"Gampang. Gue cuma bilang, polisi saat ini sedang mencari wanita hamil yang katanya ingin merampas resto milik kakak madunya. Dan asal kamu tau, resto ini sekarang sudah dijual ke saya. Udah, gitu doang," jelas Tania seraya terkekeh jahil.Aku tertawa puas. Tidak salah aku memilih salah satu teman yang terkenal bawel dan galak itu, untuk mengurus restoran yang selalu jadi incaran Mas Irwan."Hebat, deh, Lo, pokoknya. Ya, udah. Pokoknya, jangan sampe lengah. Oke?""Siap, Bos.""Makasih ya, Tan.""Gue yang makasih, udah dikasih kerjaan meskipun mendadak banget. Gi_la, subuh-subuh udah ditelpon suruh megang resto. Antara girang sama kaget, sampe bikin gue setengah blo_on, tau, gak!" "Sorry, sorry!" Aku terkekeh lagi mendengar ucapan sahabat ketika kami kuliah dulu.Lupa waktu saking asik tertawa mendengar celoteh teman yang sampai saat ini masih belum menikah itu. Meski begitu, Tania lah orang yang paling bisa dipercaya sejak masih jaman kuliah dulu.**Aku yang tidak pernah melepas hij
Cara Terbaik Mengusir Tikus GotPoV Nadia"Nadia, Mas mohon. Kita baikan, ya. Ijinkan Mas pulang ke sini. Mas yakin, tidak hanya Allisya yang membutuhkan sosok seorang Papa, tetapi kamu juga. Kamu butuh bahu untuk bersandar, Sayang. Kamu butuh sosok laki-laki sebagai suamimu," mohonnya, bersimpuh di kakiku.Benar-benar tak tahu diri. Pura-pura amnesia dengan segala dosa-dosanya. "Baikan kamu bilang? Oke, aku mau. Tapi__""Tapi apa, Sayang? Mas janji, akan turuti apa pun keinginanmu," sambarnya, menarik-narik tanganku seperti anak kecil yang mengajak ke tempat permainan.Kuhempas kasar tangan itu, bahkan menghentakkan kaki agar ia menjauh dari kakiku."Kembalikan kedua wanita itu ke tempat asalnya, tanpa ada jejak apa pun di masa depan. Bisa?" tanyaku, seraya menunjuk ke arah wanita tua tersebut.Mas Irwan menoleh ke arah mertuanya, seperti sedang memikirkan sesuatu. Ia lantas mendongak ke arahku, "Bisa. Mas bisa kembalikan mereka ke asalnya, tanpa jejak apa pun. Mas janji, akan cerai
BulldozerAku datang tepat waktu. Allisya berlari dari belakang ke arah dalam rumah dengan wajah memerah. Ia menghambur ke pelukanku saat aku menyambutnya."Kenapa, Sayang?""Allisya mau lihat, siapa tamunya. Kalau memang teman kerja Mama, Al gak akan ganggu. Tapi, Kak Ima menahan Al, Ma. Al marah sama Kak Ima," omel anakku, masih dengan raut garangnya."Oh, begitu. Tamunya sudah pulang, Cantik. Kalau itu Papa, pasti Mama sudah panggil Allisya, 'kan? Sudah, yuk, balik ke belakang. Kita nikmati hari ini, mumpung Mama libur."Kugenggam tangan kecil itu menuju halaman belakang. Kuminta Mbak Nani membuatkan segelas es lemon tea untukku. Mungkin, kesegarannya mampu menghalau bara api di dalam dadaku.**Hari ini, aku harus segera menyelesaikan renovasi kerusakan pasca kebakaran di Tangerang. Mau tak mau, aku akan meninggalkan rumah seharian. Kuminta dengan sangat pada Ima, agar selalu berjaga-jaga terhadap siapa pun. Saat ini, hanya Allisya satu-satunya harta yang paling berharga. Jangan
