Riana pulih beberapa hari kemudian. Kelvin mengajaknya jalan-jalan lalu makan malam di sebuh hotel mewah.Kelvin sengaja memesan kamar yang dihias khusus tidak hanya untuk makan malam mereka, namun juga untuk bermalam di sana.Riana kaget karena gaun yang dipesan pada seorang perancang dan harus kenakan ada di dalam kamar yang ia tempati bersama Kelvin."Lho, kok gaunnya ada di sini, Mas?""Aku yang membawanya. Bersiaplah!"Riana menurut, lalu saat ia keluar kamar mandi, dua tiga orang wanita menyambutnya dengan senyum hangat."Siapa kalian? Kenapa kalian ada di kamar saya?'"Kami makeup artis dan juga hair do yang diperintahkan Tuan Kelvin untuk merias Nyonya Riana."Riana hanya ber'oh saja. Lalu tanpa perlu menunggu lama tangan-tangan terampil itu berhasil membuat wajah dan penampilan Riana menjadi sangat memukau.Mereka lalu pamit dan mempersilakan Kelvin untuk melihat hasil kerja mereka di kamar."Mas?"Kelvin tersenyum lalu mengajak Riana ke meja makan yang sudah dihias sedemikian
Riana merasa tidak nyaman karena Kelvin terus mendiamkannya, bahkan hingga mereka masuk ke dalam kamar hotel, Kelvin tampak dingin.Meski perlakuan Kelvin sangat hati-hati dan melindungi, namun Riana merasa segan. Apalagi saat Kelvin menggendong Riana dan membantunya ke kamar mandi."Mas, aku minta maaf."Kelvin masih diam."Mas.""Bisa diam dulu?"Riana mengatupkan mulut, kepalanya menunduk dalam. Sedih karena Kelvin sepertinya benar-benar marah dengan kecerobohanya.Ting tong...Keduanya sama-sama menoleh ke arah sumber suara. Seseorang mengunjungi kamar hotel mereka.Kelvin bergegas membukakan pintu dan mempersilakan seorang wanita yang usianya lebih tua darinya untuk masuk.Riana menatap kedatangan Kelvin dan wanita yang kemudian mengangguk santun padanya."Perkenalkan, saya Anita, Nyonya," ucap wanita asli orang Indonesia tersebut."Mbak Anita ini siapa, Mas?" "Dia yang akan membantu kamu kalau saya tidak ada." Riana mengangguk.Kelvin menatap jam di pergelangan tangannya. "Saya
Wajah Riana terlihat panik, ia mencari keberadaan Kelvin yang ternyata sedang menerima telepon di luar."Kamu..."Riana berjalan mundur karena langkah pria yang menyudutkannya hingga membentur etalase toko."Kamu semakin cantik, Riana."Tangannya berusaha menggapai dan menyentuh rambut Riana namun berhasil dihindarinya."Bagaimana bisa… kamu…"Pria tertawa sebelum Riana berhasil menuntaskan kalimatnya."Sepertinya takdir," ucapnya dengan senyum yang membuat Riana semakin ketakutan."P-pergi... atau aku akan berteriak.""Hahaha, kamu membuatku semakin bergairah jika seperti ini, Riana."Riana semakin gemetar ketika pria itu mendekatkan wajah dan berbisik di telinganya."Aku jadi ingin mengulangnya. Apa kamu tidak penasaran bagaimana kita melakukannya?"Entah kenapa sulit sekali untuk mulutnya berteriak. Riana merasakan tubuhnya tak berdaya sementara di toko tersebut memang tidak banyak orang lain.Satu dua pengunjung menatap juga memperhatikan, namun pria itu memberi isyarat seolah tid
