Bab 23 Sebenarnya Satria hanya ingin masuk ke dalam mobilnya. Dia mengerti arti tatapan Daffa yang terlihat tidak enak karena ia menyaksikan perdebatan keluarga itu. Namun ternyata Riri malah salah paham. Dia pikir Satria akan meninggalkannya. "Ya, kenapa, Ri?" tanya lelaki itu saat tubuhnya sudah menyentuh jok di depan kemudi. "Om mau pergi?" Cepat-cepat Satria menggeleng. "Om hanya ingin duduk di sini, menunggu kamu selesai berbicara dengan ayah dan ibumu." Namun Riri menggeleng. Tatapannya begitu sayu. "Tak ada yang perlu dibicarakan lagi, Om. Apakah Om tidak dengar, Mas Daffa sudah meminta Bapak untuk meninggalkan rumah ini?" Riri menunjuk ke arah dua lelaki beda generasi itu. Daffa terlihat memegang lengan Prasetyo, memegangnya kuat, sehingga mau tidak mau Prasetyo terpaksa melangkah mengikuti putranya melewati pintu depan. "Justru Om yang meminta maaf karena sudah turut menyaksikan...." "Itulah keluarga kami, Om. Maaf, aku memang berasal dari keluarga...." Lagi-lag
Bab 24"Ya, bersihkan dirimu dulu. Aku tunggu kamu di kamar." Leo mengurai pelukannya, lalu kembali berjalan menuju meja makan dan menghirup tehnya. Setelah menghabiskan tehnya, Leo pun segera beranjak dan berjalan menuju kamar. Pandangannya langsung tertuju kepada ranjang yang seharusnya menjadi tempat tidur mereka. Namun nyatanya selama berbulan-bulan laki-laki itu memilih untuk tidur di ruang kerja. Mereka benar-benar pisah ranjang. Pria itu segera merebahkan tubuhnya. Dia tidak bohong. Tubuhnya begitu pegal setelah seharian bekerja. Namun bukan itu yang menjadi tujuan utama. Dia ingin agar gadis lugu itu tak lagi menjadi lugu mulai malam ini.Sebuah seringai licik mampir di bibirnya. Bersamaan dengan itu, Riri keluar dari kamar mandi. Wajahnya terlihat begitu segar dengan rambut yang masih basah. Masih dengan mengenakan jubah mandinya, gadis itu duduk di depan meja rias. Dia mulai mengeringkan rambutnya, lalu menyisirnya."Kenapa harus ke kamar mandi? Kamu bisa mengenakan paka
Bab 25"Kamu memang tidak mengenalku, Ri...." desis Leo. Ucapannya lantas terhenti lantaran bersin. Pria itu lantas mengambil tisu dan menyeka cairan kental putih kehijauan di hidungnya."Iya, tapi kamu kenapa Mas?" Riri bertanya seraya ikut bergerak mengejar Leo yang sudah beranjak menuju kamar mereka.Namun lagi-lagi Leo tidak menjawab. Dia menjatuhkan tubuhnya di tepi ranjang, berbaring dengan posisi miring."Kamu memang tidak mengenalku, Ri. Sudah aku bilang, jika kamu tidak perlu mengurusiku. Inilah akibatnya." Pria itu kembali bersin dan dengan sigap Riri menyodorkan tisu yang semula berada di meja nakas untuk lelaki itu."Aku tidak mengerti maksud Mas. Mengapa Mas kait kaitkan dengan kesediaanku untuk mengurusi Mas? Apa salahku?"Riri benar-benar heran. Bukankah Leo sendiri yang menyuruhnya untuk mengambil makanan? Riri hanya menjalankan apa yang diminta oleh Leo, tetapi kenapa dia justru menyalahkannya?"Kamu belum tahu apa salahmu?" ketus pria itu, lagi-lagi sambil mengelap h
