Wanita itu masih mengenakan kimono mandinya dengan rambut yang masih setengah basah. Setelah selesai memandikan Raya, Marcel langsung saja membawanya ke balkon untuk berjemur."Duduklah dulu di sini, sayang. Aku akan mengambilkan sarapan untukmu di bawah."Marcel mendudukkan tubuh Raya di sebuah sofa bed yang ada di balkon bagian samping kamarnya. Balkon itu tepat menghadap ke arah matahari terbit, sehingga Raya bisa menikmati sinar matahari pagi setiap hari."Matahari pagi sangat bagus untuk kesehatan, sangat bagus juga untuk perkembangan calon anak kita di dalam, sayang," ucap Marcel sambil mengusap perut istrinya."Apa Mas Marcel sangat bahagia dengan kehadirannya?" tanya Raya dengan wajah polos."Tentu saja, sayang. Pria tua ini tentu sangat bahagia dengan kehadirannya," jawab Marcel dengan senyum bahagia."Pria tua yang sudah membuatku tidak berdaya," lirih Raya dengan wajah merona.Marcel terkekeh. Pria itu menunduk, mendaratkan sebuah ciuman lembut di bibir Raya."Aku ke bawah
Marcel menyelimuti tubuh Raya, tangannya bergerak merapikan anak rambut di keningnya. Wanita itu benar-benar lelap dalam tidurnya.Marcel tersenyum bahagia menatap wajah cantik di depannya. Wanita itu benar-benar sudah membuatnya bekerja keras pagi ini.Menyuruhnya untuk terus memasukinya hingga Raya benar-benar terkulai dan akhirnya lelap dalam pelukannya."Tidurlah, sayang. Jangan kuatir, aku akan segera pulang," lirih Marcel.Pria itu membungkuk, mencium kening wanita itu dengan lembut sebelum melangkah pergi meninggalkan kamar itu.Pria itu menuruni tangga, lalu menuju ke ruang kerja sang Ayah. Mengetuk pintu terlebih dulu, sebelum masuk ke dalam ruangan tersebut."Kau mau pergi, Nak?" Tuan Adam lantas bertanya begitu melihat Marcel menghampirinya."Iya, Ayah. Aku akan pergi bulan madu dengan Celina. Aku tidak ingin mengecewakannya lagi kali ini," jawab Marcel.Tuan Adam mengangguk samar, jari telunjuknya bergerak mengetuk permukaan meja."Kau yakin?" tanya Tuan Adam. Pria paruh ba
Marcel terdiam beberapa saat, menatap tubuh mulus Celina yang tertutup busa sabun. Kulit putih mulus itu begitu menggoda mata.Tapi entah mengapa, tidak ada sedikit pun keinginan yang timbul di hati Marcel untuk menyentuhnya. Hasratnya seakan menguar begitu saja."Sayang ... kau sudah pulang?"Marcel tersadar dari lamunananya, begitu mendengar suara Celina yang bertanya.Pria itu mengangguk, sembari tersenyum menatap wanita cantik yang kini menegakkan tubuhnya, hingga memperlihatkan dua bukit kembar miliknya.Terlihat besar dan menantang."Apa kau sudah berendam sejak tadi?" tanya Marcel seraya menghampiri Celina."Apa kau tidak mau bergabung bersamaku?" Celina balas bertanya.Marcel kembali tersenyum, lalu menggeleng. "Aku akan menunggu di tempat tidur, selesaikanlah mandimu dulu," jawab Marcel. Pria itu sedikit membungkuk, lalu mendaratkan sebuah ciuman lembut di kening Celina. Setelah itu melangkah keluar meninggalkan Celina yang tersenyum penuh arti di dalam bathtub.Bukan di atas
