Hello my lovely readers mohon maaf sebelumnya, mulai hari ini sampai tanggal 15 Nov, othor hanya akan up 1 bab karena sisa stok bab othor menepis dan othor lagi sibuk-sibuknya. Tapi othor janji setelah tanggal tersebut, othor akan kembali up 2-3 bab hingga tamat. Btw sneek peek, cerita ini akan tamat di bab 140 dan othor akan datang dengan cerita baru, yakni Dylan, Dayn, Lucius dan Enid hehe
Langley, Virginia, US“Tetap disini, jangan berkeliaran kemanapun sampai aku kembali” perintah Lova saat mobil sedan hitam milik Caid sudah terparkir tak jauh dari kantor pemerintahan CIA.“Kau takut aku meledakan gedung tua itu?” goda Caid dengan senyum menggoda yang sulit disembunyikan.Lova menatapnya dengan serius, matanya mendelik, tak mengindahkan godaan Caid. “Aku tidak takut, tapi aku lebih khawatir jika kau malah menarik perhatian yang tidak perlu. Terutama dari orang-orang yang seharusnya tidak perlu tahu tentang kita.”Caid mendengus pelan, seolah tidak terpengaruh dengan peringatan Lova. “Tenang saja, Love. Aku hanya di sini untuk memastikan kau tidak terlalu tenggelam dalam pekerjaan kotormu.” Ia melirik ke arah gedung tinggi di depan mereka. "Lagipula, aku lebih tertarik untuk tahu apa yang sedang terjadi di dalam sana, bukan di luar."Lova berdecak “Pekerjaan kotor kepalamu”
Deep House Bar and Cassino Club, Chicago, US, 01.10 AMBunyi dentuman musik terdengar dengan nyaring disertai seruan orang-orang yang berada di lantai dansa. Seorang wanita cantik dengan cocktail dress pendek berwarna merah berkilau itu melangkah dengan percaya diri. Membuat orang-orang yang berada di depannya otomatis menyingkir, membuka jalan bagi sosok wanita yang menjadi primadona para pria di tempat itu.Relova Luvena, wanita cantik yang menjadi perhatian semua pria ditempat itu kini berjalan menuju seorang wanita lain dengan mini dress berwarna hitam yang duduk di depan sebuah meja bar. Tangan wanita itu memutar gelas bening berisi cairan berwarna merah keunguan.“Kamu terlambat” Ucap Emily, wanita yang mengenakan mini dress hitam dan duduk di depan meja bar itu adalah Emily Yonsen, sahabat seorang Relova Luvena.“Bukannya bintang memang selalu muncul belakangan” Seru Lova membuat Emily mendengus keras, dia meneguk minuman beralkohol itu sambil menatap Lova dengan tatapan menila
President Private Suite Room, Hotel in Milan, Italia03.32 AM“Shit!” Pria dengan tubuh atletis itu mengumpat sambil mendorong wanita seksi yang berada di depannya dengan kasar. Mata abu-abu itu menatap penuh amarah“Sudah ku bilang jangan pernah menciumku!” Pria itu mengusap bibirnya dengan punggung tangan, seakan jijik dengan tingkah wanita yang baru saja mencium dirinya. Membuat wanita itu menatapnya dengan bingung akan penolakan sang pria“Bukankah kita harus berciuman sebelum bermain, Caid?” Seru wanita berpakaian minim yang sudah nyaris terbuka bagian depannya.“Kau sudah melanggar persyaratan nya Georgina” Suara berat dan sarat akan aura berbahaya itu sontak membuat tubuh Georgina memanas. Matanya menatap sosok Caid dengan penuh damba, dia mendekat dengan sensual lalu memeluk tubuh Caid dan mengusap dada pria itu.“Itu hanya ciuman Caid, kenapa kau sensitive sekali” Ucap Georgina dengan suara yang dibuat manja.Jika pria lain mungkin mereka akan langsung menerjang Georgina seca
Boston, Amerika 11.00 AM“Relova” mendengar namanya dipanggil sontak gadis dengan rambut coklat yang diikat menjadi satu dan sebuah kacamata bulat dengan frame bening itu menoleh ke belakang.Tampilannya disiang hari jauh berbeda dibanding saat malam hari. tetapi, meski Lova menggunakan kaca mata dengan setelah sederhana, dia tidak terlihat seperti mahsiswa kolot justru tampilannya terlihat lebih sederhana dan polos.“Ya?” Jawabnya sambil tersenyum tipis“Ha-hai aku Alex Ederson” ucapnya sambil menjabat tangan Lova“Oke dan sepertinya kau sudah mengenalku” Lova tertawa kecil membuat pria itu salah tingkah namun tak ayal dia mengangguk meng’iya’kan ucapan Lova jika Alex mengenal wanita itu“Emm, apa kau akan pulang?”“Tidak, rencananya aku ingin ke perpustakaan lalu auditorium. Kau butuh sesuatu?” Lova bertanya bukan karena tak tau, namun Lova memilih pura-pura tak tau jika lelaki itu tertarik padanya.“A-apa kau bisa membantuku dengan tugas Mrs. Suya. Aku tidak bisa mengerjakannya?” t
