Share

Bab 2

Author: Dzakiyah
"Aku nggak butuh barang-barang ini sekarang. Kalau kamu mau, kamu bisa memakainya dulu ...."

Sebelum pergi, Kak Siana mengirimiku sebuah tautan yang berisi sejumlah film pendek yang membuatku tersipu dan jantungku berdebar-debar.

Setelah menonton beberapa saat, tubuhku bereaksi dengan cepat dan merasa panas dan tidak nyaman di sekujur tubuh.

Aku berbaring di tempat tidur, merentangkan kakiku, dan dengan hati-hati meletakkan mainan kecil itu di jurang hasratku.

Dalam sekejap, arus hangat datang dari tubuh bagian bawahku dan mengalir ke seluruh tubuhku. Sensasi geli itu membuat kulit kepalaku menegang.

Aku dengan cepat beradaptasi dengan mainan-mainan kecil itu. Dengan bantuan film di ponselku, aku benar-benar tenggelam dalam kenikmatan yang dibawanya.

Perlahan, aku pun mulai mencoba berbagai posisi dan merasakan kenikmatan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Namun, setelah tubuhku mencapai puncaknya beberapa kali, aku tetap tidak bisa merasa bahagia.

Meskipun kekosongan dalam tubuh terisi, kekosongan dalam hati pun secara bersamaan diperbesar tanpa batas.

Menyaksikan dialog eksplisit antara tokoh utama pria dan wanita pada film-film di ponsel, menyaksikan sang aktris menyodorkan bokong montoknya, dan menyaksikan aktris itu mencapai puncak berulang kali di bawah pengawasan sang aktor pria, rasanya seperti kenikmatan sekaligus siksaan.

Apakah benar-benar menyenangkan?

Aku juga ingin mencobanya!

Aku memasukkan kembali mainan kecil itu ke dalam kotak kecil, mengenakan pakaianku, dan pergi ke tempat Kak Siana. Aku merasa agak hampa, jadi aku ingin mengobrol dengannya.

Ketika aku melangkah ke pintu rumah Kak Siana, suara wanita yang tak asing terdengar makin dekat.

"Kamu ... pelan-pelan saja .... Aku nggak tahan lagi ...."

Melalui pintu yang setengah terbuka, aku melihat Kak Siana terbaring di tempat tidur, setengah telanjang.

"Sudah berhari-hari aku tahan diri, aku nggak tahan lagi. Ayo, angkat rokmu sendiri."

Aku merasa seperti membeku di tempat, seluruh tubuhku kaku. Dari sosok dan suara pria itu, aku mengenalinya sebagai Wibi Ciptadi dari lokasi konstruksi.

"Aku juga sudah menahannya selama beberapa hari, dan aku sudah ingin sejak lama ...."

Suara Kak Siana terdengar berbisik dan sangat menawan.

Tidak ada cahaya di ruangan itu. Melalui cahaya bulan yang redup, aku melihat Wibi dengan kasar menarik rok Kak Siana, lalu membungkuk dan menekan perut bagian bawah Kak Siana.

Saat Kak Siana berteriak beberapa kali, Wibi memasukkan jarinya ke dalam mulut Kak Siana. Kak Siana pun menekuk lututnya dan melingkarkan betisnya di pinggang Wibi.

Tidak lama kemudian, terdengar suara yang membuat orang tersipu dan jantung berdebar-debar.

Aku melihat Kak Siana mengangkat kepalanya ke belakang, tubuhnya bergerak ke atas dan ke bawah secara berirama, wajahnya memerah, dan dia sangat menikmatinya.

Aku menatap kosong pada pemandangan di hadapanku, kakiku terasa lemas dan jantungku berdebar kencang.

Aku tidak tahu berapa lama, tetapi dengan geraman rendah dari Wibi, gerakan mereka berdua perlahan berhenti.

"Tolong ambilkan dua lembar tisu ...."

