Share

Titik terang

Penulis: Maulina Fikriyah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

***

"Itu sebabnya kamu berpura-pura tidak mengingatku?" tebak Helena. Selalu saja hatinya merasa perih mendapati kenyataan itu. "Kamu ingin menjebak Adinda dengan iming-iming sebuah pernikahan yang memang Adinda impikan?"

Hazel menghela napas panjang. Digenggamnya jemari Helena dengan erat dan berucap, "Aku sungguh tidak punya pilihan lain, Len. Dalam pikiranku hanya ada cara untuk menjebak Adinda. Dia mudah luluh, aku tahu kalau dia masih menginginkanku itu sebabnya aku memilih cara yang lebih cepat. Tapi ternyata aku salah, kamu terluka dengan caraku itu," sesal Hazel. "Maafkan aku, Helena. Aku hanya berusaha melindungi kamu, kalau orang lain bisa mencelakaiku maka tidak menutup kemungkinan dia akan mencelakai kamu, juga kedua orang tuaku. Aku tidak mau itu terjadi, Len."

Hazel mengecup punggung tangan Helena dengan lembut. Ada perasaan lega saat melihat air mata Helena yang mulai mengering.

"Aku benar-benar minta maaf. Kamu segalanya buatku, Len, jangan pergi!" pintanya memohon. "
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Wanita Hamil di Rumah Mertua   Perjalanan panjang

    ***"Ck, mau apa kamu datang kesini?" Adinda bertanya ketus. Dadanya terasa terbakar melihat Helena mengunjunginya pagi ini. Esok adalah hari persidangan dimana masa depan Adinda dan Andra diputuskan. "Mau tertawa karena aku akhirnya mendekam di penjara, hah?"Helena duduk dengan anggun. Tidak ada senyum mengejek atau kekehan mencibir. Wajahnya tanpa ekspresi menatap datar ke arah Adinda yang tengah duduk di depannya. "Kamu hanya sedang beruntung, Helena, jadi jangan besar kepala! Sampai kapanpun aku tidak akan melepaskan Hazel buatmu!"Helena menaikkan kedua alisnya. Cukup terkejut dengan pengakuan yang Adinda lontarkan. Hazel adalah pria baik, pantas saja Adinda akan melakukan segala cara untuk bisa bersama pria itu. "Darimana kamu mengenal Mas Andra?" tanya Helena mengalihkan pembicaraan yang cukup membuat hatinya berdenyut nyeri. "Setahuku kalian tidak saling mengenal."Adinda bersedekap dada. Gambaran perempuan sombong dan pongah ada pada tindak tanduknya saat ini. "Memang kena

  • Wanita Hamil di Rumah Mertua   Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya

    ***"Kita ke kantor dulu ya, Mang."Mamang mengangguk sambil mengacungkan jari jempolnya. "Siap, Non!"Sepanjang perjalanan Helena bernyanyi lirih seraya menggoyangkan kepala kecil. Headset yang memperdengarkan lagu-lagu barat membuatnya sejenak melupakan masalah yang baru-baru ini menimpanya. Mamang tersenyum samar melihat Helena dari kaca depan. Untuk pertama kalinya wajah Helena terlihat begitu tenang, seolah sebuah beban berat sudah berhasil dihempas. Sesampainya di depan kantor, Mamang membuka pintu untuk Helena dan mempersilahkan wanita cantik itu turun. "Mamang tunggu disini saja ya, Non," kata Mamang sungkan. "Kalau lama nanti Mamang tunggu di pos security.""Gak masuk aja?" tanya Helena memastikan. "Takut aku lama nanti, Mang.""Tidak masalah, Non. Gak perlu buru-buru, Mamang tunggu di sini.""Baiklah." Helena melangkah masuk meninggalkan Mamang di ruang security. Biasanya Mamang akan disuruh pulang oleh Helena, namun hari ini Helena hanya datang sebentar untuk memastikan