Kedua matanya masih terpejam, namun tangannya bergerak ke sana kemari meraba tempat tidur di sampingnya. Mencari sosok yang beberapa jam lalu masih di sampingnya.Raya perlahan membuka kedua matanya, dan mendapati tempat tidur di sampingnya kosong."Mas Marcel ...." cicit Raya.Wanita itu lalu bangkit, duduk bersandar ke belakang. Kembali melihat tempat tidur di sampingnya dengan perasaan tidak menentu. Seperti ada yang hilang di hatinya. Kedua matanya tiba-tiba terasa panas, hingga tanpa ia sadari kristal bening mengalir begitu saja dari kedua matanya.Raya tersenyum miris, lalu mengusap air mata di pipinya."Aku harus sadar diri, wanita yang dicintai oleh mas Marcel tidak hanya aku," gumam Raya mengingatkan dirinya sendiri.Wanita itu perlahan turun dari tempat tidur, dan melangkah masuk ke kamar mandi. Namun lagi-lagi, dia harus menangis di dalam kamar mandi karena bayangan Marcel juga muncul di sana.Ada rasa nyeri saat dirinya membayangkan jika Marcel sekarang sedang bersenang-
"Tapi tidak!"Tuan Adam mengurungkan niatnya untuk menelfon Marcel. Tiba-tiba saja terbesit sebuah rencana di benak pria paruh baya itu.Sambil tersenyum samar, tuan Adam kembali masuk ke dalam rumah untuk melihat kondisi anak menantunya. Baru saja sampai di depan tangga, tuan Adam sudah melihat bibi Marta menuruni tangga dari atas."Bagaimana keadaanya? Apa dia masih menangis?" tanya Tuan Adam, sebelum melanjutkan langkahnya menapaki anak tangga."Tadi sudah tidak menangis, anaknya baru saja selesai solat zhuhur," jawab Bibi Marta."Aku akan melihatnya ke atas, aku kuatir dengan kondisi kandungannya," ujar Tuan Adam."Apa Tuan sudah mengabari tuan muda Marcel?" tanya Bibi Marta."Aku berencana menghubunginya besok, kira-kira anak itu baru saja sampai," jawab tuan Adam menahan senyum."Aku yakin anak itu pasti akan langsung putar arah jika mendengar kabar ini," ucap Bibi Marta."Sepertinya begitu," timpal Tuan Adam."Tapi mengapa tuan Marcel tidak menggunakan jet pribadinya? Mengapa ha
Malam semakin larut, tapi Raya masih terpekur seorang diri di atas tempat tidur. Entah mengapa tiba-tiba saja wanita itu merindukan sosok Marcel dan sangat ingin dipeluk oleh pria itu.Namun kenyataannya, ia hanya bisa memeluk buket bunga pemberian Marcel sebagai pengganti rasa rindunya."Mas Marcel, mengapa tiba-tiba aku merindukanmu? Belum genap 48 jam kau pergi, tapi rasanya sudah seperti 48 hari saja," cicit Raya dengan berlinang air mata.Wanita itu mencoba memejamkan kedua matanya yang masih saja meneteskan air mata, sambil terus mendekap buket bunga dari suaminya.Hingga perlahan-lahan wanita itu terlelap dalam tidurnya dengan menahan sebuah kerinduan.*****Kaki panjang itu melangkah dengan cepat, menapaki anak tangga dengan tidak sabar seolah waktu akan segera berakhir malam itu.Begitu sampai di depan kamar, tangan besarnya segera meraih gagang pintu, memutarnya perlahan lalu mendorong daun pintu ke dalam dengan sangat pelan.Marcel tertegun di tempatnya begitu melihat pemand
"Malu? Mengapa harus malu? Bukankah kita suami istri? Itu hal wajar kalau kita melakukannya apalagi kita pengantin baru. Aku rasa ayah akan memakluminya, sayang," tutur Marcel memberi pengertian kepada istri kecilnya itu."Aku malu Mas ... biarpun kita suami istri tapi apa kata mereka nanti? Seperti tidak ada hari esok saja menunggu sampai gips nya di lepas--kan malu?" rengek Raya sambil mendusel-dusel ke dalam pelukan Marcel.Marcel terkekeh. Pria itu semakin gemas saja melihat tingkah laku istrinya yang malu-malu, tapi malah meliuk-liukkan tubuh dalam pelukannya."Memangnya kita mau bercinta di mana, sayang?" tanya Marcel serayak mencubit dagu Raya membuat wajah itu menengadah ke arahnya."Di dalam kamar ini," jawab Raya pelan."Biarpun kau menjerit menggunakan pelantang suara, tidak akan ada yang mendengar suaramu di luar sana, karna kamar ini kedap suara, sayang," jelas Marcel."Lalu, dari mana mereka bisa tau?""Mas Marcel suka menggigit leher dan seluruh tubuhku, dan itu akan te