Wibi menghela napas lega, "Jangan khawatir, aku akan lanjutkan lagi nanti. Kamu nggak akan bisa tidur malam ini."

"Kasih aku waktu istirahat. Lama-lama aku akan hancur karena kalian."

Tidak tidur sepanjang malam? Seberapa bagus kekuatan fisik Wibi?

Selama istirahat, mereka berdua mengobrol dan tertawa.

"Kok Pak Tirta nggak datang hari ini?"

"Dia? Pinggangnya terkilir kemarin. Mungkin butuh beberapa hari untuk pulih. Kenapa, apa aku nggak bisa memuaskan kamu?"

Wibi menerkam Kak Siana lagi, dan keduanya mulai lagi.

Aku hampir tidak percaya dengan apa yang kulihat. Pak Tirta berusia lima puluhan dan merupakan pekerja tertua di lokasi konstruksi.

Aku tidak menyangka di usianya yang setua ini, dia masih punya tenaga sebanyak ini ....

Dan apakah mereka selalu bertiga ....

Aku tidak tahan lagi dan berjalan sempoyongan kembali ke asramaku.

Berbaring di tempat tidur, aku berguling-guling, tidak bisa tidur. Ketika aku memikirkan adegan pelukan mesra antara Kak Siana dan Wibi tadi, jantungku berdetak lebih cepat dan kekosongan di hatiku makin membesar.

Aku mengambil mainan kecil lainnya dari kotak kecil di bawah tempat tidur dan menjepitnya di antara kedua kakiku, merindukan kenyamanan fisik.

Namun, kali ini, aku sama sekali tidak bisa merasa bahagia.

Segera fajar menyingsing, entah bagaimana aku bisa melewati malam itu.

Related chapters

  • Wanita Kesepian di Lokasi Proyek   Bab 3

    Belum waktunya mulai kerja, tetapi aku sudah keluar dari asrama lebih awal.Namun, entah kenapa aku malah berjalan ke dekat asrama Kak Siana.Ketika aku hendak berbalik, aku justru bertemu dengan Wibi yang baru saja keluar dari dalam. Dia tidak mengenakan baju, dan di lehernya ada beberapa bekas merah.Aku bertatapan dengannya sesaat, lalu segera mengalihkan pandangan.Lingkaran hitam di bawah mata Wibi terlihat jelas, dan dia berjalan dengan punggung agak bungkuk.Jangan-jangan mereka benar-benar tidak tidur semalaman?Setelah Wibi berjalan menjauh, Kak Siana pun keluar dari kamarnya. Dia berjalan dengan langkah terpincang-pincang, jelas terlihat lemas.Ketika melihatku, dia melambaikan tangan memanggilku untuk mendekat.Aku merasa canggung, tetapi tetap berjalan pelan-pelan ke arahnya."Tadi malam kamu cari aku ada urusan apa?""Bum!" Otakku langsung terasa kosong, aku tidak bisa berkata apa-apa. Suasana jadi tegang dan canggung."Apa kamu juga mau coba?"Aku mengerutkan bibirku, ter

  • Wanita Kesepian di Lokasi Proyek   Bab 4

    Pak Tirta mendorongku dengan keras ke dalam kamar Kak Siana. Melihatku muncul dengan cara ini, ruangan itu langsung hening dalam sekejap.Kami berempat saling berpandangan, dan suasananya sangat canggung.Rasa malu sekaligus senang karena ketahuan mengintip menyelimutiku. Aku merasa lemas dan hampir pingsan di pelukan Wibi.Pak Tirta sangat kuat. Dia mengangkatku dan bersiap untuk melemparku ke tempat tidur, tetapi aku berjuang mati-matian dalam pelukannya."Kenapa kamu masih malu-malu?"Kak Siana tersenyum dan mendorong Wibi ke sampingku. Kedua pria kekar itu berdiri di depanku dan menatapku."Ayolah, Dik. Hari ini akan kubuat kamu merasakan kebahagiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya ...."Aku tersudut oleh mereka berdua, dan aku menarik selimut dari tempat tidur untuk menutupi diriku.Pak Tirta melangkah maju dua langkah dan langsung mencengkeram kakiku. Rasa sakit di telapak kakiku membuatku makin sulit melawan.Dia menarik kakiku ke atas dan meletakkannya di perut bagian bawa

