“Kamu mengatakan bagaimana dia bisa mengetahui identitasku? Seharusnya aku yang bertanya padamu, Will!” teriak Amber, masih merasakan kesal karena rencananya yang gagal. “Oh ayolah, Amber. Sekarang kamu melemparkan kesalahanmu itu kepadaku? Seharusnya kamu bisa lebih berhati-hati. Aku sudah beberapa kali mengingatkanmu, kan?” ucap Will sembari memutar bola matanya.
Tak pernah sekalipun terlintas di kepalanya kalau Dominic akan mengetahui identitas wanita itu terlebih dahulu. Amber merasakan amarahnya meluap mendengar jawaban dari lelaki itu, mengingat ketika Selena menghampiri Amber di kamar hotel dan memberi informasi baru terkait pekerjaan Dominic yang sebenarnya. “Hati-hati? Kamu bahkan tidak memberitahuku sosok Dominic yang sebenarnya, Will! Apa kamu pikir bisa semudah itu untuk mengetahui profil lelaki yang ternyata merupakan seorang mafia bengis?!” Amber mendengus kesal di telepon.
Meskipun kesal, Amber tidak akan melupakan sosok Will yang merangkulnya dulu. Ketika SMA, hanya Will seorang yang ada di sisinya ketika tak pernah ada yang mendekatinya. Cacian dan hinaan dari semua orang berhasil dilupakan olehnya karena Will yang selalu menutup telinga Amber. Tapi sayangnya, untuk kejadian terakhir, Amber terpaksa kecewa.
Pria itu tidak pernah muncul di saat-saat terakhir dirinya dirundung sedemikian parah. Will menghilang di saat yang genting, bahkan ketika dia memohon dan mengemis pada para perundung, tidak ada yang mendengarnya. Menurut Amber, Will dan Dominic sama saja. Dia tidak tahu siapa yang bisa dipercaya dan tidak kali ini. Hanya saja, Will lebih tahu cara mengambil hati Amber, dia mampu bermulut manis di hadapan wanita itu.
Will terdengar frustasi saat berbicara dengan Amber di telepon, dia mendesah jengah, “Apakah itu penting memberitahumu mengenai siapa Dominic?” “Tentu saja penting bagiku. Bukankah sebelum aku menerima perjanjian untuk bermalam dengannya, aku sudah mengatakan padamu untuk memberikan seluruh informasi mengenai pria itu? Tapi rupanya, kamu tidak peduli dengan permintaanku!”
“Ya Tuhan, Amber. Aku sudah melakukan banyak hal untukmu. Bahkan, aku melakukan semua ini bukan tanpa resiko. Apa kamu mengerti itu?” Will terdiam untuk sesaat, berusaha mencari kata-kata yang lebih tepat. Dia tidak ingin kalah begitu saja saat berbicara dengan Amber. Amber yang saat ini dia kenal sangat berbeda dari wanita yang dia tahu sembilan tahun lalu.
Amber menyisir rambut dengan jari-jari lentiknya seraya terus mematut dirinya di depan kaca, “Terserah, yang jelas kamu benar-benar membuatku sulit untuk mempercayaimu lagi, Will.” Will mulai merasakan gerah, dia sudah membantu Amber dengan segala cara. Bukannya berterima kasih, wanita di seberangnya justru memakinya.
“Amber, aku sudah meletakkan diriku sendiri di dalam bahaya! Jangan kamu pikir bahayanya kecil, apa yang kulakukan untukmu dapat membuat diriku terbunuh!” Mengingat sifat Dominic yang detail dan perfeksionis, aktivitas yang dia lakukan saat ini jelas membahayakan posisinya.
Tidak mendengar jawaban dari Amber, Will masih memberikan pembelaan terhadap dirinya, “Apa kamu tidak ingat, aku tidak pernah berbohong padamu selama ini? Hanya satu kesalahan kecil ini, lantas kamu memaki aku?” Sejak dulu, Will sering kesal oleh sifat Amber yang keras kepala.