Bab 26Menunggu adalah pekerjaan yang paling menjemukan bagi siapapun, termasuk Riri. Dia berjalan mondar-mandir di ruang kerja Satria, sementara lelaki itu sudah pergi sejak satu jam yang lalu diiringi oleh asisten pribadinya."Kapan rapatnya selesai sih? Masa iya aku disuruh menunggu di sini? Aku sudah beberapa kali kemari, tetapi tetap saja aku merasa asing dengan tempat ini," keluh Riri sembari mendaratkan kembali tubuhnya di sofa. Sebenarnya di meja kaca depan sofa ada minuman ringan dan cemilan. Namun Riri tetap saja merasa bosan dan tak nyaman.[Tunggu sebentar lagi ya, Cantik. Rapatnya hampir selesai]Begitu pesan Satria saat Riri baru saja membuka ponselnya. Gadis itu menghela nafas berat, lalu segera memijat tombol dan keluar dari aplikasi pesan instan. Demi mengisi waktunya, akhirnya Riri memutuskan untuk bermain game teka-teki silang. Lumayan untuk mengasah otaknya. Saking asyiknya, dia tidak menyadari jika seorang lelaki muda masuk ke dalam ruangan itu."Riri...." Gadis
Bab 27"Kamu ini gadis bodoh atau polos sih?! Nggak bisa membedakan mana perhatian seorang Om dan mana perhatian seorang lelaki yang menyukaimu?" bentak Leo. Dadanya turun naik. Gemas tak terkira dengan kepolosan sang istri.Ya Tuhan.... Mana ada seorang Om yang perhatian sampai sedetil itu. Nggak masuk akal!Mengingat sikap Satria barusan yang begitu berani menampakkan kedekatan secara fisik dengan istrinya, Leo jadi membayangkan hal yang tidak-tidak. Leo teringat dengan rangkaian bunga yang ia temukan di tong sampah tempo hari. Ah, jangan-jangan Satria juga pelakunya. Tidak mungkin orang lain. Dia sudah menyelidiki latar belakang Riri dan gadis itu tak punya hubungan dekat dengan lelaki manapun sebelum dengannya. Lelaki itu menggeram dengan tangan mengepal."Ini tidak bisa dibiarkan," batin Leo. Leo tahu jika Satria itu sebenarnya kesepian, karena sang istri sibuk mengejar karirnya di luar negeri. Hubungan Satria dengan Disty juga tidak terlalu baik. Semua orang di keluarganya ta
Bab 28Lelaki itu menggeleng keras sembari terus menekan dadanya. Ada rasa sakit di sana. Entah kenapa ia seperti tak rela jika keponakannya melakukan itu kepada istrinya. Pikiran-pikiran liarnya kembali berseliweran di benak, membuat dugaannya semakin kuat. Satria tenggelam dalam asumsinya sendiri. Kepalanya semakin berdenyut. Merasa usahanya sia-sia saja, Satria bangkit dan keluar dari bak mandi, kemudian menyalakan shower. Dia membilas tubuhnya, kemudian mengambil selembar handuk dan melilitkan di tubuh telanjangnya. Satria keluar dari kamar mandi dengan muka keruh. Dia melangkah menuju lemari pakaian.Pakaian gadis itu masih saja menumpuk di salah satu rak. Satria mengambil sebuah gaun, lalu membentangkannya. Dress sebatas lutut dengan lengan pendek, yang merupakan favorit Riri. Begitu manis dan membuat penampilan Riri mirip gadis kecil. Manis dan imut. Sangat menggemaskan."Aku tidak bisa memungkiri jika aku begitu tertarik kepadanya. Dia begitu imut dan menggemaskan." Laki-lak
Bab 29Baru kali ini Riri merasa dirinya begitu rapuh. Diperlakukan kasar oleh suami, kemudian ditinggalkan begitu saja di kamar hotel. Leo sama sekali melupakan keberadaannya, padahal Leo lah yang membawanya kemari. Kini tak ada yang bisa ia lakukan kecuali hanya memeluk Satria yang balas memeluknya. Riri tak sadar dengan kain selimut yang melorot, hingga bagian atas tubuhnya terpampang jelas. Gundukan kenyal di dadanya bahkan menempel ketat di dada lelaki itu, membuat dada Satria seketika berdesir."Om....""Menangislah, Cantik. Menangislah sampai hatimu merasa puas...." Mati-matian Satria berusaha mengendalikan diri. Apalagi tangannya yang dalam keadaan sadar menyentuh punggung Riri yang telanjang.Riri yang pasrah dan suasana ruangan yang sangat mendukung membuat imajinasinya ke mana-mana. Dusta jika dia tidak menginginkan hal yang satu itu. Dia pria normal dan tengah kesepian. Hasrat lelakinya yang ia bawa dari rumah seolah ingin meledak di sini."Dia meninggalkanku setelah memp