"Ngantuk, Mas ...." Raya terus merengek saat Marcel coba membangunkannya. Bahkan ketika Marcel membopongnya ke kamar mandi, wanita itu terus merengek seperti anak kecil yang minta di belikan mainan baru."Nanti selesai solat subuh kita tidur lagi, sayang. Sekarang kita mandi dulu ya, keburu habis nanti waktu subuhnya," bujuk Marcel sambil mulai memandikan istri kecilnya itu."Nanti tidur saja, nggak boleh macam-macam. Awas kalau macam-macam." Raya mengultimatum dengan bibir mengerucut."Iya, nggak macam-macam, hanya satu macam saja." sahut Marcel.CupMarcel langsung membungkam mulut Raya, begitu wanita itu hendak membuka mulutnya.Selesai memandikan sang istri, Marcel gegas membersihkan tubuhnya sendiri. Sementara Raya memilih keluar terlebih dahulu.Pasangan suami istri itu kemudian melaksanakan solat subuh berjamaah. Hal yang belum pernah Marcel lakukan saat sedang bersama Celina.Marcel pun kadang merasa heran, saat sedang bersama Raya ia merasa seperti menjadi pribadi yang lain. I
Raya tidak berminat menjawab pertanyaan Celina, wanita itu hanya menghela nafas panjang, lalu tersenyum samar.Dan sejak pembicaraan hari itu bersama Raya, Celina memilih berdamai dengan takdir yang kini di jalanninya. Wanita itu memutuskan untuk berteman dengan Raya, ketimbang mengibarkan bendera permusuhan dengan wanita muda itu, yang tentu saja itu akan sangat merugikan dirinya sendiri.Namun tidak bagi kedua orang tuanya, terutama nyonya Rosalina, sang ibu, yang memang haus akan harta dan kedudukan.Plak!Wanita paruh baya itu mendaratkan sebuah tamparan keras di pipi Celina dengan wajah murka.Mantan istri Marcel itu hanya bisa diam, sambil mengusap-ngusap pipinya yang terasa sakit dan panas. Celina sudah tidak heran lagi, dirinya sudah sering mendapatkan perlakuan kasar dari orang tuanya, jika ia dianggap melakukan kesalahan."Dasar bodoh! Seharusnya kau lebih memilih Marcel ketimbang karirmu itu, Celina!" teriak nyonya Rosalina penuh amarah."Karirmu itu ada masanya! Sama haln
Raya sedang asyik menonton film animasi lucu dan menggemaskan, antara anak perempuan kecil dan teman beruangnya di ponsel Marcel. Sampai ia tidak menyadari kehadiran Celina di belakangnya."Sepertinya gadis muda ini memang memiliki hubungan spesial dengan Marcel, sampai ia bisa dengan bebas memakai barang pribadi milik Marcel," batin Celina dalam hati.'Ehem!'Celina sengaja berdehem, yang lantas membuat Raya langsung menolek ke belakang.Wanita muda itu mengangkat kedua alisnya dengan wajah heran, begitu melihat sosok Celina yang sudah berdiri di belakangnya."Sepertinya kau memiliki hubungan spesial dengan Marcel, sampai kau bisa memakai ponsel miliknya," ujar Celina, serayak mengambil tempat duduk di kursi yang langsung berhadapan dengan Raya."Kau benar sekali, Bu Celina. Aku juga sering memakai kemeja Mas Marcel saat tidur," sahut Raya, sembari menyimpan benda pipih itu ke dalam saku bajunya.Ekspresi wajah wanita muda itu begitu tenang, bahkan Raya lalu menatap Celina sambil ter