Merasa jengah dengan kata-kata Will, Amber hanya bisa mendengus, “Sungguh, aku tidak peduli, Will.” Dia tidak semudah itu mempercayai mulut-mulut manis para pria buaya yang hanya bisa mempersulit dirinya. Dengan nada memelas, Will kembali meyakinkan Amber untuk tetap memercayainya. “Amber, aku tahu kamu kecewa denganku. Tapi, biarkan aku membantumu untuk menebus kesalahanku di masa lalu. Aku ingin kamu melupakan itu semua," ucap Will dengan nada memelas.
"Melupakan?" Suatu hal yang mudah dikatakan. Setelah kebahagiaannya terenggut, harga dirinya tergadaikan di hadapan banyak orang, hingga dibuang oleh ayahnya sendiri, apakah mudah untuk melupakan? “Aku akan membantumu, tapi aku harus tetap berhati-hati kepada Dominic. Bagaimanapun, dia adalah atasanku, dia juga pemimpin Black Mask, salah satu gembong mafia prostitusi yang ditakuti di beberapa kota."
Amber tersenyum kecil mendengar pengakuan dari Will, tak menyangka semudah itu sang lelaki membeberkan informasi atasannya sendiri. “Basi, Will. Aku sudah terlebih dahulu mengetahui itu semua. Informasi yang kamu berikan itu sudah tidak berguna.” Belum sempat Will membalasnya, wanita itu kembali bersuara, “Sudahlah, jangan hubungi aku lagi.”
Tepat sebelum Amber menurunkan ponselnya dari telinganya, dia mendengar lelaki di seberang berteriak dengan kencang, “Saat ini, perusahaan Dominic terlibat kasus pencucian uang! Jika hal itu tersebar di media, seluruh saham yang dimiliki oleh Keluarga Grey di beberapa perusahaan akan menurun drastis.” ucap Will, berusaha meyakinkan Amber dengan informasi rahasia yang baru saja dia dapatkan di hari itu.
“Bicaramu sudah selesai? Teriakanmu membuat aku sakit kepala. Kita lanjutkan saja pembicaraan ini di lain waktu.” Meneruskan percakapan dengan Will hanya akan membuat Amber amarahnya meluap. Dia pun memutuskan hubungan di telepon, menggantung percakapan keduanya begitu saja.
"Biarkan aku membantumu untuk menebus kesalahanku ...” Suara Will yang terdengar tulus membuat Amber memikirkan kembali perlakuan Will terhadapnya dulu. Namun, lamunannya terhenti ketika mengingat informasi yang ditumpahkan oleh lelaki itu barusan. Seraya menatap wajahnya yang sudah dipoles ke cermin di hadapannya, Amber tiba-tiba mendapatkan ide.
“Halo, Ayah. Bisakah kita bertemu sekarang?”
