Marcel menunggu dengan perasaan gelisah di depan pintu ruang kerja ayahnya.Tidak hanya gelisah karna memikirkan apa yang sedang dikatakan ayahnya kepada Raya, tapi juga gelisah karena sebentar lagi acara resepsi pernikahannya akan dimulai dan Celina sudah berulang kali menelponnya sejak tadi. Untung saja ponselnya di pegang oleh Peter, dan sang asisten tentu sangat pandai memberikan alasan kepada wanita itu.CeklekSuara pintu dibuka dari dalam dan muncullah Raya dari balik pintu dengan wajah menunduk.Marcel bergegas menghampiri wanita itu dengan wajah cemas."Apa kau baik-baik saja? Apa ayahku mengatakan sesuatu yang menyakiti perasaanmu?" tanya Marcel dengan harap-harap cemas."Aku baik-baik saja. Tidak ada hal penting yang dibicarakan oleh ayah beliau hanya memberiku hadiah kalung ini," jawab Raya sambil menunjukkan kalung yang dipakainya.Marcel menyipitkan kedua matanya, mengamati kalung itu dengan seksama. Dalam hati pria itu bertanya seorang diri, "Bukankah itu kalung penin
"Apa dia belum datang juga?" Celina kembali bertanya pada asistennya yang baru saja memeriksa ke bawah.Malam ini dirinya sungguh di buat cemas oleh Marcel. Tamu undangan sudah berdatangan termasuk para wartawan yang secara kusus di undang olehnya, namun Marcel belum muncul juga."Tuan Marcel sudah datang, Nona. Beliau sedang menuju kemari."HuufftCelina bernafas lega. Ia kembali meminta tim penata rias untuk merapikan riasan dan penampilannya."Maaf, aku terlambat."Marcel muncul di ambang pintu dengan senyum di wajahnya.Semua orang yang ada di kamar hotel itu segera pergi dan memilih menunggu luar."30 menit!" kata Celina dengan wajah cemberut."Maaf, Celina. Ada sedikit masalah yang harus aku selesaikan, dan itu sangat penting," kilah Marcel.Pria itu menghampiri Celina, memeluk pinggang ramping istrinya dengan mesra."Lalu resepsi pernikahan kita ini kau anggap tidak penting?" cecar Celina.Marcel terkekeh pelan. Di belainya wajah cantik Celina dengan lembut. Dalam hatinya ia me
"Ma-mas Marcel mau apa?" tanya Raya dengan wajah panik.'Mas Marcel?' Seulas senyum terukir di wajah Marcel mendengar panggilan tersebut."Sssttt--tenanglah.""Menjauhlah! Jangan menyentuhku!" ketus Raya, seraya menatap tajam ke arah Marcel yang sedang menatap ke arahnya."Aku suamimu, sayang. Aku hanya ingin membuatmu hangat agar kau bisa beristirahat," ucap Marcel dengan lembut.'Suami? Sayang?'Marcel menyisir rambut Raya. Merapikan anak rambut yang berantakan di wajahnya."Aku bisa beristirahat sendiri," ujar Raya."Tenanglah. Aku tidak akan menyentuhmu," bisik Marcel.Tubuh Raya menegang, darahnya berdesir, jatungnya seolah berhenti berdetak tatkala Marcel menelusupkan tangannya ke bawah baju, mengusap perutnya yang masih rata dengan lembut."Tidak menyentuh? Lalu apa ini?" protes Raya.Marcel terkekeh pelan. Pria itu kemudian mencium kening Raya sekilas."Apa dia baik-baik saja?" tanya Marcel dengan lembut.Raya menelan ludahnya kasar, lantas mengangguk pelan, tanpa berani memb
"Kenapa sudah longgar begini?" pikir Marcel.Marcel tentu terkejut mendapati milik Celina yang sudah longgar, seperti sudah sering di pakai keluar masuk.Berbeda jauh dengan milik Raya.Marcel masih ingat jika malam itu ia harus bekerja ekstra keras untuk dapat membobol gawang wanita itu. Bahkan dirinya harus bertindak kasar untuk dapat mencapai keinginannya."Sayang, ada apa?" tanya Celina dengan lembut, wajah wanita itu terlihat cemas.Marcel menggeleng samar. Ia tidak pernah meniduri wanita lain selain Raya, dan sekarang Celina. Tapi ia bukan lelaki bodoh yang tidak bisa membedakan mana yang masih terjaga mana yang sudah terlepas.Pria itu ragu hendak mengambil keputusan. Sudah terlanjur masuk, mau di cabut lagi--tanggung. Mau lanjut di goyang--takut kecewa.Tapi Celina terus menggoyang-goyangkan pinggulnya di bawah sana dengan gerakan erotis, menghadirkan sensasi rasa yang menggugah hasrat kelakiannya."Sayang," panggil Celina dengan suara mendesah, membuat Marcel menatap ke arah