PoV Author"Silakan, Pak. Ini pengajuan laporan saya atas beberapa kasus yang Ibu ini perbuat pada saya. Jadi, bukan baru kali ini dia berbuat ulah," ujar Nadia, memberikan beberapa bukti kelakuan Ibu Rita terhadapnya, baik itu di restoran maupun di rumah."Heh, apa-apaan kamu?" sentak Ibu Rita tak terima."Kenapa, Bu? Anda takut, sisa hidup anda yang berangan menjadi pemilik resto, justeru akan anda habiskan di penjara? Kasian ..." ejek Nadia, enggan berbelas kasihan pada wanita tua yang seharusnya dihormati itu."Apa alasan anda berbuat seperti itu?" tanya seorang polisi pada Ibu Rita."Saya kesal, Pak! Dia ini serakah. Gak mau berbagi. Padahal, restoran suaminya ada 6 dan anak saya hanya mendapatkan 1 bagian di pusat. Wanita serakah ini, terus saja menahan hak anak saya!" jelas Ibu Rita dengan nada bergetar, bersamaan deraian air mata yang terus mengucur dari sudut matanya."Betul begitu, Ibu Nadia?" Polisi tersebut beralih pada Nadia."Saya hanya mempertahankan milik saya, Pak. Kar
Allisya Anak HebatPoV AllisyaNamaku Allisya. Pertama masuk sekolah, Mama menitipkan Al pada Pak sopir jemputan sekolah karena Mama harus mengurus restoran punya Mama.Awalnya gak ada yang nakal sama Al, semua baik-baik saja. Tapi setelah ada anak baru di kelas 3, naik bus jemputan sekolah di gang belakang komplek rumah Al, semua berubah jadi aneh.Namanya Khiara, lebih tinggi beberapa senti saja dari tubuhku. Awalnya dia sangat masam, tak suka menyapa dan selalu membuang wajah setiap kali Al bertanya. Tapi, Al selalu ingin bicara, meskipun dia tidak mau menjawab.Lama-lama, Khiara mau juga bicara sama Allisya. Meskipun terkadang, dia tidak mau mengalah pada Al yang lebih kecil darinya. Khiara memang judes, menurut Al. Tapi, Al selalu kasihan setiap Khiara bercerita tentang keluarganya."Kamu pindahan dari mana?" tanyaku pada awalnya."Bogor.""Oh. Papamu pindah kerja, atau gimana?""Aku ganti Papa.""Hah, emang bisa?""Dulu, Papa sama Mamaku selalu bertengkar. Dan sekarang, belum lam
Hari Penangkapan IrwanPoV Nadia"Ma, apa benar Mamanya Khiara sudah mengambil Papa Al?" tanya putriku, seraya membersihkan wajahnya dari sisa air mata.Aku tak menyangka jika selama ini Allisya sudah mencurgai hal ini. Gadis kecilku bahkan sudah membaca keretakan dalam rumah tangga kami. Apa yang harus kukatakan padanya. Sungguh, aku tak ingin luka dari buah pikirnya akan semakin menganga setelah mendengar penjelasanku.Tanpa terasa, bahu ini berguncang hebat bersamaan dengan derai tangis penuh kehancuran. Aku tidak takut kehilangan suami seperti Mas Irwan. Tetapi, aku takut sekali melihat duka di wajah Allisya yang selalu ceria."Kenapa Mama nangis? Mama sedih? Peluk Allisya saja, supaya Mama bisa tenang," ujar gadis kecilku dengan nada memanjakan.Allah ... haruskah aku kalah dewasa dari anak kelas 1 SD ini? Haruskah aku yang berlindung di bawah ketiaknya, dibanding menenangkan hatinya yang juga sedang gundah gulana.Allah ... sedewasa ini anakku. Tanpa ragu lagi, kudekap tubuhnya
PoV Author"Ya Allah!" Nadia segera membantu Dini untuk bangun. Lalu memanggil Mbak Nani agar segera membantunya membangunkan Dini."Mbak Nan, sini cepetan!""Ada apa, Bu?" tanya Mbak Nani yang seketika melesat menghampiri majikannya."Bantu saya, Mbak."Sementara Diniarti terus merintih kesakitanan, seraya memegangi perut bawahnya yang merasakan kontraksi."Sakit," lirih wanita hamil itu.Allisya yang tadinya sedang tidur pun sampai terjaga, sebab keributan di depan rumahnya sangat mengganggu."Ma, Bu Nani? Ada apa ini?""Ya Allah, kenapa Allisya bangun." Nadia kian khawatir. Pasalnya, bebannya akan semakin besar jika Allisya tahu soal ini."Mamanya Khiara, kenapa?" tanya Allisya lagi, melihat Mama dan pembantunya sedang membangunkan Diniarti."Iya, Sayang. Mamanya Khiara jatuh, barusan.""Ini semua gara-gara Mama kamu. Mama kamu yang sudah dorong Tante sampai jatuh, Al!" tegas Diniarti di sela rasa sakitnya."Ma?" tanya Allisya, ketika Mamanya membawa Diniarti ke dalam mobil."Engga
