"Sofia ..., Aku mencintaimu." Reyfaldi menyatukan bibirnya dan bibir Sofia dengan lembut. Memainkan indra pengecapnya dengan lincah. Satu tangan menjalar pelan di area punggung, mengusapnya dengan lembut. Sofia membiarkan dirinya terhanyut. Kedua lengan ia kalungkan di belakang leher kekar milik Reyfaldi. "Ash, sayang ...," bisik pria yang baru pertama kali melakukan french kiss itu."Sudah Rey ..., lepas!" Sofia mencoba memberi jarak diantara keduanya. Namun, lengan kekar Reyfaldi melingkar dengan erat di pinggang. Mendekap, menahan Sofia agar tak berjarak. "Apa kamu menyukainya?" bisik Reyfaldi dengan halus."Lepas Rey ...!" ronta Sofia pelan."Jawab, Sayang?!" ucapnya seraya mengecup leher jenjang milik Sofia. "Hentikan!" rontanya lagi. Sofia terus meronta, mencoba melepaskan dekapan erat Reyfaldi, hingga akhirnya tubuh ramping itu terlepas dan berjarak. Reyfaldi mentap nanar. Ia berusaha kembali mendekat. Namun, Sofia melangkah mundur hingga tubuhnya tersandar di tembok dap
"Tampan sekali." Sofia memandang pria yang berdiri di hadapan seluruh staf dengan intens. Ini adalah kali pertama dirinya melihat Reyfaldi berbicara di hadapan banyak orang. Selain gagah dan tanpan, ia juga terlihat sangat berwibawa. Sungguh jauh berbeda dengan Reyfaldi yang ia lihat setiap hari di rumahnya. Rapat yang di hadiri oleh Direksi, Audit intrernal, Sekretaris perusahaan, Manajemen, Investor Relations, dan beberapa kepala bagian termasuk Alvian turut menghadiri rapat yang membahas tentang kendala dan kemajuan perusahaan. Sofia tak hentinya memandang sosok pria tampan yang duduk di kursi paling depan. Ia benar-benar kagum saat Reyfaldi memberikan putusan penting demi keberhasilan dan kemajuan perusahaan yang kini sudah menjadi miliknya. "Sekian. Rapat saya tutup!" Reyfaldi mengakhiri ucapannya. Kemudian beranjak dari duduknya. Semua ikut beranjak dan membungkukkan setengah badannya, memberi penghormatan pada sang CEO. Setelahnya, Reyfaldi berjalan meninggalkan ruang rapa
Sofia duduk dibalik kemudi. Kali ini, mereka pergi menggunakan mobil pemberian Reyfaldi. Membelah kemacetan kota Jakarta. Baterai ponsel Sofia melemah. Karena, sedari malam ia lupa mengisi daya. Tanpa memberitahukan kepergiannya bersama Alvian, ditambah rasa kesal yang ia rasakan pada Reyfaldi membuatnya tidak ingin berkomunikasi dengan Suami sandiwaranya itu. "Sofia ..., apakah saat ini sudah ada pria yang tengah dekat denganmu?""Mengapa tiba-tiba bertanya seperti itu?" tanya Sofia seraya memutar stir mobil. "Eum ..., maafkan aku Sofia. Aku benar-benar khilaf! Sebenarnya ....," Ucapan lelaki itu terhenti ketika dering ponsel di dalam saku celananya berbunyi nyaring. Ia merogoh saku celana, melihat layar benda pipih dalam genggaman tangannya. Alvian hanya memandangi benda tersebut hingga deringnya terhenti. "Siapa, Mas? Mengapa tidak menjawab panggilannya?" "Hanya panggilan tidak penting!" Tak ingin terganggu, Alvian menonaktifkan ponselnya. Sore itu, Alvian hanya ingin mengha