Wanita itu memakai kemeja putih miliknya, tanpa bawahan. Terlihat kebesaran tapi juga terlihat seksi.Begitu juga dengan kakinya yang ramping, terlihat sangat seksi. Rambut panjang yang di cepol ke atas sembarangan, meski berantakan namun justru terlihat indah.Leher jenjang itu ... terlihat begitu menggoda di mata Marcel.Tanpa bersuara, Marcel terus mendekat hingga berdiri tepat di belakangnya, begitu dekat.Rupanya wanita muda itu sedang mencuci tangannya. "Raya."Wanita itu berjengit kaget. Begitu menoleh ia mendapati wajah Marcel yang begitu dekat dengan wajahnya-- nyaris bersentuhan."Mas Marcel," cicit Raya dengan jantung berdebar.Bahkan hembusan nafas hangat Marcel menerpa wajahnya.Raya buru-buru memalingkan wajahnya, namun ia kembali terkejut saat mendapati kedua tangannya sudah di pegang oleh Marcel.Pria itu melanjutkan mencuci kedua tangannya dengan lembut, bahkan sampai mengusap satu persatu jari-jarinya yang lentik, sampai selesai.Marcel meraih handuk di atas lemari
Marcel bergerak naik ke atas tubuh Raya, mengungkung tubuh wanita itu di bawahnya."Ma-mas Marcel ...."Suara Raya seperti tercekat di tenggorokan. Wanita itu benar-benar tidak berdaya menolak Marcel.Namun, bayang-bayang peristiwa di malam itu membuat Raya kembali di landa ketakutan. Rasa sakit itu masih begitu terasa di tubuhnya."Aku menginginkanmu, sayang. Malam ini." Suara Marcel terdengar begitu berat, kedua matanya semakin berkabut menatap Raya.Ia begitu ingin segera memasuki tubuh wanita itu, hanya saja ia menginginkan Raya yang menyerahkan diri kepadanya, ia tidak ingin membuat wanita itu semakin terluka karna keinginannya.Tangan Marcel mulai bergerak membelai wajah cantik itu, lalu perlahan turun ke bawah mengusap bibir ranum yang begitu menggoda."A-aku takut, Mas," cicit Raya dengan bibir gemetar."Aku tidak akan menyakitimu, sayang. Aku janji, hem," bujuk Marcel dengan lembut.Tidak melukai? Bukankah sebelumnya ia sudah melukai Raya terlebih dahulu?Sekuat apa pun Raya
Wanita itu tertidur lelap, dalam pelukan pria yang semakin mencintainya kini.Setelah melewati malam pertama yang begitu panas, sampai membuat Marcel enggan untuk menyudahinya. Membuat Raya terkapar tidak berdaya di buatnya.Kalau tidak mengingat jika Raya sedang mengandung anaknya, dan kandungannya belum cukup kuat, ingin rasanya Mercel terus memasuki tubuh Raya sampai pagi."Maafkan aku, sayang. Kau pasti kelelahan," bisik Marcel, mencium kening Raya dengan lembut.Tangannya lalu bergerak turun, mengusap perut rata istrinya dengan senyum terukir di wajahnya."Tumbuhlah dengan baik di sini, baby. Ayah akan selalu bersama kalian."Marcel semakin erat mendekap tubuh Raya, lalu ikut memejamkan mata bersamanya."Mas ... haus."Baru saja memejamkan kedua matanya, Marcel kembali terbangun mendengar suara Raya yang kehausan."Sebentar, sayang. Aku ambilkan dulu," sahut Marcel.Dengan lembut memindahkan kepala Raya ke atas bantal, lalu bergegas turun untuk mengambil air minum di atas meja."