Brak!Suara gebrakan di meja cukup menyita perhatian beberapa pengunjung yang ada di dalam restoran. Bukan hanya gebrakan, tapi dua orang lelaki menawan dengan warna mata yang sama itu memang sudah cukup menarik perhatian bagi siapapun yang melihat keduanya.“Perjodohan? Ayah sudah gila, ya? Memanfaatkanku sebagai alat transaksi?” Dominic sedikit mencondongkan tubuhnya, kedua matanya menatap tajam ke lelaki paruh baya dengan rambut sedikit memutih yang ada di hadapannya. “Kecilkan suaramu,” balas lelaki itu, seraya memberikan Dominic segelas air mineral dingin dan meletakkan di depan Dominic. Dominic merasakan wajahnya memerah, melihat ayahnya sendiri memasang wajah yang santai, tanpa ada rasa bersalah sedikitpun. Zaman sekarang, mana ada lelaki yang ingin dijodohkan? “Aku tidak akan pernah setuju.” tegas Dominic sekali lagi, tidak ingin menerima perintah ayahnya. Dominic bukanlah pria menyedihkan, untuk apa mengikat diri dengan satu wanita, jika dengan wajahnya saja dia bisa mendat
Dominic mendongak cepat, terkejut melihat sosok wanita yang kini ada di depannya. Netranya disambut oleh manik keemasan milik Amber yang menatapnya dengan menggoda.Amber menaikkan satu alisnya sambil menyeringai, seakan mengejek Dominic dengan kehadirannya.“Kenalkan, ini putri saya, Amber Moore. Amber, ini Dominic Grey. Dia yang akan menjadi pasanganmu nanti.” Lelaki paruh baya dengan setelan berwarna biru dongker itu dengan bangga memperkenalkan putrinya pada kedua pria berbeda generasi di hadapannya saat ini. “Dominic Grey,” ucap Dominic seraya menyambut uluran tangan Amber. Keduanya beradu tatap, bersandiwara seakan tidak pernah mengenal satu sama lain. Jabatan itu tidak langsung dilepas, Dominic bahkan sempat mengelus jemari Amber sebelum melepas tangannya.Suasana di ruangan privat restoran itu terasa dingin ketika semua sudah duduk. Kedua lelaki paruh baya yang sudah lama tidak bertemu itu disibukkan dengan pembicaraan bisnis, membiarkan Amber dan Dominic. Amber membolak-balik
“Lakukan dalam dua minggu lagi.” Ucapan yang dikeluarkan dari mulut Dominic membuat Amber terkejut. Maniknya bergerak ke arah Dominic, mencari isyarat dari lelaki itu yang menunjukkan bahwa dia hanya bergurau. Namun, yang Amber dapatkan hanyalah wajah tampan Dominic yang menatapnya tanpa ekspresi. “Dua minggu? Apakah kamu yakin dengan keputusan itu?” tanya Jonathan, tidak percaya bahwa perjodohan atas dasar kerja sama perusahaannya akan berjalan dengan mudah. Ketika menjabat tangan Dominic untuk pertama kali, dia merasakan aura yang kuat dan dingin dari lelaki itu. Seakan, apa yang dia inginkan, pasti dia dapatkan. Oleh karena itu, Jonathan merasa terkejut dengan Dominic yang menerima perjodohan itu dengan senang hati.“Sangat yakin, Tuan Jonathan. Bahkan, saya sudah bicarakan ini dengan putri Anda tadi. Benar, Amber?” Dominic melirik Amber, menunggu jawaban. Wanita itu menatap Dominic dengan kilatan emosi di matanya, mencoba menahan amarah dengan menggigit bibirnya yang merah. Domi
