“Kenapa sih kamu, Ren? Dari tadi aku perhatikan uring-uringan mulu? Nggak dapet jatah ya dari Keenan?” Heni menusuk bahu rekan kerjanya dengan ujung pulpen usai melihat Irene marah-marah pada seorang office boy yang membawakannya secangkir kopi. “Dah deh Hen, nggak usah inget-ingetin aku sama dia. Bete aku tuh.”“Memangnya kenapa sih? Jangan-jangan beneran nih kamu belum dapet jatah? Katamu gaji Keenan tuh gede. Kamu bilang nggak akan mati kalau cuma dipecat dari kantor ini? kan ada ‘Mas Keenan’ dengan gaji manajernya?” Heni pun terkekeh, menirukan gaya bicara Irene beberapa hari lalu yang membanggakan suaminya.“Bisa diem nggak sih kamu?” Irene langsung melotot pada sahabatnya itu. “Aku tuh lagi sumpek Hen, tau nggak sih? Jangan nambah-nambahin pusing kepalaku deh.”“Kenapa sih, Irene Sayang? Cerita dong kayak biasanya gitu kek. Kalau punya masalah tuh jangan dipendam sendirian, entar bisulan baru tau rasa.” Irene menghentikan aktifitas di keyboard laptopnya, sebelum akhirnya merap
Keenan terlihat lebih bersemangat hari itu di kantornya. Dia yang sudah berhasil mengambil alih kembali mobilnya, memang sudah merencanakan sesuatu usai pulang dari tempat kerja. Apa lagi kalau bukan untuk menemui Kemala. Rupanya, kepergiannya ke rumah mantan istrinya waktu itu dan bertemu dengan anak semata wayangnya, membuat suasana hatinya sedikit berbeda. Sejak malam itu, dia bahkan sudah tak lagi gundah memikirkan kapan akan memiliki anak dari Irene. Kecurigaan ibunya yang mengatakan bahwa istrinya itu mandul pun, tak lagi menjadi beban baginya. Toh dia sudah punya Abiya, yang diyakininya akan bisa menjadi jembatan membaiknya hubungannya dengan Kemala. Keenan tak menyadari, bahwa sore itu Irene menyetujui usul Heni untuk memata-matainya. Lelaki itu bahkan tak merasa curiga sedikitpun saat sebuah mobil terus mengikuti kemanapun arah mobilnya menuju. Sementara itu di dalam mobil Heni, tampak dia dan Irene serius menatap ke depan. Sesekali kepala Irene harus menunduk untuk bersemb
Heni berhasil meyakinkan Irene untuk tak turun dari mobil dan membuat keributan. Meski dengan wajah cemberut, Irene menuruti juga kata-kata sahabatnya. Lagipula, dia tak ingin mempermalukan diri di wilayah yang tak dia kenal itu. Heni ada benarnya juga, lebih baik dia cari tahu dulu rumah siapa yang sedang Keenan datangi itu sebelum membuat perhitungan dengannya. “Trus ini kita pulang aja gitu? Cuma gitu aja buntutinnya?” Meski menurut, Irene tetap saja protes. “Aku punya ide yang lebih baik, Ren,” kata Heni.“Apa itu?”“Kita tunggu aja dulu, nanti pemilik rumahnya kan pasti bakal keluar juga. Kalau sudah begitu, kita videoin aja. Viralin!” ujar Heni bersemangat. “Kalau ternyata dia bukan Kemala, gimana?”“Ya kamu rela nggak suamimu sama wanita lain? Meski itu bukan mantan istrinya, masa’ iya kamu mau biarin begitu aja? Mau dia itu mantan istri kek, istri baru kek, yang jelas kamu itu kan istri sahnya Keenan, Ren. Viralin aja, udah beres. Emak-emak jaman now pasti bakal belain kamu