  • Wanita Kesepian di Lokasi Proyek   Bab 5

    Setelah suara dari luar benar-benar hilang, barulah aku akhirnya bisa menghela napas lega.Aku terjatuh di atas tempat tidur, pikiranku bercampur aduk. Meskipun tubuhku terasa sangat kosong dan kesepian, aku tidak sanggup melakukannya saat benar-benar menghadapi hal semacam ini.Bagaimanapun, para pria itu semuanya punya keluarga! Jika aku melanggar batas, bukankah itu sama saja menjadi orang ketiga yang merusak keluarga mereka?Meskipun mungkin sulit ketahuan, rasa bersalah di hati pasti akan terus ada, bahkan membayangi sepanjang hidup.Aku menghela napas, memaksa diriku untuk tidak memikirkan hal ini lagi.Perlahan-lahan, rasa kantuk menguasai diriku, dan aku pun tertidur di ranjang.Namun, di tengah malam, tiba-tiba aku membuka mata. Dalam keadaan setengah sadar, aku melihat sosok yang tidak asing masuk ke kamarku.Itu Wibi!?Aku mengucek mata, memastikan bahwa dugaanku memang benar.Setelah masuk ke kamar, dia mendatangi tempat tidurku tanpa berkata apa-apa, memegang lenganku deng

  • Wanita Kesepian di Lokasi Proyek   Bab 6

    Hari berikutnya adalah hari Minggu. Sesuai kebiasaan di lokasi konstruksi, siang dan malam hari ini adalah waktu istirahat bagi para pekerja.Sedangkan cara aku dan Kak Siana bersantai biasanya adalah pergi keluar untuk makan, dan kalau ada waktu, kami akan berjalan-jalan ke mal terdekat untuk membeli kebutuhan sehari-hari.Cara para pekerja pria bersantai biasanya sangat seragam, yaitu pergi ke beberapa tempat pijat kaki atau pijat tubuh yang tidak resmi di dekat lokasi, menghabiskan uang untuk memenuhi kebutuhan mereka.Meski tidak ada yang membicarakannya secara terbuka, semua orang sebenarnya sangat memahami hal ini.Ketika mulai kerja pagi itu, Kak Siana sengaja datang ke tempatku bekerja dan mengajakku makan siang bersama di sore hari.Namun, berbeda dari biasanya, kali ini Kak Siana ingin memasak sendiri di asrama, menyuruhku membeli beberapa bahan makanan yang aku sukai.Aku sangat senang dan langsung setuju tanpa berpikir panjang. Kami juga sempat mengobrol lama saat waktu lua

  • Wanita Kesepian di Lokasi Proyek   Bab 7

    Wibi.Ekspresi wajahku langsung kaku, sementara Wibi yang mengenaliku tetap terlihat sangat tenang, lalu mengulurkan tangannya untuk menyapaku.Aku berusaha menahan rasa tidak nyaman di hati dan membalas sapaan itu dengan sopan.Saat itu aku sadar bahwa dia tidak membawa apa pun di tangannya. Jadi, kenapa dia ikut mengantre?Ketika aku masih merasa bingung, tanpa sadar antrean sudah sampai di depan kasir.Wibi, yang berada di depanku dalam antrean, membeli sekotak penuh kondom berukuran paling besar dari rak di sebelah kasir tepat di depanku.Aku berdiri tepat di belakangnya, agak terkejut melihat pemandangan ini.Setelah selesai membayar, aku mendapati Wibi sedang menungguku di luar."Biar aku bantu bawakan barangmu kembali ke lokasi proyek ...."Dia mengulurkan tangannya, ingin mengambil sebagian barang yang kupegang.Namun, aku menggelengkan kepala, dengan tegas menolaknya.Melihat sikapku seperti itu, Wibi tidak memaksa dan hanya berkata dengan santai, "Hati-hati ya," lalu, pergi d

