula ia gunakan untuk melumpuhkan pergerakan Anna. Kemudian, ia berlari menerjang tubuh Ganesha.Geisha memeluk pria itu. Ia tidak yakin apakah Anna masih bernapas atau tidak. Tubuh Geisha bergemetar karena begitu takut jika dirinya sudah menghabisi nyawa seseorang."Kau baik-baik saja?" Ganesha mengeratkan pelukannya pada tubuh Geisha yang terbalut sebuah gaun putih layaknya seorang pengantin."Aku membunuh mereka," lirih Geisha di sela-sela tangisannya."Tidak apa-apa. Mereka sudah melakukan kejahatan," ucap Ganesha berusaha menenangkan gadis di pelukann
Samuel mendatangi sebuah kantor advokat yang menjadi tempat dinas dari Tuan Raymond, pria yang merupakan pengacara keluarga Ganesha sejak dulu. Pagi itu, kantor yang merangkap sebagai rumah itu masih terlihat tutup. Samuel terpaksa menekan bel beberapa kali sembari menunggu hingga pintu di hadapannya pun terbuka.Tuan Raymond berniat kembali menutup pintu kala melihat sosok pria yang merupakan adik tiri dari kliennya itu. Pria paruh baya itu sedikit banyak tahu tentang permasalahan yang terjadi dalam lingkup keluarga Ganesha. Tentu saja ia memihak penuh pada Ganesha, dibanding orang-orang yang berniat menjatuhkan kliennya."Aku datang kemari atas perintah Ganesha," tutur Samuel yang membuat Tuan Raymond mau tak mau mempersilakan pria itu untuk masuk.Meski masih dengan perasaan curiga, Tuan Raymond mempersilakan Samuel duduk di sofa ruang tamunya. Pria itu tidak bersuara sama sekali. Hanya menunjuk saja, lalu menatap Samuel dengan alis terangkat, seakan bertanya.Samuel mengulurkan se
"Menikahlah dengan Samuel."Geisha menggeleng kuat dengan air matanya yang terus mendesak, serta meluncur bebas dari kedua mata indahnya. Menimbulkan isakan kecil dari bibir tipisnya yang ikut basah oleh air mata."Aku tidak– mau," ungkap Geisha di sela-sela isak tangisnya."Sayangnya, ini bukan sebuah pilihan, Geisha," bisik Ganesha dengan lembut. Ibu jarinya bergerak mengusap air mata yang membasahi pipi gadis itu."Tidak mau," sahut Geisha lagi. Gadis itu kembali menggeleng dengan air mata yang semakin deras."Dia akan menjagamu." Ganesha menarik tubuh Geisha ke dalam dekapannya yang hangat dan menenangkan. Pria itu mengusap lembut punggung Geisha. "Anggap saja ini permintaan terakhirku.""Kau mau ke mana?" cicit gadis itu."Jangan tinggalkan aku. Aku mencintaimu. Ganesha ...," raung Geisha. Air matanya membasahi pakaian yang dikenakan oleh Ganesha.Pria itu semakin mengeratkan pelukan mereka. Ia begitu frustrasi dengan keadaannya saat ini. Jika boleh jujur, Ganesha ingin sekali me
Beberapa bulan kemudian ...."Ergh, sakit!" ringis Geisha sembari terus meremas tangan sang suami yang menggenggamnya. Peluh mengucur di kening dan pelipis wanita itu. Bibirnya pucat, bahkan membiru ketika ia terus menggigitnya kuat-kuat demi menahan sakitnya kontraksi yang ia alami.Ganesha menatap sendu sang istri yang masih duduk di atas gym ball di sebuah bilik persalinan rumah sakit. "Tahan, Sayang. Tidak lama lagi, kita bertemu Baby.""Sakit sekali. Aaakhh hah hah ...!" Wanita itu terengah-engah menahan sakit. Ia semakin kuat meremas tangan suaminya. Satu tangannya yang lain ia gunakan untuk mengusap perut bulatnya.Ganesha segera berlutut di hadapan tubuh sang istri yang berada dalam posisi duduk tersebut. "Maafkan aku, Sayang. Aku membuatmu sakit. Maafkan aku," lirih pria itu seraya mendongakkan wajah untuk menatap sang istri."Kau bicara apa? Dasar!" cibir Geisha pelan. Sedetik kemudian, wajahnya kembali mengerut dan meringis kesakitan. "Awhh!""Aku berhutang nyawa dua kali p
