"Tidak! Aku tidak boleh melakukanya!" batin pria tampan itu. Refaldi menjauhkan wajahnya dan melepaskan tangkupan tanganya yang menempel di pipi wanita gendut itu. "Sebaiknya kita pulang!" ajak pria tampan itu sembari menyalakan mesin mobilnya.Wanita itu tak menjawabnya, ia hanya bersandar pada sandaran kursi mobil sembari menatap kaca di sebelahnya. "Aku ingin segera langsing dan menikah denganmu! Aku sudah tidak sabar ingin membalaskan dendamku pada mereka!" ucap wanita gendut itu. Mendengar itu, Reyfaldi hanya diam membatu. Ia melajukan mobilnya membelah kemacetan kota Jakarta. "Sekarang kita mau kemana? Makan? Belanja? Atau membeli ponsel baru?" hibur Reyfaldi. "Aku ingin pulang!" ucapnya dengan wajah lesu. Pria itu menoleh sekilas ke arah wanita itu, "Baiklah!" Malam itu, tak banyak kata yang terlontar dari bibir wanita itu. Ia hanya diam membisu menikmati kegalauanya. Bukan karena ketidakikhlasan yang ia rasakan. Namun, ia menyesali kebodohanya selama ini. Ia bersedih ka
"Mobil aku?" "Betul, Nona. Mulai hari ini, saya akan menjadi supir Anda." terang pria itu. Sofia melirik jam tanganya, "Ayo, Pak! Kita bisa terlambat!" Wanita gendut itu masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi belakang. Layaknya orang kaya, ia tidak perlu cape-cape mengendarai mobilnya. Namun, wanita mandiri yang sudah terbiasa mengendarai mobil sendiri itu sebenarnya merasa risih jika harus ditemani oleh supir. Tapi, mau bagaimana lagi, ia tidak ingin membantah keinginan Reyfaldi.Hari itu, ia menjalani aktivitasnya seperti biasa. Kedatanganya di kantor sudah disambut oleh tumpukan dokumen yang tersusun rapi di atas meja kerjanya. "Hallo Sofia." sapa Renata. "Oia .... hari ini akan ada karyawan baru untuk menggantikanmu. Tolong nanti dibantu ya!" ucapnya lagi. Mendengar itu, Sofia merasa lega. Akhirnya, ia bisa lebih fokus untuk menjalankan rencananya bersama Reyfaldi. "Baik, Bu!" jawab Sofia. Tak lama kemudian, datang sesosok wanita muda berpakaian hitam putih menyapanya. Dik
Mobil hitam itu, kini terparkir dia area parkir halaman rumah Reyfaldi. Sofia, turun dan berjalan menuju ruang televisi diikuti langkah kaki pria tampan itu. Wanita itu duduk di Sofa empuk sembari membuka jinjingan paper bag nya. Melihat Sofia duduk disana, pria yang masih memakai setelan jas itu ikut duduk di sebelahnya. "Apakah kamu menyukainya?" tanya pria itu. "Seharusnya, kamu tidak perlu repot-repot membelikan aku ponsel canggih seri terbaru seperti ini. Bagiku, sudah bisa menerima pesan dan melakukan panggilan juga sudah cukup." "Oia, mobil yang tadi pagi dikendarai oleh pak Eko, itu mobil siapa ya?" tanya wanita itu. "Mobilmu!" Netra wanita itu membulat dengan sempurna. "Hah? Apa aku tidak salah dengar?" "Semoga kamu menyukainya!" tutur pria tampan itu. "Padahal, kamu tidak perlu memberikan semua ini untukku, aku bukanlah calon istrimu yang sesungguhnya. Kita melakukanya atas dasar perjanjian semata!" Pria itu tersenyum tipis, "Semua yang saya berikan untukmu, tidak pe
