Mengaku Bujang LapukNadia dan Emir keluar dari kantor polisi. Keduanya baru saja melaporkan akan hilangnya Allisya dan juga Khiara yang tak kunjung pulang.Tak hanya kedua orang tua Allisya, tetapi Dareen pun ikut disibukkan dengan pencarian Allisya meski kondisinya masih lemah pasca pulang dari rumah sakit."Aku yakin, Tante, ini pasti ada hubungannya dengan Khia. Pasti dia yang menculik Allisya," ujar Dareen, saat mereka bertiga bertemu di sebuah taman untuk membahas tentang kehilangan Allisya."Jangan begitu, Nak Dareen. Meskipun Khiara sampai berani melukaimu, tapi sepertinya dia tidak mungkin melukai Allisya, adik angkatnya. Mereka besar bersama di bawah kasih sayangku." Nadia masih tak percaya dengan semua yang terjadi akhir-akhir ini. Pasalnya, selama belasan tahun tak ada sesuatu yang mencurigakan dari Khiara."Ma ... maaf. Untuk kali ini, Papa setuju dengan Dareen. Khia memang sepertinya tidak mungkin menyakiti Allisya, tapi bukan tidak mungkin juga dia yang sengaja menyekap
Pengakuan Allisya"Alhamdulillah kamu gak pa-pa, Nak. Mama khawatir banget. Terima kasih, ya, Allah." Dalam pelukan Nadia, Allisya menangis sesenggukan.Rasa syukur berbalut kekhawatiran menggema keras di dalam dadanya. Allisya merasa beruntung sebab bisa kembali pada keluarganya dalam keadaan selamat. Hal yang dikhawatirkannya adalah kondisi preman tua yang ia duga adalah papa kandungnya."Jangan takut, Sayang. Penja hat itu sudah ditangani oleh polisi. Siapa dalang di balik penculikanmu juga pasti akan segera tertangkap. Kamu yang tenang, ya." Emir mengusap punggung gadis yang menjadi anak sambungnya sejak kecil.Allisya mengangguk sejenak, mengurai pelukan dan menatap sepasang netra yang mulai digelayuti kelopak yang keriput."Ma ... Pa. Bagaimana jika dia memang Papa Irwan?" tanya Allisya lirih.Nadia terdiam sejenak, menekuri rumput liar di depan bangunan tua tempat Allisya disekap selama ini. Wanita yang sudah tak muda lagi itu kemudian balas menatap anak gadisnya."Siapa pun pe
HukumSetelah memberikan keterangan, Allisya menoleh pada lelaki yang saat ini masih berdiri dipegangi dan dibor gol. Tanpa ada yang ditutupi kepada pihak berwajib, baik itu sikap, maupun cara Irwan menyekapnya."Allisya ... Papa enggak akan pernah berbuat kasar padamu, meski sebesar apa pun rasa ben ci ini pada mamamu. Papa tetap ayah kandungmu. Darah Papa mengalir di tubuhmu."Irwan akhirnya pasrah dan mengakui identitas aslinya kepada Allisya dan kepolisian. Kalimat yang diungkapkannya barusan, tidak sama sekali bertujuan untuk menarik hati sang anak.Lelaki yang menjadi preman selama belasan tahun itu, hanya ingin mengungkapkan perasaannya terhadap sang putri. Ia takut jika usianya yang telah senja, hanya akan ia habiskan di balik jeruji besi."Pa. Sampai kapan pun, aku tidak akan pernah lupa siapa Papa. Sampai kapan pun aku tetap anak Papa. Tetapi ... Papa harus tetap mempertanggungjawabkan semuanya." Kata-kata Allisya jelas menunjukkan bahwa ia tidak akan mencabut tuntutannya te