Wanita yang sebelumnya bersikap tak peduli itu, berlari menuju kamar Reyfaldi setelah mengetahui pria itu sakit. "Rey ...!" Sofia membuka pintu kamar, menerobos masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Terlihat, pria yang mengenakan piyama hitam tidur meringkuk ditepian ranjang. Wanita yang baru tiba dirumah, duduk bersimpuh di atas lantai menghadap Reyfaldi. Memandangi wajah tampannya. Permukaan kulit yang tampak halus bagai kulit bayi. Sofia memegang kening menggunakan telapak tangan untuk memeriksa apakah demamnya sudah turun. "Agak demam!" gumamnya. Sentuhan lembut Sofia membuat Reyfaldi terjaga, membuka matanya setengah. "Sofia ..., kamu baru pulang?" "Ma-maaf, Rey. A-aku ...," ucapnya terbata-bata."Aku menghubungimu berkali-kali. Namun, sepertinya ponselmu mati," terangnya dengan suara parau. "Aku minta maaf. Aku lupa mengisi daya!" tutur wanita yang merasa sangat bersalah itu. "Ayo, Rey ..., aku antar ke dokter!" Pria yang terbaring diatas ranjang menggelengkan kep
"Wangi parfum wanita? Tapi, Parfum siapa?" Clara membawa baju kerja Alvian ke dalam kamar. Kemudian, melemparnya ke badan lelaki yang tengah tidur terlentang. Clara benar-benar sudah tidak bisa meredam emosinya."Apa-apaan kamu, hah?" Alvian terperanjat saat baju yang dilempar Clara mendarat di dadanya."Parfum siapa itu, Mas? Jawab!" sentak Clara. "Apa maksudmu?" "Kamu membohongiku! Baju itu, bau parfum wanita! Siapa dia, Mas?!" Clara mulai histeris. Ia benar-benar tak menyangka Alvian akan tega membohonginya. "Jangan mencari ribut! Aku lelah!" "Lelah kamu bilang? Aku lebih lelah!" "Sudahlah Clara!" Alvian mencoba menenangkan wanita yang tengah hamil besar itu. Kedua tangan mendarat di bahu Clara. "Dengar! Aku tidak melakukan hal yang diluar batas! Sudahlah! Percaya padaku!" Clara menghempaskan kedua tangan Alvian. "Tidak! Dulu, kamu membohongi Sofia saat berselingkuh denganku. Sekarang, bisa saja kamu membohongiku dan berselingkuh dengan wanita lain! Jawab, Mas! Kamu berseli
Ambar memicingkan mata menatap wanita yang masuk paling akhir. Clara terus memandang dengan tatapan menyelidik. "Sofia ...?" Wanita bertubuh gemuk itu, kini terlihat sangat jauh berbeda. Ambar memindai mantan menantunya dari bawah hingga atas. Menatap tak percaya. Mengapa Sofia bisa berubah bentuk menjadi ramping bak boneka barbie?Clara menoleh pada Alvian. Lelaki itu menundukkan kepalanya. Tak berani menatap sang istri. "Heh, mau apa kamu kesini?!" bisik Ambar pada Sofia, menatap sinis. "Aku hanya menjenguk istri rekan kerjaku yang telah melahirkan," Sofia tersenyum miring seraya mendelikan mata. "Apa? kalian bekerja di satu perusahaan yang sama?" tanya Ambar tak percaya. "Betul, Bu. Kami bekerja di PT Indo Jaya Tbk!" terang Ibu Personalia yang berdiri di samping Sofia. Suasana tiba-tiba saja menjadi kaku. Sofia melangkah maju mendekati Clara."Selamat atas kelahiran putrinya ya, Bu Clara dan Pak Alvian. Semoga menjadi anak yang soleha," ucap Sofia. Senyum yang tersungging d
Matahari pagi mengintip di celah dinding transparan. Sofia menggeliat di balik selimut. Hari ini adalah hari sabtu. Saatnya ia menikmati hari santainya di rumah. "Pagi, Sayang!" sapa pria tampan yang tengah duduk di ruang televisi. "Jangan panggil aku dengan sebutan itu!" jawabnya dengan wajah masam. Wanita yang masih mengenakan piyama itu menjatuhkan bokongnya di atas sofa di sebelah Reyfaldi. Manik kecoklatan menatap layar televisi yang meliput tentang hobi tanaman hias. Sejak kecil, Sofia gemar menanam tanaman bersama Almarhumah Ibunya. Tanaman kesukaan sang ibu adalah anggrek. "Waaah ..., cantik-cantik ya bunganya! Dulu Almarhum ibuku punya banyak sekali tanaman anggrek." "Kamu suka, Sayang?" Sofia mengangguk cepat seraya tersenyum. "Apakah kamu ingin mencoba merawatnya?""Memangnya boleh?" "Tentu saja, Sayang. Masih banyak space di halaman depan dan belakang. Kamu bisa menanamnya di sana!" "Benarkah?" Reyfaldi mengangguk pelan. "Dimana kita bisa membeli tanamannya?" "Di