Pria tampan itu memberanikan dirinya mengecup bibir Sofia yang mungil namun sedikit berisi. Wanita itu membalikan tubuhnya, menaiki anak tangga yang ada di dasar kolam setelah Reyfaldi melepaskan lingkaran tangan di pinggangnya. "Sofia ...!" panggil pria itu. Ia, samasekali tak mengindahkan panggilan pria itu. Ia terus berjalan masuk ke dalam rumah, tanpa mau menoleh sedikitpun pada pria yang sedaritadi berdiri di dalam kolam menatap ke arahnya. Pria itu terdiam, duduk dan menunduk di pinggiran kolam, seraya berpikir tentang apa yang baru saja dilakukannya. "Apa yang sudah ia lakukan? Berani-beraninya ia menciumku!" umpat Sofia.Sofia mengisi bathubnya menggunakan air hangat dan meneteskan beberapa essential oil pada air buthubnya. Ia melepaskan seluruh pakaiannya yang sudah basah. Kemudian, merendam tubuhnya di dalam bathub itu. "Ah, nikmat sekali harumnya!" gumamnya ketika menghirup wangi aromaterapi yang ia tetesakan pada air itu. Wanita itu memejamkan matanya. Namun, kejadia
"Ya, Tuhan ...! Dia tampan sekali" batin Sofia. Tak hentinya ia menatap wajah tampan yang tertidur pulas di atas pangkuanya itu. Hingga, ia melupakan film yang sedang diputar di layar televisinya. Setelah sekitar satu jam, pria itu tertidur di pangkuan Sofia. Ia terbangun. Kemudian, membalikan badanya ke sisi berlawanan, menghadap perut wanita itu sembari tangan satunya melingkar ke belakang pinggangnya. Perasaan wanita itu menjadi tak menentu, ia benar-benar tak bisa menghindar atau berontak. Ia pun sebenarnya sangat menikmati momen itu. Namun, terkadang logika dan hatinya tidak sejalan. "Aku-- ingin ke toilet!" ucap wanita itu. Pria itu malah mempererat lingkaran tanganya di pinggang wanita itu. Sofia, yang sudah tidak bisa menahan panggilan alam itu, memindahkan kepala pria itu bersama bantalnya ke atas sofa secara perlahan. "Sofia ...! Mau kemana? Suara berat namun lembut itu memanggilnya. "Aku mau ke toilet!" ucap wanita itu seraya berlari masuk ke dalam kamarnya. Setelah
"Kakek?"Kakek tua yang duduk di kursi roda itu menatap Sofia dengan tatapan datar, tidak ada gurat senyum sedikitpun di wajahnya. "Ayo, kita dekati kakek! Penglihatanya kurang begitu jelas jika jaraknya jauh seperti ini." Reyfaldi merangkul Sofia dengan mesra, berjalan menghampiri kakek Edward. "Oh, Reyfaldi?!" sahut kakek. "Kek--, kenalkan, ini calon istri Rey." ucap pria tampan itu. Edward menatap Sofia lalu tersenyum, "Sofia...? akhirnya, Rey menemukanmu!" ucapnya dengan nada berat dan sedikit bergetar.Sofia membalas senyum Edward. Kemudian, bersalaman menempelkan punggung tangan Edward ke keningnya. Namun, wanita itu merasa ada sesuatu yang janggal dengan ucapan Edward."Mengapa ia berkata akhirnya menemukanku?" tanya wanita itu dalam hati. "Ayo kita menuju ruang makan!" ajak kakek Edward.Reyfaldi langsung menggantikan suster menggenggam gagang kursi roda, mendorongnya hingga ke ruang makan. Di ruangan itu sudah tersaji menu makan yang cukup lengkap dan mewah di atas meja.