Sorakan terdengar semakin keras saat Caid Walton menyelesaikan sambutannya, Lova ikut bertepuk tangan sebagai formalitas. Lova sadar jika dari tadi pria itu selalu menatap ke arahnya.Lova tidak masalah dengan hal itu, yang mengusiknya bukanlah tatapan Caid melainkan pekikan wanita pirang di sebelahnya saat wanita itu mengira jika Caid menatap kearah mereka. Mau menjelaskan jika yang ditatap adalah dirinya? Hey nanti yang ada Lova dikira terlalu percaya diri.Sang MC kembali berdiri di tengah panggung sambil terus berbicara. Lova tidak terlalu memperhatikan karena wanita pirang di sebelahnya itu sangat hiperaktif. Merasakan jika telinganya mulai sakit, Lova menghela nafas pelan dan menatap wanita itu“Permisi” Wanita itu menoleh, dari tatapannya saja Lova bisa menebak jika wanita itu tau tentang dirinya ”Bisa pelankan sedikit suaramu, itu mengangguku” Lova berucap dengan nada manisnya“Oh Lo-lova, maaf menganggumu” Wanita itu mencicit. Lova yakin jika dia baru sadar jika Lova sudah du
“Ku kira kau tidak akan kemari? Bukannya kau sudah mendapatkan mainan baru?” Dayn bertanya pada seorang pria dengan setelan kemeja hitam yang dipadukan dengan celana kain dengan warna serupa yang baru saja duduk di kursi ruangan mereka, pria itu tidak lain adalah Caid WaltonSetelah sibuk dengan semua jadwalnya akhirnya Caid dapat merilekskan dirinya di club malam ini. Tapi jangan salah, tempat yang di datanginya bukanlah club malam biasa, tidak sembarang orang bisa masuk ke tempat seperti ini.Hanya orang-orang dari kelas tertentu yang bisa kemari, hal itu kerena semua identitas baik para tamu, penghibur, bahkan pelayan sekalipun menjadi rahasia yang tidak bisa disebarluaskan.“Dia sudah mati” Sahut Caid santai. Lucius tertawa pelan. Dia tau jika Georgina pasti akan memancing amarah seorang Caid“Sepertinya memang Jess yang terbaik untukmu” Sahut Dayn membuat Caid mendengus.“Sayang sekali kau pergi ke Italia kemarin padahal jika kau berada disini kau bisa bertemu Angelic” Seru Luci
Jemari Lova bergerak dengan lihai pada keyboard laptopnya. Cahaya dari layar laptop memantul di wajahnya, menampilkan fokus dan konsentrasi yang mendalam. Di layar, baris-baris kode dan jaringan keamanan sebuah perusahaan mulai muncul.Clik.. bunyi sistem keamanan yang berhasil Lova bobol membuat bibirnya tersenyum lebar"Mari kita lihat apa yang sebenarnya mereka sembunyikan." Lova bergumam dengan senyum lebar dibibirnyaLova telah menghabiskan waktu terakhir untuk mempelajari sistem keamanan perusahaan Malkin, sebuah perusahaan besar yang dikenal di bidang eksport import minyak bumi.Secara kebetulan Malkin bukan hanya nama perusahaan, tapi juga nama belakang dari pria yang berkencan dengannya minggu lalu. Atau lebih tepatnya, pria yang mengundangnya untuk makan malam dalam rangkaian "kencan" nya."Wah, mereka benar-benar buruk" gumam Lova, matanya menyipit saat dia mulai membaca beberapa dokumen yang dia temukan di folder rahasia perusahaan. Isi dokumen itu mengejutkan. Di dalamnya
“Ada apa denganmu?” tanya Dylan yang menyadari perubahan ekspresi wajah CaidCaid menoleh ke arah Dylan dengan mata yang berkilat. Jari telunjuknya bergerak mengetuk meja dengan seringaian lebar"Penyusup ini... dia sangat terampil. Melihat cara dia menembus sistem kita, dia bukan hacker sembarangan. Ini semacam seni baginya."Dylan mengerutkan kening, mencoba memahami maksud Caid sebelum akhirnya melotot tak percaya "Jadi kau kagum pada orang yang merugikan kita?"Caid mengangguk, masih dengan seringai di wajahnya. "Ya, harus kuakui, sedikit kagum. Banyak orang yang mencoba menembus sistem kita, baik kembaranmu, Enid maupun Lucius, kita semua memiliki kemampuan dan keamanan diatas rata-rata, tapi ini adalah salah satu serangan yang paling tajam yang pernah kulihat. Siapapun dia, dia tahu apa yang dia lakukan dan itu membuatku tertarik." Caid menjelaskan dengan panjang hingga membuat Dylan tercengang. Dylan terkejut karena Caid tidak pernah me