  • Wanita Hamil di Rumah Mertua   Menjelang tamat I

    ***Helena hampir tertawa mendengar hardikan Ibu Adinda. Jika saja dia melupakan unggah-ungguh kepada orang yang lebih tua, sudah pasti melayang jari telunjuk Helena di depan wajah kedua tamunya."Sayang sekali, seorang Ibu begitu pandai menilai orang lain namun memilih menutup mata pada keadaan putrinya sendiri," sindir Helena menohok. "Jika saya wanita jahat, lantas anak Ibu apa? Ah, ya ... pembunuh, begitu kah?"Wajah Ibu Adinda memerah. Matanya menatap sekeliling berharap tidak ada yang mendengar ucapan Helena barusan. Tapi sayang, beberapa staf yang memang kebetulan hendak makan siang justru melayangkan tatapan sinis padanya dan Sang Suami."Adinda hampir membunuh orang. Memang hampir, tapi tidak menutup kemungkinan bahwa Hazel akan mati kala itu. Dia sudah melakukan tindak pidana, nyawa Hazel hampir direnggut hanya karena keserakahan yang Adinda punya, lalu Ibu datang kemari dan memaki-maki saya mengatakan saya jahat, tidak berhati? Lalu bagaimana dengan Adinda, Bu?" tutur Helen

  • Wanita Hamil di Rumah Mertua   Tante Fiona

    ***"Bu, ada tamu di lobby bawah."Helena menerima telepon dari sekretaris pribadinya. "Siapa?""Ehm ... Bu Fiona ...."Helena menghela napas panjang. "Baiklah, saya turun."Helena meletakkan gagang telepon pada tempatnya. Setelah memeriksa semua data yang ada di laptopnya, dia lantas menyambar ponsel dan tas kecilnya di atas meja. Sepertinya Helena harus mulai tegas. Adu mulut saja tidak akan menyelesaikan masalah yang ada. Helena yakin, setelah hari ini maka Mama Fiona akan datang di hari-hari yang lain. "Mel, setelah makan siang saya langsung pulang, kalau ada hal penting dan mendesak, telepon saja, oke?""Baik, Bu!"Helena melenggang meninggalkan ruangan dengan perasaan lelah. Dua hari lagi pernikahannya dengan Hazel kembali digelar, tapi orang-orang tidak tau malu itu masih saja mengejar-ngejar Helena. Usai kedatangan Bapak dan Ibu Adinda, kini Mama Fiona yang mendatanginya, semoga saja Mama Desinta dan Kamila sudah benar-benar berubah dan tidak merecoki hidup Helena lagi.Dari

  • Wanita Hamil di Rumah Mertua   Penyesalan

    ***"Masih punya muka menemui Helena, Tante?" Hazel langsung memberi pertanyaan menohok setelah makanan di depannya tandas tak bersisa. "Sepertinya muka Tante Fiona tebal sekali ya, Sayang?" tanya Hazel kepada Helena seraya terkekeh mencibir. "Putrinya hampir membunuhku, kini dia datang menemui calon istriku, mau apa, Tante?"Mama Fiona terus menunduk. Tangannya sibuk menepuk-nepuk bokong bayi dalam dekapannya sementara jantungnya sejak tadi sudah berdebar hebat. Tidak cukup nyali untuk mengangkat kepala di depan Hazel karena saat ini posisinya sudah kalah telak."Om Bagas dan istrinya meninggal di tangan Tante, sekarang Tante Fiona datang membawa bayi di depan Helena, wah ... paham sekali kalau calon istriku ini wanita baik," tutur Hazel lagi. "Belum lagi, aku yakin kalau otak lain dari rencana kecelakaan yang menimpaku adalah Tante Fiona, mustahil sekali jika Anita merencanakan itu sendirian."Mama Fiona mengangkat wajahnya perlahan. Saat kedua matanya bersirobok dengan mata Hazel,