Kelvin masih diam, membiarkan Riana menceritakan yang sebenarnya. Siapa dan apa hubungannya dengan pria yang membuatnya pingsan di toko."Namanya Julian. Dia kolega bisnis dari pemilik perusahaan tempatku bekerja sebelumnya. Saat aku dipecat, kami bertemu tidak sengaja. Dia mengajakku makan siang karena ingin menghiburku. Dia juga menawarkan pekerjaan baru setelah aku menceritakan apa yang terjadi. Tapi, ternyata semua itu hanya jebakan. Aku dibawa ke hotel. Dan dia–"Riana menarik napas. Meski dia sudah berusaha menerima kejadian tersebut, nyatanya saat bertemu Julian kembali tubuhnya merespon kecemasan dan ketakutan yang kuat. Kelvin menarik Riana ke dalam pelukannya."Apa dia yang alasan kamu datang ke kelab malam waktu itu?"Riana mengangguk saat Kelvin menenangkan lalu memintanya tidur kembali. Namun Riana minta pulang ke hotel.Kelvin pun mengurus kepulangan Riana. Mereka kembali ke hotel dan Kelvin menemani Riana seharian. Mereka memilih beristirahat di dalam kamar hotel.Kelvi
Kelvin dan Riana tiba di rumah pedesaan yang berada di dekat pegunungan. Di hadapan rumah yang mereka tempati mengalir sungai dengan air biru yang begitu jernih dan menyegarkan pandangan mata."Riana, kamu mau ke mana?""Aku mau ke sungai, Mas. Aku ingin pegang airnya. Sepertinya segar sekali.""Jangan terlalu dekat. Nanti kamu jatuh.""Tidak akan. Aku akan hati-hati."Kelvin mengangguk lalu memperhatikan Riana yang tampak senang berada di dekat sungai. Namun, belum sekedipan mata Kelvin sudah dibuat jantungan kembali. Riana yang ceroboh jatuh ke dalam sungai dengan arus yang deras.Untung saja perempuan itu sempat berpegangan pada sisi sungai yang bisa menahan tubuhnya hingga Kelvin yang berlari cepat berhasil menolongnya.Air yang begitu dingin tersebut membuat sekujur tubuh Riana yang basah jadi menggigil hebat."Sudah kukatakan jangan terlalu dalam bermain air. Kenapa tidak mendengarkan perkataanku?"Rian tertunduk karena bentakan Kelvin yang cemas padanya."Maaf, Mas."Kelvin ber
Malam yang dingin dan semakin beranjak membuat Kelvin dan Riana memilih menghabiskan waktu dengan duduk di depan perapian.Kelvin membentangkan selimut berbulu tebal yang menghangatkan kaki hingga pinggang mereka.Sengaja Kelvin memilih tempat yang ada di dalam hutan tersebut agar bisa lebih intim dan menghabiskan waktu dengan baik bersama Riana."Jadi, usia berapa kamu tinggal di panti asuhan?" buka Kelvin sambil menyesap cokelat panas yang dibuat sendiri.Riana yang duduk di samping Kelvin lalu mengubah posisi duduk dengan menatap perapian yang ada di hadapan mereka berdua."Setelah mama meninggal, tetangga yang sempat menjagaku mengantarku ke panti asuha. Dia tidak bisa lagi merawatmu karena kekurangan biaya," ujarnya membuat Kelvin diam sambil memerhatikan ekspresi wajah Riana yang terlihat mengabu."Saat itu aku masih SD kelas satu. Untunglah anak-anak panti banyak yang baik. Dan satu bulan setelah tinggal di pantu, aku punya dua orang teman dekat. Salah satunya diadopsi setelah
Pagi buta, Kelvin membangunkan Riana. Tapi kelelahan karena bercinta membuat Riana hanya mengerang malas dan enggan membuka matanya."Ayo bangun!""Mas aku masih ngantuk.""Sudah kubilang 'kan kalau hari ini kita akan mendaki bukit dan melihat matahari terbit. Apa kamu mau melewatkannya begitu saja?"Riana mendesah berat kemudian membuka mata. Wajah Kelvin tepat berada di atas wajahnya."Ayo, sebentar lagi pemandu akan datang dan menemani kita. Tidak usah mandi kalau malas.""Ih, mana bisa. Aku bau nanti malah dikira beruang lagi sama beruang di gunung. Eh tapi memangnya ada beruang? Kalau ada kenapa kita mendaki, Mas? Nanti beruangnya marah."Kelvin tergelak. Membuat kantuk Riana hilang. Baru kali ini Riana melihat tawa Kelvin yang ternyata begitu menyenangkan dilihatnya."Sudah sana cepat mandi. Hanya lima belas menit. Bergegas!" tegas Kelvin.Tiba-tiba Riana mengecup bibir Kelvin berulang kali sebelum buru-buru bangun, menutupi tubuhnya dengan selimut hingga masuk kamar mandi dengan