Marcel langsung bersorak girang mendengar Raya menyatakan cinta kepadanya.Marcel semakin mendekap erat tubuh Raya sambil berulang kali mendaratkan ciuman hangat di keningnya."Terima kasih, sayang. Terima kasih karna sudah mau mencintai pria seperti aku. Terima kasih cintaku, sayangku, belahan jiwaku, separuh nafasku, puja—"CupRaya yang gemas mendengar gombalan Marcel langsung membungkam bibir Marcel dengan sebuah ciuman lembut, tapi singkat.Wajah cantik itu langsung merona, begitu Marcel menatapnya penuh cinta tanpa berkedip.Luka yang dulu di torehkan Marcel telah berganti dengan cinta dan kebahagiaan. Meskipun dia hanya wanita kedua, setidaknya Marcel begitu tulus mencintai dan menyayanginya."Aah ... Raya, kau benar-benar membuat pria tua ini seperti anak muda yang baru merasakan jatuh cinta," ungkap Marcel.Pria itu meraih dagu Raya, mendorong wajahnya ke atas hingga bertemu pandang dengannya.Marcel sedikit merunduk, hingga bibirnya bertemu dengan bibir Raya dan melumatnya d
Raya tidak berminat menjawab pertanyaan Celina, wanita itu hanya menghela nafas panjang, lalu tersenyum samar.Dan sejak pembicaraan hari itu bersama Raya, Celina memilih berdamai dengan takdir yang kini di jalanninya. Wanita itu memutuskan untuk berteman dengan Raya, ketimbang mengibarkan bendera permusuhan dengan wanita muda itu, yang tentu saja itu akan sangat merugikan dirinya sendiri.Namun tidak bagi kedua orang tuanya, terutama nyonya Rosalina, sang ibu, yang memang haus akan harta dan kedudukan.Plak!Wanita paruh baya itu mendaratkan sebuah tamparan keras di pipi Celina dengan wajah murka.Mantan istri Marcel itu hanya bisa diam, sambil mengusap-ngusap pipinya yang terasa sakit dan panas. Celina sudah tidak heran lagi, dirinya sudah sering mendapatkan perlakuan kasar dari orang tuanya, jika ia dianggap melakukan kesalahan."Dasar bodoh! Seharusnya kau lebih memilih Marcel ketimbang karirmu itu, Celina!" teriak nyonya Rosalina penuh amarah."Karirmu itu ada masanya! Sama haln
Raya sedang asyik menonton film animasi lucu dan menggemaskan, antara anak perempuan kecil dan teman beruangnya di ponsel Marcel. Sampai ia tidak menyadari kehadiran Celina di belakangnya."Sepertinya gadis muda ini memang memiliki hubungan spesial dengan Marcel, sampai ia bisa dengan bebas memakai barang pribadi milik Marcel," batin Celina dalam hati.'Ehem!'Celina sengaja berdehem, yang lantas membuat Raya langsung menolek ke belakang.Wanita muda itu mengangkat kedua alisnya dengan wajah heran, begitu melihat sosok Celina yang sudah berdiri di belakangnya."Sepertinya kau memiliki hubungan spesial dengan Marcel, sampai kau bisa memakai ponsel miliknya," ujar Celina, serayak mengambil tempat duduk di kursi yang langsung berhadapan dengan Raya."Kau benar sekali, Bu Celina. Aku juga sering memakai kemeja Mas Marcel saat tidur," sahut Raya, sembari menyimpan benda pipih itu ke dalam saku bajunya.Ekspresi wajah wanita muda itu begitu tenang, bahkan Raya lalu menatap Celina sambil ter