Pertengkaran di RestoranPoV Author"Khia, ada apa?" tanya Nadia lagi, ketika menyadari gadis kecil itu menatapnya penuh kebencian. Tangan Nadia terulur hendak mengelus rambut Khiara, namun segera ditepis oleh bocah cantik berkuliat sedikit gelap itu."Jangan sentuh! Khia benci sama Tante! Gara-gara Tante, Nenek hilang dan Papa baru Khia dipenjara. Dan sampai sekarang, Mama Khia belum pulang." Suara serak berbias pekikan itu terdengar sangat mengejutkan di telinga Nadia."Ya Allah, Nak. Siapa bilang Nenekmu hilang? Papa barumu dipenjara, karena kesalahannya sendiri. Dan Mamamu, sejak kemarin dirawat di rumah sakit." Nadia tetap mengulurkan tangan, ingin membelai penuh kasih, gadis kecil yang kesepian itu."Mama di rumah sakit? Tante apakan Mamaku?" tanyanya dengan suara memekik.Hati Nadia amat teriris, bukan karena ia sakit hati dengan teriakan anak itu. Hanya saja, luka batin anak itu yang ia bayangkan betapa menyiksanya."Mamamu baru saja melahirkan. Bayinya laki-laki, ganteng sepe
Di waktu yang bersamaan, Azka Hamam kembali ke rumah. Diam-diam masuk, lalu mengusap puncak kepala sang istri dari belakang. Pria gagah itu memberikan kejutan kecil untuk sang istri. Tadinya, ia berencana membujuk sang istri, demi kesehatan."Astaghfirullah! Mas, aku kaget," pekik Allisya yang tak menduga suami akan kembali."He he he ... maaf, maaf. Masih gak enak perutnya?" tanya Azka, duduk di lantai sementara istrinya bangun dan duduk di sofa. Tatapannya tertuju pada bagian tubuh yang tadi Allisya bicarakan. "Ini juga sakit?" tanyanya, menunjuk itu."Enggak sakit. Cuma gak nyaman aja. Terasa berat, kayak bengkak gitu, Mas. Terus, kalau kesentuh ujungnya sakit." Allisya pun tanpa malu membeberkan."Semalam juga sakit? Kenapa enggak bilang?" tanya Azka lagi, mengingat kehangatan semalam. Ia tidak habis pikir, jika sampai menyakiti istrinya."Ya ... gimana. Mas suka," kata Allisya, malu-malu."Lain kali bilang, Sayang, kalau ada yang sakit. Ya, sudah. Sekarang kita ke dokter, ya?" bu
Pagi menjelang siang, di sebuah bangunan bertingkat, kini keluarga Allisya berada. Sebuah gedung mirip dengan rumah susun elit yang ada di kota asal mereka. Dan ternyata, tempat itu adalah sebuah panti jompo.Tadi, ketika pemandu wisata menanyakan soal Afifah--teman Khiara yang tinggal di sana, mereka mendapatkan informasi bahwa Afifah sudah berangkat bekerja bersama teman barunya (kemungkinan Khiara). Sang pemilik rumah sewa itu pun memberikan alamat tempat bekerja Afifah.Dan benar saja, Khiara ada bersamanya, sama-sama mengenakan seragam suster. Usut punya usut, rupanya Afifah sudah lama bekerja sebagai pengasuh lansia di tempat itu. Kini mengajak Khiara bekerja di sana pula karena memang sedang membutuhkan tenaga kerja baru."Kenapa Mama sampai nyusulin Khia ke sini?" tanya Khiara, tak menyangka. Sebelumnya, ia memang sempat memberikan alamat rumah sewa yang temannya tinggali. Tidak pernah menduga jika mama sambungnya sampai rela menyusul."Karena mama khawatir sama kamu, Nak." Na
