Arnav membuka pintu ruangan kerjanya di kantor agensi, pria itu membawa beberapa lembaran dokumen dan juga map yang berisi laporan dari beberapa divisi yang harus dia review dan tanda tangani untuk dapat di setujui bersamanya. Setelah melakukan pertemuan beberapa saat lalu, pria itu tidak banyak bicara dan hanya menyusun barang bawaannya di atas meja kerja. Meletakannya dengan sangat hati-hati, agar tidak membuat kacau beberapa dokumen dan laporan yang telah terorganisir dengan baik. Mungkin asistennya telah menyusun semua itu agar mempermudah Arnav dalam mengerjakan semuanya. Itu bagus, mungkin dia harus memberikan asistennya apresiasi untuk tindakan kecilnya yang punya makna lebih berarti.Dengan posisi yang dia tempati di kantor ini, dia punya beberapa tugas yang sedikit rumit di bandingkan sebagai atasan di tempat lain. Karena Arnav punya sisi yang terbilang perfeksionis sehingga terkadang bila ada sedikit kesalahan dia selalu tidak terima dan bawahannya perlu menyesuaikan dengan
Pukul empat sore, Arnav menelepon ke rumah mengabari dan memastikan bahwa dia akan segera datang menjemput. Dia bahkan juga meminta Mrs. Maddy untuk menjaga supaya istrinya tidak pergi sendiri dan tentu saja hal itu langsung diiyakan oleh wanita setengah baya tersebut. Dia menyelesaikan pekerjaannya secara kilat dan benar-benar sangat efektif sampai melewatkan waktu makan siang untuk memastikan bisa menyelesaikannya sebelum pukul empat. Dan Arnav memang sangat cekatan sehingga pekerjaan yang menumpuk dapat teratasi dalam waktu delapan jam tanpa keliru seperti sebelumnya.Memastikan semuanya usai, Arnav langsung meluncur dari kantor. Ada alasan mengapa Arnav memilih jam empat sebagai waktu dia menjemput. Karena pria itu tahu bahwa sesungguhnya janji temu istrinya dan sang dokter adalah pukul lima sore. Arnav hanya ingin memastikan mereka bisa menghabiskan waktu berdua dan mungkin makan siang. Karena kesibukannya di kantor cukup menyita banyak waktu berkualitas yang seharusnya dapat dia
“Pesanan meja sebelas,” potong seorang pelayan yang tiba-tiba datang menyela perbincangan mereka seraya menata pesanan yang telah Arnav pesan beberapa saat yang lalu.Itu benar-benar hal yang merusak momentum, dan dari sudut matanya Arnav jelas dapat menangkap adanya mimik wajah Raellyn yang langsung berubah ketika wanita itu menatap hidangan favoritnya tersuguh di atas meja. Entah kemana raut penuh intimidasi yang hendak mengintogasinya. Namun selama hal itu memiliki progress ke arah yang baik maka Arnav tentu tidak akan terlalu memusingkannya. Lebih baik begitu. Dia lebih senang istrinya tersenyum cerah dari pada berdiam diri dengan wajah yang di tekuk dan masam.“Selamat makan Arnav,” ujar istrinya tak lama kemudian.Dia segera mengambil sendok dan juga garpu, kemudian melahap pesanannya sendiri dengan penuh nikmat. Melihat istrinya telah memulai maka kemudian Arnav mengikuti langkahnya dan ikut menyuapi bibirnya sendiri dengan pesanan yang di sukainya. Meskipun bisa di bilang dia
Raellyn sudah bersiap di ranjang, wanita itu menarik sweater yang dia kenakan sehingga memperlihatkan perutnya yang buncit di depan sang dokter. Arnav hanya memperhatikan bagaimana sang dokter bekerja, wanita itu memulainya dengan menyebarkan gel di sepanjang perut istrinya. Raellyn sedikit terkesiap merasakan gel tersebut karena terasa dingin di kulit perutnya. Pemeriksaan di mulai dengan gerakan-gerakan kecil, dan kemudian gumpalan mulai terlihat di layar. Calon orang tua hanya bisa tahu bahwa gumpalan yang terdapat di monitor tersebut adalah bagian kepala dan tubuh sementara bagian tangan dan kaki masih agak samar. Ketika alat tersebut menyentuh ke bawah ada sedikit pergerakan berupa tendangan yang membuat Raellyn mengernyit. Bukan sakit, hanya saja lebih ke arah geli.“Dia aktif sekali nyonya, apa kau kesulitan?”Mendengar dokter menyebut kata aktif, Raellyn bisa melihat bahwa suaminya terlihat sangat sumringah. Raellyn kini kembali memfokuskan perhatiannya pada sang dokter.“Terk