  • Wanita Kesepian di Lokasi Proyek   Bab 8

    Kak Siana tampaknya memperhatikan bahwa aku terlihat agak canggung, sepertinya dia menyadari sesuatu, "Oh iya, aku lupa kasih tahu kamu. Malam ini Wibi juga akan makan bareng kita. Kamu ... nggak keberatan, 'kan?"Hatiku merasa agak tidak nyaman. Namun, karena ini acara makan malam Kak Siana, siapa pun yang dia undang, aku sebagai tamu tidak punya hak untuk berkomentar.Sambil berbicara, semua hidangan telah disajikan di atas meja. Kak Siana menata kursi dengan rapi dan mengajak kami untuk duduk dan makan.Namun, entah disengaja atau tidak, Kak Siana duduk di seberangku, sementara Wibi duduk tepat di sampingku.Akibatnya, sepanjang makan aku hampir selalu menundukkan kepala, takut jika bertatapan mata dengan Wibi, ekspresiku akan terlihat tidak alami.Namun, Wibi bukannya menghindar, malah sangat aktif. Dia mengambil makanan yang jauh dari jangkauanku dengan garpunya dan meletakkannya di piringku.Hal itu membuatku makin canggung. Aku buru-buru melambaikan tangan menolak, tetapi Wibi t

  • Wanita Kesepian di Lokasi Proyek   Bab 9

    Namun, saat mencuci panci dan piring, Kak Siana sama sekali tidak membiarkan kami berdua membantu, dia bersikeras agar kami duduk saja di kamar, sementara dia sendiri yang mencuci panci dan piring.Meskipun aku dan Wibi memaksa ingin membantu, tetap saja kami kalah oleh antusiasme Kak Siana. Akhirnya aku duduk bersama Wibi di dalam kamar untuk beristirahat.Namun, begitu hanya kami berdua yang tersisa di kamar, suasana kembali menjadi canggung.Selain itu, Wibi tentu saja tidak diam saja. Meski aku berusaha menjaga jarak darinya, dia tetap perlahan-lahan mengulurkan tangannya, hingga akhirnya menyentuh pergelangan kakiku."Apa yang kamu lakukan!"Aku tidak bisa lagi menahan diri dan berteriak keras kepada Wibi. Rasa geli yang berasal dari pergelangan kakiku membuatku langsung menendang Wibi.Tendangan itu sangat tepat, langsung mengenai perut bagian bawah Wibi. Dia meringis kesakitan sambil memegangi perutnya, wajahnya penuh rasa sakit.Namun, Kak Siana yang berada di dapur tidak mende

  • Wanita Kesepian di Lokasi Proyek   Bab 10

    Setelah selesai berbicara, Kak Siana mengeluarkan dua buku nikah dari sakunya, satu miliknya dan satu lagi milik Wibi.Mereka suami istri?Belum sempat otakku mencerna semua itu, Kak Siana melanjutkan perkataannya."Kalau kamu nggak kasih uang untuk menyelesaikan ini, aku akan melaporkanmu ke pengadilan. Foto-foto ini cukup untuk membuatmu dihukum! Saat itu, apa yang akan kamu hadapi bukan lagi urusanku ....""Kamu juga nggak mau jadi orang ketiga yang menghancurkan rumah tangga orang lain, 'kan?"Kata-kata itu seperti tamparan keras di wajahku. Aku tidak bisa lagi menahannya, emosiku meledak, dan air mataku pun jatuh tidak terbendung.Melihat kedua orang itu di depanku, aku merasa pusing dan lemas. Amarah dan ketidakrelaan membanjiri hatiku."Katakan, berapa yang kalian minta?"Dengan putus asa aku memejamkan mata, berharap semuanya segera berakhir.Kak Siana mengangkat jari-jarinya. "Seratus juta!""Seratus juta!? Dari mana aku punya uang sebanyak itu!?"Namun, dalam situasi seperti