Abimanyu kembali ke rumah Kemala usai menunaikan sembahyangnya di masjid kompleks perumahan itu. Mbok Narti menyambutnya dengan ramah seperti biasa di ruang tamu dan sudah menghidangkan secangkir teh hangat serta beberapa camilan kesukaan lelaki itu. Namun, keramahan Mbok Narti rupanya tidak bisa serta merta membuat kegundahan Abimanyu hilang karena setelah beberapa menit menanti, tapi tak juga melihat Kemala menemuinya. Mbok Narti yang duduk di kursi seberang pun terlihat sangat kikuk, sesekali menatap ke arah lelaki itu. “Bu Mala masih sholat, Mbok?” tanya Abimanyu kemudian, setelah tak sabar menunggu lebih lama lagi. Mbok Narti sedikit kegalapan dengan pertanyaan itu. Nampan yang sedari tadi dipegangnya di atas pangkuan pun nyaris terjatuh karena salah tingkah. “Ehm … anu Pak Abi, maaf … sebenarnya Bu Mala belum mau keluar dari kamar,” kata wanita paruh baya itu dengan terbata. “Belum mau keluar dari kamar? Maksudnya, Mbok?” Abimanyu mencoba menebak apa maksud dari perkataan pem
Abimanyu paham bahwa Abiya hanyalah anak kecil polos yang mungkin belum bisa mengerti sepenuhnya akan hubungannya dengan sang ibunda. Meski selama ini sering melihat dia dan Kemala bersama, bukan berarti gadis kecil itu paham bahwa kedua orang dewasa itu telah merencanakan untuk hidup berumah tangga suatu hari nanti. Bahkan panggilan ‘Papa’ yang disematkannya pada Abimanyu selama ini mungkin hanya sebatas pembiasaan yang diajarkan oleh ibunya. Meski begitu, hati Abimanyu terluka juga saat mengetahui bahwa ada hal lain terjadi di rumah kekasihnya yang tak diketahuinya beberapa waktu terakhir. Lelaki itu marah, walau tak bisa menampakkannya di hadapan anak kecil polos yang sedang menceritakan kegundahannya usai bertemu dengan lelaki yang tiba-tiba datang dan mengaku sebagai ayah kandungnya itu. “Nanti Bia coba tanya saja sama mama. Papa Abi belum kenal dengan orang yang Bia sebutkan tadi.” Begitu ucap Abimanyu sebelum akhirnya berpamitan karena sudah tak sanggup lagi mendengar celoteh
Kemala keluar dari kamar beberapa saat setelah Abimanyu meninggalkan rumahnya. “Mas Abi udah pulang, Mbok?” tanyanya setengah berbisik pada Mbok Narti yang sedang membereskan peralatan masak di dapur. Sedikit kaget wanita paruh baya itu menoleh, lalu tersenyum melihat majikannya sudah berada di dekatnya. “Ibu sudah bangun?’ Dia malah balik bertanya. Kemala pun menggeleng. “Aku nggak tidur tadi, Mbok. Cuma masih agak malas saja ketemu Mas Abi,” ucapnya sembari mendudukkan diri di kursi makan usai mengambil segelas air putih dari dalam lemari pendingin.“Masih teringat kejadian itu ya, Bu?” Mbok Narti ikut mendudukkan diri setelah meletakkan panci penggorengan yang baru saja dikeringkannya ke dalam rak.Kemala hanya mendesah, tak berkomentar apapun dengan pertanyaan Mbok Narti. “Mas Abi marah nggak tadi karena aku nggak keluar kamar?”“Hmmm …” Wanita paruh baya itu terlihat seperti sedang mengingat-ingat. “Sepertinya nggak marah sih, Bu. Soalnya tadi Non Bia naik trus ngajakin Pak Ab
Keenan sampai di rumah lumayan larut malam itu. Rupanya dia tak segera pulang usai mengunjungi Abiya, tapi justru mampir ke tempat ibundanya untuk menceritakan perkembangan hubungannya dengan anak semata wayangnya dari Kemala itu. Melihat sang suami baru pulang setelah beberapa jam kepulangannya, Irene tentu saja mengamuk. Caci maki dan sumpah serapah segera dihujankan pada lelaki itu.Irene rupanya lupa nasehat dari sahabatnya untuk merahasiakan rencana mereka memata-matai Keenan. Akibat Irene mengoceh telah melihatnya sedang berada di sebuah kompleks perumahan lain untuk menemui seorang anak kecil yang diduga adalah anak dari suami dan mantan istrinya, Keenan langsung tahu bahwa dirinya ternyata telah dikuntit oleh istrinya sendiri. “Kamu memata-mataiku, Ren?” Keenan langsung berpura-pura geram. “Maksud kamu apa melakukan itu?”Irene hanya tertawa lebar mendengar suaminya mulai ikut marah. “Maksudku apa, Mas? Masih juga kamu nanya?!” hardiknya. “Lho iya dong. Kamu buntutin aku kan