Keduanya kini telah sampai di depan sekolah Ziya. Menyambut kedatangan Ziya yang selalu ceria dengan semringah. Karena besok, mereka akan pergi berlibur ke Jepang.Masuk ke dalam mobil, bercerita sepanjang jalan dengan antusias. Mulai dari kegiatan di sekolah, sampai tingkah polah Ziya dan teman-temannya di sekolah. Allisya dan Azka bergantian menyahuti penuh ekspresi."Ziya juga bilang ke teman-teman, kalau Ziya mau liburan ke Jepang. Teman-teman semua iri, mau juga katanya, Ma. Apa boleh, Ziya ajak mereka kapan-kapan?" tanya Ziya antusias."Wah, kalau mengajak teman tidak bisa sembarangan, Sayang. Apalagi Jepang itu sangat jauh. Nanti orang tua mereka khawatir," jelas Allisya, juga ditambahi penjelasan ringan oleh Azka.***Pukul 3 sore, Allisya beserta rombongan keluarga sudah sampai di Kota Sapporo setelah menempuh perjalanan kurang lebih 9 jam. Kota yang terletak di Pulau Hokkaido, pulau terbesar kedua di Jepang.Mereka sengaja tidak mendatangi Ibukota Jepang, demi menghindari ke
"Saudara Dareen dinyatakan bersalah atas kasus tabrak lari yang terjadi pada tanggal 20 Februari 2021, yang mengakibatkan korban atas nama Ibu Fitrinariza Azizah meninggal dunia.""Berdasarkan laporan yang baru masuk dua minggu lalu, pelaku tidak dinyatakan sebagai DPO atas kasus ini, sehingga vonis hukuman bisa saja berkurang."Allisya menemani suaminya yang hari ini sangat tegang menghadapi sidang. Nadia dan Emir pun turut hadir, tak kalau tegang karena ternyata Dareen memang bukan DPO atas kasus ini sehingga tidak memberatkan hukumannya. Ini semua karena pihak Azka Hamam tidak melapor sejak awal."Dengan ini, pelaku dijatuhkan hukuman kurungan selama lebih kurang 6 tahun penjara, dan denda sebesar lebih kurang 12 juta rupiah."Mendengar itu, Azka seketika tertunduk lemah. Rasanya, hukuman itu tidak setimpal dengan apa yang terjadi dengan mendiang istrinya.Namun ternyata, vonis hukuman belum selesai dibacakan. Ada sederet kasus berat yang Dareen dan papanya lakukan sejak sang papa
Seperti yang telah direncanakan, Nadia dan Emir tiba di rumah Azka Hamam diantar oleh sopir yang Allisya tugaskan. Keduanya mengucap salam bersama, disambut hangat oleh anak menantu dan cucu sambung yang ceria."Masuk, Ma, Pa." Allisya menggandeng sang mama."Iya. Oh, iya. Pak Didit sudah mama suruh makan di resto utama, biar lebih dekat. Nanti dia akan jemput kalau kita sudah selesai." Nadia menjelaskan. Karena biasanya, Allisya suka mengajak serta sopirnya makan bersama. Namun malam ini, Nadia ingin berbicara penting dengan anak dan menantunya."Oh, begitu. Ya sudah, Ma. Terima kasih," ucap Allisya. Meski restoran telah sepenuhnya beralih ke tangannya, namun Allisya selalu menghargai apa pun keputusan mamanya. Termasuk seperti malam ini, mengizinkan sopirnya makan sepuasnya di sana.Semua berkumpul di ruang makan, menikmati suapan demi suapan masakan yang Allisya buat. Udang asam manis, cah kangkung, dan perkedel kentang ayam kesukaan mamanya."Alhamdulillah ... makanannya enak-enak
"Ziya tau, kalau Bunda sedang hamil saat itu?" tanya Allisya, yang hanya mendapatkan tatapan tak mengerti dari Ziya."Emm ..." Ziya menggeleng. Ia masih sangat terlalu kecil untuk memahami apa yang terjadi, sebelum bundanya meninggal karena tertabrak mobil Dareen. "Nenek suka cerita. Katanya, bunda saat itu sedang ada dedek bayinya di perut. Sebentar lagi mau lahir," jelasnya kemudian.Allisya mengangguk-angguk. Ia tidak mau memperpanjang, sebab, sejujurnya ia cemburu. "Kita masuk, ya, Sayang," ajak Allisya setelah memarkir mobilnya di garasi rumah Azka.Keduanya pun masuk bersamaan, dengan perasaan masing-masing. Di dalam, Allisya menyiapkan pakaian ganti untuk putri sambungnya, lantas menemani sang putri agar tertidur pulas.Wanita cantik itu tanpa sadar mengusap perutnya rata, berdoa agar Allah segera mengirimkan makhluk kecil di dalam sana untuk melengkapi kebahagiaan mereka. Ada sedikit kekhawatiran, takut kalau-kalau ia tidak bisa hamil seperti sang mama.'Ah, tidak, tidak! Mama