Latest chapter

  • Wanita Kesepian di Lokasi Proyek   Bab 10

    Setelah selesai berbicara, Kak Siana mengeluarkan dua buku nikah dari sakunya, satu miliknya dan satu lagi milik Wibi.Mereka suami istri?Belum sempat otakku mencerna semua itu, Kak Siana melanjutkan perkataannya."Kalau kamu nggak kasih uang untuk menyelesaikan ini, aku akan melaporkanmu ke pengadilan. Foto-foto ini cukup untuk membuatmu dihukum! Saat itu, apa yang akan kamu hadapi bukan lagi urusanku ....""Kamu juga nggak mau jadi orang ketiga yang menghancurkan rumah tangga orang lain, 'kan?"Kata-kata itu seperti tamparan keras di wajahku. Aku tidak bisa lagi menahannya, emosiku meledak, dan air mataku pun jatuh tidak terbendung.Melihat kedua orang itu di depanku, aku merasa pusing dan lemas. Amarah dan ketidakrelaan membanjiri hatiku."Katakan, berapa yang kalian minta?"Dengan putus asa aku memejamkan mata, berharap semuanya segera berakhir.Kak Siana mengangkat jari-jarinya. "Seratus juta!""Seratus juta!? Dari mana aku punya uang sebanyak itu!?"Namun, dalam situasi seperti

  • Wanita Kesepian di Lokasi Proyek   Bab 9

    Namun, saat mencuci panci dan piring, Kak Siana sama sekali tidak membiarkan kami berdua membantu, dia bersikeras agar kami duduk saja di kamar, sementara dia sendiri yang mencuci panci dan piring.Meskipun aku dan Wibi memaksa ingin membantu, tetap saja kami kalah oleh antusiasme Kak Siana. Akhirnya aku duduk bersama Wibi di dalam kamar untuk beristirahat.Namun, begitu hanya kami berdua yang tersisa di kamar, suasana kembali menjadi canggung.Selain itu, Wibi tentu saja tidak diam saja. Meski aku berusaha menjaga jarak darinya, dia tetap perlahan-lahan mengulurkan tangannya, hingga akhirnya menyentuh pergelangan kakiku."Apa yang kamu lakukan!"Aku tidak bisa lagi menahan diri dan berteriak keras kepada Wibi. Rasa geli yang berasal dari pergelangan kakiku membuatku langsung menendang Wibi.Tendangan itu sangat tepat, langsung mengenai perut bagian bawah Wibi. Dia meringis kesakitan sambil memegangi perutnya, wajahnya penuh rasa sakit.Namun, Kak Siana yang berada di dapur tidak mende

  • Wanita Kesepian di Lokasi Proyek   Bab 8

    Kak Siana tampaknya memperhatikan bahwa aku terlihat agak canggung, sepertinya dia menyadari sesuatu, "Oh iya, aku lupa kasih tahu kamu. Malam ini Wibi juga akan makan bareng kita. Kamu ... nggak keberatan, 'kan?"Hatiku merasa agak tidak nyaman. Namun, karena ini acara makan malam Kak Siana, siapa pun yang dia undang, aku sebagai tamu tidak punya hak untuk berkomentar.Sambil berbicara, semua hidangan telah disajikan di atas meja. Kak Siana menata kursi dengan rapi dan mengajak kami untuk duduk dan makan.Namun, entah disengaja atau tidak, Kak Siana duduk di seberangku, sementara Wibi duduk tepat di sampingku.Akibatnya, sepanjang makan aku hampir selalu menundukkan kepala, takut jika bertatapan mata dengan Wibi, ekspresiku akan terlihat tidak alami.Namun, Wibi bukannya menghindar, malah sangat aktif. Dia mengambil makanan yang jauh dari jangkauanku dengan garpunya dan meletakkannya di piringku.Hal itu membuatku makin canggung. Aku buru-buru melambaikan tangan menolak, tetapi Wibi t