Ditengah kemacetan kota jakarta. Sofia menoleh memandang dengan intens pria yang duduk di sebelahnya. Wajah tampan, hidung mancung, berkacamata hitam branded. Menatap lurus ke depan. Satu tangan memegang kemudi, sememtara tangan lainya menggenggam tangan Sofia. Wanita yang hatinya mulai goyah itu, membiarkan Reyfaldi menangkup tangannya. Sesekali tangan itu berpindah pada tuas transmisi mobil. "Sudah sejauh mana pembalasanmu pada lelaki itu?" Reyfaldi tiba-tiba bertanya hal yang tak terduga. Sofia mengerjap mengalihkan pandangannya ke depan. "Terakhir, dia membelikanku beberapa pakaian. Rencananya, akan ku buat uangnya habis. Supaya, dia ribut dengan si jalang itu!" terang Sofia tersenyum miring."Setelah itu, apa yang akan kamu lakukan?" "Membuatnya bertekuk lutut memohon kembali padaku!" "Lantas, apakah kamu akan menerimanya kembali?" "Tentu saja tidak! Aku akan menolaknya! Aku bukanlah wanita yang dapat dimiliki dua kali, kecuali untuk balas dendam!" cetus Sofia.Mobil yang
"Mbooook ...!" Teriak Ella memecah keheningan. Mbok Nah segera berlari menghampiri Ella. Ia kaget melihat cairan yang sudah tergenang di kaki Sofia. "Nona ... Anda akan melahirkan?!" "Segera hubungi Reyfaldi! Aku akan membawa Sofia kerumah sakit bersalin!" titah Ella panik. Dengan panik. Wanita itu segera memboyong Sofia masuk ke dalam mobil peninggalan orang tua Sofia yang terparkir di halaman rumah Reyfaldi. Kemudian, Ella menyalakan mesin mobil dan melajukan mobilnya menuju rumah sakit bersalin tempat Sofia memeriksakan kehamilannya. Untungnya, wanita yang sempat menjadi pengemis itu sudah ahli dalam mengemudikan mobil. Sehingga, tak membutuhkan waktu yang lama untuk Sofia bisa tiba di Rumah sakit. Ella berlari ke bagian administrasi. Untung saja saldo di rekeningnya terisi uang hasil penjualan beberapa hari kebelakang. Sekitar 10 juta Ella melakukan deposit di rumah sakit tersebut. Tim medis segera bertindak dengan cepat. Sofia ditangani dengan sangat baik di rumah sakit
Sofia keluar dari ruangan tak layak huni tersebut. Ia menyeka air mata di pipi kemudian berbicara dengan Reyfaldi sambil berbisik."Sayang ..., bisa tolong Paman Danu? Aku sangat tidak tega melihatnya," ucap Sofia seraya menitikan air mata. Reyfaldi kemudian menyeka air di pipi Sofia dengan lembut. "Tentu, Sayang. Saya akan segera memanggil ambulace." Sofia mengangguk dan tersenyum haru. "Terima kasih, Sayang." Tak lama berselang, sebuah mobil ambulance tiba di depan jalan. Tim medis segera membawa Danu ke rumah sakit untuk diperiksa. Ella masuk dan duduk di dalam ambulance. Sedangkan Sofia bersama Reyfaldi mengikuti dari belakang. Setibanya di rumah sakit, Reyfaldi segera memesan kamar kelas VVIP, yaitu kamar termahal yang tersedia di rumah sakit tersebut. Danu segera ditangani oleh tim medis. Beberapa pengecekan dilakukan oleh dokter. Beruntung, bukan penyakit berbahaya yang diderita oleh Danu. Melainkan hanya asam urat namun cukup akut. "Sofia ... ruangan ini pasti sangat mah