“Halo Pak Arsene istri Anda—”Arsene sudah seperti orang gila, mengendari motor ugal-ugalan di jalan raya tanpa perlu merasa memperhatikan sekitar. Isi pikirannya sedang tidak jernih, kepalanya benar-benar semraut tidak karuan sejak dia menerima telepon dari keluarga istrinya. Dia sedang syuting saat itu, dan karena hal itu terlalu mendadak dan mengejutkan Arsene bak manusia tidak professional yang langsung lari dari tanggung jawab.Dia berharap tidak ada hal yang besar terjadi kepada Sylvia. Ada setitik harapan bahwa istrinya hanyalah mengalami kelelahan biasa atau mungkin sedikit stress.Hubungannya dengan Sylvia memang tidak terlalu baik semenjak mereka pulang dari kediaman Arnav. Perbincangan soal Raellyn dan seberapa besar kecemburuannya pada sang kakak ipar membuat wanita itu barangkali memiliki jenis tekanan dan beban pikiran yang Arsene memang tidak terlalu hiraukan. Dia hanya berpikir bahwa mengalah adalah jalan yang terbaik, karena tidak ingin segalanya semakin lebih buruk s
Raellyn tersentak begitu pintu di buka, dia melirik dan mendapati suaminya ada disana. Menghela napas panjang.“Aku sudah menduga kalau kau akan menunggu disini. Padahal tadi sudah kusuruh untuk pulang bersama Jhon,” ujar pria itu.Raellyn hanya menggelengkan kepala. “Sepertinya dia sangat terpukul.” Raellyn tidak tahu harus berkomentar apalagi. Tapi yang pasti saat ini dia sungguh ikut bersimpati terhadap apa yang baru saja terjadi dengan pria itu. Dia tidak pernah melihat Arsene terpukul seperti itu, dia memang pernah melihatnya bersedih tapi tidak sampai seperti ini.Sisi hati nuraninya sedikit memberontak ketika pria itu di tampar oleh mertuanya sendiri di hadapan semua orang. Benar-benar sebuah rentetan kejadian yang begitu cepat dan menyisakan terlalu banyak emosi. Arnav juga terlihat sedikit terganggu dengan itu, ketenangannya tidak lagi terlihat lurus tegak seperti biasanya. Dia juga pasti ikut bersedih atas kemalangan yang harus di terima oleh adik laki-lakinya. Tapi karena p
“Apa maksudmu berkata begitu? Kau bilang anak yang ada di kandungan Raellyn adalah anakku?” Arsene merasa ini adalah tuduhan yang paling tidak masuk akal dari Sylvia. Terus terang saja dia pergi ke kediaman Arnav untuk membuat segalanya menjadi lebih terbuka. Dia hanya ingin mereka semua berpindah, dan memulai kehidupan baru tanpa harus berfokus pada masa lalu. Arsene tahu bahwa di masa lalu dia melakukan sebuah kesalahan tidak termaafkan karena berani menduakan istrinya. Hal yang membuat Arsene kembali pada Sylvia adalah tentu karena kehamilannya. Tapi sekarang bagaimana bisa istrinya menuduhnya bermain belakang bahkan sampai menghamili perempuan lain seperti itu?“Darimana kau dapatkan praduga itu?”Entah mengapa Arsene merasa bahwa hal ini tidak mungkin terjadi atas inisiatif istrinya. Sylvia bukan tipe orang yang akan meledak-ledak seperti ini. Dia sangat lemah lembut dan selalu menerima apapun. Dia perempuan yang cenderung penurut. Tapi melihatnya menatap garang seperti ini sepu
Semua tentu hanya bisa diam, tidak percaya dengan apa yang baru saja Arsene katakan. Kemudian pria itu tampak sudah bisa lagi menahan emosinya sehingga dia melemas dan duduk di kursi dengan posisi menutup wajahnya. Ada air mata yang tumpah ruah dan tidak berhasil Arsene sembunyikan dengan baik. Pria itu menangis tanpa suara.“Jangan mengatakan sesuatu yang sembrono Arsene,” timpal ibu mertuanya tegas, dia tahu bahwa situasi saat ini sangatlah tidak lucu bila ini hanya untuk sebuah lelucon.“Sylvia?” satu nama yang keluar dari mulut Chyntia membuat semua orang yang sedang bersitegang langsung menoleh kearah pintu. Wanita itu berdiri disana menyaksikan dan juga mendengar seluruh percakapan yang terjadi diantara tiga orang tersebut.Ibu mertuanya menjadi orang pertama yang menghampiri Sylvia.Arsene sendiri tidak bergerak dari tempatnya, tapi raut wajah penuh keterkejutan jelas terpatri apik di air mukanya. Istrinya menatap kosong kearahnya seraya berpegangan kepada dinding, membawa alat