Meski lelah karena harus berpindah-pindah dari satu negara ke negara lain, namun Riana merasa bahagia. Kelvin menepati janjinya.Bulan madu yang direncanakan dan sempat gagal akhirnya berjalan dengan lancar meski di awal ada masalah yang membuat Riana sempat celaka.Waktu tiga minggu pun terasa begitu cepat hingga akhirnya mereka kembali ke rumah. Kelvin ternyata sudah merencanakan kejutan untuk Riana."Mas, kenapa mata aku ditutup, sih?""Bukan kejutan kalau kamu melihatnya."Riana memonyongkan bibir. Ekspresi wajahnya berbeda dengan debar perasaannya yang bahagia karena akan diberi kejutan.Kelvin sengaja menutup matanya sejak mereka turun dari pesawat dan masuk ke dalam mobil hingga mereka tiba di sebuah rumah. Rumah yang berbeda dengan kediaman yang ditempati sebelumnya."Loh, Mas, kita di mana ini?" Riana menatap sekitar dan takjub dengan pemandangan yang ada di hadapannya.'Ini rumah baru kita."Riana melongo. "Hah? Mas jangan bercanda."Apa mungkin seorang Kelvin bercanda dengan
Kelvin menemui seseorang. Ia meminta orang tersebut untuk melakukan sesuatu. dan untuk hal tersebut Kelvin membayarnya cukup mahal."Ini data-datanya. Cari di mana keberadaan orang tersebut. Dan jika sudah bertemu, amankan sampai waktunya harus muncul.""Baik, Tuan."Kelvin mengangguk lalu pergi meninggalkan tempat pertemuan tersebut untuk menuju tempat yang lain.Namun di tengah perjalanan, ia melihat toko bunga yang sedang memajang rangkaian bunga yang sangat cantik.Kelvin teringat ayahnya yang sering memberikan bunga untuk ibunya. Ia lalu terpikirkan Riana. Berhenti lantas membelinya untuk dibawa pulang.Sayangnya karena Kelvin harus menemui kakeknya dan bertemu dengan Angela, ia terjebak dalam sebuah hal yang tak diinginkan.Angela sengaja menyewa wartawan. Membuat berita baru tentang hubungannya dan Kelvin sehingga berita tersebut menyebar cepat. Membuat Riana tahu kalau suaminya tersebut sudah memiliki tunangan."Jadi, aku adalah perebut laki-laki orang?" gumam Riana menitikkan
Sepnjang perjalanan menuju rumah, Riana terus memikirkan tentang percakapannya dengan Reihan atau Gara. Ia lalu teringat akan keberadaan Renata di tempat David. "Tapi Mas Kelvin pasti tidak akan mengijinkanku menemui Renata," gumamnya lalu menatap ke samping.Mobil sedang berhenti di lampu merah. Riana menatap sekitar. Menemukan beberapa sosok anak yang sedang menjual tisu atau mereka yang sedang ngamen dengan alat musik buatan seadanya.Senyum terukir manis di wajahnya. Riana lalu menatap dan mengusap perutnya yang masih rata. Sambil bergumam seraya mengutarakan harapannya terhadap sang jabang bayi."Ada apa itu?" Riana ikut menoleh ketika sang supir mengatakannya."Ada apa memangnya, Pak?""Itu, Nyonya. Ada pria yang ditarik paksa.""Iya, benar. Kenapa nggak ada yang membantu?"Semua hanya diam. Begitupun pengawal yang duduk di samping supir."Sebaiknya kita tolong, Pak." Pengawal tak bergeming. "Pak!""Maaf Nyonya. Tapi tugas saya hanya mengawal dan melindungi Nyonya."Bukan Riana