Kedua mata Selena membelalak tidak percaya, belum lagi dia merasa telinganya barusan pasti salah mendengar.“Maaf, apa aku tidak salah mendengar nama yang baru saja kamu sebutkan?” Selena bertanya pada Amber, karena dia ingin meyakinkan dirinya jika telinganya tidak sedang bermasalah.Amber menggeleng singkat.“Bagaimana bisa, Amber?”“Sebuah keajaiban mungkin? Selena ... ucapkan selamat, aku akan menikah dengan pria itu. Jadi setelah ini kamu tidak akan bekerja mengurus masalah klien ranjangku,” kata Amber.Selena mendesah pelan, dia hanya mengikuti apa yang diinginkan Amber, karena selama ini dia hanya bekerja pada wanita itu.“Lalu?”“Lalu, kamu akan tetap menjadi sekretarisku. Kamu tenang saja, Selena. Kemana pun aku pergi, kamu akan tetap ikut,” jawab Amber dengan yakin.Setidaknya Selena sedikit merasakan lega, dia tidak akan kehilangan pekerjaannya.“Hilangkan apa pun pikiran buruk yang ada di dalam otakmu, Selena. Kamu tidak akan pernah beranjak dari sisiku. Hubungan profesion
“Tu-tunggu sebentar, Ayah mengundang mereka?” tanya Amber. Seringai tipis tersirat samar di wajah cantik Amber.Sungguh tidak terduga sama sekali dia akan bertemu kembali dengan Dominic dalam keadaan ‘normal’, bukan pertemuan yang menciptakan hawa panas dan juga penuh gairah. “Maaf, Ayah tidak memberitahumu. Awalnya aku ingin memberikan kejutan padamu, Amber. Tetapi setelah mendengar semua ceritamu, mari kita mengubah segalanya, apa kamu bahagia?” Jonathan bertolak pinggang, dengan anggun Amber menggandeng tangan kokoh ayahnya.“Hm, aku sudah tidak sabar.”Keduanya menuruni satu per satu anak tangga.Ada sedikit perasaan lega di dalam hati Amber, setidaknya akan ada Jonathan yang membantu meluluskan semua rencananya setelah ini. Berdamai dengan ayahnya, tetapi belum dengan masa lalu. Karena masa lalunya masih belum juga tuntas bagi Amber.“Maaf membuat kalian menunggu.” Kalimat Amber adalah pembuka percakapan di antara mereka malam ini.Kedua mata Dominic terpana untuk sesaat melihat
Dua minggu kemudian pernikahan antara keduanya pun terjadi. Bukan resepsi yang diselenggarakan secara besar-besaran, memang mewah tapi hanya keluarga besar kedua belah pihak yang diundang.Amber selain meminta Jonathan mengundang keluarga besarnya, dia pun sengaja mengundang beberapa klien yang pernah melakukan transaksi dengan dirinya. Dia memang sengaja melakukannya.Dominic terus memperhatikan apa yang akan diperbuat wanita itu. Senyum Amber tak henti menghiasi wajah cantik dan angkuh miliknya, sesekali wanita itu sengaja melirik ke arah suaminya, hanya sekadar ingin mengetahui seperti apa reaksi Dominic.Amber memijat tengkuk lehernya, sedikit pegal, dan dia benci acara resmi seperti ini.“Sayang sekali gedung sebesar ini hanya dihadiri beberapa puluh orang. Kenapa kamu tidak mengatakan sebelumnya jika kamu hanya mengundang segelintir orang saja?” Ada sedikit nada keluhan dari mulut Dominic.Amber melihat perdana menteri yang pernah tidur dengannya pun ada di resepsi pernikahan mer
Dominic melepaskan dasi yang dikenakannya, lalu melemparkan senyuman tipis nan mematikan pada Amber.“Sebelumnya, kau hanya boleh menikmati. Kali ini aku tidak mengijinkanmu menatapku,” kata Dominic pelan.“Sialan, kau ingin mempermainkanku?”Dominic bergerak ke arah kepala Amber, mengangkatnya sedikit, lalu mengikatkan dasi miliknya untuk menutup kedua mata Amber.“Dominic Grey! Kau bajingan!” teriak Amber, kepalanya bergerak ke kanan dan ke kiri, dia mulai merasa panik, memikirkan apa yang selanjutnya akan dilakukan Dominic padanya. Tak lama kemudian, indera penciuman Amber menyentuh serangkaian bebauan yang begitu menenangkan.Seisi kamar dipenuhi aroma therapy jasmine.Dia merasakan sentuhan yang terasa basah pada bibirnya, Dominic mencium Amber, pelan, lembut, namun mampu mengoyak pertahanan Amber saat ini.“Ehmmph!” Amber menggigit bibir Dominic, dia tidak suka dipaksa!Dominic mengusap bibirnya, ada sedikit darah akibat gigitan Amber, tapi ... terasa menyenangkan baginya.“Aku i