HarmonisBerlangitkan atap kamar yang berwarna putih, Allisya tak dapat memejamkan mata. Lampu kamar sudah ia matikan, menyisakan temaram lampu tidur berserta laptop yang masih menyala di pangkuannya.Beberapa foto telah ia hapus di lama sosial media. Tak lain dan tak bukan, foto kebersamaannya dengan Dareen semasa masih berpacaran dulu. Meski tak semesra pasangan lain, namun tetap saja Allisya tak ingin foto-foto itu menjadi boomerang di kemudian hari.Bayangan Dareen sore tadi kembali berkelebat, terngiang pula setiap kata yang mereka saling lontarkan sebelum benar-benar terpisah."Sya!""Aku--aku cuma--" ucapan Dareen sore tadi terhenti. Ia merasa sudah tak pantas lagi mengungkapkan isi hatinya pada Allisya.Selain telah berkhianat, Dareen juga paham bahwa kecewa yang Allisya rasakan tak akan mampu merobohkan pendiriannya untuk berpisah."Maaf, Dareen. Aku sangat berterima kasih sebelumnya, tapi, maaf ... aku tetap tidak bisa kembali padamu apalagi melanjutkan mimpi kita," kata All
Sebuah Tindakan di Luar DugaanSeorang pemuda berkulit putih tengah melihat-lihat di ruangan temaram bercahayakan lampu kelap-kelip yang menyala bagai tersendat-sendat.Ruangan yang dipenuhi suara musik menggema itu, tak ubahnya seperti dunia gemerlap kelas atas.Pemuda itu berdecak. Berdiri menatap wanita yang tiba-tiba datang dan mengalungkan tangan di lehernya."Mas Bule mau nyanyi?" tanya wanita berpakaian seksi, berambut pirang seperti rambut jagung itu."Enggak. Saya mau cari teman saya," balas pemuda yang tak lain adalah Dareen."Oh. Siapa?" Seketika wanita itu melepaskan tangannya. Menatap heran ke arah lelaki bule di depannya."Khiara. Kamu kenal Khiara?" tanya balik Dareen."Oh. Udah lama si bos enggak dateng. Sebentar, aku panggil Bang Bas dulu." Wanita itu masuk lebih dalam ke ruangan yang lebih gelap.Ruko yang dari luar tampak seperti ruko biasa, tak disangka di dalamnya nyaris seperti diskotik di tengah kota.Dareen terus memerhatikan beberapa pasangan bernyanyi yang me
Umpan Besar untuk Ikan yang Lebih BesarPolisi sudah berhasil menggerebek lokasi usaha hitam milik Khiara yang diwariskan oleh Diniarti dan Irwan dahulu. Usaha itu pula yang membuat Khiara masih mau berkomunikasi dengan Irwan.Khiara tetap dipenjara atas tuduhan penganiayaan terhadap Dareen, dan kemungkinan akan ditambah hukuman atas penggelapan harta milik Nadia.Benar, usaha hitam yang dijalankannya berdiri berkat uang tabungan restoran milik Nadia yang Irwan gelapkan."Dasar licik! Puas Mama buat aku semenderita ini? Atau jangan-jangan, Mama mau buat aku seperti Mama Dini? Ma ti perlahan di dalam sel tahanan rumah sakit jiwa?" cecar Khiara di hadapan Nadia yang tengah membesuknya.Nadia tak menjawab, meski hanya sepatah kata saja. Baginya, Khiara tak beda jauh seperti Allisya yang lahir dari rahimnya. Tak sedikitpun perbedaan ia sarakan di dalam hati, mengenai rasa sayangnya.Tentu saja, Nadia merasa sangat terpukul melihat melihat anak asuhnya harus mendekam di penjara.Benar apa
Allisya yang Aneh"Ma--emm, Tante? Tante ngapain ke sini? Sebentar lagi Dareen nyusul, lho." Pria bule itu gelagapan. Ia bahkan dengan spontan mendekati Nadia dan seorang sipir.Plak!Satu tamparan melayang di wajah Dareen. "Jadi, kamu dalang pengadu domba sesungguhnya? Seperti ini caramu menikam kami semua, setelah apa yang sudah kami lakukan untukmu?" Dengan geram Nadia berkata."Tan, ini ini salah paham. Aku cuma lagi memanas-manasi Khiara. Mancing dia supaya semakin banyak lagi kebusukannya yang terbongkar." Pemuda yang sempat koma itu mencoba mengelak."Diam, kamu! Kamu pikir, saya tuli? Saya di sini sejak tadi, Dareen!" sentak Nadia, sudah sangat kesal sejak tadi. Pikirannya sedang kacau, tak tenang karena betapa ingin memeluk Khiara. Hal mengejutkan ini tentu sangat berat diterima olehnya."Tante, dengar aku, Tan," tahan Dareen saat Nadia hendak berbalik meninggalkannya."Lepas!" sentak Nadia.Khiara menyaksikan itu. Tanpa ia sadari, ada hati yang terasa perih melihat wanita ya