"Ahh hah ... hah ... eunghhh!" Suara lenguhan tersebut terdengar memenuhi ruangan seluas tiga kali tiga meter yang merupakan kamar Geisha. Wanita itu terlihat kewalahan untuk mengimbangi permainan Ganesha yang menggila."Ahh, Sayang, kau benar-benar nikmat," ucap Ganesha di tengah desahannya. Pria itu terus menghentak panggulnya untuk mengerjai tubuh sang istri."Pelan– ohh pelan. Shh emhh," racau Geisha yang kini meremas sprei di bawahnya.***Geisha terbangun ketika suara gaduh mulai memenuhi seisi rumah. Ia begitu yakin bahwa anak-anak telah kembali bersama Samuel dan juga Alexa. Dirinya harus cepat merapikan penampilan, sebelum kedua orang dewasa itu menggodanya, jika saja mereka tahu apa yang baru saja ia lakukan bersama Ganesha."Aih .... Bagaimana aku harus menutupi ini?" gumam Geisha pelan ketika melihat banyak tanda kissmark di lehernya. Wanita yang tengah bercermin itu segera melirik kesal pada seorang pria yang masih terlelap di atas ranjangnya. "Dasar kurang ajar!" gerutun
Geisha terbangun dari tidur lelapnya dengan rasa mual yang luar biasanya menderanya. Wanita itu buru-buru turun dari ranjang, yang sialnya, hal itu justru membuat kepalanya terasa berputar seketika. Untuk beberapa saat, ia terdiam dan mencoba mengatur napas, berusaha menormalkan pengelihatannya yang sempat mengabur.Begitu merasa lebih baik, Geisha bergegas keluar dari kamarnya. Ia terkejut bukan main lantaran ketika pintu terbuka, Ganesha sudah berdiri di hadapannya dengan senyum yang menurut wanita itu begitu bodoh."Menyingkir! Aku mual melihat wajahmu!" ketus Geisha yang langsung mendorong Ganesha untuk menjauh. Wanita itu buru-buru menuju kamar mandi, kemudian lekas memuntahkan isi perutnya. "Hmmb– hoek!" Berkali-kali Geisha mencoba mengeluarkan isi perut. Namun, yang keluar hanyalah cairan bening serta kekuningan.Ganesha datang dan segera membantu sang istri. Pria itu memijat pelan tengkuk wanita tersebut, guna merangsang agar Geisha lebih leluasa untuk muntah."Hoekk!" Berhas
"Hei, Tuan! Kita bahkan tidak saling mengenal!" celetuk Alexa dengan nada protes. Ia tak ingin menjadi bahan bakar atas kesalahpahaman yang terjadi antara sepasang suami istri di depannya ini."Memangnya kenapa?" Ganesha menatap ke arah Alexa. "Aku dan dia bahkan tidak saling mengenal mulanya, tapi kami tidur bersama," ucapnya secara frontal."Dasar gila!" desis Samuel pelan. "Lex, abaikan ucapannya laki-laki sinting ini! Cepat bawa anak-anak masuk ke dalam!" perintahnya kemudian.Alexa mengangguk setuju. Ia pun lantas membawa Gabriel dan Giselle untuk masuk ke dalam. Meninggalkan ketiga orang dewasa lain di teras rumah tersebut.Di sana, Geisha masih terlihat menatap tajam ke arah Ganesha. Wanita itu mengepalkan tangannya kuat-kuat demi menahan emosinya yang meluap-luap sampai ke ubun-ubun lantaran mendengar penuturan sang suami yang berniat menikahi Alexa."Pergilah!" usir Samuel setelah keheningan yang beberapa saat menyelimuti."Tidak tanpa istri dan anakku," sahut Ganesha dengan
Bruk!Ganesha menjatuhkan diri. Pria itu berlutut di hadapan sang istri dengan kepala yang tertunduk, serta bahu yang tampak lesu. "Aku mengaku salah. Tolong .... Maafkan aku. Kecemburuanku terhadap adikku justru membuatku gelap mata dengan menyakitimu dan putra kita."Geisha masih berdiri dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada. Wanita itu memalingkan wajahnya ke samping. "Bangunlah. Tidak ada gunanya kau meminta maaf saat ini. Keputusanku masih sama. Aku tetap ingin bercerai darimu," tutur wanita itu tanpa ragu sedikit pun. Kemudian, dirinya memilih untuk meninggalkan sosok yang masih terdiam dalam posisi bersimpuhnya tersebut.BLAM!Pintu kamar Geisha tertutup dengan suara dentuman yang cukup keras lantaran wanita itu memang sengaja membantingnya dengan penuh emosi.***Di sisi lain, Alexa dan Samuel tampak menikmati waktu bersama di bawah pohon tak jauh dari sungai. Samuel terlihat membaringkan kepalanya pada paha wanita muda itu. Mereka menikmati suasana sore menjelang pe