“Kau harus makan, Amber,” ucap Dominic saat keduanya berada di meja makan. Hari ini tepat satu minggu Amber menjadi istri seorang Dominic, ada saja tingkah pria itu yang selalu mampu membuat Amber merasa kesal.Tidak pernah terlewati satu malam pun tanpa adanya percintaan yang panas di atas ranjang Dominic, dan Amber selalu saja kalah. Pria itu menunjukkan siapa yang berkuasa saat ini.“Malas. Setelah ini, aku ingin pergi keluar, menemui Selena. Serta membawanya kemari.” Selena belum lama menghubungi Amber, seluruh daftar pelanggan yang ingin membeli jasa Amber, terpaksa dibatalkan dan wanita itu mengembalikan seluruh dana yang telah dikirimkan ke rekening khusus.“Silakan saja, Sayang. Aku tidak akan membatasi gerakmu, kamu bebas ingin melakukan apa pun.” Oh, manisnya, di hadapan semua orang, Dominic terlihat seperti seorang suami yang begitu mencintai istrinya.Tapi di luar itu, terjadi persaingan di antara keduanya.Amber mendengus, di depan semua orang Dominic selalu memperlihatkan
Pembicaraan semalam berupa bumbu permintaan maaf Dominic pada Amber diacuhkan oleh wanita itu. Dia sedang tidak ingin memberikan hati pada Dominic.Amber bangkit turun dari tempat tidur, setelah semalaman beristirahat dia merasa tubuhnya menjadi sedikit lebih baik. Dia sempat berpikir, Dominic benar-benar ingin membunuh dirinya dengan membuat mati kelelahan saat bercinta dengan pria itu.Baru saja dia hendak bergerak keluar dari dalam kamar, dia mendengar suara getaran ponsel miliknya di dalam laci nakas.Amber tidak tahu, apakah Will ada menghubunginya atau tidak. Dilihatnya, tidak ada siapa pun di dalam ruangan yang bisa menjadi tempat memadu kasih antara dirinya dan Dominic.Tiba-tiba pintu terbuka, Dominic masuk membawakan satu nampan berisi bubur hangat untuk Amber.“Kamu sudah bangun, makanlah ini,” kata Dominic, berusaha menebus kesalahannya semalam pada Amber.“Hm, ya. Kamu tidak menaruh racun kan di dalam bubur itu?”“Ya Tuhan, apakah di dalam pikiranmu ... aku sama jahatnya
Dominic mengguncang pelan tubuh Amber, kepala wanita itu terkulai lemah, kedua mata menutup erat, membuat Dominic panik seketika.“Sayang ... bangun, jangan bercanda,” ucap Dominic, seraya mendekatkan bibirnya di telinga Amber.Beberapa menit Dominic mencoba membuat Amber sadarkan diri, tetapi usahanya sia-sia. Wanita itu benar-benar tidak bergerak sedikit pun. Dominic bergegas melompat turun dari tempat tidur dan mengenakan celana panjang, lalu dengan tergesa mengangkat tubuh Amber, menutupi dengan kemeja dan jas miliknya.Dengan bertelanjang dada, dan membawa tubuh Amber dalam dekapannya, dia melompati beberapa anak tangga sekaligus dan membuka pintu ruang rahasia miliknya.Saat hendak kembali ke dalam kamar, Dominic berpapasan dengan Hans, pria paruh baya itu terkejut melihat Amber yang tidak sadarkan diri di dalam dekapan Dominic.“Ada apa, Tuan?”“Hans, bawakan aku minyak angin, dan alat pengompres. Jangan menatap Amber terlalu lama,” perintahnya.“Baik, saya akan ambilkan. Mung