Umpan Balik"Kenapa, Nak? Apa karena mama begitu bersedih dengan hukuman yang akan Khia terima?" tebak Nadia.Allisya menggeleng. "Bukan. Karena Khia saudari Al satu-satunya, Ma. Dan banyak hal yang perlu kita selidiki, salah satunya Dareen. Kesalahan Khia pada keluarga kota hanya sebatas harta, enggak lebih. Semua itu juga bisa kita ambil lagi, sekarang. Tapi hubungan kekeluarga kita, tidak akan bisa kembali jika kita egois ingin memenjarakannya.""Ya, benar. Tapi, mama masih gak paham. Lalu, bagaimana dengan kesalahannya kepadamu?" tanya Nadia, menelisik wajah gadis cantiknya yang begitu lembut dan tulus pada Khiara."Soal merebut Dareen dari Al?" tanya Allisya memastikan."Hmm," jawab Nadia.Sementara Emir hanya diam menyimak. Dia siap menjadi penengah jika keduanya ternyata beda pendapat."Harusnya Al berterima kasih pada Khia, Ma. Berkat Khia, Al bisa tahu seperti apa Dareen. Lagi pula, sejak kami dekat, Al memang belum terpikir untuk menikah. Baru-baru ini saja, setelah melihat
Di waktu yang bersamaan, Azka Hamam kembali ke rumah. Diam-diam masuk, lalu mengusap puncak kepala sang istri dari belakang. Pria gagah itu memberikan kejutan kecil untuk sang istri. Tadinya, ia berencana membujuk sang istri, demi kesehatan."Astaghfirullah! Mas, aku kaget," pekik Allisya yang tak menduga suami akan kembali."He he he ... maaf, maaf. Masih gak enak perutnya?" tanya Azka, duduk di lantai sementara istrinya bangun dan duduk di sofa. Tatapannya tertuju pada bagian tubuh yang tadi Allisya bicarakan. "Ini juga sakit?" tanyanya, menunjuk itu."Enggak sakit. Cuma gak nyaman aja. Terasa berat, kayak bengkak gitu, Mas. Terus, kalau kesentuh ujungnya sakit." Allisya pun tanpa malu membeberkan."Semalam juga sakit? Kenapa enggak bilang?" tanya Azka lagi, mengingat kehangatan semalam. Ia tidak habis pikir, jika sampai menyakiti istrinya."Ya ... gimana. Mas suka," kata Allisya, malu-malu."Lain kali bilang, Sayang, kalau ada yang sakit. Ya, sudah. Sekarang kita ke dokter, ya?" bu
Pagi menjelang siang, di sebuah bangunan bertingkat, kini keluarga Allisya berada. Sebuah gedung mirip dengan rumah susun elit yang ada di kota asal mereka. Dan ternyata, tempat itu adalah sebuah panti jompo.Tadi, ketika pemandu wisata menanyakan soal Afifah--teman Khiara yang tinggal di sana, mereka mendapatkan informasi bahwa Afifah sudah berangkat bekerja bersama teman barunya (kemungkinan Khiara). Sang pemilik rumah sewa itu pun memberikan alamat tempat bekerja Afifah.Dan benar saja, Khiara ada bersamanya, sama-sama mengenakan seragam suster. Usut punya usut, rupanya Afifah sudah lama bekerja sebagai pengasuh lansia di tempat itu. Kini mengajak Khiara bekerja di sana pula karena memang sedang membutuhkan tenaga kerja baru."Kenapa Mama sampai nyusulin Khia ke sini?" tanya Khiara, tak menyangka. Sebelumnya, ia memang sempat memberikan alamat rumah sewa yang temannya tinggali. Tidak pernah menduga jika mama sambungnya sampai rela menyusul."Karena mama khawatir sama kamu, Nak." Na