  • Wanita Hamil di Rumah Mertua   Pertarungan hati

    ***"Apa Tante pikir dengan membenci saya maka semua pahit yang aku rasakan musnah sudah?" Helena bertanya parau. "Aku sebenarnya muak membahas tentang masa lalu, Tante. Tapi hari ini aku mau semuanya berakhir. Tante ... Anita, Mas Andra dan keluarganya aku harap tidak lagi menggangguku!"Mama Fiona mengangguk lemah. "Ya, Tante berjanji, Helena."Hazel mengusap punggung tangan Helena seraya melontarkan tatapan lembut pada wanita yang saat ini terlihat begitu kalut itu. "Kita pulang?"Helena mengangguk. Ada perasaan iba pada bayi yang tidak bersalah, namun ada perasaan benci ketika netranya menangkap wajah Mama Fiona. Selalu saja pahit di masa lalu membuatnya tidak mau menaruh rasa kasihan saat ini. "Untuk ke depannya, aku tidak mau tahu bagaimana kabar Tante dan siapapun itu. Mau itu bayi Anita atau bayi-bayi yang lain. Aku tidak perduli!""Tante paham, Helena," sahut Mama Fiona sendu. "Tante sangat paham," imbuhnya. "Untuk yang terakhir kalinya, tolong maafkan Tante.""Aku tidak bis

  • Wanita Hamil di Rumah Mertua   Orang tua baru

    ***"Ah, tidak begitu ... apakah yang aku putuskan ini benar kalau aku membantu biaya hidup bayi itu? Dia ... wajahnya yang damai membuatku selalu merasa bersalah, Hazel."Kedua mata Helena lagi-lagi berkaca-kaca. Tangannya yang semula terlihat jauh lebih tenang kini kembali bergetar. Tampak betapa pergulatan hebat di dalam hatinya dengan berlangsung saat ini."Aku tahu, dulu ... Mama Fiona tidak peduli bagaimana aku akan melanjutkan hidup. Dia tanpa hati menyingkirkan Mama dan Papa, tapi ... saat itu posisiku adalah wanita yang sudah bersuami, Hazel. Jika aku adalah seorang bayi, apakah Mama Fiona akan memberikan rasa kasihannya padaku?" Helena berbicara seorang diri. Ya, lagi-lagi Hazel memberi ruang agar Helena bisa melampiaskan apa yang ia rasa saat ini. "Aku tidak bisa abai pada bayi itu, apakah ini memang rencana Mama Fiona, Hazel? Dia tahu bahwa aku tidak akan sampai hati untuk tidak perduli itu sebabnya dia menemuiku dengan membawa bayi? Begitukah, Hazel?"Hazel masih belum be

  • Wanita Hamil di Rumah Mertua   Keputusan

    ***Helena dan Bu Nela sama-sama menangis. Hazel yang sedang membawa nampan berisi minuman hanya bisa terpaku di balik dinding penyekat antara dapur dan ruang keluarga. "Den, mau Bibi bawakan?" Hazel menggeleng, "Tidak perlu, Bi. Aku sengaja menunggu sampai Mama dan Helena tenang," kata Hazel menolak.Bibi mengangguk pasrah dan kembali ke dapur, sementara Hazel masih terus berdiri dengan telinga yang sedang mencuri dengar perbincangan dua wanita hebat dalam hidupnya. "Aku ingin sekali membenci, Ma, tapi entah kenapa aku justru merasa bersalah sekarang," tutur Helena di tengah isak tangisnya. "Mama Fiona dan Anita sudah menghancurkan hidupku, tapi kenapa aku justru iba pada bayinya? Tidak bisakah aku membenci bayi itu juga, Ma?""Dia tidak bersalah, Sayang ...." Bu Nela menyahuti ucapan calon menantunya dengan sigap. "Mau sebanyak apapun kesalahan dan kejahatan yang Anita dan Ibunya lakukan, bayi itu tidak bersalah, Helena."Helena menatap wajah Bu Nel lamat-lamat. "Aku ingin memban