“No! Kamu gila, aku ini istrimu bukan—“Dominic menutup mulut Amber menggunakan penutup mulut berwarna hitam dengan aksesoris bola di bagian depan yang sudah disiapkannya, membuat Amber tak bisa terus menerus mengoceh padanya. Mulut Amber sedikit menganga karena bola kecil sialan.“Ehmph!” Kedua mata Amber memelototi Dominic, merasa kesal karena pria itu semakin semaunya memperlakukan dirinya.Dominic tertawa melihat wajah Amber kini terlihat panik saat dia mengarahkan lilin yang menyala ke arah tubuh istrinya.“Jangan terlalu tegang, Amber. Lilin ini bersuhu rendah, kamu tidak akan merasa sakit sedikit pun, justru ... kamu akan menyukainya,” kata Dominic. Amber meronta mencoba menarik kedua tangannya, menciptakan bunyi derit pada tubuh tempat tidur dari besi tersebut.“Huh!” Sial! Dia ingin berteriak, mengumpat, memaki, kalau perlu meludahi pria gila yang menjadi suaminya itu.Dominic mengusap wajah Amber, lalu mengecup pipi istrinya dengan lembut, sesuatu yang jarang dilakukan Domin
Dominic mengeluarkan cambuk dan menggunakan ujungnya untuk menelusuri setiap lekuk tubuh Amber. Diangkatnya cambuk ke udara, lalu mendarat sempurna pada punggung mulus Amber, menciptakan bunyi yang cukup nyaring di dalam ruangan tersebut.“Akh!” pekik Amber.“Kenapa kamu ingin membunuhku?” tanya Dominic.Amber menggeleng, dia berusaha untuk menyangkal, tidak ingin membuat Dominic menjadi jauh lebih kejam dari yang sekarang. Dia harus memutar otak untuk memberi jawaban pada pria itu. Merasa bukan itu jawaban yang diinginkannya. Dominic kembali memberikan satu pecutan pada Amber, kali ini mengarah pada bagian bokong wanita itu.“Ssh! Dominic!” Amber memekik sekali lagi, rasanya perih.“Jawab aku, Sayang.”“Aku tidak mengerti maksudmu,” jawab Amber. Rasa dingin dari suhu di dalam ruangan, kini mulai menggerogoti tubuh Amber, merayap masuk ke sela pori-pori halus tubuh telanjang Amber.“Jangan berpura-pura, kamu pikir ... aku tidak mengetahui apa pun? Daging merah yang kamu masak untukku,
“Aku mohon ... aku ingin menyentuhmu, merasakan rasanya bercinta seperti orang normal,” lirih Amber. Wajahnya tidak lagi bisa berbohong jika saat ini dia pun sangat menginginkan sentuhan-sentuhan nakal dan liar Dominic.Dominic menarik kedua tangan Amber yang telah diikatnya ke belakang dengan dasi, dia akan menunjukkan sesuatu pada Amber.“Aku akan menunjukkan sesuatu padamu yang lebih menegangkan dari sebelumnya, Sayang. Bagaimana?”Rasanya tubuh Amber benar-benar lemas kehilangan tenaga. Entah apa lagi yang ingin ditunjukkan Dominic padanya, ini hari ke sembilan dia hidup serumah bersama Dominic, awalnya Amber mengira ... dia mampu menguasai Dominic, tapi sampai detik ini, Amber selalu tidak bisa membuat Dominic kalah dengan rengekan dan juga rayuan dari mulutnya yang manis.“Jangan terlalu kasar, Dom! Kedua tanganku kamu tarik dengan paksa, sakit!” pekik Amber yang kelihatan tidak berdaya, bahkan untuk melawan sedikit pun dia tidak memiliki ruang gerak.“Sebelumnya ... aku tidak m
Benar saja, mobil Dominic memang sudah berada di garasi lebih dulu dari Amber, berarti pria itu tidak hanya sekadar membual dengan mengatakan dia sudah berada di rumah dan menunggu kedatangan Amber.Perlahan wanita itu membuka pintu, lalu menjulurkan kepalanya ke dalam, dia tidak ingin tiba-tiba Dominic menyergapnya secara tiba-tiba seperti beberapa hari yang lalu. Amber melangkah masuk dengan langkahnya yang teratur, lalu melihat seorang kepala pelayan ada di sana.“Hans, di mana tuanmu berada?” tanya Amber.“Tuan Muda berada di ruang kerja, tadi saat dia pulang, dia menanyakan pada saya mengenai Nyonya Muda. Saya mengatakan, jika Nyonya pergi keluar,” jawab Hans apa adanya tanpa melebih-lebihnya kata-katanya.“Baiklah, aku akan ke sana menemuinya. Dia tidak ada membicarakan hal lain?”“Tidak ada, Nyonya.” Hans pun tidak banyak bicara, setelah tahu Amber berhenti bertanya, dia pun menyingkir dari hadapan Amber. Wanita itu pun mendengus pelan, dia tahu, jika dia menghampiri Dominic, m