Tiga hari sudah, Geisha dirawat di rumah sakit. Dan sore ini, wanita itu sudah diizinkan untuk pulang ke rumah. Namun, selama dua hari ini, Ganesha sama sekali tak terlihat, bahkan berkunjung.Geisha kini duduk di tepi ranjang pasiennya dengan kaki yang menjuntai ke lantai. Jarum infus yang selama tiga hari ini terpasang di punggung tangannya sudah dilepas siang tadi. Lukanya pun sudah ditutup plester. Namun, dia perlu menunggu Bibi Margaretha yang masih menyelesaikan administrasi rumah sakit."Ke mana dia? Apakah dia benar-benar tidak ingin bertemu denganku lagi?" gumam Geisha bertanya-tanya. Tatapannya terus tertuju pada pintu masuk ruang rawat inapnya yang terbuka lebar."Ah, bodoh! Untuk apa menunggu orang itu? Dia hanya menyusahkanku saja," gerutu Geisha dengan suara yang pelan. Wanita itu lantas menghela napas berat. Bahunya mendadak lesu, seiring dengan perasaan tak nyaman dalam dadanya. Ia merasa hampa. Padahal, sebelum pergi ke rumah sakit dan kembali bertemu Ganesha, dirinya
Samuel dan Bibi Margaretha tercekat begitu mendengar suara tirai bilik tempat Geisha terbaring itu tersibak oleh seseorang. Mereka menoleh secara bersamaan, kemudian melihat seorang perawat yang sebelumnya ikut memeriksa kondisi Geisha.Perawat itu tersenyum seraya melangkah mendekat. Tangannya mendorong meja kecil dengan monitor di atasnya. "Dokter sebentar lagi akan kemari untuk pemeriksaan lanjutan."Samuel dan Bibi Margaretha saling melempar pandangan. Belum sempat mereka menanggapi ucapan perawat tersebut, orang-orang Ganesha sudah melihat keberadaan mereka."Tuan! Di sini!" seru salah satu ajudan Ganesha.Pria yang dipanggil Tuan itu segera mengayun langkahnya mendekati bilik Geisha. Membuat Samuel buru-buru keluar dari dalam sana.BUAGH!Samuel tersungkur ke atas lantai dingin rumah sakit. Membuat orang-orang yang ada di sana dan melihat kejadian tersebut pun memekik lantaran terkejut."Keparat!" maki Ganesha sembari mencengkeram kerah kemeja Samuel dalam posisi berlutut."Tuan
Ganesha berdiri di dekat jendela ruangannya. Ini sudah satu bulan semenjak kepergian sang istri. Dan tidak dipungkiri, pria itu merasakan sebuah ruang di hatinya yang terasa begitu hampa.Pria dengan rambut yang mulai sedikit panjang tersebut menghela napas berat. Memandang hiruk pikuk kota dari lantai empat belas dengan tatapan gusar."Ke mana lagi aku harus mencari?" gumam pria itu pelan.Tok! Tok! Tok!Pintu ruangan itu diketuk. Suara menggema yang dihasilkannya pun tak membuat Ganesha mengalihkan perhatiannya dari jendela sedikit pun. Pria itu hanya berseru, "Masuk!"Tak berselang lama, seseorang membuka pintu. Seorang wanita dengan pakaian semi formal dan rambut tersanggul ke atas mulai berjalan menghampiri sang atasan. "Tuan Gara," panggilnya dengan hati-hati."Ada apa?""Rapat dengan Dewan Direksi akan segera dimulai. Apakah Tuan tidak ingin bersiap?" tanya wanita yang merupakan sekretaris tersebut.Ganesha terdiam sejenak, dengan wajah yang menunjukkan bahwa ia tengah berpikir
"Mama, aku bosan," keluh Gabriel yang sejak tadi hanya duduk di bawah pohon apel dengan tangan yang menopang dagu."Kau tidak melakukan apa-apa sejak tadi, tentu saja merasa bosan," sahut Geisha yang tengah sibuk mengupas apel untuk dimasukkan ke dalam wadah persegi."Pergilah bersama anak-anak yang lain. Mereka bermain menangkap kupu-kupu dan mandi di sungai," tambah wanita cantik itu lagi.Gabriel hanya mendengus mendengar penuturan sang ibu. Bocah itu semakin menekuk wajahnya saja. "Nanti bajuku kotor. Ini pemberian Paman.""Mama bisa mencucinya. Pergilah bermain!" titah Geisha sekali lagi. Namun, putranya itu sama sekali tidak mengindahkan perintahnya."Aku rindu Paman," ungkap Gabriel sebagai alasan."Kau sendiri pun tahu jika pamanku pergi ke Amerika," jawab Geisha yang kini mulai sibuk menuang jus kemasan ke dalam gelas."Kita pergi ke Amerika saja, kalau begitu, Mama. Bersama Paman, Bibi Alexa, dan juga Giselle." Menyebutkan nama Giselle, membuat wajah Gabriel berbinar seketik