"Bibi Ella?" Wanita yang tengah hamil besar itu beringsut mundur kemudian berbalik badan dan pergi meninggalkan Ella di ruang tamu. Ia merasa sangat benci pada Bibinya itu. Namun, Reyfaldi langsung mencekalnya. "Ayolah, Sayang ... bukankah tadi kamu berniat akan memaafkannya," bujuk Reyfaldi. "Tuhan saja pemaaf, apagi kita yang hanya sebagai hamba," tambahnya lagi. Sofia termenung beberapa saat. "Baiklah ..., aku akan menemuinya!" Wanita bertubuh besar itu kemudian berbalik badan dan melangkah kembali ke ruang tamu. Ia menjatuhkan bokongnya dengan pelan di atas sofa. Sedangkan Reyfaldi memilih untuk menunggu di dalam kamar, tak ingin mencampuri urusan bibi dan keponakan itu. "Sofia ... akhirnya kamu mau menemuiku." Mata wanita itu berkaca-kaca. "Aku benar-benar minta maaf atas perbuatanku dan Paman Danu. Kami melakukannya karena sangat terdesak. Pada saat itu, kami selalu diancam oleh debt collector. Sehingga kami merasa stress dan gelap mata. Tidak ada cara lain bagi kami selai
Pria yang menjabat sebagai CEO itu membungkuk lalu mendaratkan kedua tangannya di lengan bagian atas Alvian. Kemudian, mengangkat tubuh itu ke atas. "Jangan lakukan itu. Kamu tidak perlu bersimpuh di hadapanku!" Lagi-lagi, Alvian berucap terima kasih pada Reyfaldi. Pun juga dengan wanita tua yang sedari tadi berdiri di sana. Ia meminta maaf dan mengucapkan banyak terima kasih pada Reyfaldi. "Mulai minggu depan. Kembalilah ke perusahaan. Jadilah kepala produksi yang tidak akan mengecewakan saya lagi!" tutur pria tampan itu. Kepala yang semula menunduk, langsung terangkat wajahnya. "Apa?! Apa aku tidak salah dengar, Rey?" Reyfaldi tersenyum sekilas. "Bekerjalah lebih giat, agar kehidupan anakmu terjamin!" Alvian menyatukan kedua telapak tangannya seolah berterima kasih pada Reyfaldi. "Aku akan berusaha jadi karyawan terbaik. Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang kamu berikan, Rey!" Pria yang mengenakan kemeja hitam itu berpamitan. Ia berniat segera pulang karena mengingat
Alvian bergegas naik ke dalam mobil milik tetangganya yang menawarkan bantuan padanya. "Maaf, pak. Saya menjadi merepotkan," ucapnya pada Bapak pemilik mobil. "Tidak sama sekali, Pak." Ambar tidak mengetahui kejadian yang terjadi semalam pada anaknya itu. Ia mengira, selama Clara bekerja menjadi LC karaoke, rumah tangga Alvian baik-baik saja. Bagai tersambar petir, tiba-tiba saja wanita tua itu mendengar kabar jika menantu kesayangannya itu kecelakaan bersama pria lain secara mengenaskan. Dan yang paling membuatnya merasa tercengang adalah berita tentang perselingkuhannya bersama pria beristri. Tak banyak berkata. Di dalam perjalanan, mereka hanya terdiam. Ambar dan Alvian masih merasa sulit untuk memahami apa yang tengah terjadi. "Kamu harus menjelaskan banyak hal pada ibu, setelah ini!" cetus ambar. Setelah menempuh perjalanan selama dua jam. Akhirnya mereka sampai di rumah sakit yang dituju. Alvian dan Ambar melangkah dengan sedikit keraguan dan ketakutan. Mereka merasa tida
Keributan yang terjadi di kediaman Alvian membuat para tetangga penasaran. Beberapa warga mengintip dari balik jendela menyaksikan pertengkaran yang terjadi. Ketua RT dan beberapa warga di pemukiman itu langsung menghampiri rumah Alvian untuk mencari tau dan melihat keadaan Alvian. Namun, mereka dikagetkan oleh suara teriakan Alvian yang menyatakan bahwa dirinya ingin mati. Segera, mereka menerobos masuk ke dalam rumah Alvian tanpa permisi. Melihat Alvian yang telah siap menghujamkan pisau ke dadanya. Sontak, salah satu warga berteriak. "Hentikan!! Kamu tidak boleh melakukannya!" Alvian otomatis membuka matanya. Salah satu warga yang datang langsung menyambar pisau yang berada di dalam genggaman tangan Alvian. Kemudian, meyadarkan lelaki itu dari tindakan bodohnya. Alvian menangis tak terkendali. "Tenang ... tenangkan diri anda, Pak Alvian. Beberapa orang warga mengelus pelan punggung Alvian. Sementara, satu orang lainnya mengambil segelas air minum lalu meminumkannya pada Alvian