"Apa karna gadis muda itu?" tebak Celina."Ini tidak ada hubungannya dengan Raya, dia datang dalam hidupku bahkan sebelum kita bertunangan," sahut Marcel.Pria itu menurunkan kakinya, merubah posisi duduknya sambil bersedekap."Aku begitu sangat mencintai dan menyayangimu selama ini, Celina. Bahkan aku begitu setia meski berada jauh darimu. Tapi ternyata kau tidak sepenuh hati mencintaiku," tutur Marcel dengan wajah datar.Celina menunduk. Ada rasa penyesalan di hatinya begitu mendengar penuturan Marcel. Tapi ambisinya untuk menjadi model terkenal, membuatnya tidak ingin menyesali apa yang sudah terjadi."Maafkan aku, Marcel. Kau tau sendiri bukan, ambisiku untuk menjadi seorang model terkenal begitu besar. Aku bahkan rela mengorbankan segalanya agar mimpiku dapat terwujud," ujar Celina."Satu hal yang perlu kau tau, aku tulus mencintaimu, meskipun aku juga tidak bisa menampik jika aku memanafaatkan dirimu selama ini demi menunjang gaya hidupku," aku Celina.Marcel tersenyum samar men
Celina hanya bisa diam melihat Marcel menyuapi makan Raya dengan begitu sabar dan telaten tanpa bisa berbuat apa-apa.Bahkan Raya terlihat begitu lahap, makan dengan disuapi oleh Marcel layaknya seorang anak kecil yang makan disuapi oleh ibunya."Sayang ... apa kau tidak berlebihan?" Celina yang mulai gerah akhirnya membuka suara."Biarkan putriku makan dulu, Celina. Dia tidak bisa makan jika tidak di suapi oleh Marcel," ujar Tuan Adam yang langsung membuat Celina terdiam. Sedangkan Malik hanya melihat sekilas ke arahnya, lalu kembali fokus menyuapi istri kecilnya itu."Mau tambah lagi?" tanya Marcel dengan lembut.Raya menggeleng. "Sudah kenyang," jawabnya."Oke. Mau ke kamar lagi?"Raya kembali mengangguk.Marcel memundurkan kursinya, pria itu lalu bangkit dan meraih tangan Raya."Ayo, aku akan mengantarmu ke kamar," ucap Marcel.Raya lalu bangkit, Marcel dengan sigap memundurkan kursi istrinya. Sambil bergandengan tangan mereka menaiki tangga menuju ke kamar mereka di lantai atas.
Raya langsung terdiam begitu Marcel membungkam mulutnya dengan sebuah ciuman lembut. Hingga beberapa saat lamanya Raya terhanyut dengan permainan bibir dan lidah Marcel di dalam mulutnya.Tanpa sadar, Raya justru mengalungkan tangannya ke leher Marcel dan membalas setiap permainan Marcel di bibirnya."Mau lanjut di ranjang, sayang?" goda Marcel serayak mengusap bibir Raya yang basah karena bertukar saliva."Lapar," cicit Raya dengan wajah nelangsa."Baiklah baiklah. Ayo kita turun sekarang, sayang" ujar Marcel. Pria itu lalu menggenggam tangan Raya, bermaksud mengajaknya keluar dari kamar."Mas Marcel duluan, aku nggak mau ada keributan di meja makan nantinya," ujar Raya sambil melepaskan genggaman tangan Marcel di tangannya. Wanita itu lalu melingkarkan jilbab pashmina-nya ke leher Marcel layaknya sebuah syal."Terus kamu maunya bagaimana, sayang?" tanya Marcel dengan lembut."Aku tidak mau sikap kita menyakiti hati bu Celina. Aku ingin dia tau tentang hubungan kita dulu. Mas Marcel
Tubuh Marcel ambruk di atas tubuh Raya, setelah mendapatkan pelepasan yang begitu dahsyat di sesi terakhir mereka melakukan penyatuan.Berbagai gaya dan pose mereka lakukan selama penyatuan, hingga berulang kali mereka mendapatkan pelepasan."Terima kasih, sayang. Kau benar-benar membuat diriku candu dengan tubuhmu. Kau istri kecil-ku yang begitu luar biasa." Puji Marcel sembari mendaratkan ciuman lembut di kening, kedua mata dan pipi Raya.Raya tersenyum, perasaannya begitu bahagia karena berhasil membuat Marcel berulang kali mengerang nikmat di atas tubuhnya, dengan meneriakkan namanya.Tangannya kemudian terulur membelai punggung Marcel yang basah dan licin oleh keringat."Apa pria tua ini akan terus berada di atas perutku? Bagaimana kalau nanti anak kita susah bernafas di dalam sana?" Mendengar ucapan istrinya, Marcel langsung tersadar lalu berguling ke samping. Dengan tinggi badan 185 centi dan berat 80 kilo gram, bukan tidak mungkin Raya akan sesak nafas di timpa olehnya.Begit