Bab 30Tak ada lagi kata-kata terucap. Riri berusaha mengabaikan ucapan Satria. Dia menghabiskan makanannya secepat mungkin agar bisa segera keluar dari suasana canggung ini.Riri baru memikirkan kata-kata Satria saat ia sudah berada di kamar dan merebahkan tubuhnya di ranjang. Baru terasa jika tubuhnya sudah sangat lelah setelah digempur habis-habisan oleh Leo. Meskipun Leo tidak berhasil mengambil mahkotanya, tetap saja tubuhnya terasa remuk redam.Leo melakukannya dengan paksaan, bukan atas kerelaan dari dirinya. Riri benci itu. Entah kenapa rasa benci pada Leo mulai menyusup perlahan menggeser rasa cintanya."Aku hanya akan memberikan semuanya dengan penuh kerelaan, Mas, bukan dengan paksaan seperti itu. Kamu memang suamiku, tapi bukan berarti kamu bisa melakukan hubungan seperti itu tanpa persetujuanku. Aku juga punya hak untuk menolak. Sebagai perempuan, aku juga punya hak untuk menolak. Ingat itu, Mas." Riri mengerjapkan matanya. Tatapannya kosong.Tak lama kemudian, Riri meras
Bab 60Beberapa minggu sudah berlalu dan Riri masih saja bimbang. Lila sudah berkali-kali memberi pendapat. Namun entah kenapa Riri masih saja merasa berat. Padahal Satria tampaknya sudah berhasil mengambil hati Devano, bahkan di hari pertama mereka bertemu."Aku harus bagaimana?" Wanita itu berdiri di balkon rukonya seorang diri. Desir angin malam membelai tubuhnya. Wanita itu mengangkat tangan kiri dan pandangannya tertuju pada cincin yang tersemat di jari manisnya."Aku belum kasih jawaban, tapi sudah mengenakan cincin ini. Bagaimana mungkin aku bisa menolak?""Tapi.... Kenapa terasa begitu berat?" Wajahnya kembali mendongak, memandang langit malam. Kerlip bintang bertaburan memenuhi angkasa."Apa yang membuatmu merasa berat, Sayang?" Sebuah suara tiba-tiba mengejutkan Riri.Perempuan itu menoleh sekilas. Satria tepat berada di sampingnya, begitu dekat, bahkan dia mencium aroma maskulin yang menguar dari tubuh lelaki itu. Penampilan Satria malam ini begitu sederhana, mengenakan ka
Bab 59Peristiwa itu memang sudah berlalu begitu lama, tapi tentu saja sangat membekas di dalam jiwa Riri. Mentalnya terguncang hebat. Beruntung, Riri ditangani orang-orang yang tepat dan peduli padanya. Hal itu yang menjadi alasan kenapa Satria selalu saja memiliki stok kesabaran untuk menunggu Riri. Dia sangat mencintai wanita itu dan ingin membahagiakannya, mengganti semua derita yang selama ini wanita itu terima akibat perlakuan keluarganya sendiri.Kepopuleran keluarga Arnando Richard kini hanya sekedar cerita. Amanah Group sudah dinyatakan failed dan Arnando sendiri sekarang rutin menjalani terapi kejiwaan, sementara Sinta meninggal dunia lantaran bunuh diri karena tak tahan dengan tekanan emosional. Meninggalnya Leo menjadi titik awal kehancuran keluarganya. Ya, mungkin ini karma, karena mereka sudah menindas seseorang secara berlebihan, bahkan ingin menghilangkan nyawa orang lain secara keji."Om mau mengajak kami ke mana?" tanya Riri saat Satria mulai melajukan mobilnya. R