Bab terbaru

  • Wanita Hamil di Rumah Mertua   Ending

    ***"Saudara Hazel, saya nikahkan dan saya kawinkan anda dengan Helena Bagaskara binti Bagaskara dengan mas kawin uang tunai sebesar 2023 dollar, dibayar tunai!""Saya terima nikah dan kawinnya Helena Bagaskara binti Bagaskara dengan mas kawin tersebut, tunai!""Sah?""Sah!""Alhamdulillah ...."Gedung tempat terlaksananya acara riuh dengan doa-doa para tamu. Helena mengusap sudut matanya yang berair. Di sudut ruangan, sekelebat terlihat bayangan Papa dan Mamanya tengah tersenyum ke arahnya."Selamat ya, Sayang. Semoga pernikahan kalian langgeng sampai maut memisahkan," kata Bu Nela haru. "Jangan sedih, Mama dan Papa ada buat kamu."Helena mengangguk. Hatinya membuncah bahagia karena pernikahannya berjalan dengan lancar. Di sebelah Helena, Hazel tak kalah terharu dengan momen sakral yang baru saja ia lakoni. Kini dia menjadi wanita yang memiliki keluarga. Di tempat lain, Kamila dan Mama Desinta duduk berdampingan. Di ujung yang lain terlihat Mama Fiona menangis haru sambil memangku c

  • Wanita Hamil di Rumah Mertua   Memaafkan

    ***"Kamu baik-baik saja, Mil?"Kamila menangis namun kepalanya mengangguk memberi jawaban. Helena dan Hazel membawa adik Andra itu ke sebuah Rumah Sakit terdekat. Luka di wajah Kamila harus mendapatkan perawatan. "Terima kasih, Mbak ....""Jangan bicara dulu, bibirmu makin robek," kata Helena mencegah. "Diam saja, kalau sudah mendapat pengobatan di wajahmu, baru berbicara!"Kamila terus menangis. Sesekali tangannya mengusap perut yang terasa perih namun ia enggan menceritakannya itu pada Helena. Kamila tidak mau dianggap sebagai orang yang memanfaatkan kebaikan orang lain, apalagi orang itu adalah Helena. Di kursi kemudi, Hazel tidak berbicara sepatah katapun. Dia terus menatap ke depan seakan-akan Helena dan Kamila di belakang tidak mempengaruhi keadaan hatinya saat ini. Hazel cemburu. Tentu saja. Wanita yang Helena tolong adalah mantan adik iparnya. Ada perasaan nyeri di hati Hazel saat ini. Sesampainya di rumah sakit, Helena dengan sigap meminta bantuan perawat untuk mengobati

  • Wanita Hamil di Rumah Mertua   Malangnya Kamila

    ***"Maafkan Tante, Len. Sungguh, Tante minta maaf," cicit Mama Fiona. "Kamu sebaik ini pada Tante padahal Tante sudah menyakiti kamu, Helena. Maafkan Tante ...."Helena membuang muka hingga tanpa sadar dia menatap Hazel yang sedang memperhatikannya dengan tatapan lembut. Pria itu mengangguk samar di depan Helena seolah sedang berkata. "Kamu bisa, Sayang!""Aku belum bisa memaafkan semua kesalahan Tante," kata Helena datar. "Mau sebanyak apapun Tante meminta maaf, aku sepertinya tidak bisa memaafkan begitu saja," imbuhnya."Aku tidak perduli apakah nanti berdosa sudah menyimpan dendam, tapi ... sungguh, aku tidak bisa memaafkan semuanya, Tante. Aku melakukan ini karena tidak bisa membiarkan bayi yang tidak bersalah menanggung dosa Ibu dan Neneknya. Tante tau bukan jika aku tidak punya urusan apapun pada bayi itu? Seharusnya aku bisa abai, tapi berulang kali Mama hadir dalam mimpi. Dia terlihat sedang menggendong bayi di depanku ...."Mama Fiona menangis tergugu di depan Helena. Terbay