  • Wanita Kesepian di Lokasi Proyek   Bab 7

    Wibi.Ekspresi wajahku langsung kaku, sementara Wibi yang mengenaliku tetap terlihat sangat tenang, lalu mengulurkan tangannya untuk menyapaku.Aku berusaha menahan rasa tidak nyaman di hati dan membalas sapaan itu dengan sopan.Saat itu aku sadar bahwa dia tidak membawa apa pun di tangannya. Jadi, kenapa dia ikut mengantre?Ketika aku masih merasa bingung, tanpa sadar antrean sudah sampai di depan kasir.Wibi, yang berada di depanku dalam antrean, membeli sekotak penuh kondom berukuran paling besar dari rak di sebelah kasir tepat di depanku.Aku berdiri tepat di belakangnya, agak terkejut melihat pemandangan ini.Setelah selesai membayar, aku mendapati Wibi sedang menungguku di luar."Biar aku bantu bawakan barangmu kembali ke lokasi proyek ...."Dia mengulurkan tangannya, ingin mengambil sebagian barang yang kupegang.Namun, aku menggelengkan kepala, dengan tegas menolaknya.Melihat sikapku seperti itu, Wibi tidak memaksa dan hanya berkata dengan santai, "Hati-hati ya," lalu, pergi d

  • Wanita Kesepian di Lokasi Proyek   Bab 6

    Hari berikutnya adalah hari Minggu. Sesuai kebiasaan di lokasi konstruksi, siang dan malam hari ini adalah waktu istirahat bagi para pekerja.Sedangkan cara aku dan Kak Siana bersantai biasanya adalah pergi keluar untuk makan, dan kalau ada waktu, kami akan berjalan-jalan ke mal terdekat untuk membeli kebutuhan sehari-hari.Cara para pekerja pria bersantai biasanya sangat seragam, yaitu pergi ke beberapa tempat pijat kaki atau pijat tubuh yang tidak resmi di dekat lokasi, menghabiskan uang untuk memenuhi kebutuhan mereka.Meski tidak ada yang membicarakannya secara terbuka, semua orang sebenarnya sangat memahami hal ini.Ketika mulai kerja pagi itu, Kak Siana sengaja datang ke tempatku bekerja dan mengajakku makan siang bersama di sore hari.Namun, berbeda dari biasanya, kali ini Kak Siana ingin memasak sendiri di asrama, menyuruhku membeli beberapa bahan makanan yang aku sukai.Aku sangat senang dan langsung setuju tanpa berpikir panjang. Kami juga sempat mengobrol lama saat waktu lua

  • Wanita Kesepian di Lokasi Proyek   Bab 5

    Setelah suara dari luar benar-benar hilang, barulah aku akhirnya bisa menghela napas lega.Aku terjatuh di atas tempat tidur, pikiranku bercampur aduk. Meskipun tubuhku terasa sangat kosong dan kesepian, aku tidak sanggup melakukannya saat benar-benar menghadapi hal semacam ini.Bagaimanapun, para pria itu semuanya punya keluarga! Jika aku melanggar batas, bukankah itu sama saja menjadi orang ketiga yang merusak keluarga mereka?Meskipun mungkin sulit ketahuan, rasa bersalah di hati pasti akan terus ada, bahkan membayangi sepanjang hidup.Aku menghela napas, memaksa diriku untuk tidak memikirkan hal ini lagi.Perlahan-lahan, rasa kantuk menguasai diriku, dan aku pun tertidur di ranjang.Namun, di tengah malam, tiba-tiba aku membuka mata. Dalam keadaan setengah sadar, aku melihat sosok yang tidak asing masuk ke kamarku.Itu Wibi!?Aku mengucek mata, memastikan bahwa dugaanku memang benar.Setelah masuk ke kamar, dia mendatangi tempat tidurku tanpa berkata apa-apa, memegang lenganku deng