Bab 58"Mbak nggak berpikir untuk memberikan Devano papa baru?" usik Lila saat mereka sudah berada di ruang tamu. Lila menutup pintu rapat-rapat, sementara itu pintu depan ruko pun juga sudah tertutup. Mereka memang sengaja tutup lebih awal karena Devano lagi-lagi tantrum merindukan papanya.Riri langsung terkekeh. "Papa yang mana lagi? Aku nggak berpikir untuk menjalin hubungan baru. Sudah cukup semuanya. Aku hanya ingin membesarkan Devano. Aku sanggup kok menjadi Papa dan Mama sekaligus....""Tapi bagaimanapun Mbak butuh sandaran," bantah Lila."Kan ada kamu, La. Bukannya selama ini kamu yang paling bisa kuandalkan, bahkan di saat aku harus menghadapi situasi sulit?" Riri merotasi bola matanya. Dia paham benar arah pembicaraan Lila.Lila mendesah. Sebenarnya ia sudah lelah berdebat dengan Satria di belakang Riri. Satria yang begitu ingin masuk kembali ke dalam kehidupan Riri dan Devano. Namun Lila selalu mencegahnya. Lila tak mau membuat Riri kembali depresi. Sudah cukup perlakuan
Bab 57Hawa panas yang menyergap seketika membuat Riri menggeliat. Semula ia mengira hawa panas itu berasal dari tubuh Leo yang masih dalam posisi memeluknya. Tapi ternyata tidak. Riri membuka mata dan sangat terkejut saat menyaksikan si jago merah mulai melahap dinding kamar yang mereka tempati saat ini."Mas, kebakaran!"Usai memekik, kepalanya seketika berdenyut. Dan perlahan kesadarannya mulai menghilang.Leo yang panik segera menyelimuti tubuh istrinya. Sembari menggendong tubuh berselimut tebal itu, Leo nekat menerobos api yang berkobar dan akhirnya mereka bisa keluar dari tempat itu menuju ke halaman belakang.Sungguh, Leo mempertaruhkan nyawanya demi Riri dan calon buah hatinya selamat. Dia membiarkan tubuhnya di jilat api demi melindungi tubuh berbalut selimut itu.Dengan sisa tenaganya dan menahan hawa panas yang membakar tubuhnya, Leo membuka selimut yang membungkus tubuh Riri. Aroma kain dan daging terbakar menusuk hidung. Rasa sakit di tubuhnya pun semakin tak tertahanka
Bab 56"Kalian nggak apa-apa, kan?" Hendrik bertanya setelah mobil taksi yang mereka tumpangi meluncur jauh meninggalkan tempat itu."Seperti yang kamu lihat," jawab Leo seraya melirik Riri yang hanya bisa menunduk. Begitu banyak pertanyaan di otaknya sejak ia memutuskan untuk kembali mengikuti Leo. Berbagai kejutan ia dapatkan, dari Nilam dan Vira yang menyambangi apartemennya, kemudian sikap Leo yang keras kepala di saat berhadapan dengan kedua orang tuanya, lalu Leo yang memilih menanggalkan semua atribut yang ia miliki.Apakah benar Leo memang sedang bersungguh-sungguh untuk membangun rumah tangga mereka yang hampir saja karam?!"Syukurlah, tapi yang jelas mulai saat ini kehidupan kalian tidak akan mudah. Kamu paham resikonya, Leo?" Hendrik mengingatkan."Bukannya dari dulu aku sudah terbiasa dengan kehidupan yang susah? Bukankah kita ini satu profesi?"Hendrik tertawa sumbang. "Teman satu profesi untuk sementara, sebelum kamu memutuskan untuk menikahi Riri dan kembali ke Amanah G
Bab 55"Sayang, ini tidak seperti yang kamu pikirkan...." Leo mengerang.Melihat perubahan di wajah istrinya, Leo merasa sangat cemas. Riri belum percaya betul dengan ketulusannya untuk berubah. Tapi tiba-tiba saja Vira dan Nilam datang mengusik. Wajar jika Riri kembali menunjukkan sikap antipati terhadapnya."Sebaiknya kamu tahu diri. Leo dan Nilam akan segera menikah dan seharusnya kalian mempercepat proses perceraian, bukannya malah mau rujuk kayak gini," tukas Vira. Bibir wanita itu menyeringai. Dia merasa cukup percaya diri akan berhasil menyingkirkan anak perempuan dari rivalnya di masa lalu.Sama seperti dulu ia menyingkirkan Diana, seperti itu pula dia akan menyingkirkan Riri dari kehidupan Leo yang sangat ia inginkan untuk menjadi suami Nilam. Padahal Vira tahu persis, Leo memang tidak pernah menggauli Nilam, tetapi mereka memang sengaja untuk menjebaknya, karena mereka tidak mau menanggung aib ini. Tidak ada yang tahu siapa sebenarnya lelaki yang sudah menghamili, saking ban