Keduanya kini telah sampai di depan sekolah Ziya. Menyambut kedatangan Ziya yang selalu ceria dengan semringah. Karena besok, mereka akan pergi berlibur ke Jepang.Masuk ke dalam mobil, bercerita sepanjang jalan dengan antusias. Mulai dari kegiatan di sekolah, sampai tingkah polah Ziya dan teman-temannya di sekolah. Allisya dan Azka bergantian menyahuti penuh ekspresi."Ziya juga bilang ke teman-teman, kalau Ziya mau liburan ke Jepang. Teman-teman semua iri, mau juga katanya, Ma. Apa boleh, Ziya ajak mereka kapan-kapan?" tanya Ziya antusias."Wah, kalau mengajak teman tidak bisa sembarangan, Sayang. Apalagi Jepang itu sangat jauh. Nanti orang tua mereka khawatir," jelas Allisya, juga ditambahi penjelasan ringan oleh Azka.***Pukul 3 sore, Allisya beserta rombongan keluarga sudah sampai di Kota Sapporo setelah menempuh perjalanan kurang lebih 9 jam. Kota yang terletak di Pulau Hokkaido, pulau terbesar kedua di Jepang.Mereka sengaja tidak mendatangi Ibukota Jepang, demi menghindari ke
"Saudara Dareen dinyatakan bersalah atas kasus tabrak lari yang terjadi pada tanggal 20 Februari 2021, yang mengakibatkan korban atas nama Ibu Fitrinariza Azizah meninggal dunia.""Berdasarkan laporan yang baru masuk dua minggu lalu, pelaku tidak dinyatakan sebagai DPO atas kasus ini, sehingga vonis hukuman bisa saja berkurang."Allisya menemani suaminya yang hari ini sangat tegang menghadapi sidang. Nadia dan Emir pun turut hadir, tak kalau tegang karena ternyata Dareen memang bukan DPO atas kasus ini sehingga tidak memberatkan hukumannya. Ini semua karena pihak Azka Hamam tidak melapor sejak awal."Dengan ini, pelaku dijatuhkan hukuman kurungan selama lebih kurang 6 tahun penjara, dan denda sebesar lebih kurang 12 juta rupiah."Mendengar itu, Azka seketika tertunduk lemah. Rasanya, hukuman itu tidak setimpal dengan apa yang terjadi dengan mendiang istrinya.Namun ternyata, vonis hukuman belum selesai dibacakan. Ada sederet kasus berat yang Dareen dan papanya lakukan sejak sang papa
Seperti yang telah direncanakan, Nadia dan Emir tiba di rumah Azka Hamam diantar oleh sopir yang Allisya tugaskan. Keduanya mengucap salam bersama, disambut hangat oleh anak menantu dan cucu sambung yang ceria."Masuk, Ma, Pa." Allisya menggandeng sang mama."Iya. Oh, iya. Pak Didit sudah mama suruh makan di resto utama, biar lebih dekat. Nanti dia akan jemput kalau kita sudah selesai." Nadia menjelaskan. Karena biasanya, Allisya suka mengajak serta sopirnya makan bersama. Namun malam ini, Nadia ingin berbicara penting dengan anak dan menantunya."Oh, begitu. Ya sudah, Ma. Terima kasih," ucap Allisya. Meski restoran telah sepenuhnya beralih ke tangannya, namun Allisya selalu menghargai apa pun keputusan mamanya. Termasuk seperti malam ini, mengizinkan sopirnya makan sepuasnya di sana.Semua berkumpul di ruang makan, menikmati suapan demi suapan masakan yang Allisya buat. Udang asam manis, cah kangkung, dan perkedel kentang ayam kesukaan mamanya."Alhamdulillah ... makanannya enak-enak
"Ziya tau, kalau Bunda sedang hamil saat itu?" tanya Allisya, yang hanya mendapatkan tatapan tak mengerti dari Ziya."Emm ..." Ziya menggeleng. Ia masih sangat terlalu kecil untuk memahami apa yang terjadi, sebelum bundanya meninggal karena tertabrak mobil Dareen. "Nenek suka cerita. Katanya, bunda saat itu sedang ada dedek bayinya di perut. Sebentar lagi mau lahir," jelasnya kemudian.Allisya mengangguk-angguk. Ia tidak mau memperpanjang, sebab, sejujurnya ia cemburu. "Kita masuk, ya, Sayang," ajak Allisya setelah memarkir mobilnya di garasi rumah Azka.Keduanya pun masuk bersamaan, dengan perasaan masing-masing. Di dalam, Allisya menyiapkan pakaian ganti untuk putri sambungnya, lantas menemani sang putri agar tertidur pulas.Wanita cantik itu tanpa sadar mengusap perutnya rata, berdoa agar Allah segera mengirimkan makhluk kecil di dalam sana untuk melengkapi kebahagiaan mereka. Ada sedikit kekhawatiran, takut kalau-kalau ia tidak bisa hamil seperti sang mama.'Ah, tidak, tidak! Mama