Amber tertawa mendengar kalimat yang baru saja diucapkan Will, dia tidak menganggap serius sama sekali kata-kata Will barusan.“Kamu sama saja seperti pria-pria dungu yang selalu tidur bersamaku. Simpan mimpimu, Will. Selamanya, hubunganmu denganku adalah sebuah kerjasama. Kamu kuberikan uang, dan kamu memberiku informasi yang kuinginkan, paham?” jawab Amber ketus.Will terpaksa tertawa, karena dia tidak ingin terlihat seperti pria bodoh. Biarkan saja Amber berpikir, jika apa yang dikatakan Will tadi hanya sebagai sebuah candaan saja.“Baiklah, tidak ada hal lain yang ingin kamu katakan, kan?” Will menggeser posisi bokongnya di bangku, lalu melirik ke arah jam di pergelangan tangan, sebentar lagi dia harus kembali ke kantor. Masih banyak urusan pekerjaan yang harus dia selesaikan.“Sepertinya tidak ada.”Will mengeluarkan beberapa lembar kertas di atas meja, sepertinya informasi tambahan di dalam kertas-kertas itu akan sangat berguna bagi Amber nanti, jadi Will sudah membuat salinanny
Bekerja di perusahaan benar-benar menyita waktu Amber, dia tidak bisa melakukan kesenangannya yang seperti biasa. Beruntung … Selena ada bersamanya, jika tidak Amber benar-benar kewalahan.Hari pertama yang sangat menyebalkan bagi Amber. Dia lebih suka berada di dalam kamar apartemen, lalu memanjakan tubuh pergi ke spa, klinik kecantikan, daripada mengurus dokumen-dokumen kerjasama antar perusahaan, mengecek laporan keuangan, dan beberapa tetek bengek lainnya.“Hah! Aku bisa cepat tua jika melihat semua laporan-laporan ini,” gerutu Amber, lalu menutup laptop miliknya. Lebih menyedihkan, begitu Jonathan menyerahkan perusahaan padanya, pria paruh baya itu berkata, dia hendak bersenang-senang dengan menghilangkan penat di luar negeri. Amber menekan nomor extension yang tersambung ke ruangan Selena, lalu melirik sekilas ke arah jam di dinding. Sudah hampir makan siang, dia bisa bernapas lega dan mengistirahatkan pikiran untuk sejenak.“Ada apa, Am?”“Segera ke ruanganku,” perintah Amber
Dominic kembali naik ke atas tempat tidur, lalu ikut berbaring di samping Amber yang masih belum sadarkan diri. Memperhatikan wajah Amber yang sedang tertidur, seperti ada sensasi tersendiri bagi Dominic.Wanita itu terlalu cantik dan juga sempurna bagi Dominic, tapi ...sampai detik ini dia belum merasakan perasaan lain pada wanita yang sudah satu minggu lebih menjadi istrinya.“Amber Johns atau Amber Moore, kamu tahu ... aku selalu ingin mendengar suara desahanmu, Sayang. Kamu benar-benar membuatku hilang kewarasan,” bisik Dominic.Lengan kekar Dominic melingkar di pinggang Amber, lalu dikecupnya dengan penuh kasih pipi wanita itu. Dominic menguap, tanpa mengganti pakaian, dia pun tertidur....Amber baru saja selesai membersihkan dirinya, lalu wanita itu turun dari lantai dua menuju ke arah ruang makan. Dia heran, siapa yang menggantikan pakaian miliknya semalam?Pikiran dan tubuhnya terasa lebih segar dari sebelumnya.“Selamat pagi, kamu sudah bangun. Aku pikir kamu akan tertidur s