  • Wanita Kesepian di Lokasi Proyek   Bab 4

    Pak Tirta mendorongku dengan keras ke dalam kamar Kak Siana. Melihatku muncul dengan cara ini, ruangan itu langsung hening dalam sekejap.Kami berempat saling berpandangan, dan suasananya sangat canggung.Rasa malu sekaligus senang karena ketahuan mengintip menyelimutiku. Aku merasa lemas dan hampir pingsan di pelukan Wibi.Pak Tirta sangat kuat. Dia mengangkatku dan bersiap untuk melemparku ke tempat tidur, tetapi aku berjuang mati-matian dalam pelukannya."Kenapa kamu masih malu-malu?"Kak Siana tersenyum dan mendorong Wibi ke sampingku. Kedua pria kekar itu berdiri di depanku dan menatapku."Ayolah, Dik. Hari ini akan kubuat kamu merasakan kebahagiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya ...."Aku tersudut oleh mereka berdua, dan aku menarik selimut dari tempat tidur untuk menutupi diriku.Pak Tirta melangkah maju dua langkah dan langsung mencengkeram kakiku. Rasa sakit di telapak kakiku membuatku makin sulit melawan.Dia menarik kakiku ke atas dan meletakkannya di perut bagian bawa

  • Wanita Kesepian di Lokasi Proyek   Bab 3

    Belum waktunya mulai kerja, tetapi aku sudah keluar dari asrama lebih awal.Namun, entah kenapa aku malah berjalan ke dekat asrama Kak Siana.Ketika aku hendak berbalik, aku justru bertemu dengan Wibi yang baru saja keluar dari dalam. Dia tidak mengenakan baju, dan di lehernya ada beberapa bekas merah.Aku bertatapan dengannya sesaat, lalu segera mengalihkan pandangan.Lingkaran hitam di bawah mata Wibi terlihat jelas, dan dia berjalan dengan punggung agak bungkuk.Jangan-jangan mereka benar-benar tidak tidur semalaman?Setelah Wibi berjalan menjauh, Kak Siana pun keluar dari kamarnya. Dia berjalan dengan langkah terpincang-pincang, jelas terlihat lemas.Ketika melihatku, dia melambaikan tangan memanggilku untuk mendekat.Aku merasa canggung, tetapi tetap berjalan pelan-pelan ke arahnya."Tadi malam kamu cari aku ada urusan apa?""Bum!" Otakku langsung terasa kosong, aku tidak bisa berkata apa-apa. Suasana jadi tegang dan canggung."Apa kamu juga mau coba?"Aku mengerutkan bibirku, ter

  • Wanita Kesepian di Lokasi Proyek   Bab 2

    "Aku nggak butuh barang-barang ini sekarang. Kalau kamu mau, kamu bisa memakainya dulu ...."Sebelum pergi, Kak Siana mengirimiku sebuah tautan yang berisi sejumlah film pendek yang membuatku tersipu dan jantungku berdebar-debar.Setelah menonton beberapa saat, tubuhku bereaksi dengan cepat dan merasa panas dan tidak nyaman di sekujur tubuh.Aku berbaring di tempat tidur, merentangkan kakiku, dan dengan hati-hati meletakkan mainan kecil itu di jurang hasratku.Dalam sekejap, arus hangat datang dari tubuh bagian bawahku dan mengalir ke seluruh tubuhku. Sensasi geli itu membuat kulit kepalaku menegang.Aku dengan cepat beradaptasi dengan mainan-mainan kecil itu. Dengan bantuan film di ponselku, aku benar-benar tenggelam dalam kenikmatan yang dibawanya.Perlahan, aku pun mulai mencoba berbagai posisi dan merasakan kenikmatan yang belum pernah terjadi sebelumnya.Namun, setelah tubuhku mencapai puncaknya beberapa kali, aku tetap tidak bisa merasa bahagia.Meskipun kekosongan dalam tubuh te

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status