Allisya kemudian melirik seperangkat perhiasan emas yang dikenakannya. "Kamu memang pekerja keras dan pantang dibantu, Mas. Hanya kerjaan dariku yang kamu ambil, saking kamu nggak mau berleha-leha dengan fasilitas yang sudah aku punya," ucap Allisya pelan.Perempuan cantik yang telah melepas masa gadisnya itu pun bergegas masuk ke dalam, hendak bersiap-siap pergi ke restorannya karena ada rapat besar. Di restoran nanti, mereka akan bersikap seperti biasa, layaknya atasan dengan pekerja. Azka yang meminta. Azka bahkan sudah menolak sebagian saham yang diberikan oleh Allisya.***"Bagaimana, Pak, laporan keuangan resto cabang no 2?" tanya Allisya kepada salah seorang manager di restoran cabang di Bogor. Pria bertubuh sedang dengan perut sedikit maju itu mengeluarkan laporan, lalu meminta Allisya untuk mengeceknya kembali. Beberapa penjelasan juga sudah dia sampaikan.Allisya memeriksanya, lalu segera beralih pada manager cabang-cabang lain. Setelah semua ia cek, barulah ia mengecek res
Seluruh keluarga berkumpul di tanah pemakaman, menyaksikan sekaligus mendoakan kepergian Bu Aniyah yang terbilang mendadak. Hanya dirawat beberapa hari di rumah sakit, lalu meninggal ketika kondisinya mulai membaik.Azka dan Allisya sudah berusaha semaksimal mungkin, tentunya. Namun ternyata, inilah suratan yang harus mereka jalani. Keinginan Bu Aniyah untuk menjadikan Allisya sebagai menantu, sekaligus ibu bagi cucu satu-satunya telah terpenuhi. Beliau pergi dengan tenang, seolah bebannya telah terlepas.Perempuan berkerudung putih senada dengan gamis yang dikenakannya, terus saja berdiri menggamit tangan suaminya, juga memegangi tangan gadis kecil di sisi lainnya. Perempuan itu sesekali melepaskan tangan untuk mengusap air mata. Ia mendongak, menatap wajah sang suami yang terlihat begitu tenang seolah-olah tidak ada hal buruk yang menimpa."Mas ... kamu hebat. Kamu kuat," kata sang wanita, memandangi penuh kagum suami yang dicintainya. Dialah Allisya, sang ibu sambung bagi Ziya."Be
Ketika suaminya terpukul setelah kehilangan ibunya, Allisya duduk di sebelahnya. Dengan lembut memandangnya, dengan hati penuh kasih. Dia bisa merasakan betapa sedihnya yang dirasakan suaminya. Meski tidak ada kata-kata yang bisa menghapus rasa sakit itu, dia tahu dia harus ada di samping suaminya, memberikan kekuatan lewat keberadaannya.Dia menggenggam tangan suaminya dengan erat, memberikan ketenangan dalam diam. Wajah suami yang biasanya tegar kini dipenuhi kepedihan, dan dia merasa cemas melihat keprihatinan di depan matanya.Sambil memeluk, tangannya terus mengusap punggung sang suami. Membiarkan suaminya menangis, mengeluarkan nestapa yang membelenggu jiwanya."Nenek! Ziya mau ke nenek! Ziya mau lihat nenek, Tante ... tolong Ziya ...!" Jeritan Ziya di luar sana, terdengar begitu menyayat hati. Gadis kecil itu sangat dekat dengan neneknya, sejak ia bayi. Terutama setelah bundanya pergi untuk selama-lamanya.Mendengar itu, Azka dan Allisya menjadi gusar. Saling menatap, merasakan