  • Wanita Hamil di Rumah Mertua   Ikhlas di Hati Helena

    ***"Tidak bisa, kami tidak mau menerima pekerja dengan membawa anak.""Maaf, Ibu. Kami menolak pekerja yang usianya sudah tidak muda lagi.""Lebih baik di rumah saja, Nek, sudah tua masih saja mikirin dunia!""Sudah sana pergi! Gak ada lowongan pekerjaan disini!" Banyak sekali kalimat-kalimat menyakitkan yang Mana Fiona terima hari ini. Rumah yang ia tempati seharusnya sudah jatuh tempo biaya bulanan namun Mama Fiona bahkan tidak memiliki sepeserpun uang. Beruntung susu yang Helena belikan masih ada jadi cucunya bisa menyusu tanpa takut kelaparan. "Permisi ...."Seorang wanita muda berpakaiannya terbuka muncul di ambang pintu. "Jangan minta-minta disini, sana!"Mama Fiona seketika menggeleng. "Mbak, bisa saya melamar bekerja disini?"Wanita dengan belahan dada rendah itu tertawa terbahak-bahak. Dia menepuk-nepuk pipi Mama Fiona dan menjawab. "Bu, disini itu salon kecantikan. Kalau kamu yang penampilannya kucel dan lusuh seperti ini bekerja di tempatku, bisa kabur semua pelangganku.

  • Wanita Hamil di Rumah Mertua   Menjelang tamat II

    ***"Ma, gak bisa gitu dong! Aku maunya bebas!" Anita menggebrak meja tanpa peduli apakah bayinya akan terkejut dan menangis atau tidak. Beruntung sebelum berangkat mengunjungi Anita, Mama Fiona sudah memberi susu yang cukup untuk cucunya. "Enak saja Mama mau lepas tangan, ingat ya ... semua ini gara-gara rencana Mama!"Mama Fiona menunduk menatap wajah cucunya yang tertidur sangat pulas. "Mama tau, Nit. Mama mengaku salah, tapi tolong mengertilah ....""Aku tidak bisa mengerti apapun saat ini! Melihat Mama bebas sementara aku terkurung di penjara rasanya hatiku seolah terbakar. Aku marah, tentu saja!""Dengarkan Mama, Anita!" bentak Mama Fiona lantang. "Dengarkan Mama sekali ini saja, setelah itu ... terserah langkah apa yang mau kamu ambil."Anita diam meskipun dadanya naik turun menahan amarah. Bagaimana tidak, otak dari rencana kejahatan ini adalah Mama Fiona namun wanita paruh baya itu justru bebas sementara Anita yang harus mendekam di penjara. "Mama sudah terlanjut mendapatkan

  • Wanita Hamil di Rumah Mertua   Keputusan

    ***Helena dan Bu Nela sama-sama menangis. Hazel yang sedang membawa nampan berisi minuman hanya bisa terpaku di balik dinding penyekat antara dapur dan ruang keluarga. "Den, mau Bibi bawakan?" Hazel menggeleng, "Tidak perlu, Bi. Aku sengaja menunggu sampai Mama dan Helena tenang," kata Hazel menolak.Bibi mengangguk pasrah dan kembali ke dapur, sementara Hazel masih terus berdiri dengan telinga yang sedang mencuri dengar perbincangan dua wanita hebat dalam hidupnya. "Aku ingin sekali membenci, Ma, tapi entah kenapa aku justru merasa bersalah sekarang," tutur Helena di tengah isak tangisnya. "Mama Fiona dan Anita sudah menghancurkan hidupku, tapi kenapa aku justru iba pada bayinya? Tidak bisakah aku membenci bayi itu juga, Ma?""Dia tidak bersalah, Sayang ...." Bu Nela menyahuti ucapan calon menantunya dengan sigap. "Mau sebanyak apapun kesalahan dan kejahatan yang Anita dan Ibunya lakukan, bayi itu tidak bersalah, Helena."Helena menatap wajah Bu Nel lamat-lamat. "Aku ingin memban