"Sofia?!" Ella menatap lekat Sofia. Penyesalan langsung menyeruak di hatinya. "Maafkan Bibi, Sofia ...."Tatapannya berpindah pada bagian perut Sofia yang sudah dalam keadaan hamil besar. "Kamu sudah hamil?! Akhirnya kamu hamil juga, Sofia!" tatapnya sayu. "Dimana Alvian?" Wanita berusia 47 tahun itu mengedarkan pandang. Ia melihat sosok pria tampan berperawakan atletis dan terlihat kaya berdiri di dekat Sofia. "Mengapa kamu tidak bersama Alvian?" tanya Ella. Sedari tadi Sofia tak mengeluarkan sepatah kata pun. Jantungnya berdegup kian kencang karena menahan emosi.Ella memegang tangan Sofia. Namun, Sofia menghempaskannya dengan kasar. "Jangan sentuh aku!" bentaknya. Reyfaldi mendekat. "Maaf, Anda siapa?" tanyanya pada Ella. "Saya Ella, Bibinya Sofia!" jawabnya dengan nada bergetar. "Kamu, siapa?" tanya Ella balik. "Sudah! Tidak usah pedulikan dia. Dia bukan Bibiku. Aku sama sekali tidak mengenalnya!" sergah Sofia seraya mendelik.Sofia kemudian menarik lengan Reyfaldi untuk ma
"Pagi, sayang ... hari ini jadi, kan?" tanya Sofia pada lelaki yang baru saja membuka matanya. "Iya, Sayang!" jawab Reyfaldi dengan suara khas bangun tidur. Hari ini, Sofia berniat berbelanja kebutuhan persiapan untuk kelahiran bayinya. Sebuah kamar khusus untuk bayi akan ia persiapkan. Yaitu, kamar bekas Sofia sewaktu pertama datang ke rumah tersebut. "Lihat, Sayang ... aku ingin seperti ini interiornya." Tunjuk Sofia pada layar ponselnya memperlihatkan gambar ruangan bayi yang bernuansa white soft blue.Perkiraan Dokter, bayi yang tengah di kandung oleh Sofia adalah berjenis kelamin laki-laki. Sesuai dengan harapan Reyfaldi yang sangat menginginkan anak laki-laki agar dapat melanjutkan perusahaannya. "Baiklah, Sayang. Saya akan segera menghubungi jasa interior agar bisa secepatnya selesai."Reyfaldi langsung meraih ponselnya dan menghubungi jasa interior. Ia meminta agar secepatnya dilakukan renovasi sesuai dengan permintaan Sofia. Mengingat waktunya sudah tidak banyak lagi. Se
Wanita pelakor itu terbelalak. Ia langsung berjalan mendekati Sofia. Namun, wanita yang tengah hamil besar itu langsung berbalik badan mencoba menghindar dari Clara. Tapi, wanita jalang itu malah mengejar Sofia. "Sofia ... aku mohon jangan katakan ini pada Alvian!" Jalang itu terus memohon dengan wajah memelas. "Tenang saja! Lagi pula, itu bukan urusanku!" ucap Sofia dengan raut dingin tak peduli. Clara menoleh pada Reyfaldi. Pria yang menundukan wajahnya itu hanya diam mematung. "Pak, Reyfaldi ... tolong jangan-," "Siapa ini?" pangkas pria yang bersama Clara. Mendengar suara bariton dari balik badannya, mata wanita perusak rumah tangga orang itu langsung membola dengan sempurna. Cepat, ia berbalik badan dan mengubah mimik wajahnya menjadi tersenyum manis. "O-ya, ini kenalkan temanku, namanya Sofia dan ini suaminya!" ujar wanita itu seraya mengarahkan tangannya pada Sofia dan Reyfaldi. Dengan senyum masam, keduanya mengulurkan tangan menyambut ajakan bersalaman pria tua yang be