Pada saat Abimanyu keluar dari kamar mandi, lelaki itu kaget luar biasa. Ia melihat Tabitha sudah berada di kamarnya, dengan menggunakan pakaian yang menurut Abimanyu terlalu terbuka.“Siapa yang kasi izin kamu untuk masuk ke dalam kamar saya?” tanya Abimanyu dengan tatapan tajam. Selama ini ia tidak pernah suka jika ada orang asing yang masuk ke dalam kamarnya. Dan ini berlaku juga untuk Tabitha. Tabitha tidak langsung menjawab, gadis itu malah asik memerhatikan perut kotak-kotak milik Abimanyu yang tampak begitu seksi. “Kamu pasti rajin ke gym. Badan kamu bagus banget,” kata Tabitha alih-alih menjawab pertanyaan Abimanyu. “Kamu budek? Nggak denger pertanyaan saya? Siapa yang kasi kamu izin untuk masuk ke kamar saya.” Tabitha menggelengkan kepalanya, lalu menghampiri Abimanyu sehingga pemuda itu refleks melangkah mundur. “Kamu mau apa?” “Aku hanya mau memberitahu jika masih ada busa di rambutmu,” kata Tabitha. Namun sebelum gadis itu menyentuh rambut Abimanyu, lelaki itu m
Nguing nguing ...Suara sirine mobil polisi pun akhirnya terdengar di lokasi pergudangan itu. "Cepat! Cepat! Amankan lokasi!" Reno mengeluarkan tangannya dari kaca dan memberi kode pada anak buahnya. Tidak lama kemudian, beberapa mobil polisi langsung berhenti di sekitar tempat persembunyian Gery dan komplotannya itu. Para polisi langsung keluar dan menodongkan senjatanya pada beberapa preman yang mereka jumpai dan dengan mudah pula dibekuk. Sementara itu Reno dan timnya masuk ke dalam gudang dan langsung berpencar. Reno sempat menggeleng melihat kacaunya kondisi di dalam gudang. Dia sendiri langsung berteriak lantang dari tengah-tengah ruangan. "Menyerahlah! Kalian sudah dikepung!" teriak Reno sambil melepaskan tembakan ke beberapa arah kosong. Dor! Dor! Dor!Suara keras itu sontak membuat semua orang kaget. Meski begitu, tak semua dari mereka menghentikan gerakannya. Beberapa diantaranya malah berpencar dengan panik karena tentu saja tidak ada yang mau ditangkap. Alih-alih te
Abimanyu menghempaskan tubuh Surya dengan keras dan berniat melawan beberapa lelaki lain yang makin mendekat, saat matanya sekilas melihat sosok Kemala melintas tak jauh darinya."Astaga! Apa yang dia lakukan di sini!" geramnya. Abimanyu bergerak cepat menghajar para lelaki itu, lalu bersiap untuk mengejar Kemala. Namun langkahnya rupanya dihalangi oleh anak buah Surya yang sudah kembali bangkit dari tempat mereka tersungkur.Orang-orang itu maju bersama untuk menghajar Abimanyu yang mulai tidak bisa konsentrasi penuh karena kehadiran kekasihnya. Hingga akhirnya, salah satu dari lelaki itu menemukan kelengahan Abimanyu dan memukul dengan telak tepat di pipinya. "Auwh!"Dengan menahan sakit, Abimanyu meradang. Dia langsung maju menerjang lelaki berperawakan tak terlalu tinggi itu dan menarik kaos pria itu dengan sedikit mengangkatnya. Tubuh lelaki itu terangkat, lalu Abimanyu menghantam wajahnya dengan tinju sebelum mendorong tubuhnya keras-keras sampai menabrak tubuh temannya yang