  • Wanita Hamil di Rumah Mertua   Orang tua baru

    ***"Ah, tidak begitu ... apakah yang aku putuskan ini benar kalau aku membantu biaya hidup bayi itu? Dia ... wajahnya yang damai membuatku selalu merasa bersalah, Hazel."Kedua mata Helena lagi-lagi berkaca-kaca. Tangannya yang semula terlihat jauh lebih tenang kini kembali bergetar. Tampak betapa pergulatan hebat di dalam hatinya dengan berlangsung saat ini."Aku tahu, dulu ... Mama Fiona tidak peduli bagaimana aku akan melanjutkan hidup. Dia tanpa hati menyingkirkan Mama dan Papa, tapi ... saat itu posisiku adalah wanita yang sudah bersuami, Hazel. Jika aku adalah seorang bayi, apakah Mama Fiona akan memberikan rasa kasihannya padaku?" Helena berbicara seorang diri. Ya, lagi-lagi Hazel memberi ruang agar Helena bisa melampiaskan apa yang ia rasa saat ini. "Aku tidak bisa abai pada bayi itu, apakah ini memang rencana Mama Fiona, Hazel? Dia tahu bahwa aku tidak akan sampai hati untuk tidak perduli itu sebabnya dia menemuiku dengan membawa bayi? Begitukah, Hazel?"Hazel masih belum be

  • Wanita Hamil di Rumah Mertua   Pertarungan hati

    ***"Apa Tante pikir dengan membenci saya maka semua pahit yang aku rasakan musnah sudah?" Helena bertanya parau. "Aku sebenarnya muak membahas tentang masa lalu, Tante. Tapi hari ini aku mau semuanya berakhir. Tante ... Anita, Mas Andra dan keluarganya aku harap tidak lagi menggangguku!"Mama Fiona mengangguk lemah. "Ya, Tante berjanji, Helena."Hazel mengusap punggung tangan Helena seraya melontarkan tatapan lembut pada wanita yang saat ini terlihat begitu kalut itu. "Kita pulang?"Helena mengangguk. Ada perasaan iba pada bayi yang tidak bersalah, namun ada perasaan benci ketika netranya menangkap wajah Mama Fiona. Selalu saja pahit di masa lalu membuatnya tidak mau menaruh rasa kasihan saat ini. "Untuk ke depannya, aku tidak mau tahu bagaimana kabar Tante dan siapapun itu. Mau itu bayi Anita atau bayi-bayi yang lain. Aku tidak perduli!""Tante paham, Helena," sahut Mama Fiona sendu. "Tante sangat paham," imbuhnya. "Untuk yang terakhir kalinya, tolong maafkan Tante.""Aku tidak bis

  • Wanita Hamil di Rumah Mertua   Penyesalan

    ***"Masih punya muka menemui Helena, Tante?" Hazel langsung memberi pertanyaan menohok setelah makanan di depannya tandas tak bersisa. "Sepertinya muka Tante Fiona tebal sekali ya, Sayang?" tanya Hazel kepada Helena seraya terkekeh mencibir. "Putrinya hampir membunuhku, kini dia datang menemui calon istriku, mau apa, Tante?"Mama Fiona terus menunduk. Tangannya sibuk menepuk-nepuk bokong bayi dalam dekapannya sementara jantungnya sejak tadi sudah berdebar hebat. Tidak cukup nyali untuk mengangkat kepala di depan Hazel karena saat ini posisinya sudah kalah telak."Om Bagas dan istrinya meninggal di tangan Tante, sekarang Tante Fiona datang membawa bayi di depan Helena, wah ... paham sekali kalau calon istriku ini wanita baik," tutur Hazel lagi. "Belum lagi, aku yakin kalau otak lain dari rencana kecelakaan yang menimpaku adalah Tante Fiona, mustahil sekali jika Anita merencanakan itu sendirian."Mama Fiona mengangkat wajahnya perlahan. Saat kedua matanya bersirobok dengan mata Hazel,

DMCA.com Protection Status