Tarik menarik bantal Sofa itu pun dimenangkan oleh Sofia. Lalu, ia memukulkanya dengan pelan ke punggung Reyfaldi. Suasana di ruang keluarga itu pun terasa mencair seketika. Kakek tua itu terus saja tertawa melihat tingkah cucunya itu. Sedangkan Reyfaldi, wajahnya kian memerah menahan malu. "Jika Rey tau kakek akan membocorkan rahasia ini pada Sofia, mungkin Rey tidak akan membawa Sofia kemari." keluh pria berwajah tampan itu. "Lagi pula, mengapa masih harus dirahasiakan? Toh kalian juga akan menikah. Sebaiknya, antara suami istri itu tidak ada yang perlu ditutup-tutupi lagi. Bukankah begitu?" bantah kakek tua itu. Reyfaldi memang mempunyai kedekatan yang cukup erat dengan sang kakek. Ia menjadikan kakeknya layaknya sahabatnya sendiri. Tempat berbagi kisah suka dan duka. Ia juga bercerita banyak hal pada sang kakek. Bahkan ia bisa sukses seperti sekarang ini berkat bimbingan dan nasihat dari sang kakek. Malam itu, mereka menghabiskan waktu dengan berbincang dan bercanda. Hingga, t
Pria tampan itu menatap Sofia dan mencoba menggenggam tangannya. Namun, wanita itu menghempaskan genggamannya. "Sudah aku katakan, jangan membuat aku salah paham!" protes wanita itu. Sofia merasa pria itu telah mempermainkan perasaanya. Padahal, hampir saja ia mempercayai dan menaruh hati padanya. Namun, sekarang ia sangat meyakini bahwa tidak mungkin ada pria yang dapat mencintainya dengan tulus. Apalagi dengan bentuk tubuh yang ia miliki saat ini. Jangankan pria tampan dan kaya raya seperti Reyfaldi, pria yang hidupnya bertumpu pada Sofia pun bisa dengan tega menyakiti dan mencampakannya begitu saja. Yang terpenting saat ini adalah, ia berhasil mejalankan misinya tanpa harus terjebak perasaan dengan pria tampan itu. "Maaf, aku tidak bermaksud--." "Sudahlah tidak perlu dibahas, lebih baik saat ini kita fokus pada misi kita. kamu berhasil mendapatkan perusahaan Kakek, dan aku bisa balas dendam pada Alvian. Setelah misi kita berhasil, kita bisa segera mengakhiri hubungan ini secepa
"Mbooook ...!" Teriak Ella memecah keheningan. Mbok Nah segera berlari menghampiri Ella. Ia kaget melihat cairan yang sudah tergenang di kaki Sofia. "Nona ... Anda akan melahirkan?!" "Segera hubungi Reyfaldi! Aku akan membawa Sofia kerumah sakit bersalin!" titah Ella panik. Dengan panik. Wanita itu segera memboyong Sofia masuk ke dalam mobil peninggalan orang tua Sofia yang terparkir di halaman rumah Reyfaldi. Kemudian, Ella menyalakan mesin mobil dan melajukan mobilnya menuju rumah sakit bersalin tempat Sofia memeriksakan kehamilannya. Untungnya, wanita yang sempat menjadi pengemis itu sudah ahli dalam mengemudikan mobil. Sehingga, tak membutuhkan waktu yang lama untuk Sofia bisa tiba di Rumah sakit. Ella berlari ke bagian administrasi. Untung saja saldo di rekeningnya terisi uang hasil penjualan beberapa hari kebelakang. Sekitar 10 juta Ella melakukan deposit di rumah sakit tersebut. Tim medis segera bertindak dengan cepat. Sofia ditangani dengan sangat baik di rumah sakit
Sofia keluar dari ruangan tak layak huni tersebut. Ia menyeka air mata di pipi kemudian berbicara dengan Reyfaldi sambil berbisik."Sayang ..., bisa tolong Paman Danu? Aku sangat tidak tega melihatnya," ucap Sofia seraya menitikan air mata. Reyfaldi kemudian menyeka air di pipi Sofia dengan lembut. "Tentu, Sayang. Saya akan segera memanggil ambulace." Sofia mengangguk dan tersenyum haru. "Terima kasih, Sayang." Tak lama berselang, sebuah mobil ambulance tiba di depan jalan. Tim medis segera membawa Danu ke rumah sakit untuk diperiksa. Ella masuk dan duduk di dalam ambulance. Sedangkan Sofia bersama Reyfaldi mengikuti dari belakang. Setibanya di rumah sakit, Reyfaldi segera memesan kamar kelas VVIP, yaitu kamar termahal yang tersedia di rumah sakit tersebut. Danu segera ditangani oleh tim medis. Beberapa pengecekan dilakukan oleh dokter. Beruntung, bukan penyakit berbahaya yang diderita oleh Danu. Melainkan hanya asam urat namun cukup akut. "Sofia ... ruangan ini pasti sangat mah