Abiya tidak berhenti menangis, sampai Gery terlihat sangat pusing karenanya. Dibentak pun, gadis kecil itu tetap saja tak menghentikan tangisannya. Bahkan semakin dibentak, tangis Abiya semakin meledak-ledak. Bu Fenny yang akhirnya sudah masuk ke dalam tempat persembunyian, menatapnya dengan mengerikan. Gery pun masih menyeringai memandangi gadis kecil itu, saat mendadak pintu gudang terbuka dan Surya masuk sambil menyeret Tabitha. "Akh, lepaskan! Lepaskan!" teriak Tabitha yang bergerak dengan kewalahan mengikuti langkah Surya memasuki gudang. Surya terus menyeret gadis itu sampai mendekati Bu Fenny. Wanita itu tak hanya kaget, bahkan sampai membelalak melihat perlakuan lelaki itu pada putrinya. "Apa yang kamu lakukan pada anakku? Apa yang kamu lakukan, Surya?!" bentaknya. Fenny langsung menghampiri Surya dan mendorong tubuh lelaki itu. Kekuatan Bu Fenny yang tak seberapa, bahkan tak bisa membuat tubuh Surya bergeming. Namun justru langsung melepaskan Tabitha dengan mendorongnya s
Abimanyu begitu geram dan emosi, tapi dia sama sekali tidak bisa membiarkan Kemala terancam. "Sayang...""Cukup, Mas! Kita sudah banyak membuang waktu! Lebih baik cepatlah menyetir karena kita harus sampai ke lokasi sebelum semuanya terlambat!" rengek wanita itu.Abimanyu pun menghembuskan nafas panjangnya sebelum mengangguk dan kembali melajukan mobilnya. *****Sementara di tempat lain, Lintang sudah bertemu dengan Reno dan timnya. Mereka rupanya telah mendapatkan lokasi target yang mereka kejar. "Itu lokasi kawasan gudang yang banyak terbengkalai! Kalau mereka berada di sana, sudah pasti tempat persembunyiannya adalah salah satu gudang di sana. Kita harus memastikan gudang mana di antara banyaknya gudang yang sudah terbengkalai itu tempatnya! Kita benar-benar membutuhkan titik lokasi lagi dari Tabitha agar menghemat waktu kita!" kata Reno pada Lintang. Lintang yang mendengarnya pun mengangguk. "Aku mengerti sih! Berarti kita hanya bisa menunggu pesan dari Tabitha? Berharap saja
Abimanyu masih melajukan mobilnya dengan kencang. Dia merasa sangat khawatir dengan kondisi Mbok Narti. Selama di jalan pun Kemala terus berkirim pesan dan bertelepon dengan Lintang maupun dokter Andini untuk memberitahukan kabar terkini meski belum ada kemajuan yang berarti. "Din! Bagaimana kondisi Mbok Narti, dia baik-baik saja kan?""Kami sudah merawatnya! Jangan khawatir, Mala. Dia aman di sini, tapi sepertinya dia masih shock sampai. Masih terus menangis dan belum bisa memberikan keterangan lainnya! Aku tadi sudah sempat bicara dengannya sih!" jelas dokter Andini.Hati Kemala ngilu mendengarnya. Bahkan Kemala langsung menitikkan air matanya saat ini. Kesedihannya bukan hanya untuk Abiya, tapi juga pembantu rumah tangganya itu."Aku kasihan padanya, Din! Tolong jagakan dia untukku!" ucapnya dengan sisa tangis. Tentu hatinya sedang sangat kacau karena penculikan putrinya, tapi wanita itu tetap masih memikirkan orang lain. "Pasti, Kemala! Aku akan memberikan perawatan yang terbai
"Bagaimana? Kamu sudah mendapatkan informasi tentang pria bernama Gery itu?" tanya Reno pada salah satu anak buahnya. "Saya sudah mendapatkan alamatnya dan tim sudah ke sana, Pak. Tapi rumahnya sepi! Info dari tetangga, pria itu suka judi dan jarang pulang!""Hmm! Cari tahu lagi ke mana tempat yang biasa dia kunjungi dan segera gerebek semuanya!""Baik, Pak!"Reno sedang mulai mempelajari berkas yang dilaporkan anak buahnya lebih lanjut saat ponselnya berbunyi. Rupanya dia menerima laporan dari anak buahnya yang lain dari TKP tempat penculikan Abiya. Reno membelalak kaget dan langsung menelepon Abimanyu dan Kemala yang saat ini ada di TKP. "Benarkah namanya Gery?" Meski sudah menduganya, Reno tetap ingin memastikan."Benar, Ren! Ada saksinya di sini! Aku minta tolong untuk temukan anakku sekarang!" ucap Abimanyu dengan nada panik."Baik! Tenang, Bi! Aku akan mengerahkan timku! Rupanya mereka bergerak lebih cepat!"Reno menutup teleponnya sambil tidak berhenti mengumpat. "Perhatian