Kretek...Suara tulang belulang yang dipatahkan terdengar begitu kentara. Sang penonton hanya melihat tanpa ekspresi apalagi bersuara."Ah, ampun! Tolong jangan bunuh saya."Seorang pria nampak berlutut sambil memohon agar tangannya dilepaskan. Tidak ada luka pasti yang nampak di sekitar tubuhnya. Hanya saja, kaki dan kedua tangannya kini terasa sangat sakit dan tak berdaya.Hal tersebut tergambar jelas di wajah pria yang beberapa jam lalu tersebut sudah melecehkan Riana di toilet kafe."Ini peringatan pertama dan terakhir," ucap seorang dengan tato yang nampak memenuhi leher hingga telinganya.Jeda keheningan, hanya ada suara napas yang menghela panjang dan berat. Kelvin mematikan ponsel. Menyudahi tontonan video yang dikirim suruhannya.Meski tak seberapa. Namun ia merasa puas karena orang yang sudah mengganggu Riana mendapatkan balasannya.Kelvin meregangkan keduanya tangannya ke atas sebelum kembali ke kamar dan melanjutkan tidur yang terjeda karena rasa penasaran.Paginya...Rian
"Dari mana kalian?!"Langkah Riana dan Gabriella terhenti.Sial sekali memang. Kelvin ternyata pulang lebih awal. Pria itu terlihat sedikit pucat dan kelelahan."Kami habis belanja, Mas.""Iya. Kami tadi belanja ke supermarket. Tuh belanjaannya!" unjuk Gabriella kepada satpam dan pelayan pria yang sedang menjinjing belanjaan."Bibi bilang kalian pergi sebelum makan siang.""Iya. Tadi kami–""Kami mampir ke kafe untuk makan siang dan mengobrol." Gabriella menyela lebih dulu.Selain karena merasa bersalah lupa memberi kabar pada Kelvin, wajah sang sepupu yang terlihat suram membuatnya enggan membuat masalah.Tapi...Masa, sih? Apa Riana ngidam nongkrong di kafe? Batin Kelvin.Satu alis Kelvin yang menanjak ke atas menggambarkan pertanyaan yang enggan ditanyakannya tersebut."Kenapa tidak izin?" Alih-alih, Kelvin malah mengintrogerasi Riana dengan tatapan yang membuat wanita itu menunduk."Saya sudah bilang kalau kamu–""Maaf, Mas. Aku salah."Hah... Riana menangis lagi. Dan itu membua
Berbelanja itu seharusnya menjadi momen menyenangkan bagi kebanyakan wanita. Termasuk berbelanja kebutuhan rumah tangga. Hanya saja karena insiden yang terjadi sebelumnya mood Riana jadi berubah drastis. "Ri, kita nongkrong di cafe, yuk?"Perubahan mood yang nampak jelas di wajah Riana membuat Gabriella berinisiatif mengajaknya pergi lagi daripada pulang ke rumah.Dan lagi, sudah lama sekali Gabriella tidak nongkrong-nongkrong cantik di cafe. Apalagi ia juga berencana mengajak temannya untuk bertemu.Siapa tahu bukan, Riana jadi bisa terhibur dan melupakan kejadian buruk yang menimpanya di supermarket tadi."Aku izin mas Kelvin dulu, ya."Gabriella langsung merampas ponsel Riana."Loh, aku mau chat Mas Kelvin.""Nggak usah. Nanti aku yang laporan saja. Kalau kamu minta izin sekarang, pasti nggak dibolehkan."Riana terdiam. Gabriella ada benarnya. Meski dalam hati ia tetap merasa takut jika tidak menghubungi Kelvin dan meminta izin."Ya sudah. Tapi jangan sampai sore, ya. Aku harus mas
Riana terbangun dini hari karena perut yang bergejolak. Kelvin yang sedang memeluk Riana tentu saja langsung terbangun dan mengikuti istrinya ke kamar mandi.Tangannya dengan peka memijat tengkuk leher Riana. Sesekali juga mengusap pungungnya, menyalurkan kenyaman untuk sang istr yang terlihat kesusahan.Kelvin juga menggendong Riana hingga kembali ke ranjang karena tubuh Riana yang lemas setelah muntah-muntah.Aneh memang.Riana selalu muntah di waktu dini hari sementara ketika pagi hingga petang, perempuan itu malah terlihat sehat bugar bahkan selalu bersemangat setiap melakukan hal yang disukainya beberapa waktu ini, berkebun."Sepertinya anak ini ingin menjadi petani."Riana terkekeh setelah meminum obat mual yang diberikan dokter bersama segelas teh manis yang dibuatkan bibi kepala pelayan."Boleh?""Hmm?" Kelvin mengerutkan kening."Boleh tidak kalau dia nanti jadi petani?"Kelvin tak langsung menjawab setelah mengendiikan bahunya. "Mas?""Tidak masalah. Tapi dia harus jadi peta