"Apa karna gadis muda itu?" tebak Celina."Ini tidak ada hubungannya dengan Raya, dia datang dalam hidupku bahkan sebelum kita bertunangan," sahut Marcel.Pria itu menurunkan kakinya, merubah posisi duduknya sambil bersedekap."Aku begitu sangat mencintai dan menyayangimu selama ini, Celina. Bahkan aku begitu setia meski berada jauh darimu. Tapi ternyata kau tidak sepenuh hati mencintaiku," tutur Marcel dengan wajah datar.Celina menunduk. Ada rasa penyesalan di hatinya begitu mendengar penuturan Marcel. Tapi ambisinya untuk menjadi model terkenal, membuatnya tidak ingin menyesali apa yang sudah terjadi."Maafkan aku, Marcel. Kau tau sendiri bukan, ambisiku untuk menjadi seorang model terkenal begitu besar. Aku bahkan rela mengorbankan segalanya agar mimpiku dapat terwujud," ujar Celina."Satu hal yang perlu kau tau, aku tulus mencintaimu, meskipun aku juga tidak bisa menampik jika aku memanafaatkan dirimu selama ini demi menunjang gaya hidupku," aku Celina.Marcel tersenyum samar men
Celina hanya bisa diam melihat Marcel menyuapi makan Raya dengan begitu sabar dan telaten tanpa bisa berbuat apa-apa.Bahkan Raya terlihat begitu lahap, makan dengan disuapi oleh Marcel layaknya seorang anak kecil yang makan disuapi oleh ibunya."Sayang ... apa kau tidak berlebihan?" Celina yang mulai gerah akhirnya membuka suara."Biarkan putriku makan dulu, Celina. Dia tidak bisa makan jika tidak di suapi oleh Marcel," ujar Tuan Adam yang langsung membuat Celina terdiam. Sedangkan Malik hanya melihat sekilas ke arahnya, lalu kembali fokus menyuapi istri kecilnya itu."Mau tambah lagi?" tanya Marcel dengan lembut.Raya menggeleng. "Sudah kenyang," jawabnya."Oke. Mau ke kamar lagi?"Raya kembali mengangguk.Marcel memundurkan kursinya, pria itu lalu bangkit dan meraih tangan Raya."Ayo, aku akan mengantarmu ke kamar," ucap Marcel.Raya lalu bangkit, Marcel dengan sigap memundurkan kursi istrinya. Sambil bergandengan tangan mereka menaiki tangga menuju ke kamar mereka di lantai atas.
Raya langsung terdiam begitu Marcel membungkam mulutnya dengan sebuah ciuman lembut. Hingga beberapa saat lamanya Raya terhanyut dengan permainan bibir dan lidah Marcel di dalam mulutnya.Tanpa sadar, Raya justru mengalungkan tangannya ke leher Marcel dan membalas setiap permainan Marcel di bibirnya."Mau lanjut di ranjang, sayang?" goda Marcel serayak mengusap bibir Raya yang basah karena bertukar saliva."Lapar," cicit Raya dengan wajah nelangsa."Baiklah baiklah. Ayo kita turun sekarang, sayang" ujar Marcel. Pria itu lalu menggenggam tangan Raya, bermaksud mengajaknya keluar dari kamar."Mas Marcel duluan, aku nggak mau ada keributan di meja makan nantinya," ujar Raya sambil melepaskan genggaman tangan Marcel di tangannya. Wanita itu lalu melingkarkan jilbab pashmina-nya ke leher Marcel layaknya sebuah syal."Terus kamu maunya bagaimana, sayang?" tanya Marcel dengan lembut."Aku tidak mau sikap kita menyakiti hati bu Celina. Aku ingin dia tau tentang hubungan kita dulu. Mas Marcel
Tubuh Marcel ambruk di atas tubuh Raya, setelah mendapatkan pelepasan yang begitu dahsyat di sesi terakhir mereka melakukan penyatuan.Berbagai gaya dan pose mereka lakukan selama penyatuan, hingga berulang kali mereka mendapatkan pelepasan."Terima kasih, sayang. Kau benar-benar membuat diriku candu dengan tubuhmu. Kau istri kecil-ku yang begitu luar biasa." Puji Marcel sembari mendaratkan ciuman lembut di kening, kedua mata dan pipi Raya.Raya tersenyum, perasaannya begitu bahagia karena berhasil membuat Marcel berulang kali mengerang nikmat di atas tubuhnya, dengan meneriakkan namanya.Tangannya kemudian terulur membelai punggung Marcel yang basah dan licin oleh keringat."Apa pria tua ini akan terus berada di atas perutku? Bagaimana kalau nanti anak kita susah bernafas di dalam sana?" Mendengar ucapan istrinya, Marcel langsung tersadar lalu berguling ke samping. Dengan tinggi badan 185 centi dan berat 80 kilo gram, bukan tidak mungkin Raya akan sesak nafas di timpa olehnya.Begit