Bab 54Menyaksikan Riri yang tak merespon perlakuannya, lelaki itu hanya mendesah. Memang butuh usaha lebih keras untuk meyakinkan Riri dan membuat gadis itu percaya, jika kali ini dia memang benar-benar tulus. Banyak hal yang telah terjadi dan luput dari perhatian gadis itu, karena komunikasi di antara mereka selama ini terputus. Bagi Riri, semua ini akan terasa tiba-tiba, meskipun bagi Leo, ini tidaklah tiba-tiba. Perubahan dirinya ia dapatkan dengan melewati banyak hal dan itu tidaklah mudah.Tahukah Riri jika ia jungkir balik dalam rangka meyakinkan kedua orang tuanya yang selama ini menentang hubungan mereka? Itu belum termasuk tekanan dari pihak keluarga Gunadi yang sangat menginginkan dia untuk menjadi menantu di keluarga itu. Leo berusaha sangat keras untuk mempertahankan rumah tangganya dan kedatangannya ke rumah sakit tempat Diana di rawat merupakan akhir dari keputusannya, keputusan untuk memboyong istrinya kembali untuk tinggal bersama di apartemen.Sejak Leo meninggalka
Bab 53Lelaki itu segera berbalik melangkah cepat menuju arah keluar dari rumah sakit. Dadanya bergemuruh. Sesak sekali. Perasaannya kacau balau. Begitu tiba di pelataran rumah sakit, Satria berhenti melangkah, lalu menghirup udara sebanyak-banyaknya.Pemandangan yang barusan dilihatnya di ruang perawatan Diana seperti melemparnya pada sebuah kenyataan. Bagaimanapun tidak sehatnya rumah tangga mereka, Leo tetaplah suami sah Riri. Riri masih milik Leo, walaupun proses perceraian mereka masih akan berjalan.Hanya saja kemungkinan Riri untuk kembali kepada Leo cukup besar, mengingat bujukan Diana yang tadi sempat ia curi dengar. Kelemahan Riri adalah ibunya. Dan Riri akan melakukan apapun agar sang ibu bahagia, lagi pula di antara Riri dan Leo sudah ada anak, calon buah hati mereka. Riri hamil anak Leo. Itu fakta yang lain.Betapapun ia mencintai Riri dan rela menerima apapun kondisi gadis itu, tak serta merta menepis kenyataan bahwa dia hanya orang ketiga. Cintanya yang tulus belum cuk
Bab 52Leo menarik tubuh istrinya, setengah memaksa untuk berdiri tanpa melepas pelukannya. Kini posisi mereka berhadapan dan saling menatap, menyelami kedalaman hati masing-masing. Namun hanya sesaat. Tak peduli berada di dekat ibu mertuanya, Leo tetap mendekatkan wajahnya pada Riri, berusaha mengikis jarak, lalu mendaratkan kecupan ringan di bibir sang istri. Riri tidak bisa menolak. Lagi-lagi ia sadar, ini rumah sakit. Tidak mungkin ia berteriak, apalagi ibunya sudah membuka mata. Wanita tua itu agaknya baru menyadari kehadiran sepasang insan di dekatnya. Namun kelihatannya ia memilih diam dan malah menonton adegan mesra anak dan menantunya."Buat apa aku memberitahumu? Dia bukan milikmu. Mungkin kamu pernah melakukannya denganku, tapi janin ini bukan milikmu. Aku bisa pastikan..." Suara Riri lirih sekali, hampir tak terdengar.'Kamu pikir aku percaya dengan bualanmu? Siapa yang mengajarimu berbohong, Sayang?" Lagi-lagi Leo mengecop bibir semanis ceri itu. Ingin rasanya ia membun