"Dia putriku. Dia datang sebelum kau bertunangan dengan Marcel," jawab Tuan Adam dengan nada yang begitu tenang.Celina kembali menautkan kedua alisnya. Jawaban ayah mertuanya itu sungguh tidak masuk akal baginya.Bukankah tuan Adam hanya memilik seorang putra, yakni Marcel? Lalu putri yang mana yang di maksud oleh ayah mertuanya itu? "Kita akan membicarakannya lagi nanti. Sekarang beristirahatlah dulu, Ayah yakin kau pasti lelah karna habis bekerja keras dengan produser barumu itu selama di Paris, dan sebelum pulang ke indonesia."Wajah Celina langsung berubah pucat pasi mendengar perkataan tuan Adam. Tiba-tiba saja wanita itu terlihat gugup dan serba salah, apalagi saat tuan Adam menatap ke arahnya, ekspresi wajah Celina seperti maling yang tertangkap basah."Hei ... mengapa kau terlihat gugup seperti itu?" tegur tuan Adam sembari tertawa lebar."Oh ... ti-tidak Ayah, mu-mungkin aku memang sedikit lelah dan butuh istirahat," jawab Celina dengan gugup."Menjadi seorang model memang
Semua pelayan memilih bersembunyi, mereka jelas-jelas kurang menyukai kehadiran Celina di rumah itu. Mereka memutuskan hal tersebut karena mengira jika Raya masih tertidur dan di jaga oleh Hunter.Dengan begitu Raya akan tetap aman, karna Celina tidak akan mungkin berani menerobos masuk ke dalam tersebut."Ini jus nya, Nona." Raya menyodorkan segelas jus jeruk ke hadapan Celina.Wanita yang berprofesi sebagai model itu melirik sekilas ke arah Raya, lalu meraih gelas jus di hadapannya.Namun detik itu juga, Celina menyemburkan jus jeruk yang baru saja di minumnya di hadapan Raya. Wanita cantik itu tentu sangat terkejut melihatnya dan reflek menghindar agar tidak terkena semburan Celina."Apa kau sengaja memasukkan satu karung gula ke dalan jus ini?" tanya Celina dengan wajah marah.Raya lantas menggeleng. Pertanyaan Celina jelas sebuah tuduhan yang sangat berlebihan bagi dirinya."Ti-tidak, Nona. Saya hanya memasukkan satu sendok kecil gula ke dalamnya," jawab Raya apa adanya."Dan san
Marcel membersihkan bercak darah yang terciprat ke wajahnya, dengan menggunakan tisu yang diulurkan oleh Peter.Sementara Jecky sudah meregang nyawa dengan kepala berlubang."Kita belum mendapatkan informasi apa-apa dari pria ini, tapi mengapa kau sudah mengakhiri hidupnya?" David bertanya dengan penuh keheranan.Ia mengira jika Marcel akan mengorek informasi terlebih dulu dari Jecky, tapi ternyata Marcel langsung menembak mati pria tersebut tepat di kepalanya."Aku tidak ingin berlama-lama mengotori tanganku dengan menyiksanya terlebih dahulu, karena semakin aku melihatnya semakin aku terbayang dengan apa yang mereka lakukan pada Arsyila," jawab Marcel dengan nada datar."Bukankah kau berhasil mendapatkan ponselnya? Kau bisa melacak keberadaan enam orang lainnya melalui ponsel itu. Mereka pasti masih terhubung satu sama lain sampai saat ini," lanjut Marcel."Kau benar sekali. Mengapa baru terpikirkan olehku?" gumam David menggaruk kepalanya."Ck. Sudah aku bilang, kau itu semakin lam