"Dia putriku. Dia datang sebelum kau bertunangan dengan Marcel," jawab Tuan Adam dengan nada yang begitu tenang.Celina kembali menautkan kedua alisnya. Jawaban ayah mertuanya itu sungguh tidak masuk akal baginya.Bukankah tuan Adam hanya memilik seorang putra, yakni Marcel? Lalu putri yang mana yang di maksud oleh ayah mertuanya itu? "Kita akan membicarakannya lagi nanti. Sekarang beristirahatlah dulu, Ayah yakin kau pasti lelah karna habis bekerja keras dengan produser barumu itu selama di Paris, dan sebelum pulang ke indonesia."Wajah Celina langsung berubah pucat pasi mendengar perkataan tuan Adam. Tiba-tiba saja wanita itu terlihat gugup dan serba salah, apalagi saat tuan Adam menatap ke arahnya, ekspresi wajah Celina seperti maling yang tertangkap basah."Hei ... mengapa kau terlihat gugup seperti itu?" tegur tuan Adam sembari tertawa lebar."Oh ... ti-tidak Ayah, mu-mungkin aku memang sedikit lelah dan butuh istirahat," jawab Celina dengan gugup."Menjadi seorang model memang
Semua pelayan memilih bersembunyi, mereka jelas-jelas kurang menyukai kehadiran Celina di rumah itu. Mereka memutuskan hal tersebut karena mengira jika Raya masih tertidur dan di jaga oleh Hunter.Dengan begitu Raya akan tetap aman, karna Celina tidak akan mungkin berani menerobos masuk ke dalam tersebut."Ini jus nya, Nona." Raya menyodorkan segelas jus jeruk ke hadapan Celina.Wanita yang berprofesi sebagai model itu melirik sekilas ke arah Raya, lalu meraih gelas jus di hadapannya.Namun detik itu juga, Celina menyemburkan jus jeruk yang baru saja di minumnya di hadapan Raya. Wanita cantik itu tentu sangat terkejut melihatnya dan reflek menghindar agar tidak terkena semburan Celina."Apa kau sengaja memasukkan satu karung gula ke dalan jus ini?" tanya Celina dengan wajah marah.Raya lantas menggeleng. Pertanyaan Celina jelas sebuah tuduhan yang sangat berlebihan bagi dirinya."Ti-tidak, Nona. Saya hanya memasukkan satu sendok kecil gula ke dalamnya," jawab Raya apa adanya."Dan san
Marcel membersihkan bercak darah yang terciprat ke wajahnya, dengan menggunakan tisu yang diulurkan oleh Peter.Sementara Jecky sudah meregang nyawa dengan kepala berlubang."Kita belum mendapatkan informasi apa-apa dari pria ini, tapi mengapa kau sudah mengakhiri hidupnya?" David bertanya dengan penuh keheranan.Ia mengira jika Marcel akan mengorek informasi terlebih dulu dari Jecky, tapi ternyata Marcel langsung menembak mati pria tersebut tepat di kepalanya."Aku tidak ingin berlama-lama mengotori tanganku dengan menyiksanya terlebih dahulu, karena semakin aku melihatnya semakin aku terbayang dengan apa yang mereka lakukan pada Arsyila," jawab Marcel dengan nada datar."Bukankah kau berhasil mendapatkan ponselnya? Kau bisa melacak keberadaan enam orang lainnya melalui ponsel itu. Mereka pasti masih terhubung satu sama lain sampai saat ini," lanjut Marcel."Kau benar sekali. Mengapa baru terpikirkan olehku?" gumam David menggaruk kepalanya."Ck. Sudah aku bilang, kau itu semakin lam