"Hei, itu dia! Dia sudah berbelok!""Ya, kamu benar! Ini saatnya kita mengepung mobil itu! Ingat, yang pertama yang harus dilumpuhkan adalah sopirnya! Telepon oeang-orang di belakang dan kita beraksi sekarang!"Gery dan timnya pun bertindak cepat. Mobil Mbok Narti yang awalnya masih melaju, berbelok ke jalan yang lebih sepi menuju ke kompleks perumahan mendadak disalip oleh mobil Gery. Mobil itu pun langsung berhenti di depan menghadang taksi yang ditumpangi Mbok Narti.Sedangkan di belakang, mobil orang-orang bayaran Gery juga berhenti mengapit taksi online itu. CitttSontak sopir taksi menghentikan mobilnya mendadak, sampai bannya berdecit. "Astaga, mau apa mereka?!" seru sang sopir. Mbok Narti sendiri yang masih berbalas pesan dengan Kemala pun nampak kaget. "Apa itu, Pak? Kenapa berhenti mendadak?""Ada mobil di depan, Bu! Di belakang juga ada, tidak tahu apa maunya! Biar saya lihat, Bu!"Dengan cepat, sang sopir keluar dari mobil dan langsung melihat apa mobilnya ada lecet at
"Bagaimana? Apa sudah ada kabar?" "Belum ada, Pak! Polisi juga masih mencari keberadaan Fenny dan Tabitha!""Apa kalian sudah mencari tahu tentang Gery?""Kami sedang mencarinya saat ini, Pak!""Baiklah! Lakukan dengan segera!""Baik, Pak!"Reno, teman Lintang yang merupakan seorang anggota kepolisian yang menangani kasus itu, masih nampak gelisah karena menghilangnya buruannya. Lintang sengaja menemuinya untuk menanyakan secara langsung bagaimana kedua wanita itu bisa lolos."Maaf, Lin! Belum ada perkembangan apa-apa saat ini, tapi kami curiga dengan seseorang bernama Gery!" "Gery? Kurasa aku pernah mendengar nama itu! Nanti akan kucoba tanya ke mama, siapa tahu mama mengenalnya!" kata Lintang akhirnya. "Ya, kalau ada yang mengenal pria itu maka lebih baik lagi karena bahkan Tabitha pun sekarang ikut dengannya!""Waktu pertama kali mamaku mengenalkan Tabitha ada kami, aku lihat dia itu sebenarnya gadis yang biasa saja. Tidak terlalu agresif seperti belakangan ini. Mungkin ibunya
Tabitha masih terus berusaha membuka mata ibunya yang belum juga terbangun. Keduanya ditinggalkan di sebuah rumah kecil, sementara Gery pergi bersama temannya untuk melaksanakan rencananya. Gery meminta orang untuk menjaga dua wanita itu selama kepergiannya, tapi Tabitha memanfaatkan kesempatan itu untuk mempengaruhi Bu Fenny. "Kamu harus percaya padaku, Ma! Gery itu tidak sebaik yang kamu pikir! Kalau Mama bisa berpura-pura di hadapan Bu Rosmala selama ini, maka dia juga sama, Ma! Dia hanya berpura-pura di depanmu! Buka mata Mama! Buka matamu!" seru Tabitha dengan sisa air matanya yang masih mengalir. "Cukup, Tabitha! Sejak tadi kamu terus berusaha mempengaruhi Mama! Mama nggak mengerti dengan semua ini! Mama mencintainya dan hubungan kami sudah berlangsung lama! Apa lagi yang harus Mama ragukan darinya? Memang dia bukan pria baik seperti yang kamu pikir, tapi dia adalah pria yang bisa membawa kita ke kehidupan yang lebih baik! Dia setia sama mana! Dia nggak pernah berkhianat sama