Allisya kemudian melirik seperangkat perhiasan emas yang dikenakannya. "Kamu memang pekerja keras dan pantang dibantu, Mas. Hanya kerjaan dariku yang kamu ambil, saking kamu nggak mau berleha-leha dengan fasilitas yang sudah aku punya," ucap Allisya pelan.Perempuan cantik yang telah melepas masa gadisnya itu pun bergegas masuk ke dalam, hendak bersiap-siap pergi ke restorannya karena ada rapat besar. Di restoran nanti, mereka akan bersikap seperti biasa, layaknya atasan dengan pekerja. Azka yang meminta. Azka bahkan sudah menolak sebagian saham yang diberikan oleh Allisya.***"Bagaimana, Pak, laporan keuangan resto cabang no 2?" tanya Allisya kepada salah seorang manager di restoran cabang di Bogor. Pria bertubuh sedang dengan perut sedikit maju itu mengeluarkan laporan, lalu meminta Allisya untuk mengeceknya kembali. Beberapa penjelasan juga sudah dia sampaikan.Allisya memeriksanya, lalu segera beralih pada manager cabang-cabang lain. Setelah semua ia cek, barulah ia mengecek res
Seluruh keluarga berkumpul di tanah pemakaman, menyaksikan sekaligus mendoakan kepergian Bu Aniyah yang terbilang mendadak. Hanya dirawat beberapa hari di rumah sakit, lalu meninggal ketika kondisinya mulai membaik.Azka dan Allisya sudah berusaha semaksimal mungkin, tentunya. Namun ternyata, inilah suratan yang harus mereka jalani. Keinginan Bu Aniyah untuk menjadikan Allisya sebagai menantu, sekaligus ibu bagi cucu satu-satunya telah terpenuhi. Beliau pergi dengan tenang, seolah bebannya telah terlepas.Perempuan berkerudung putih senada dengan gamis yang dikenakannya, terus saja berdiri menggamit tangan suaminya, juga memegangi tangan gadis kecil di sisi lainnya. Perempuan itu sesekali melepaskan tangan untuk mengusap air mata. Ia mendongak, menatap wajah sang suami yang terlihat begitu tenang seolah-olah tidak ada hal buruk yang menimpa."Mas ... kamu hebat. Kamu kuat," kata sang wanita, memandangi penuh kagum suami yang dicintainya. Dialah Allisya, sang ibu sambung bagi Ziya."Be
Ketika suaminya terpukul setelah kehilangan ibunya, Allisya duduk di sebelahnya. Dengan lembut memandangnya, dengan hati penuh kasih. Dia bisa merasakan betapa sedihnya yang dirasakan suaminya. Meski tidak ada kata-kata yang bisa menghapus rasa sakit itu, dia tahu dia harus ada di samping suaminya, memberikan kekuatan lewat keberadaannya.Dia menggenggam tangan suaminya dengan erat, memberikan ketenangan dalam diam. Wajah suami yang biasanya tegar kini dipenuhi kepedihan, dan dia merasa cemas melihat keprihatinan di depan matanya.Sambil memeluk, tangannya terus mengusap punggung sang suami. Membiarkan suaminya menangis, mengeluarkan nestapa yang membelenggu jiwanya."Nenek! Ziya mau ke nenek! Ziya mau lihat nenek, Tante ... tolong Ziya ...!" Jeritan Ziya di luar sana, terdengar begitu menyayat hati. Gadis kecil itu sangat dekat dengan neneknya, sejak ia bayi. Terutama setelah bundanya pergi untuk selama-lamanya.Mendengar itu, Azka dan Allisya menjadi gusar. Saling menatap, merasakan