"Bibi Ella?" Wanita yang tengah hamil besar itu beringsut mundur kemudian berbalik badan dan pergi meninggalkan Ella di ruang tamu. Ia merasa sangat benci pada Bibinya itu. Namun, Reyfaldi langsung mencekalnya. "Ayolah, Sayang ... bukankah tadi kamu berniat akan memaafkannya," bujuk Reyfaldi. "Tuhan saja pemaaf, apagi kita yang hanya sebagai hamba," tambahnya lagi. Sofia termenung beberapa saat. "Baiklah ..., aku akan menemuinya!" Wanita bertubuh besar itu kemudian berbalik badan dan melangkah kembali ke ruang tamu. Ia menjatuhkan bokongnya dengan pelan di atas sofa. Sedangkan Reyfaldi memilih untuk menunggu di dalam kamar, tak ingin mencampuri urusan bibi dan keponakan itu. "Sofia ... akhirnya kamu mau menemuiku." Mata wanita itu berkaca-kaca. "Aku benar-benar minta maaf atas perbuatanku dan Paman Danu. Kami melakukannya karena sangat terdesak. Pada saat itu, kami selalu diancam oleh debt collector. Sehingga kami merasa stress dan gelap mata. Tidak ada cara lain bagi kami selai
Pria yang menjabat sebagai CEO itu membungkuk lalu mendaratkan kedua tangannya di lengan bagian atas Alvian. Kemudian, mengangkat tubuh itu ke atas. "Jangan lakukan itu. Kamu tidak perlu bersimpuh di hadapanku!" Lagi-lagi, Alvian berucap terima kasih pada Reyfaldi. Pun juga dengan wanita tua yang sedari tadi berdiri di sana. Ia meminta maaf dan mengucapkan banyak terima kasih pada Reyfaldi. "Mulai minggu depan. Kembalilah ke perusahaan. Jadilah kepala produksi yang tidak akan mengecewakan saya lagi!" tutur pria tampan itu. Kepala yang semula menunduk, langsung terangkat wajahnya. "Apa?! Apa aku tidak salah dengar, Rey?" Reyfaldi tersenyum sekilas. "Bekerjalah lebih giat, agar kehidupan anakmu terjamin!" Alvian menyatukan kedua telapak tangannya seolah berterima kasih pada Reyfaldi. "Aku akan berusaha jadi karyawan terbaik. Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang kamu berikan, Rey!" Pria yang mengenakan kemeja hitam itu berpamitan. Ia berniat segera pulang karena mengingat
Alvian bergegas naik ke dalam mobil milik tetangganya yang menawarkan bantuan padanya. "Maaf, pak. Saya menjadi merepotkan," ucapnya pada Bapak pemilik mobil. "Tidak sama sekali, Pak." Ambar tidak mengetahui kejadian yang terjadi semalam pada anaknya itu. Ia mengira, selama Clara bekerja menjadi LC karaoke, rumah tangga Alvian baik-baik saja. Bagai tersambar petir, tiba-tiba saja wanita tua itu mendengar kabar jika menantu kesayangannya itu kecelakaan bersama pria lain secara mengenaskan. Dan yang paling membuatnya merasa tercengang adalah berita tentang perselingkuhannya bersama pria beristri. Tak banyak berkata. Di dalam perjalanan, mereka hanya terdiam. Ambar dan Alvian masih merasa sulit untuk memahami apa yang tengah terjadi. "Kamu harus menjelaskan banyak hal pada ibu, setelah ini!" cetus ambar. Setelah menempuh perjalanan selama dua jam. Akhirnya mereka sampai di rumah sakit yang dituju. Alvian dan Ambar melangkah dengan sedikit keraguan dan ketakutan. Mereka merasa tida