Gabriella memilih pulang ke rumah Riana. Ia menolak dibawa ke rumah sakit karena memiliki pengalaman buruk yang berkaitan dengan rumah sakit. Riana pun langsung mengobati luka-luka di tubuh Gabriella."Kenapa bisa jatuh?"Bukannya menjelaskan Gabriella malah membuka ponsel dan menunjukkan foto yang ia dapatkan setelah kecelakaan yang menimpanya.Riana melotot, "Dari mana kamu dapat foto ini?"Barulah Gabriella pun menjelaskan kronologis kecelakaan yang dialaminya hingga bagaiaman ia bisa mendapatkan foto tersebut."Ini foto mama dan aku sebelum mama meninggal."Gabriella tak kalah kaget. "Hah? Kamu serius?" Riana mengangguk. "Kok bisa? Jangan-jangan, yang tadi itu benar papa kamu Riana.""Papa?""Iya, dia terus memanggil nama kamu dan mengatakan kalau kamu itu anaknya.""Lalu dibawa ke mana orang itu?""Tadi ada ambulance dinas sosial yang menjemput. Sepertnya dibawa ke sana.""Aku harus ke sana.""Aku antar."Gabriella memanggil bibi kepala pelayan dan pengawal. Namun belum mereka p
Riana terlihat jauh lebih bersemangat setelah mengetahui kalau dirinya hamil. Hanya saja, ada satu hal yang membuatnya sedikit malu. Hasrat bercintanya sering kali tak terbendung ketika melihat Kelvin baru saja pulang kerja.Riana merasa aroma tubuh Kelvin yang bercampur dengan aroma parfum membuat desir dalam darahnya seolah bergejolak.Namun ia ingat perkataan Kelvin setelah mereka pulang dari dokter kandungan untuk pertama kalinya waktu itu."Aku harus bisa menahan diri," gumamnya di dalam kamar.Ia lalu memutuskan mandi sebelum menyiapkan makan malam untuk Kelvin yang akan pulang sedikit terlambat hari ini.Hanya saja Riana tiba-tiba menerima telepon dari seseorang yang mengabarkan kalau Kelvin mengalami kecelakaan.Panik dan hampir saja pergi, untunglah bibi kepala pelayan yang mencegah berhasil meyakinkan Riana.Sayangnya ponsel Kelvin yang mati membuat Riana semakin panik. Bibi kepala pelayan pun menyarankan Riana untuk menghubungi Gabriella atau David. "Iya, Riana?""Gabriell
Kata-kata yang Riana ucapkan berhasil membuat Kelvin mengetatkan rahang. Gabriella mencoba menenangkannya."Bicaranya di rumah saja. Di sini bisa jadi tontonan. Tidak baik untuk Riana juga, Kak."Kelvin mengalah lalu pulanglah mereka bertiga. Kelvin langsung mengajak Riana ke kamar. Tapi perempuan itu menolak.Ia malah menangis kencang seperti anak kecil yang tantrum. Membuat Kelvin jadi pusing."Kak, sabar. Riana sedang terpengaruh hormon kehamilan."Gabriella menceritakan apa yang terjadi sebelum Riana pingsan. Tentang tingkah juga sikap Riana yang aneh sehingga mengerucutkan kesimpulan kalau Riana memang sedang terpengaruh hormon kehamilan."Ini semua gara-gara kamu yang keceplosan."Gabriella mengerucutkan bibir. "Ya, maaf. Aku reflek," belanya."Sekarang bagaimana menjelaskan semua ini pada Riana kalau tingkahnya saja seperti itu.""Lho, kan kamu suaminya, Kak. Ya kamu dong yang harus menenangkannya. Apa perlu aku panggil Kak David untuk membantu?" Dan pelototan Kelvin berhasil