Keributan yang terjadi di kediaman Alvian membuat para tetangga penasaran. Beberapa warga mengintip dari balik jendela menyaksikan pertengkaran yang terjadi. Ketua RT dan beberapa warga di pemukiman itu langsung menghampiri rumah Alvian untuk mencari tau dan melihat keadaan Alvian. Namun, mereka dikagetkan oleh suara teriakan Alvian yang menyatakan bahwa dirinya ingin mati. Segera, mereka menerobos masuk ke dalam rumah Alvian tanpa permisi. Melihat Alvian yang telah siap menghujamkan pisau ke dadanya. Sontak, salah satu warga berteriak. "Hentikan!! Kamu tidak boleh melakukannya!" Alvian otomatis membuka matanya. Salah satu warga yang datang langsung menyambar pisau yang berada di dalam genggaman tangan Alvian. Kemudian, meyadarkan lelaki itu dari tindakan bodohnya. Alvian menangis tak terkendali. "Tenang ... tenangkan diri anda, Pak Alvian. Beberapa orang warga mengelus pelan punggung Alvian. Sementara, satu orang lainnya mengambil segelas air minum lalu meminumkannya pada Alvian
"Sofia?!" Ella menatap lekat Sofia. Penyesalan langsung menyeruak di hatinya. "Maafkan Bibi, Sofia ...."Tatapannya berpindah pada bagian perut Sofia yang sudah dalam keadaan hamil besar. "Kamu sudah hamil?! Akhirnya kamu hamil juga, Sofia!" tatapnya sayu. "Dimana Alvian?" Wanita berusia 47 tahun itu mengedarkan pandang. Ia melihat sosok pria tampan berperawakan atletis dan terlihat kaya berdiri di dekat Sofia. "Mengapa kamu tidak bersama Alvian?" tanya Ella. Sedari tadi Sofia tak mengeluarkan sepatah kata pun. Jantungnya berdegup kian kencang karena menahan emosi.Ella memegang tangan Sofia. Namun, Sofia menghempaskannya dengan kasar. "Jangan sentuh aku!" bentaknya. Reyfaldi mendekat. "Maaf, Anda siapa?" tanyanya pada Ella. "Saya Ella, Bibinya Sofia!" jawabnya dengan nada bergetar. "Kamu, siapa?" tanya Ella balik. "Sudah! Tidak usah pedulikan dia. Dia bukan Bibiku. Aku sama sekali tidak mengenalnya!" sergah Sofia seraya mendelik.Sofia kemudian menarik lengan Reyfaldi untuk ma
"Pagi, sayang ... hari ini jadi, kan?" tanya Sofia pada lelaki yang baru saja membuka matanya. "Iya, Sayang!" jawab Reyfaldi dengan suara khas bangun tidur. Hari ini, Sofia berniat berbelanja kebutuhan persiapan untuk kelahiran bayinya. Sebuah kamar khusus untuk bayi akan ia persiapkan. Yaitu, kamar bekas Sofia sewaktu pertama datang ke rumah tersebut. "Lihat, Sayang ... aku ingin seperti ini interiornya." Tunjuk Sofia pada layar ponselnya memperlihatkan gambar ruangan bayi yang bernuansa white soft blue.Perkiraan Dokter, bayi yang tengah di kandung oleh Sofia adalah berjenis kelamin laki-laki. Sesuai dengan harapan Reyfaldi yang sangat menginginkan anak laki-laki agar dapat melanjutkan perusahaannya. "Baiklah, Sayang. Saya akan segera menghubungi jasa interior agar bisa secepatnya selesai."Reyfaldi langsung meraih ponselnya dan menghubungi jasa interior. Ia meminta agar secepatnya dilakukan renovasi sesuai dengan permintaan Sofia. Mengingat waktunya sudah tidak banyak lagi. Se
Wanita pelakor itu terbelalak. Ia langsung berjalan mendekati Sofia. Namun, wanita yang tengah hamil besar itu langsung berbalik badan mencoba menghindar dari Clara. Tapi, wanita jalang itu malah mengejar Sofia. "Sofia ... aku mohon jangan katakan ini pada Alvian!" Jalang itu terus memohon dengan wajah memelas. "Tenang saja! Lagi pula, itu bukan urusanku!" ucap Sofia dengan raut dingin tak peduli. Clara menoleh pada Reyfaldi. Pria yang menundukan wajahnya itu hanya diam mematung. "Pak, Reyfaldi ... tolong jangan-," "Siapa ini?" pangkas pria yang bersama Clara. Mendengar suara bariton dari balik badannya, mata wanita perusak rumah tangga orang itu langsung membola dengan sempurna. Cepat, ia berbalik badan dan mengubah mimik wajahnya menjadi tersenyum manis. "O-ya, ini kenalkan temanku, namanya Sofia dan ini suaminya!" ujar wanita itu seraya mengarahkan tangannya pada Sofia dan Reyfaldi. Dengan senyum masam, keduanya mengulurkan tangan menyambut ajakan bersalaman pria tua yang be